Selasa, 11 Maret 2008

Perempuan dari Kendal dan Persahabatan Kita

Perempuan dari Kendal dan Persahabatan Kita

Di jalur III stasiun Senen, saya berdiri menunggu Senja Utama tujuan Yogyakarta. Beralaskan Koran saya duduk memperhatikan orang yang lalu lalang sampai seorang perempuan setengah baya, dengan setelan pakian berjilbab hijau daun menyapa saya: “ Ke Semarang ya? Perempuan itu ternyata tidak berhenti bertanya meski saya menjawab kalau tujuan saya ke Jogyakarta”…Dan kami malam itu sambil menunggu kereta yang membawa kami ke tempat berbeda, berbicara seperti sudah lama kenalan.
Perempuan itu dari Kendal, dan saat itu sedang dalam perjalanan pulang. Ia dan suaminya ke Jakarta untuk mengunjungi sanaknya yang sakit keras. Mestinya sudah seminggu sebelumnya ke situ, tapi karena Jakarta banjir yah…harus ditunda…Saya kagum, betapa kasihnya perempuan ini pada saudara/sanaknya…Meski sempat dihambat oleh kacaunya infrastruktur transportasi, dia sedapat mungkin mengunjungi si sakit.
Wajah perempuan yang ramah itu lekat-lekat terbayang saat saya merenungkan kisah persahabatan Yesus dengan Maria bersama kedua saudaranya, Marta dan Lazarus.(Yohanes 11:1-44) Yesus putar haluan – dalam perjalanan terakhirnya menuju Yerusalem di mana Ia akan mati – menuju Betania, rumah para sahabatnya itu, persis ketika Ia mendapat kabar bahwa Lazarus sakit. Dia pergi tidak semata mengobati rasa rindu, tapi Ia mengambil kesempatan ini untuk memuliakan Allah, dan mendorong para murid untuk belajar lebih percaya pada-Nya.
Dia pergi ke Betania yang dekat Yerusalem dan sadar penuh bahwa hidupnya terancam karena akses untuk membunuh Dia jauh lebih dekat di Betania ketimbang di daerah Yordan di mana saat itu dia berada (ay.8). Akan tetapi karena persahabatan dan kasihnya, dia memilih pergi juga. Kitab suci tidak menulis persisnya kapan persahabatan-Nya dengan Marta bersaudara dimulai. Yang jelas kita bisa mengikuti jejaknya dengan memperhatikan hubungan Yesus dengan Maria. Maria adalah perempuan berdosa yang terkenal di Yerusalem, yang datang meminyaki kaki Yesus, membasuhnya dengan air mata lalu menyekanya dengan rambut panjangnya yang terurai. Ini terjadi ketika Yesus lagi makan di rumah salah seorang Farisi (Lukas 7:37 dst.). Di situ, Maria disambut penuh cinta oleh sang guru. Namanya dipulihkan, dosanya diampuni. Dan saya sangat yakin, cinta dan persahabatan Maria dan Yesus dimulai di situ. Pengalaman itu tentu saja tidak hanya meninggalkan kesan mendalam bagi Maria, tapi juga bagi saudara-saudaranya. Maria hampir pasti menceritakan pengalamannya dan tentu saja memperkenalkan Yesus kepada Marta dan Lazarus.
Waktu Yesus tiba, Lazarus ternyata sudah mati dan sudah empat hari terbaring di kubur. Persahabatan-Nya diuji pertama-tama dengan fakta kematian itu. Orang-orang yang datang berkabung berujar: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sangupkah ia bertindak sehingga orang ini tidak mati?” (ay.37). Kepercayaan dan cinta-Nya pada para sahabat diuji terutama oleh pernyataan yang sama dari Maria dan Marta ketika Ia mendapati mereka: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati” (ay.21 &39).
Pernyataan di atas adalah ungkapan kepercayaan keduanya pada kehadiran Yesus yang menyelamatkan. Akan tetapi pada saat yang sama kepercayaan tersebut memperlihatkan kerapuhannya. Seolah-olah daya keselamatan serta merta hilang ketika Yesus tidak hadir, tidak tinggal lagi bersama mereka. Hal yang serupa kita ingat terjadi pada para murid pasca kematian Yesus, termasuk Maria Magdalena yang dirundung hampir seribu duka. (Yoh.20:11)
Maka pantaslah dalam segala pengertian akan situasi Marta-Maria, Yesus bertanya pada keduanya: “Percayakah kalian padaku yang adalah kebangkitan dan hidup?” Yesus meminta mereka untuk mengikat hubungan cinta dan persahabatan mereka dengan kepasrahaan dan kepercayaan yang penuh pada-Nya pun ketika Dia tidak hadir, dia meninggalkan mereka dan kelak mati untuk mereka. Yang menyelamatkan tidak saja bentuk kehadiran fisik, tapi jauh dari itu Cinta Sejati Yesus yang Dia buktikan sampai di salib. Kelak iman akan kebangkitan Yesus, seperti yang cukup saya garisbawahi dalam permenungan-permenungan saya, adalah terutama kepercayaan bahwa Mustahil orang yang sedemikian mengasihi tanpa syarat seperti Yesus, mati selamanya; bukan hanya bersandar pada fakta kubur kosong yang terlalu menekankan kehadiran atau bukti fisik. Padahal Allah jauh melampaui itu.
Maria dan Marta yang sadar akan kerapuhan mereka, yang khilaf akan kelalaian membiarkan kesedihan mengaburkan keyakinan akan cinta Yesus, akhirnya memilih percaya pada-Nya: “Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”(11:27) Dan kita tahu iman mereka dan cinta Allah sendirilah yang membangunkan Lazarus dari tidurnya yang panjang. Lazarus bangkit.
Yesus saat itu menandai persahabatan-Nya dengan Marta-Maria bersaudara dengan membangkitkan Lazarus. Lebih lagi, Dia mengajarkan sesuatu yang cukup penting bagi penghayatan persahabatan kita. Persahabatan menjadi tempat kita bisa memuliakan dan memperkenalkan Allah kepada banyak orang, jika persahabatan itu dilandasi oleh iman dan cinta yang tulus.
Cinta persahabatan yang tulus adalah pilihan untuk saling menumbuhkan dengan peduli, siap mengerti dan siap pula mengoreksi, bahkan siap menanggung semua perasaan yang tidak enak justru karena kita mau membantu sahabat kita tumbuh. Yesus melakukan ini agar Marta-Maria bersaudara tumbuh dalam iman dan kepercayaan otentik akan Dia. Secara halus ia menegur ketidakpercayaan mereka.
Cinta persahabatan yang tulus tidak harus memiliki, sebagaimana implisit dari permintaan Marta-Maria:”sekiranya Engkau ada di sini”…Bagi saya pernyataan itu adalah tuntutan agar Yesus mesti selalu ada, dan kalau boleh menjadi ‘milik’ mereka saja. Cinta persahabatan sejati ditandai dengan sikap tulus untuk menerima fakta bahwa sahabat kita tetap menjadi dirinya sendiri dan tetap tumbuh tanpa harus kuatir bahwa dia tidak lagi mencintai kita. Yesus kiranya meminta Marta-Maria memahami ini mengingat Dia diutus kepada banyak orang dan karenanya tidak harus selalu bersama mereka. Pun itu tidak berarti dia tidak mencintai lagi. Faktanya, Dia datang mengunjungi, meratap dan menangis bersama dan akhirnya memuliakan Allah dengan membangkitkan Lazarus. Yesus mau membuktikan bahwa tidak ada sesuatu pun yang memisahkan kita dari kasih dan persahabatan kita dengan-Nya, sekalipun itu kematian.
Percakapan saya dengan perempuan dari Kendal itu terputus ketika dia dan suaminya sadar bahwa mereka nyaris ketinggalan kereta. Rupanya kereta Senja Utama tujuan Semarang ada di Jalur IV, berhadapan dengan jalur III. Pertemuan yang sebentar itu bagi saya tetap penting. Saya ingat betapa tulusnya si perempuan. Dia menasihati saya supaya berhati-hati di jalan; “jangan terlalu sering ke toilet. Soalnya banyak penodongan terjadi di situ”, demikian dia mengingatkan saya.
Sampai sekarang ini dalam pengalaman hidup saya begitu banyak sahabat yang mengambil bagian penting dalam hidup saya. Saya bersyukur atas persahabatan yang diberikan Tuhan walau kadang siap menerima bahwa kadang-kadang persahabatan yang akrab seperti ‘berlangsung sebentar saja’ karena waktu dan karena banyak di antara para sahabat yang bersekolah dan mengadu nasibnya sendiri-sendiri. Tak jauh dari stasiun, dua tahun lalu saya sempat bersahabat dengan sekelompok anak yang lucu dan dekil yang tidur di gardu-gardu listrik; belajar dan bermain bersama mereka di madrasah, tempat yang menjadi segalanya bagi kami. Sekarang tempat itu sudah digusur pemprov DKI. Saya tidak tahu lagi di mana teman-teman saya itu. Terakhir saya dengan kabar bahwa mereka sudah dipindahkan…
Yah...memang kebersamaan dengan para sahabat bisa sebentar saja, seperti pengalaman saya dengan anak-anak ini, juga si perempuan dari Kendal. Tapi, saya rasakan dan tetap percaya bahwa cinta yang tulus yang pernah saya bangun bersama semua sahabat saya tidak sungguh memisahkan kami…Saya orang yang paling percaya, bahwa suatu waktu saya bisa bertemu dengan mereka. Ataupun kalau mustahil, cinta kami paling tidak berbuah indah yakni kebahagiaan. Tidak ada fakta lain yang membuat orang bahagia selain kebenaran bahwa mereka sungguh dicintai. Dan betapa saya menghendaki agar cinta dan persahabatan Yesus menjadi inspirasi dan pendorong cinta dan persahabatan yang sudah lama kita pelihara dengan orang-orang dekat kita. Semoga kita terus mewartakan Dia dengan persahabatan kita yang tulus.

Salam,

Ronald,s.x.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari