Jumat, 31 Juli 2009

Sang Dadu

Ketika saya pulang di sebuah senja, saya masih melihatnya duduk disana. Seorang wanita empat puluhan duduk dalam kiosnya di tepi seruas jalan di kotaku yang telah ribuan kali kulewati.

Puluhan tahun yang lalu ketika usia saya masih belum genap sembilan tahun, kios itu sudah ada disana. Menjajakan majalah, koran, dan sejumlah barang kelontong. Ketika itu mobil kami berhenti di depan kiosnya dan wanita itu datang menghampiri membawa apa yang biasanya kami inginkan, majalah Ananda dan Bobo buat saya serta majalah Tempo dan Intisari untuk ayah. Demikian terjadi sepekan sekali sepulang sekolah selama bertahun-tahun hingga tiba saatnya saya beranjak remaja dan berganti selera baca, saya tak lagi menemui wanita itu.

Sekonyong-konyong di senja itu, tatapan mata saya ke luar angkot yang tengah membawa saya pulang ke rumah, menyapu kios itu dan wanita yang sama di dalamnya. Bedanya, kali ini ia tak lagi menjajakan koran dan majalah. Hanya rokok, minuman cola, air mineral, dan sejumlah barang lain. Apakah itu semacam kemunduran perniagaan, saya tak tahu persis. Yang tampak jelas bagi sel-sel kelabu saya adalah kenyataan bahwa ia, untuk menafkahi hidupnya, masih saja duduk di tempat yang sama, setelah lewat bertahun-tahun.

Suatu sore lain dalam sebuah gerbong kereta yang saya tumpangi, saya menatap puluhan gubuk dan rumah petak di sepanjang lintasan rel yang menuju stasiun Senen. Benak saya digelayuti iba dan juga pertanyaan. Sejumlah gerobak mie ayam melintas di jendela dengan cepat. Apa yangbegitu menarik dari kota ini, begitu pertanyaan saya, sehingga mereka sanggup bertahan dalam kepapaannya di tengah gemuruh Jakarta yang keras.

Apakah itu nasib? Adakah nasib yang membuat Ibu penjaja koran yang tinggal di Semarang dan mereka yang tinggal di kompleks kumuh Jakarta tetap bertahan di sana? Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.

Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya: Ular-Tangga. Setelah beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan saya itu, kemudian berkata, "Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai."

Saya tersadar. Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagustentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya.

Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama sekolah. Ada papan yang bernama karir. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah. Atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah ikhtiar manusia:melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan.

Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah lah yang mengatur. Dan disitulah Nasib. Kuasa kita hanyalah sebatas melempar dadu. Malangnya, ada juga manusia yang enggan melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana.

Menerima keadaan sebagai Nasib, tanpa pernah melempar dadu. Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana. Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan permainannya.

Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali. Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga. Beda antara orang yg optimis dan pesimis bila keduanya sama-sama gagal, Si Pesimis menemukan kekecewaan dan Sang Optimis mendapatkan harapan.

Setiap Langkah Adalah Anugerah

Seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Di sana , ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, Ralph, penjemputnya di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju tempat pengambi lan bagasi.

Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka, kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas.

Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, ia kembali ke sisi sang professor dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

Dari mana Anda belajar melakukan semua hal itu ? tanya sang professor.

Melakukan apa ? tanya Ralph.

Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu ? desak sang professor.

Oh, kata Ralph, selama perang ..... Saya kira, perang telah mengajari saya banyak hal.

Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu persatu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya.

Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. katanya ......

Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki serta mensyukuri langkah sebelumnya.

Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini. Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain.

Nilai manusia ...... tidak ditentukan dengan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup. Kekayaan manusia bukan apa yang ia peroleh, melainkan apa yang telah ia berikan. Selamat menikmati setiap langkah hidup Anda dan BERSYUKURLAH SETIAP SAAT .......Banyak orang berpikir bagaimana mengubah dunia ini. Hanya sedikit yang memikirkan bagaimana mengubah dirinya sendiri.

Esensi Diri

Alkisah di suatu desa, ada kabar yang menggembirakan. Orang-orang di desa itu gembira mendengar bahwa putra sulung sang kepala desa akhirnya akan pulang ke desanya setelah meraih gelar sebagai seorang dokter. Rencananya, ia pulang untuk mencari istri alias pendamping hidupnya.

Mendengar si putra sulung kepala desa akan mencari seorang calon istri, orang-orang di desa sibuk memikirkan putri siapa yang pantas disandingkan dengan putra sulung kepala desa. Ketika berkumpul di aula desa, diputuskanlah bahwa ada 3 orang gadis yang menurut mereka paling sesuai disandingkan dengan putra sulung kepala desa.

Yang pertama adalah putri seorang juragan beras yang kaya di desa. Selain kaya, putri juragan ini sangat cantik dan molek. Perawakannya bak peragawati. Ramping, langsing dan singset. Menurut mereka, inilah pasangan yang cocok bagi putra sulung kepala desa. Yang satu cantik, dan yang lainnya ganteng.

Yang kedua adalah putri bendahara desa. Bendahara desa adalah seorang yang terpelajar, semua anaknya terpelajar. Putri sulung bendahara adalah seorang yang sangat pintar. Ia sangat jeli dan banyak membantu ayahnya. Nantinya ia diharapkan bisa menjadi pengganti ayahnya sebagai bendahara desa. Lagi-lagi, menurut orang-orang desa, inilah pasangan yang ideal. Sama-sama pintar, bendahara pintar dan dokter hebat.

Yang ketiga adalah putri seorang dokter desa. Menurut orang-orang desa, pasangan ini ideal ‘wong sama-sama dokter. Apalagi yang kurang?

Lalu, tibalah saat yang mendebarkan bagi seluruh isi desa. Putra sulung kepala desa akhirnya tiba di desa. Untuk membuktikan pilihan siapa yang paling tepat. Maka bergiliranlah putri si juragan, putri bendahara desa, dan putri dokter desa bertandang ke rumah pak kepala desa untuk berkenalan dengan putra sulung pak kepala desa. Tiga hari berturut-turut mereka berdatangan. Tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang dipilih oleh putra sulung kepala desa menjadi istrinya. Orang-orang di desa terheran-heran akan kenyataan ini.

Satu bulan kemudian, putra sulung kepala desa meminang putri seorang tukang kayu. Setelah melangsungkan pernikahan, mereka langsung meninggalkan desa, menuju ke kota tempat praktek si putra sulung sebagai dokter.

Setelah kepergian mereka, orang-orang desa yang penasaran bertanya kepada pak kepala desa. “Bapak, kenapa anak bapak malah memilih anak seorang tukang kayu menjadi istrinya?”

Dengan tersenyum pak kepala desa menjawab, ”Ia sudah memilih yang terbaik. Ia memilih apa yang ada di dalam, bukan apa yang tampak di luar.”

“Maksud bapak ?” Tanya orang-orang desa yang penasaran.

Lalu pak kepala desa menjelaskan dengan bijaksana, “Benar, bukan putri juragan yang cantik, molek, dan langsing yang dipilih anakku. Karena, ia tidak melihat fisik seseorang. Wajah yang cantik, tubuh yang langsing tidak akan bertahan lama. Ia akan pudar seiring waktu. Bukan juga, putri bendahara desa yang pintar. Karena, kepintaran tidak menjamin apapun. Ia juga tidak memilih putri dokter desa. Karena, profesi hanyalah bagian dari pekerjaan seseorang. Bukan menentukan bagaimana sebenarnya orang itu.”

“Kalau akhirnya anakku memilih putri si tukang kayu, itu lebih karena esensi diri yang baik. Putri si tukang kayu setiap sore selalu menyempatkan diri memberi minum pada beberapa kelinci yang tidak ia pelihara. Meskipun ia telah lelah membantu ayahnya bekerja. Esensi dirinya yang sederhana, tulus, dan rela melakukan pekerjaan yang sekecil apapun membuat anakku memilihnya sebagai pendamping hidupnya. Itu adalah hal yang terpenting bagi anakku.”

Tuhan tidak memerlukan seorang worship leader yang cantik luar biasa atau langsing luar biasa di dalam pelayanan-Nya. Tuhan juga tidak memerlukan seorang yang luar biasa pintar mengatur di dalam pelayanan-Nya. Bahkan, Tuhan juga tidak memerlukan seseorang yang punya jabatan luar biasa tinggi di perusahaannya untuk pelayanan-Nya.

Ia hanya melihat esensi diri kita. Hati kita yang tulus, rela dalam melakukan pelayanan-Nya. Itu saja.

Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan apa yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” ( 1 Samuel 16:7)

Tetap Bersyukur

Ayat bacaan: Mazmur 52:11
======================
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!"

tetap bersyukurSejauh mana kita mampu untuk terus bersyukur dan mengimani dengan sungguh-sungguh bahwa Tuhan sungguh baik ketika kita sedang mengalami masalah? Adalah mudah untuk bersyukur ketika kita sedang dalam kondisi nyaman dan baik, namun ketika kita sedang dalam kesulitan, katakanlah sedang menderita sakit, terkadang sulit bagi kita untuk mengucap syukur. Kecenderungan manusia adalah mendesak Tuhan untuk sesegera mungkin melepaskan kita dari beban masalah dan sakit penyakit. Tetapi ketika kita belum juga lepas, mampukah kita terus bersyukur memuliakan Tuhan? Saya benar-benar merasa terharu lewat seorang bapak yang masih setia melayani di gereja di mana saya bertumbuh, meskipun ia sedang menderita penyakit yang tidak main-main, yaitu kanker.

Penyakit kanker yang diderita beliau mengharuskannya bolak balik ke Singapura untuk menjalani kemoterapi. Dari hasil pemeriksaan terakhir, diketahui bahwa kankernya sudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Namun lihatlah bagaimana reaksinya. Ia masih terus setia melayani! Dan ia terus bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Ia terus percaya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik kepadanya, Tuhan akan selalu menguatkan dirinya untuk tetap teguh dalam pelayanan. Ketika sebagian orang sudah menyerah, putus asa dan tidak lagi memiliki minat untuk melakukan apapun, ia tetap setia tampil di depan melakukan pekerjaan Tuhan. Ini sebuah sikap yang sungguh mengagumkan. Saya terharu dan merasa sangat diberkati lewat keteladanannya. Sakit atau tidak, ia tetap tampil seperti tanpa beban. Ia tetap bersukacita, ia tetap tersenyum, meski apa yang sedang ia derita sangatlah serius. Melihat dirinya hari Minggu kemarin, saya pun teringat akan ayat-ayat dalam Mazmur yang berasal dari keteguhan iman Daud. Daud tidak pernah berhenti untuk bersyukur dalam kondisi seterjepit apapun.

Daud pada suatu kali mengatakan "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!" (Mazmur 52:11). Dalam banyak kesempatan lain pun Daud berulang kali menyatakan ucapan syukurnya. Tidak gampang untuk bisa mencapai tingkat seperti Daud, karena seringkali rasa sakit itu menyiksa, penderitaan terasa berat, beban masalah melemahkan diri maupun rohani kita. Itu lumrah terjadi. Namun janganlah kita menyerah dan menuruti segala kelemahan daging itu. Bagaimana caranya? Paulus mengajarkan caranya yaitu dengan mengarahkan fokus pandangan ke arah yang tepat. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18) Inilah kunci bagaimana Paulus dan rekan-rekannya tidak tawar hati meski mereka kerap mengalami penyiksaan dan penderitaan dalam menjalankan pelayanan mereka. Paulus dan rekan-rekan sepelayanannya tidak memfokuskan diri mereka kepada sesuatu yang kelihatan, hal-hal duniawi, namun mereka terus fokus mengarahkan pandangan kepada yang tidak kelihatan, kepada perkara-perkara Surgawi, segala sesuatu yang mengarah kepada kekekalan. Paulus dan kawan-kawan tahu bahwa mengarahkan pandangan hanya kepada yang kelihatan hanyalah akan membuat mereka lemah dan kemudian menyerah. Namun mengarahkan pandangan kepada kehidupan yang kekal kelak dimana Yesus bertahta, itu akan membuat mereka terus bersemangat dan tidak kehilangan harapan. Dalam suratnya untuk jemaat Kolose, ia mengulangi hal ini. "Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." (Kolose 3:1). Dan dengan tegas ia berkata "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (ay 2). Ini sebuah kunci penting yang patut kita teladani dalam menjalani hidup.

Ada sebuah kalimat yang pernah saya baca bunyinya begini. "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan". Kedagingan kita memang membuat kita harus merasakan rasa sakit, namun apakah kita menderita atau tetap bersukacita, itu adalah sebuah pilihan. Apa yang dikatakan Paulus menjadi begitu relevan, bahwa tidaklah tepat untuk mengarahkan fokus kepada hal-hal di dunia yang hanya sementara sifatnya. Mengarahkan kepada kekekalan, dimana tidak lagi ada penderitaan dan isak tangis, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, itu jauh lebih penting. Dan untuk menuju kesana, kita harus tetap fokus kepada hal tersebut. Untuk itu, hendaklah kita senantiasa mengucap syukur dalam segala hal, baik suka maupun duka, senang maupun susah, sehat maupun sakit. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun di atas itu semua, rencanaNya tetap yang terbaik bagi kita. Apapun itu. Allah itu setia, dan telah menyediakan segalanya sesuai janjiNya. Sementara hidup ini hanya sementara, kekekalan itu lebih berguna. Itulah tampaknya yang menjadi pegangan iman dari sang bapak yang tengah menderita kanker untuk tetap terus bersukacita dan tidak henti-hentinya bersyukur mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Baik bapak itu maupun kita, teruslah berjuang dengan pengharapan penuh dipenuhi ucapan syukur hingga akhir agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak menguap sia-sia.

Dunia ini hanya sementara, tapi Surga itu kekal

Tetap Bersyukur

Ayat bacaan: Mazmur 52:11
======================
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!"

tetap bersyukurSejauh mana kita mampu untuk terus bersyukur dan mengimani dengan sungguh-sungguh bahwa Tuhan sungguh baik ketika kita sedang mengalami masalah? Adalah mudah untuk bersyukur ketika kita sedang dalam kondisi nyaman dan baik, namun ketika kita sedang dalam kesulitan, katakanlah sedang menderita sakit, terkadang sulit bagi kita untuk mengucap syukur. Kecenderungan manusia adalah mendesak Tuhan untuk sesegera mungkin melepaskan kita dari beban masalah dan sakit penyakit. Tetapi ketika kita belum juga lepas, mampukah kita terus bersyukur memuliakan Tuhan? Saya benar-benar merasa terharu lewat seorang bapak yang masih setia melayani di gereja di mana saya bertumbuh, meskipun ia sedang menderita penyakit yang tidak main-main, yaitu kanker.

Penyakit kanker yang diderita beliau mengharuskannya bolak balik ke Singapura untuk menjalani kemoterapi. Dari hasil pemeriksaan terakhir, diketahui bahwa kankernya sudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Namun lihatlah bagaimana reaksinya. Ia masih terus setia melayani! Dan ia terus bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Ia terus percaya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik kepadanya, Tuhan akan selalu menguatkan dirinya untuk tetap teguh dalam pelayanan. Ketika sebagian orang sudah menyerah, putus asa dan tidak lagi memiliki minat untuk melakukan apapun, ia tetap setia tampil di depan melakukan pekerjaan Tuhan. Ini sebuah sikap yang sungguh mengagumkan. Saya terharu dan merasa sangat diberkati lewat keteladanannya. Sakit atau tidak, ia tetap tampil seperti tanpa beban. Ia tetap bersukacita, ia tetap tersenyum, meski apa yang sedang ia derita sangatlah serius. Melihat dirinya hari Minggu kemarin, saya pun teringat akan ayat-ayat dalam Mazmur yang berasal dari keteguhan iman Daud. Daud tidak pernah berhenti untuk bersyukur dalam kondisi seterjepit apapun.

Daud pada suatu kali mengatakan "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!" (Mazmur 52:11). Dalam banyak kesempatan lain pun Daud berulang kali menyatakan ucapan syukurnya. Tidak gampang untuk bisa mencapai tingkat seperti Daud, karena seringkali rasa sakit itu menyiksa, penderitaan terasa berat, beban masalah melemahkan diri maupun rohani kita. Itu lumrah terjadi. Namun janganlah kita menyerah dan menuruti segala kelemahan daging itu. Bagaimana caranya? Paulus mengajarkan caranya yaitu dengan mengarahkan fokus pandangan ke arah yang tepat. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18) Inilah kunci bagaimana Paulus dan rekan-rekannya tidak tawar hati meski mereka kerap mengalami penyiksaan dan penderitaan dalam menjalankan pelayanan mereka. Paulus dan rekan-rekan sepelayanannya tidak memfokuskan diri mereka kepada sesuatu yang kelihatan, hal-hal duniawi, namun mereka terus fokus mengarahkan pandangan kepada yang tidak kelihatan, kepada perkara-perkara Surgawi, segala sesuatu yang mengarah kepada kekekalan. Paulus dan kawan-kawan tahu bahwa mengarahkan pandangan hanya kepada yang kelihatan hanyalah akan membuat mereka lemah dan kemudian menyerah. Namun mengarahkan pandangan kepada kehidupan yang kekal kelak dimana Yesus bertahta, itu akan membuat mereka terus bersemangat dan tidak kehilangan harapan. Dalam suratnya untuk jemaat Kolose, ia mengulangi hal ini. "Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." (Kolose 3:1). Dan dengan tegas ia berkata "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (ay 2). Ini sebuah kunci penting yang patut kita teladani dalam menjalani hidup.

Ada sebuah kalimat yang pernah saya baca bunyinya begini. "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan". Kedagingan kita memang membuat kita harus merasakan rasa sakit, namun apakah kita menderita atau tetap bersukacita, itu adalah sebuah pilihan. Apa yang dikatakan Paulus menjadi begitu relevan, bahwa tidaklah tepat untuk mengarahkan fokus kepada hal-hal di dunia yang hanya sementara sifatnya. Mengarahkan kepada kekekalan, dimana tidak lagi ada penderitaan dan isak tangis, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, itu jauh lebih penting. Dan untuk menuju kesana, kita harus tetap fokus kepada hal tersebut. Untuk itu, hendaklah kita senantiasa mengucap syukur dalam segala hal, baik suka maupun duka, senang maupun susah, sehat maupun sakit. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun di atas itu semua, rencanaNya tetap yang terbaik bagi kita. Apapun itu. Allah itu setia, dan telah menyediakan segalanya sesuai janjiNya. Sementara hidup ini hanya sementara, kekekalan itu lebih berguna. Itulah tampaknya yang menjadi pegangan iman dari sang bapak yang tengah menderita kanker untuk tetap terus bersukacita dan tidak henti-hentinya bersyukur mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Baik bapak itu maupun kita, teruslah berjuang dengan pengharapan penuh dipenuhi ucapan syukur hingga akhir agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak menguap sia-sia.

Dunia ini hanya sementara, tapi Surga itu kekal

Kamis, 30 Juli 2009

Bersahabat dengan Tuhan

Ayat bacaan: Yohanes 15:14
======================
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."

bersahabat dengan Tuhan, menjadi sahabat TuhanPerlukah sosok seorang sahabat dalam hidup kita? Rasanya mayoritas jawaban adalah ya. Teman mungkin bisa banyak, namun yang memenuhi kategori sahabat biasanya sedikit. Untuk mencapai status sahabat biasanya butuh waktu yang cukup panjang. Dalam prosesnya biasanya akan terlihat siapa yang benar-benar peduli pada kita, tetap berada dekat dengan kita di saat kita sedang berada dalam permasalahan. Bukan hanya dalam suka, tapi dalam duka pun mereka selalu siap hadir memberikan bantuan, mendukung kita tanpa pamrih. Sahabat adalah orang yang biasanya kita datangi pertama kali ketika kita butuh masukan atau nasihat, karena kepada mereka biasanya kepada mereka kita tidak perlu menutup-nutupi sesuatu, karena mereka adalah orang-orang yang biasanya paling dipercaya. Maka hidup dengan sahabat dan tanpa sahabat akan sahabat akan begitu terasa bedanya.

Jika bersahabat dengan manusia saja sudah begitu terasa bedanya, bagaimana jika kita bisa bersahabat dengan Tuhan? Tentu luar biasa bukan? Ketika manusia yang punya kelemahan saja bisa membuat sebuah perbedaan, apalagi Tuhan yang sungguh besar kasih setiaNya. Apakah kita bisa menjadi sahabat Tuhan? Jawabannya adalah bisa. Alkitab mencatat kualitas hubungan antara Tuhan dengan beberapa nabi. Misalnya dengan Musa: "Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan." (Keluaran 33:11a). Kedekatan Musa dengan Tuhan begitu erat, sehingga kepada Musa, Tuhan berfirman "Aku mengenal namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia di hadapan-Ku." (ay 12). Lalu mari kita lihat Abraham, bapa orang beriman. Dalam kitab 2 Tawarikh kita mendapati demikian: "Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya?" (2 Tawarikh 20:7). Abraham dikatakan sebagai sahabat Tuhan! Kita tahu apa janji Tuhan kepada Abraham dan bagaimana hebatnya Tuhan memberkatinya. Penghargaan kepada sahabat ditunjukkan Tuhan dengan jelas kepada Abraham. Ketika Tuhan memutuskan untuk memusnahkan Sodom, Tuhan ternyata tidak sanggup menyembunyikan rencanaNya kepada Abraham sahabatNya. "Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?" (Kejadian 18:17). Jika sosok manusia saja tidak mampu atau tidak mau menutupi sesuatu kepada sahabatnya, Tuhan pun demikian menghargai arti sebuah persahabatan. Ada beberapa tokoh Alkitab lainnya yang disebutkan bergaul karib dengan Tuhan, dan kita pun melihat bagaimana Tuhan menghargai persahabatan dengan orang-orang yang mampu memenuhi kriteria untuk menjadi sosok sahabat di mataNya.

Dari sosok Musa dan Abraham kita bisa belajar untuk bisa menjadi sahabat Tuhan. Kita tahu bagaimana sosok Musa dan Abraham dan iman mereka, dan itu membuat Tuhan berkenan kepada mereka. Mengenal mereka, dan menjadikan mereka sahabat. Daud memberikan sebuah pernyataan kepada siapa Tuhan mau bersahabat. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Tidak saja bergaul karib, tapi Tuhan pun menghargai persahabatan dengan tidak menyembunyikan perjanjianNya. Yesus sendiri mengulangi hal ini kepada murid-muridNya ketika ia menyampaikan bahwa mereka sudah Dia anggap sebagai sahabat. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15). Lihatlah bahwa Yesus tidak menutupi apapun yang telah Dia dengar dari Bapa Surgawi kepada sahabat. Tidak hanya kepada para murid, tapi Yesus pun mengulurkan tangan persahabatan kepada setiap manusia. Dan untuk itu, Yesus telah memulainya secara proaktif, dengan bukti nyata, yaitu dengan mengorbankan diriNya untuk mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita yang Dia anggap sebagai sahabat. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Betapa luar biasanya melihat Tuhan dengan penuh kasih mengulurkan salam persahabatan kepada manusia, dan betapa keterlaluannya jika kita menepis itu dan lebih memilih untuk terus hidup berkubang dalam dosa.

Untuk menjadi sahabat, Yesus mengatakan demikian: "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14). Apa yang diperintahkan Yesus kepada kita? Inilah perintah Yesus yang harus kita perbuat. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Lukas 12:29-30). Begitu besar kasih Tuhan pada kita sehingga Dia mau mengulurkan tangan untuk bersahabat dengan kita. Pertanyaannya sekarang, maukah kita menerima uluran tanganNya? Jadilah sahabat-sahabat Tuhan yang setia.

Tuhan begitu menghargai nilai persahabatan, siapkah kita untuk menjadi sahabat Tuhan?

Bersahabat dengan Tuhan

Ayat bacaan: Yohanes 15:14
======================
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."

bersahabat dengan Tuhan, menjadi sahabat TuhanPerlukah sosok seorang sahabat dalam hidup kita? Rasanya mayoritas jawaban adalah ya. Teman mungkin bisa banyak, namun yang memenuhi kategori sahabat biasanya sedikit. Untuk mencapai status sahabat biasanya butuh waktu yang cukup panjang. Dalam prosesnya biasanya akan terlihat siapa yang benar-benar peduli pada kita, tetap berada dekat dengan kita di saat kita sedang berada dalam permasalahan. Bukan hanya dalam suka, tapi dalam duka pun mereka selalu siap hadir memberikan bantuan, mendukung kita tanpa pamrih. Sahabat adalah orang yang biasanya kita datangi pertama kali ketika kita butuh masukan atau nasihat, karena kepada mereka biasanya kepada mereka kita tidak perlu menutup-nutupi sesuatu, karena mereka adalah orang-orang yang biasanya paling dipercaya. Maka hidup dengan sahabat dan tanpa sahabat akan sahabat akan begitu terasa bedanya.

Jika bersahabat dengan manusia saja sudah begitu terasa bedanya, bagaimana jika kita bisa bersahabat dengan Tuhan? Tentu luar biasa bukan? Ketika manusia yang punya kelemahan saja bisa membuat sebuah perbedaan, apalagi Tuhan yang sungguh besar kasih setiaNya. Apakah kita bisa menjadi sahabat Tuhan? Jawabannya adalah bisa. Alkitab mencatat kualitas hubungan antara Tuhan dengan beberapa nabi. Misalnya dengan Musa: "Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan." (Keluaran 33:11a). Kedekatan Musa dengan Tuhan begitu erat, sehingga kepada Musa, Tuhan berfirman "Aku mengenal namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia di hadapan-Ku." (ay 12). Lalu mari kita lihat Abraham, bapa orang beriman. Dalam kitab 2 Tawarikh kita mendapati demikian: "Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya?" (2 Tawarikh 20:7). Abraham dikatakan sebagai sahabat Tuhan! Kita tahu apa janji Tuhan kepada Abraham dan bagaimana hebatnya Tuhan memberkatinya. Penghargaan kepada sahabat ditunjukkan Tuhan dengan jelas kepada Abraham. Ketika Tuhan memutuskan untuk memusnahkan Sodom, Tuhan ternyata tidak sanggup menyembunyikan rencanaNya kepada Abraham sahabatNya. "Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?" (Kejadian 18:17). Jika sosok manusia saja tidak mampu atau tidak mau menutupi sesuatu kepada sahabatnya, Tuhan pun demikian menghargai arti sebuah persahabatan. Ada beberapa tokoh Alkitab lainnya yang disebutkan bergaul karib dengan Tuhan, dan kita pun melihat bagaimana Tuhan menghargai persahabatan dengan orang-orang yang mampu memenuhi kriteria untuk menjadi sosok sahabat di mataNya.

Dari sosok Musa dan Abraham kita bisa belajar untuk bisa menjadi sahabat Tuhan. Kita tahu bagaimana sosok Musa dan Abraham dan iman mereka, dan itu membuat Tuhan berkenan kepada mereka. Mengenal mereka, dan menjadikan mereka sahabat. Daud memberikan sebuah pernyataan kepada siapa Tuhan mau bersahabat. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Tidak saja bergaul karib, tapi Tuhan pun menghargai persahabatan dengan tidak menyembunyikan perjanjianNya. Yesus sendiri mengulangi hal ini kepada murid-muridNya ketika ia menyampaikan bahwa mereka sudah Dia anggap sebagai sahabat. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15). Lihatlah bahwa Yesus tidak menutupi apapun yang telah Dia dengar dari Bapa Surgawi kepada sahabat. Tidak hanya kepada para murid, tapi Yesus pun mengulurkan tangan persahabatan kepada setiap manusia. Dan untuk itu, Yesus telah memulainya secara proaktif, dengan bukti nyata, yaitu dengan mengorbankan diriNya untuk mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita yang Dia anggap sebagai sahabat. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Betapa luar biasanya melihat Tuhan dengan penuh kasih mengulurkan salam persahabatan kepada manusia, dan betapa keterlaluannya jika kita menepis itu dan lebih memilih untuk terus hidup berkubang dalam dosa.

Untuk menjadi sahabat, Yesus mengatakan demikian: "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14). Apa yang diperintahkan Yesus kepada kita? Inilah perintah Yesus yang harus kita perbuat. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Lukas 12:29-30). Begitu besar kasih Tuhan pada kita sehingga Dia mau mengulurkan tangan untuk bersahabat dengan kita. Pertanyaannya sekarang, maukah kita menerima uluran tanganNya? Jadilah sahabat-sahabat Tuhan yang setia.

Tuhan begitu menghargai nilai persahabatan, siapkah kita untuk menjadi sahabat Tuhan?

Rabu, 29 Juli 2009

Keteladanan Dari Seorang Ibu

Ayat bacaan: Ibrani 10:25
====================
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."

belajar dari ibu sakit, pincang, penyanggahHari minggu kemarin ketika saya bertugas sebagai pengerja, tepatnya sebagai penyambut jemaat yang berdiri di depan pintu, ada seorang ibu yang datang ke gereja sendirian dengan susah payah. Ia menggunakan alat bantu yang biasanya dikenal dengan "walker" (lihat gambar), yaitu sejenis pegangan 4 kaki dari besi sebagai alat bantu untuk berjalan. Ia tertatih-tatih sendirian melangkah mulai sejak keluar dari lift menuju ke ruang ibadah raya. Meski demikian, ia terlihat sungguh bersuka cita. Senyuman tulus ia arahkan kemana-mana, bahkan berkali-kali ia berhenti menerima salam dari jemaat lain yang ada di sekitarnya. Ini pemandangan yang mengagumkan. Saya berpikir, ketika kita sedikit saja merasa tidak enak badan lalu merasa tidak sanggup untuk pergi ke gereja untuk beribadah, ketika kita lebih memilih untuk sibuk bekerja hingga melupakan hari Sabat yang seharusnya kita pergunakan untuk memuliakan Tuhan bersama dengan saudara-saudara seiman, ketika kita merasa kasur jauh lebih nikmat ketimbang harus repot-repot bangun dan pergi ke gereja, ibu ini penuh suka cita meski kondisinya sedang tidak memungkinkan. Naik apa ia datang? Bagaimana ia berdesakan di dalam lift? Dari lapangan parkir menuju lantai 4, berdesakan, itu tentu berat baginya. Namun ia hadir dengan penuh sukacita. Ia mengucapkan terima kasih dengan senyum yang sangat damai ketika saya membantunya untuk duduk, mengosongkan dua bangku di depannya agar "walker"nya bisa ia letakkan di depannya. Ketika ibadah selesai, ia kembali mengangguk dan mengucapkan terima kasih ketika saya membantu mengosongkan kursi-kursi di sekitarnya agar ia lebih leluasa bergerak. Terima kasih ibu, atas keteladanan yang ibu contohkan hari ini.

Ada begitu banyak alasan bagi kita untuk bolos beribadah di hari Minggu. Terlalu capai seminggu ke belakang, kurang enak badan, tidak ada yang antar, malas pergi sendiri karena teman berhalangan, hujan, sedang banyak tugas, ada teman yang datang dan sebagainya, acap kali kita jadikan alasan untuk memutuskan tidak pergi ke gereja, beribadah bersama saudara-saudara kita seiman. Jika kita sedang dalam kondisi si ibu, akankah kita tetap bersemangat seperti dirinya, atau kita lebih peduli pada rasa malu dilihat orang dengan keadaan kita yang sedang sakit? Ada pula yang berdalih tidak perlu ke gereja, karena Tuhan toh ada di rumah juga. Itu tidaklah salah. Tuhan memang bersifat "omnipresent" alias punya kemampuan untuk hadir di mana-mana pada saat yang sama. Namun bersekutu, beribadah bersama-sama, memuji dan memuliakan Tuhan bersama-sama, membangun relasi dengan saudara-saudara seiman lainnya agar kita bisa saling menguatkan, semua itu tidaklah bisa kita lakukan jika kita hanya memilih untuk beribadah sendirian saja selamanya. Ada kalanya kita lemah, di sana peran teman-teman akan sangat berguna. Sebaliknya ketika teman sedang lemah, ada kita yang bisa menguatkan. Ada firman-firman Tuhan yang akan sangat berguna dalam hidup kita setidaknya untuk menguatkan kita menghadapi pekerjaan atau belajar di sekolah seminggu ke depan. Ada sukacita luar biasa ketika kita bersama-sama memuliakan Tuhan baik dalam pujian atau penyembahan, alangkah sayangnya jika semua itu terlewatkan ketika kita memutuskan untuk melewatkan ibadah ke gereja.

Penulis Ibrani mengingatkan demikian: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan - pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Berbagai penyesatan, berbagai kesulitan di dunia yang semakin tua ini setiap saat bisa membuat kita lemah. Kita butuh "nutrisi" tambahan agar kuat menghadapi itu semua. Bersekutu, saling support bersama saudara seiman, bersukacita memuji dan memuliakan Tuhan bersama-sama dan asupan firman Tuhan sudah pasti akan membuat kita lebih kuat dan tidak gampang jatuh. Apalagi Yesus sendiri pun mengingatkan bahwa "di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20).

Pengkotbah mengatakan "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Kemudian selanjutnya dikatakan demikian: "Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (ay 12). Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Selanjutnya kita bisa melihat pula bahwa ada pelipatgandaan ketika ada lebih dari satu orang yang bersepakat. Kita bisa melihat dalam kitab Ulangan mengenai hal ini. Ketika satu orang bisa mengejar seribu orang, dua orang bukanlah bisa membuat lari dua ribu orang, seperti hitungan matematika biasa, namun dua orang punya kemampuan untuk mengalahkan sepuluh ribu orang! (Ulangan 32:30). Ada pelipatgandaan sebesar 10 kali lipat ketika dua orang bersepakat bersama. Jika dua orang saja sudah demikian besar, bagaimana jika kita beribadah bersama dengan banyak saudara-saudara kita seiman? Iblis tidak akan mampu menggoyahkan kita, karena kita menerapkan hukum Kristus dengan saling dukung, saling bantu, dan bersatu dalam kasih.

Jika ibu yang pincang itu sanggup datang dengan penuh sukacita, mengapa kita tidak? Ibu itu punya kerinduan untuk berjemaat bersama-sama dalam kegembiraan bahwa Tuhan sungguh baik bagi dirinya, meskipun kondisinya sedang dalam keadaan sulit. Luar biasa. Saya kagum dengan semangatnya dan kerinduan hatinya untuk hadir bersekutu dengan saudara-saudara seiman, bersama-sama meninggikan Tuhan, memuji dan menyembah Dia. Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:16). Menjelang hari Tuhan yang sudah semakin dekat, hendaklah kita semakin giat untuk saling menguatkan, salah satunya adalah dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk beribadah bersama-sama. Belajarlah dari keteguhan iman dan semangat dari sang ibu.

Bersekutu bersama akan membuat kita tidak gampang dipatahkan

Keteladanan Dari Seorang Ibu

Ayat bacaan: Ibrani 10:25
====================
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."

belajar dari ibu sakit, pincang, penyanggahHari minggu kemarin ketika saya bertugas sebagai pengerja, tepatnya sebagai penyambut jemaat yang berdiri di depan pintu, ada seorang ibu yang datang ke gereja sendirian dengan susah payah. Ia menggunakan alat bantu yang biasanya dikenal dengan "walker" (lihat gambar), yaitu sejenis pegangan 4 kaki dari besi sebagai alat bantu untuk berjalan. Ia tertatih-tatih sendirian melangkah mulai sejak keluar dari lift menuju ke ruang ibadah raya. Meski demikian, ia terlihat sungguh bersuka cita. Senyuman tulus ia arahkan kemana-mana, bahkan berkali-kali ia berhenti menerima salam dari jemaat lain yang ada di sekitarnya. Ini pemandangan yang mengagumkan. Saya berpikir, ketika kita sedikit saja merasa tidak enak badan lalu merasa tidak sanggup untuk pergi ke gereja untuk beribadah, ketika kita lebih memilih untuk sibuk bekerja hingga melupakan hari Sabat yang seharusnya kita pergunakan untuk memuliakan Tuhan bersama dengan saudara-saudara seiman, ketika kita merasa kasur jauh lebih nikmat ketimbang harus repot-repot bangun dan pergi ke gereja, ibu ini penuh suka cita meski kondisinya sedang tidak memungkinkan. Naik apa ia datang? Bagaimana ia berdesakan di dalam lift? Dari lapangan parkir menuju lantai 4, berdesakan, itu tentu berat baginya. Namun ia hadir dengan penuh sukacita. Ia mengucapkan terima kasih dengan senyum yang sangat damai ketika saya membantunya untuk duduk, mengosongkan dua bangku di depannya agar "walker"nya bisa ia letakkan di depannya. Ketika ibadah selesai, ia kembali mengangguk dan mengucapkan terima kasih ketika saya membantu mengosongkan kursi-kursi di sekitarnya agar ia lebih leluasa bergerak. Terima kasih ibu, atas keteladanan yang ibu contohkan hari ini.

Ada begitu banyak alasan bagi kita untuk bolos beribadah di hari Minggu. Terlalu capai seminggu ke belakang, kurang enak badan, tidak ada yang antar, malas pergi sendiri karena teman berhalangan, hujan, sedang banyak tugas, ada teman yang datang dan sebagainya, acap kali kita jadikan alasan untuk memutuskan tidak pergi ke gereja, beribadah bersama saudara-saudara kita seiman. Jika kita sedang dalam kondisi si ibu, akankah kita tetap bersemangat seperti dirinya, atau kita lebih peduli pada rasa malu dilihat orang dengan keadaan kita yang sedang sakit? Ada pula yang berdalih tidak perlu ke gereja, karena Tuhan toh ada di rumah juga. Itu tidaklah salah. Tuhan memang bersifat "omnipresent" alias punya kemampuan untuk hadir di mana-mana pada saat yang sama. Namun bersekutu, beribadah bersama-sama, memuji dan memuliakan Tuhan bersama-sama, membangun relasi dengan saudara-saudara seiman lainnya agar kita bisa saling menguatkan, semua itu tidaklah bisa kita lakukan jika kita hanya memilih untuk beribadah sendirian saja selamanya. Ada kalanya kita lemah, di sana peran teman-teman akan sangat berguna. Sebaliknya ketika teman sedang lemah, ada kita yang bisa menguatkan. Ada firman-firman Tuhan yang akan sangat berguna dalam hidup kita setidaknya untuk menguatkan kita menghadapi pekerjaan atau belajar di sekolah seminggu ke depan. Ada sukacita luar biasa ketika kita bersama-sama memuliakan Tuhan baik dalam pujian atau penyembahan, alangkah sayangnya jika semua itu terlewatkan ketika kita memutuskan untuk melewatkan ibadah ke gereja.

Penulis Ibrani mengingatkan demikian: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan - pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Berbagai penyesatan, berbagai kesulitan di dunia yang semakin tua ini setiap saat bisa membuat kita lemah. Kita butuh "nutrisi" tambahan agar kuat menghadapi itu semua. Bersekutu, saling support bersama saudara seiman, bersukacita memuji dan memuliakan Tuhan bersama-sama dan asupan firman Tuhan sudah pasti akan membuat kita lebih kuat dan tidak gampang jatuh. Apalagi Yesus sendiri pun mengingatkan bahwa "di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20).

Pengkotbah mengatakan "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Kemudian selanjutnya dikatakan demikian: "Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (ay 12). Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Selanjutnya kita bisa melihat pula bahwa ada pelipatgandaan ketika ada lebih dari satu orang yang bersepakat. Kita bisa melihat dalam kitab Ulangan mengenai hal ini. Ketika satu orang bisa mengejar seribu orang, dua orang bukanlah bisa membuat lari dua ribu orang, seperti hitungan matematika biasa, namun dua orang punya kemampuan untuk mengalahkan sepuluh ribu orang! (Ulangan 32:30). Ada pelipatgandaan sebesar 10 kali lipat ketika dua orang bersepakat bersama. Jika dua orang saja sudah demikian besar, bagaimana jika kita beribadah bersama dengan banyak saudara-saudara kita seiman? Iblis tidak akan mampu menggoyahkan kita, karena kita menerapkan hukum Kristus dengan saling dukung, saling bantu, dan bersatu dalam kasih.

Jika ibu yang pincang itu sanggup datang dengan penuh sukacita, mengapa kita tidak? Ibu itu punya kerinduan untuk berjemaat bersama-sama dalam kegembiraan bahwa Tuhan sungguh baik bagi dirinya, meskipun kondisinya sedang dalam keadaan sulit. Luar biasa. Saya kagum dengan semangatnya dan kerinduan hatinya untuk hadir bersekutu dengan saudara-saudara seiman, bersama-sama meninggikan Tuhan, memuji dan menyembah Dia. Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:16). Menjelang hari Tuhan yang sudah semakin dekat, hendaklah kita semakin giat untuk saling menguatkan, salah satunya adalah dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk beribadah bersama-sama. Belajarlah dari keteguhan iman dan semangat dari sang ibu.

Bersekutu bersama akan membuat kita tidak gampang dipatahkan

There are no Instant Habits

“Practice these things. Devote your life to them so that everyone can see your progress” (1 Timothy 4:15 GWT).

While you were given a brand new nature at the moment of conversion, you still have old habits, patterns, and practices that need to be removed and replaced.

We are afraid to humbly face the truth about ourselves. I have already pointed out that the truth will set us free but it often makes us miserable first.

The fear of what we might discover if we honestly faced our character defects keeps us living in the prison of denial. Yet, we often build our identities around our defects. We say, “It’s just like me to be” and “It’s just the way I am.” The unconscious worry is that if I let go of my habit, my hurt, or my hang-up, who will I be? This fear can definitely slow down your growth.

........
Read more
Click this link -> There are no Instant Habits

KETIKA KEADAAN MENJADI BURUK

Karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil

(Kejadian 39:23)
Pernahkah Anda mengalami bahwa saat Anda melakukan sesuatu yang benar, keadaan justru menjadi buruk? Apakah itu menunjukkan bahwa Anda adalah orang jahat? Adakah itu berarti Allah menolak Anda?

Mungkin Yusuf juga memiliki pertanyaan serupa di sepanjang peristiwa yang tercatat dalam Kejadian 39. Masalahnya bermula tatkala ia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya. Sejak itu, meski ia telah berlaku sangat baik, namun masalah terus menguntitnya. Sebagai contoh, walaupun Yusuf menjaga integritasnya, namun ia dituduh melakukan kejahatan serius terhadap istri Potifar, majikannya.

Potifar menanggapi hal itu dengan menjebloskan Yusuf ke dalam penjara. Yusuf, seorang yang baik, jujur, percaya pada Allah, merana dalam penjara Mesir. Mengapa Allah tidak melepaskannya? Mengapa kebenaran itu tidak terusut? Bukankah keadaan benar-benar tampak tidak adil?

Selama beberapa waktu tak terjadi sesuatu pun pada diri Yusuf. Namun, yang penting di sini adalah, "TUHAN menyertai Yusuf" (39:21). Allah sedang menjalankan rencana-Nya, dan untuk sementara waktu Yusuf harus tinggal di penjara orang Mesir. Apa yang tampaknya buruk, sesungguhnya baik, karena itu adalah bagian dari rencana Allah yang sempurna.

Adakah hal-hal yang Anda rasa tidak berjalan dengan semestinya? Pastikan bahwa Anda sedang melakukan apa yang benar. Taatilah Allah dan tetaplah berada di dekat-Nya. Kemudian, berdiam dirilah dan perhatikan bagaimana Dia mengerjakan rencana-Nya yang sempurna!
- JB

KESUKARAN SERINGKALI MERUPAKAN BERKAT YANG TERSELUBUNG

Kejadian 39:7-23

Doa Itu Kebutuhan

Suatu waktu di gereja, seorang pendeta bertanya kepada satu keluarga, “Apakah kalian melakukan doa bersama?” “Maaf, Pak pendeta,” jawab kepala keluarga itu, “ kami tidak punya waktu untuk itu.” Pendeta itu berkata, ”Seandainya kamu tahu salah seorang anakmu akan sakit, apakah kalian tidak berdoa bersama memohon kesembuhannya?” “Oh, tentu kami akan berdoa,” jawab sang ayah. “Seandainya kamu tahu bahwa ketika kamu tidak berdoa bersama, salah satu anakmu akan terluka dalam kecelakaan, apakah kamu tidak akan berdoa bersama?” “Kami pasti akan melakukannya.” “ Seandainya untuk tiap hari kamu lupa berdoa, kamu akan dihukum lima ratus ribu, apakah kamu akan berdoa?” “Tentu Pak, kami akan berdoa bersama. Tapi maaf, apa maksud pertanyaan-pertanya an tadi?” “Begini pak, saya pikir masalah keluarga anda bukan soal waktu. Buktinya anda ternyata selalu punya waktu untuk berdoa. Masalahnya adalah, Anda tidak menganggap doa keluarga itu penting, sepenting membayar denda atau menjaga agar anak-anak tetap sehat.”

Doa seharunsya menjadi kunci pembuka di pagi hari dan gembok pelindung di malam hari. Doa memberi kekuatan kepada orang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya, dan memberi keberanian kepada orang yang takut. Jika kita berdoa saat kesulitan, doa itu akan meringankan kesulitan kita. Jika kita berdoa pada saat gembira, doa itu akan melipatgandakan kegembiraan kita.

Bila akhir-akhir ini kita tidak atau jarang berdoa, sekaranglah waktunya untuk memulai kembali. Komunikasi langsung dengan Tuhan melalui doa dapat menciptakan keajaiban bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain.

Satu hari yang dilipat dalam doa tidak akan mudah dikoyakkan.

Dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam roh.

( Efesus 6:18a )

Selasa, 28 Juli 2009

Kesetiaan

Ayat bacaan: Lukas 16:10
===================
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."

kesetiaan, perceraian, selingkuhMasalah kesetiaan rasanya sudah berkurang nilai pentingnya di jaman sekarang. Di media kita terus saja melihat para selebritis dalam dan luar negeri kedapatan selingkuh hingga bercerai. Saya malah pernah mendengar suatu komentar dari artis dalam negeri yang malah berbalik menyalahkan Tuhan. "Saya rasa semua ini memang sudah suratan dari Tuhan.." Masa Tuhan menginginkan perceraian? Tuhan tidak pernah menginginkan orang untuk bercerai berai. Tapi begitulah trend di masa sekarang yang tidak lagi menempatkan kesetiaan sebagai sesuatu yang penting. Lagu-lagu dan film-film yang ada pun sejalan dengan perilaku mereka, menganggap perselingkuhan sebagai sesuatu yang wajar dengan berbagai dalih. Jika tokoh-tokoh selebritis memberi contoh seperti itu, tidak heran jika di kalangan masyarakat pun kesetiaan menjadi barang langka hari-hari ini. Sudah terlalu sering rasanya kita melihat orang yang berselingkuh. Sudah tidak harmonis lagi, istri kurang perhatian, cinta lokasi, dan sebagainya, sering diangkat sebagai alasan untuk menghalalkan selingkuh. Malah perselingkuhan bukan lagi didominasi pihak pria. Dari kalangan wanita pun sudah banyak yang berselingkuh.

Tuhan jelas tidak menginginkan perselingkuhan. Malah dengan tegas dikatakan bahwa kesetiaan merupakan salah satu karakter penting yang harus dimiliki setiap anak-anakNya. Paulus menggolongkan kesetiaan sebagai salah satu dari buah Roh. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22). Dalam ayat bacaan hari ini kita bisa melihat pandangan Yesus mengenai kesetiaan itu. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ini benar adanya. Kita tidak akan bisa setia terhadap perkara besar apabila dalam perkara kecil saja kita sudah gagal untuk setia. Kita harus bisa mulai belajar untuk setia terhadap hal-hal kecil. Belajar menghormati kepercayaan yang sudah diberikan kepada kita, menjaganya dengan baik, walau kecil sekalipun. Jika terhadap istri, sahabat, keluarga saja kita tidak bisa setia, jika terhadap tempat kerja saja kita tidak setia, bagaimana kita bisa setia kepada Tuhan? Perselingkuhan itu adalah perbuatan keji di mata Tuhan. Bahkan orang yang menceraikan istrinya dan kemudian kawin lagi dengan wanita lain digolongkan sebagai perzinahan. (ay 18). Jika hal ini saja sudah merupakan pelanggaran besar, apalagi jika kita berkhianat atau "berselingkuh" dengan mempercayai allah-allah lain (huruf kecil) atau roh-roh, arwah-arwah dan sebagainya sementara kita mengaku masih terus berdoa dan rajin beribadah? Tidak bisa tidak, kesetiaan harus dimulai dari hal-hal kecil dalam hidup kita terlebih dahulu.

Amsal Salomo mengatakan "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22). Lebih baik miskin daripada berbohong atau menipu. Kesetiaan hendaklah ditempatkan pada posisi tinggi dari prinsip hidup kita. Baik kesetiaan terhadap tempat kita bekerja, terhadap pasangan hidup kita apalagi terhadap Tuhan. Kepada Timotius, Paulus menyampaikan agar kita harus selalu berusaha untuk mengejar kesetiaan dalam kehidupan kita ini. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Belajarlah untuk senantiasa bersyukur. Pasangan hidup anda saat ini adalah yang terbaik buat anda yang telah Dia sediakan untuk kebahagiaan hidup anda. Dengan demikian, setia kepada pasangan hidup anda artinya anda pun menghargai dan bersyukur atas pemberian Tuhan. Ada banyak kesempatan dan dorongan untuk tidak setia atau tidak jujur memang, namun kita harus senantiasa menjaga diri kita agar tidak mudah tergiur dan tergoda untuk tidak setia. Seperti halnya apa yang ditunjukkan Yesus sendiri semasa kedatanganNya di dunia, yaitu setia sampai akhir melakukan kehendak Bapa di Surga, marilah kita semua belajar untuk tetap setia dalam segala hal.

Mulailah setia terhadap hal-hal kecil agar mampu setia dalam hal besar

Kesetiaan

Ayat bacaan: Lukas 16:10
===================
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."

kesetiaan, perceraian, selingkuhMasalah kesetiaan rasanya sudah berkurang nilai pentingnya di jaman sekarang. Di media kita terus saja melihat para selebritis dalam dan luar negeri kedapatan selingkuh hingga bercerai. Saya malah pernah mendengar suatu komentar dari artis dalam negeri yang malah berbalik menyalahkan Tuhan. "Saya rasa semua ini memang sudah suratan dari Tuhan.." Masa Tuhan menginginkan perceraian? Tuhan tidak pernah menginginkan orang untuk bercerai berai. Tapi begitulah trend di masa sekarang yang tidak lagi menempatkan kesetiaan sebagai sesuatu yang penting. Lagu-lagu dan film-film yang ada pun sejalan dengan perilaku mereka, menganggap perselingkuhan sebagai sesuatu yang wajar dengan berbagai dalih. Jika tokoh-tokoh selebritis memberi contoh seperti itu, tidak heran jika di kalangan masyarakat pun kesetiaan menjadi barang langka hari-hari ini. Sudah terlalu sering rasanya kita melihat orang yang berselingkuh. Sudah tidak harmonis lagi, istri kurang perhatian, cinta lokasi, dan sebagainya, sering diangkat sebagai alasan untuk menghalalkan selingkuh. Malah perselingkuhan bukan lagi didominasi pihak pria. Dari kalangan wanita pun sudah banyak yang berselingkuh.

Tuhan jelas tidak menginginkan perselingkuhan. Malah dengan tegas dikatakan bahwa kesetiaan merupakan salah satu karakter penting yang harus dimiliki setiap anak-anakNya. Paulus menggolongkan kesetiaan sebagai salah satu dari buah Roh. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22). Dalam ayat bacaan hari ini kita bisa melihat pandangan Yesus mengenai kesetiaan itu. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ini benar adanya. Kita tidak akan bisa setia terhadap perkara besar apabila dalam perkara kecil saja kita sudah gagal untuk setia. Kita harus bisa mulai belajar untuk setia terhadap hal-hal kecil. Belajar menghormati kepercayaan yang sudah diberikan kepada kita, menjaganya dengan baik, walau kecil sekalipun. Jika terhadap istri, sahabat, keluarga saja kita tidak bisa setia, jika terhadap tempat kerja saja kita tidak setia, bagaimana kita bisa setia kepada Tuhan? Perselingkuhan itu adalah perbuatan keji di mata Tuhan. Bahkan orang yang menceraikan istrinya dan kemudian kawin lagi dengan wanita lain digolongkan sebagai perzinahan. (ay 18). Jika hal ini saja sudah merupakan pelanggaran besar, apalagi jika kita berkhianat atau "berselingkuh" dengan mempercayai allah-allah lain (huruf kecil) atau roh-roh, arwah-arwah dan sebagainya sementara kita mengaku masih terus berdoa dan rajin beribadah? Tidak bisa tidak, kesetiaan harus dimulai dari hal-hal kecil dalam hidup kita terlebih dahulu.

Amsal Salomo mengatakan "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22). Lebih baik miskin daripada berbohong atau menipu. Kesetiaan hendaklah ditempatkan pada posisi tinggi dari prinsip hidup kita. Baik kesetiaan terhadap tempat kita bekerja, terhadap pasangan hidup kita apalagi terhadap Tuhan. Kepada Timotius, Paulus menyampaikan agar kita harus selalu berusaha untuk mengejar kesetiaan dalam kehidupan kita ini. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Belajarlah untuk senantiasa bersyukur. Pasangan hidup anda saat ini adalah yang terbaik buat anda yang telah Dia sediakan untuk kebahagiaan hidup anda. Dengan demikian, setia kepada pasangan hidup anda artinya anda pun menghargai dan bersyukur atas pemberian Tuhan. Ada banyak kesempatan dan dorongan untuk tidak setia atau tidak jujur memang, namun kita harus senantiasa menjaga diri kita agar tidak mudah tergiur dan tergoda untuk tidak setia. Seperti halnya apa yang ditunjukkan Yesus sendiri semasa kedatanganNya di dunia, yaitu setia sampai akhir melakukan kehendak Bapa di Surga, marilah kita semua belajar untuk tetap setia dalam segala hal.

Mulailah setia terhadap hal-hal kecil agar mampu setia dalam hal besar

Senin, 27 Juli 2009

Saul Yang Bodoh

Ayat bacaan: 1 Samuel 13:13-14
=========================
"Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

saul, kebodohan saul, awal gemilangKemarin saya baru saja menghadiri sidang kelulusan mahasiswa bimbingan saya. Keduanya lulus dengan nilai baik. Untuk menutup sidang setelah saya membacakan hasilnya, saya mengatakan pada kedua mahasiswa tersebut bahwa apa yang mereka capai hari ini bukanlah akhir, melainkan barulah awal dari perjalanan karir mereka ke depan kelak. Jangan menganggap semuanya selesai dan berpuas diri. Tapi jadikanlah hari ini sebagai titik tolak, membuka lembaran baru untuk menuju masa depan. Mengapa saya mengatakan hal itu? Karena ada banyak contoh dimana setelah orang mencapai sesuatu dengan gemilang, mereka akan terlena dan akhirnya jatuh dan binasa. Ketika orang sudah mencapai sukses, mereka lupa menjaga kesuksesan itu dengan baik. Mereka terlena dan mengira semuanya sudah selesai. Ada yang jatuh pada ketamakan, ada yang jatuh pada kesombongan, atau pada berbagai perilaku lainnya yang jahat di mata Tuhan.

Saul awalnya adalah seorang yang diurapi Tuhan. Ia dikatakan elok rupanya, badannya tinggi (1 Samuel 9:2). Saul juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21). Ia penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Saul mengawali segalanya dengan gemilang. Tapi yang terjadi kemudian sungguh ironis. Dalam pasal ke 13 kita mulai melihat tanda kejatuhan Saul. Kejayaan Saul tidaklah diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Ia mulai hilang pengharapan dan kesabaran. Daud mulai meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan khawatir tidak lagi didukung oleh bangsanya (13:11-12). Ia tidak lagi percaya dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, melainkan mulai mencari alternatif-alternatif sendiri yang sayangnya merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Samuel pun kemudian mengeluarkan kecaman keras terhadap Saul. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14). Kebodohan Saul membuat awal gilang gemilangnya kandas. Tuhan menyesal menjadikannya raja. "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (15:11). Dan Saul pun mati mengenaskan dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena menyerah kalah seperti yang dapat kita baca dalam 1 Samuel 31:4 dan 1 Tawarikh 10:4. Dalam Tawarikh dikatakan demikian: "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai." (1 Tawarikh 10:13-14). Awal yang gemilang kemudian berakhir dengan kejatuhan akibat sikap yang menghianati Tuhan. Selanjutnya kita tahu Daud lah yang menggantikan Saul. Hidup Daud pun bukannya lancar-lancar saja. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar dan mendapat ancaman pembunuhan. Tapi Daud taat penuh pada Tuhan. Daud yakin dengan kuasa Tuhan dan mau menyerahkan seluruhnya ke dalam perlindungan Tuhan. Ia tetap memuji dan memuliakan Tuhan meski hidupnya terancam, dan Daud pun menerima berkat Tuhan seperti yang tertulis dalam 2 Samuel 7:1-17. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya."(2 Samuel 7:14-16).

Ketika kita menerima Kristus sebagai Juru Selamat, ketika kita percaya dan mengenal Tuhan Yesus dengan keyakinan yang berasal dari diri kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sudah memulai sebuah awal yang gemilang. Kita menerima berbagai janji perlindungan, pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan. Namun jika kita terlena dan menjauh dari Tuhan, kemudian mulai berbuat hal-hal yang menyakiti hati Tuhan, kita pun menuju pada kejatuhan bahkan kebinasaan seperti Saul. Setelah memulai awal yang gemilang dengan menerima Kristus dalam hidup kita secara pribadi, kita harus melanjutkannya dengan terus taat dan setia mengikuti Tuhan. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencanaNya, yang sudah pasti akan indah pada akhirnya. Dalam keadaan tertekan, terjepit, dihimpit persoalan, percayalah bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih dari apapun, dan sanggup melepaskan anda tepat pada waktuNya. Jangan tergiur mencari alternatif-alternatif lain akibat tidak sabar. Atau ketika hidup sudah aman, janganlah lupa untuk terus bersyukur kepada Tuhan. Jadikan Tuhan berkuasa atas hidup kita, baik dalam suka maupun duka, agar kita bisa mengakhiri awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula. Jangan mengulangi pengalaman Saul yang kehilangan segala berkat Tuhan karena kebodohannya sendiri. Lewat kisah Saul hari ini kita sudah jelas melihat konsekuensi atau akibat yang harus kita tanggung jika kita melupakan atau menghianati Tuhan. Sudahkah kita taat sepenuhnya pada Tuhan atau masih bergantung pada hal-hal lain di luar Dia? Semua tergantung keputusan kita sendiri.

Akhirilah awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula

Saul Yang Bodoh

Ayat bacaan: 1 Samuel 13:13-14
=========================
"Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

saul, kebodohan saul, awal gemilangKemarin saya baru saja menghadiri sidang kelulusan mahasiswa bimbingan saya. Keduanya lulus dengan nilai baik. Untuk menutup sidang setelah saya membacakan hasilnya, saya mengatakan pada kedua mahasiswa tersebut bahwa apa yang mereka capai hari ini bukanlah akhir, melainkan barulah awal dari perjalanan karir mereka ke depan kelak. Jangan menganggap semuanya selesai dan berpuas diri. Tapi jadikanlah hari ini sebagai titik tolak, membuka lembaran baru untuk menuju masa depan. Mengapa saya mengatakan hal itu? Karena ada banyak contoh dimana setelah orang mencapai sesuatu dengan gemilang, mereka akan terlena dan akhirnya jatuh dan binasa. Ketika orang sudah mencapai sukses, mereka lupa menjaga kesuksesan itu dengan baik. Mereka terlena dan mengira semuanya sudah selesai. Ada yang jatuh pada ketamakan, ada yang jatuh pada kesombongan, atau pada berbagai perilaku lainnya yang jahat di mata Tuhan.

Saul awalnya adalah seorang yang diurapi Tuhan. Ia dikatakan elok rupanya, badannya tinggi (1 Samuel 9:2). Saul juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21). Ia penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Saul mengawali segalanya dengan gemilang. Tapi yang terjadi kemudian sungguh ironis. Dalam pasal ke 13 kita mulai melihat tanda kejatuhan Saul. Kejayaan Saul tidaklah diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Ia mulai hilang pengharapan dan kesabaran. Daud mulai meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan khawatir tidak lagi didukung oleh bangsanya (13:11-12). Ia tidak lagi percaya dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, melainkan mulai mencari alternatif-alternatif sendiri yang sayangnya merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Samuel pun kemudian mengeluarkan kecaman keras terhadap Saul. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14). Kebodohan Saul membuat awal gilang gemilangnya kandas. Tuhan menyesal menjadikannya raja. "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (15:11). Dan Saul pun mati mengenaskan dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena menyerah kalah seperti yang dapat kita baca dalam 1 Samuel 31:4 dan 1 Tawarikh 10:4. Dalam Tawarikh dikatakan demikian: "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai." (1 Tawarikh 10:13-14). Awal yang gemilang kemudian berakhir dengan kejatuhan akibat sikap yang menghianati Tuhan. Selanjutnya kita tahu Daud lah yang menggantikan Saul. Hidup Daud pun bukannya lancar-lancar saja. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar dan mendapat ancaman pembunuhan. Tapi Daud taat penuh pada Tuhan. Daud yakin dengan kuasa Tuhan dan mau menyerahkan seluruhnya ke dalam perlindungan Tuhan. Ia tetap memuji dan memuliakan Tuhan meski hidupnya terancam, dan Daud pun menerima berkat Tuhan seperti yang tertulis dalam 2 Samuel 7:1-17. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya."(2 Samuel 7:14-16).

Ketika kita menerima Kristus sebagai Juru Selamat, ketika kita percaya dan mengenal Tuhan Yesus dengan keyakinan yang berasal dari diri kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sudah memulai sebuah awal yang gemilang. Kita menerima berbagai janji perlindungan, pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan. Namun jika kita terlena dan menjauh dari Tuhan, kemudian mulai berbuat hal-hal yang menyakiti hati Tuhan, kita pun menuju pada kejatuhan bahkan kebinasaan seperti Saul. Setelah memulai awal yang gemilang dengan menerima Kristus dalam hidup kita secara pribadi, kita harus melanjutkannya dengan terus taat dan setia mengikuti Tuhan. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencanaNya, yang sudah pasti akan indah pada akhirnya. Dalam keadaan tertekan, terjepit, dihimpit persoalan, percayalah bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih dari apapun, dan sanggup melepaskan anda tepat pada waktuNya. Jangan tergiur mencari alternatif-alternatif lain akibat tidak sabar. Atau ketika hidup sudah aman, janganlah lupa untuk terus bersyukur kepada Tuhan. Jadikan Tuhan berkuasa atas hidup kita, baik dalam suka maupun duka, agar kita bisa mengakhiri awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula. Jangan mengulangi pengalaman Saul yang kehilangan segala berkat Tuhan karena kebodohannya sendiri. Lewat kisah Saul hari ini kita sudah jelas melihat konsekuensi atau akibat yang harus kita tanggung jika kita melupakan atau menghianati Tuhan. Sudahkah kita taat sepenuhnya pada Tuhan atau masih bergantung pada hal-hal lain di luar Dia? Semua tergantung keputusan kita sendiri.

Akhirilah awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula

Haus

Di tengah suatu padang gurun, seorang pengembara sedang bergumul untuk bertahan hidup karena kehabisan air minum. Namun, akhirnya ia menemukan sumber mata air minum satu-satunya di daerah tersebut. Dan dia menemukan sepucuk surat tersimpan di dalam kaleng yang terikat pada pompa tua yang terpasang di sumber mata air tersebut.

Isi suratnya sebagai berikut, "Pompa ini berfungsi sebagaimana mestinya karena saya telah mengganti perangkat penghisap didalamnya yang seharusnya bisa bertahan cukup lama. Namun bagian penghisap ini pasti akan kering setelah beberapa saat dan perlu 'dipancing' kembali dengan air. Nah, di bawah batu yang berwarna putih, jauh dari sinar matahari saya telah mengubur sebotol air bersih. Didalam botol itu tersedia cukup air untuk dapat dipakai 'memancing' air dari sumur."

"Namun, airnya akan kurang apabila air tersebut Anda minum terlebih dahhulu. Percayalah, sumur ini tidak pernah kering. Setelah Anda berhasil mengeluarkan air dari sumur, jangan lupa untuk mengisi penuh botol ini kembali dan kuburkan botol ini ke tempat semula untuk orang lain yang membutuhkannya. Tertanda, temanmu di saat haus. N.B.: Ingat, jangan minum isi botolnya, pakailah untuk memancing pompanya, maka Anda akan mendapatkan air jauh lebih banyak dari yang Anda butuhkan."

Dapatkah Anda bayangkan pergumulan di dalam batin orang ini, antara segera menyelamatkan diri dengan meminum isi botol tersebut atau mempergunakannya unuk mendapatkan air yang lebih banyak dari sumur, seperti yang dijanjikan surat itu.

Namun sesungguhnya kepercayaannya kepada surat tersebut untuk kemudian melakukan persis seperti yang dianjurkan surat tersebutlah yang akan membuat dia tetap dapat bertahan hidup.

Bukankah dalam kehidupan rohani kita sering menghadapi pergumulan yang sama? Kita cenderung melakukan apa yang kita anggap sebagai sesuatu yang lebih pasti (tapi bersifat sementara) karena kasat mata dan ada di depan kita, dibandingkan dengan kepercayaan kepada firman Tuhan, yang sering kita anggap mengandung "resiko" untuk ditaati.

Alkitab bukan sekedar "Surat" yang berisi janji-janji yang tidak teruji. Alkitab adalah kebenaran yang dapat memenuhi lebih dari semua yang Anda butuhkan. Namun, dibutuhkan iman untuk melakukan apa yang diperintahkanNya. Dan iman timbul dari pendengaran akan firman Tuhan.

Apabila Anda mempergunakan apa yang ada di dalam tangan Anda dalam memiliki iman kepada Nya dengan melakukan seperti apa yang difirmankanNya, maka Anda menemukan lebih dari semua yang Anda butuhkan didalam segala aspek kehidupan Anda. Firman Tuhan berkata bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman kita menjadi sempurna.

Paruh Rajawali

Rajawali adalah burung yang istimewa, bahkan mendapat tempat khusus di dalam Alkitab.

Keistimewaannya bukan saja karena kekuatan sayapnya, yang memang dimilikinya karena "didikan" yang keras dan luar biasa, namun juga karena paruhnya yang kuat dan kokoh.

Paruh rajawali amat kuat sehingga burung itu ditakuti dan disegani. Tapi, tahukah Anda apa yang terjadi dengan paruh rajawali setelah melewati tahun-tahun panjang? Paruh yang kuat itu bisa melapuk dan akhirnya tidak mampu lagi dipergunakan untuk memangsa hewan lain. Jika keadaan ini berjalan terus, tentu rajawali itu tidak akan memperoleh makanan dan akhirnya matilah ia.

Itu sebabnya rajawali kemudian dengan sengaja mematahkan paruhnya itu ke cadas hingga hancur. Justru setelah paruh lamanya hancur, ia harus bertahan sejenak, dan kemudian tumbuhlah paruh yang baru dan kuat. Rajawali itu menjadi kuat kembali. Hanya dengan cara demikianlah ia bisa terus bertahan hidup lama.

Pembaharuan juga bisa terjadi dalam kehidupan kita, dan itu dikerjakan langsung oleh Allah. Iman kita bisa saja menjadi rapuh karena mandeg dan tidak berkembang lagi. Namun, Allah senantiasa mengajar kita untuk mau dan mampu memperbaharui kehidupan iman kita, sehingga kita menjadi muda kembali, bertenaga dan dinamis.

Bagaimana dengan kehidupan iman Anda? Adakah hal-hal yang rapuh dan mandeg karena tidak kita jaga dan kembangkan? Mintalah pada Tuhan agar Ia memperbaharui kita. Walau itu berarti "paruh iman" kita harus hancur ketika mengalami didikan Allah yang keras. Semua itu menghasilkan paruh baru yang muncul dari kehidupan iman kita yang kembali bergairah, hidup dan dinamis.

Bersediakah Anda?

Kisah Sarang Burung

Seorang pria berdiri di sisi jalan dengan sebuah kandang burung yang sangat besar. Seorang anak lelaki muda memperhatikan bahwa kandang tersebut penuh dengan banyak burung yang berbagai jenis. "Darimana Anda mendapatkan semua burung itu?" tanyanya.
"Oh, dari semua tempat," pria itu menjawab. "Saya pikat mereka dengan remah-remah, berpura-pura saya adalah teman mereka lalu ketika mereka mendekat, saya jaring mereka dan masukkan mereka ke dalam kandang saya."
"Dan apa yang akan Anda lakukan dengan mereka sekarang?"

Pria itu menyeringai, "Saya akan menjorokkan mereka dengan stik-stik, dan membuat mereka sangat marah hingga mereka bertengkar dan saling membunuh satu sama lain. Semua yang bertahan, saya akan bunuh. Tak ada yang akan selamat."
Anak laki-laki itu melihat terus-menerus kepada sang pria. Apa yang membuat dia menjadi seperti itu? Ia melihat kepada dua bola mata yang kejam dan tajam. Lalu ia melihat kepada burung-burung di kandang, tanpa pertahanan, tanpa harapan.

"Bisakah saya membeli burung-burung tersebut?" anak pria itu bertanya.
Pria tersebut seperti menyembunyikan sebuah senyuman, meyakini bahwa ia bisa bermain bagus jika ia mempermainkan kartunya dengan baik. "Baiklah," ia menjawab agak ragu, "Kandang ini sendiri sudah cukup mahal, dan saya sudah menghabiskan banyak waktu mengkoleksi burung-burung itu, saya mengatakan kepada kamu apa yang akan saya lakukan, saya akan memberikan kepada Anda kapling tempat kandangnya, burung-burungnya, kandangnya, dan semuanya untuk sepuluh pound dan jaket yang sedang kamu kenakan."
Anak lelaki itu terdiam sejenak, sepuluh pound sudah semua yang ia miliki, dan jaketnya itu masih baru dan sangat spesial, kenyataannya itu adalah miliknya yang paling berharga. Dengan lambat, ia mengeluarkan sepuluh pound dan mengulurkannya, lalu dengan lebih lambat lagi ia mencopot jaketnya, melihatnya sebentar lalu mengulurkan jaket itu juga.
Lalu ia membuka pintu dan membiarkan burung-burung itu bebas.

Musuh dari dunia ini, setan, berada di pinggir jalan kehidupan dengan sebuah kandang yang sangat besar sekali. Pria yang mendatangi ia memperhatikan bahwa itu penuh berjejalan dengan orang-orang dari berbagai tipe, muda, tua, dari beragam ras dan bangsa. "Darimana Anda mendapatkan semua orang ini?" pria itu bertanya.
"Oh, dari berbagai penjuru dunia," jawab setan. "Saya goda mereka minuman, obat-obatan, nafsu, kebohongan, amarah, kebencian, cinta akan uang dan semua perilaku buruk. Saya berpura-pura bahwa saya adalah teman mereka, keluar untuk memberikan waktu yang menyenangkan, lalu saya jerat mereka, ke dalam kandang dimana mereka masuk."
"Lalu apa yang akan Anda lakukan dengan mereka semua sekarang?" tanya sang pria.
Setan pun menyeringai. "Saya akan menyodok mereka, memprovokasi mereka, membuat mereka saling membenci dan menghancurkan satu sama lain; saya akan memegang kendali atas kebencian rasial, menentang hukum dan peraturan yang ada; saya akan membuat orang menjadi bosan, sendiri, tidak merasa puas, bingung, dan kurang istirahat. Itu sangat mudah. Orang akan selalu mendengar apa yang saya tawarkan kepada mereka dan (yang lebih baik lagi) menyalahkan Tuhan akan apa yang menimpa mereka!"
"Lalu apa?" pria itu bertanya.

"Bagi yang tidak menghancurkan diri mereka sendiri, akan saya hancurkan. Tak akan ada yang terlewat dari saya."

Pria itu melangkah maju, "Bisakah saya membeli orang-orang itu darimu?" tanyanya.

Setan menggertak, "Ya, tetapi itu akan membuat Anda harus membayar dengan hidup Anda."
Maka Yesus Kristus, Putra Allah, telah membayar untuk pembebasanmu, kebebasanmu dari jeratan Setan, dengan hidupNya sendiri, di salib Kalvari. Pintu telah terbuka, dan siapapun, yang setan telah tipu dan tangkap, dapat terbebaskan.
Sumber: inspirationalarchive.com

Minggu, 26 Juli 2009

Mengembangkan Kapasitas

Ayat bacaan: Yesaya 54:2-3a
=======================
"Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.."

mengembangkan kapasitas, bertumbuh, terus belajarMengelola situs jazz saya tidaklah mudah. Meskipun saya sudah menikmati dan mengikuti perkembangan musik jazz sejak masih kecil, namun sebagai manusia saya bukanlah mahluk yang tahu segalanya. Ada 50 lebih sub genre dalam jazz, ada ribuan bahkan jutaan kisah dibalik jeni musik bernama jazz ini sejak kemunculannya di awal abad ke 20. Begitu banyak artis dari masa ke masa, begitu banyak sejarah mengenai lagu, pengarang dan yang membawakan, ada banyak momen-momen penting, begitu pula dengan korelasi antara satu dengan yang lain. Sebagai manusia biasa saya tidak mungkin mengetahui segalanya. Itu belum lagi mengenai teknik mengelola situs, menulis artikel, ulasan dan sebagainya, atau menguasai seluk beluk jurnalisme, karena saya bukanlah lulusan jurnalistik, bukan lulusan Fakultas Sastra, dan bukan pula lulusan sekolah musik. Tapi semua itu saya siasati dengan terus menerus belajar. Saya tidak akan pernah mau berhenti belajar selama masih hidup. Tentu di atas itu semua, saya terus meminta hikmat dari Tuhan agar apa yang saya kerjakan bisa saya lakukan dengan maksimal. Puji Tuhan, semua itu tidaklah sia-sia. Saya merasakan pengembangan kapasitas lewat talenta yang diberikan Tuhan, dan itu semua menunjukkan peningkatan terhadap situs yang saya kelola. Tanpa hikmat Tuhan tidaklah mungkin, tanpa kemauan untuk terus belajar, tentu tidak mungkin juga.

Talenta diberikan Tuhan kepada semua manusia ciptaanNya. Mengacu pada Matius 25:14-30 (Lukas 19:12-27) dan paralel dengan kenyataan, setiap orang diberi talenta yang berbeda-beda, baik jenis maupun jumlah, sesuai dengan kesanggupannya. Ada banyak orang berpuas diri dengan talenta yang dimilikinya sehingga tidak lagi merasa perlu untuk meningkatkannya, atau mempergunakannya demi kemuliaan Tuhan. Talenta-talenta itu hanya ditimbun dan dinikmati sendiri tanpa ada kemajuan. Ini tidaklah diinginkan Tuhan. Talenta yang diberikan Tuhan kepada kita bukanlah hasil akhir, melainkan modal awal bagi kita untuk maju dan berhasil dalam hidup ini. Karena itu kita harus terus meningkatkan kapasitas kita baik lewat terus menerus belajar, mengikuti perkembangan jaman dan tentunya terus berdoa, selalu rajin bersekutu dengan Tuhan, agar hikmat kebijaksanaan akan terus Tuhan limpahkan bagi kita.

Yesaya menyampaikan firman Tuhan yang bertujuan untuk mengingatkan kita agar selalu meningkatkan kapasitas kita. "Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.." (Yesaya 54:2-3a). Ini sebuah pesan penting bagi kita untuk tidak berhenti mengembangkan kemampuan kita berdasarkan talenta yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Amsal Salomo berkata "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Kemalasan hanyalah mengarahkan kita pada kemiskinan, tapi kerajinan akan membawa kita kepada kekayaan. Hal ini bukan hanya berbicara mengenai rajin bekerja, namun juga rajin untuk terus belajar, memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, mengikuti perkembangan jaman berikut kemajuan-kemajuannya, dan tentu saja terus rajin membaca firman Tuhan agar kita jangan sampai mengalami kemiskinan rohani dan mudah disusupi iblis untuk menjatuhkan kita.

Pendiri McDonald, Roy Kroc pernah berkata "Are you green and growing or ripe and rotting?" Jika hidup diibaratkan sebagai buah, selama kita masih hijau kita akan terus bertumbuh, namun begitu kita merasa sudah matang/masak, maka kita pun tinggal menunggu waktu untuk membusuk dan tidak lagi berarti. Semakin banyak yang kita tahu, semakin banyak pula yang kita tidak tahu. Ini prinsip saya yang membuat saya akan terus belajar mengenai banyak hal selama masih hidup. Seiring perjalanan waktu, segalanya berubah. Kemajuan teknologi, kemunculan inovasi-inovasi baru, perkembangan baru dan sebagainya akan terus berlangsung. Apa yang kita ketahui barulah secuil dari kebesaran Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Tuhan tidak pernah menempatkan kita dalam wadah yang terlalu sempit bagi kita untuk bertumbuh. Masih begitu banyak peluang tersedia di depan kita, dimana kita bisa terus mengembang ke kiri atau ke kanan. Mari kita tidak berpuas diri. Teruslah meningkatkan kapasitas diri agar talenta-talenta yang berasal dari Tuhan tidak terbuang sia-sia.

Tuhan telah memberi talenta, sekarang tugas kita untuk mengembangkannya

Mengembangkan Kapasitas

Ayat bacaan: Yesaya 54:2-3a
=======================
"Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.."

mengembangkan kapasitas, bertumbuh, terus belajarMengelola situs jazz saya tidaklah mudah. Meskipun saya sudah menikmati dan mengikuti perkembangan musik jazz sejak masih kecil, namun sebagai manusia saya bukanlah mahluk yang tahu segalanya. Ada 50 lebih sub genre dalam jazz, ada ribuan bahkan jutaan kisah dibalik jeni musik bernama jazz ini sejak kemunculannya di awal abad ke 20. Begitu banyak artis dari masa ke masa, begitu banyak sejarah mengenai lagu, pengarang dan yang membawakan, ada banyak momen-momen penting, begitu pula dengan korelasi antara satu dengan yang lain. Sebagai manusia biasa saya tidak mungkin mengetahui segalanya. Itu belum lagi mengenai teknik mengelola situs, menulis artikel, ulasan dan sebagainya, atau menguasai seluk beluk jurnalisme, karena saya bukanlah lulusan jurnalistik, bukan lulusan Fakultas Sastra, dan bukan pula lulusan sekolah musik. Tapi semua itu saya siasati dengan terus menerus belajar. Saya tidak akan pernah mau berhenti belajar selama masih hidup. Tentu di atas itu semua, saya terus meminta hikmat dari Tuhan agar apa yang saya kerjakan bisa saya lakukan dengan maksimal. Puji Tuhan, semua itu tidaklah sia-sia. Saya merasakan pengembangan kapasitas lewat talenta yang diberikan Tuhan, dan itu semua menunjukkan peningkatan terhadap situs yang saya kelola. Tanpa hikmat Tuhan tidaklah mungkin, tanpa kemauan untuk terus belajar, tentu tidak mungkin juga.

Talenta diberikan Tuhan kepada semua manusia ciptaanNya. Mengacu pada Matius 25:14-30 (Lukas 19:12-27) dan paralel dengan kenyataan, setiap orang diberi talenta yang berbeda-beda, baik jenis maupun jumlah, sesuai dengan kesanggupannya. Ada banyak orang berpuas diri dengan talenta yang dimilikinya sehingga tidak lagi merasa perlu untuk meningkatkannya, atau mempergunakannya demi kemuliaan Tuhan. Talenta-talenta itu hanya ditimbun dan dinikmati sendiri tanpa ada kemajuan. Ini tidaklah diinginkan Tuhan. Talenta yang diberikan Tuhan kepada kita bukanlah hasil akhir, melainkan modal awal bagi kita untuk maju dan berhasil dalam hidup ini. Karena itu kita harus terus meningkatkan kapasitas kita baik lewat terus menerus belajar, mengikuti perkembangan jaman dan tentunya terus berdoa, selalu rajin bersekutu dengan Tuhan, agar hikmat kebijaksanaan akan terus Tuhan limpahkan bagi kita.

Yesaya menyampaikan firman Tuhan yang bertujuan untuk mengingatkan kita agar selalu meningkatkan kapasitas kita. "Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.." (Yesaya 54:2-3a). Ini sebuah pesan penting bagi kita untuk tidak berhenti mengembangkan kemampuan kita berdasarkan talenta yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Amsal Salomo berkata "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Kemalasan hanyalah mengarahkan kita pada kemiskinan, tapi kerajinan akan membawa kita kepada kekayaan. Hal ini bukan hanya berbicara mengenai rajin bekerja, namun juga rajin untuk terus belajar, memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, mengikuti perkembangan jaman berikut kemajuan-kemajuannya, dan tentu saja terus rajin membaca firman Tuhan agar kita jangan sampai mengalami kemiskinan rohani dan mudah disusupi iblis untuk menjatuhkan kita.

Pendiri McDonald, Roy Kroc pernah berkata "Are you green and growing or ripe and rotting?" Jika hidup diibaratkan sebagai buah, selama kita masih hijau kita akan terus bertumbuh, namun begitu kita merasa sudah matang/masak, maka kita pun tinggal menunggu waktu untuk membusuk dan tidak lagi berarti. Semakin banyak yang kita tahu, semakin banyak pula yang kita tidak tahu. Ini prinsip saya yang membuat saya akan terus belajar mengenai banyak hal selama masih hidup. Seiring perjalanan waktu, segalanya berubah. Kemajuan teknologi, kemunculan inovasi-inovasi baru, perkembangan baru dan sebagainya akan terus berlangsung. Apa yang kita ketahui barulah secuil dari kebesaran Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Tuhan tidak pernah menempatkan kita dalam wadah yang terlalu sempit bagi kita untuk bertumbuh. Masih begitu banyak peluang tersedia di depan kita, dimana kita bisa terus mengembang ke kiri atau ke kanan. Mari kita tidak berpuas diri. Teruslah meningkatkan kapasitas diri agar talenta-talenta yang berasal dari Tuhan tidak terbuang sia-sia.

Tuhan telah memberi talenta, sekarang tugas kita untuk mengembangkannya

Sabtu, 25 Juli 2009

Diberkati Untuk Memberkati

Ayat bacaan: Lukas 8:2-3
============ =========
"dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka."

diberkati untuk memberkatiMemang ada banyak artis yang bagaikan kacang lupa kulit. Tenar sedikit saja, perilakunya berubah dan menjadi angkuh. Dalam dunia media yang saya jalani, saya mendapatkan banyak kisah dari para kuli tinta lainnya atau para promotor mengenai perilaku artis-artis yang bisa begitu menjengkelkan. Tapi tidak semua artis punya perilaku negatif. Di antara mereka yang tersesat akibat glamor dan popularitas yang mereka alami, masih banyak pula yang rindu untuk terus memberkati dan melayani. Ada yang aktif di berbagai bidang. Menyumbangkan uangnya untuk riset-riset medis, membuat berbagai foundation, aktif di bidang sosial atau kegiatan kemanusiaan, lingkungan hidup, atau tetap aktif dalam pelayanan. Dalam perjalanan saya menekuni salah satu karir di bidang media, puji Tuhan, saya masih mendapati banyak artis yang punya komitmen tinggi untuk memberkati sesamanya. Artinya mereka sadar betul bahwa berkat berlimpah yang mereka terima dari Tuhan bukanlah sesuatu yang bisa mereka simpan sendiri saja, melainkan harus dipakai untuk memberkati sesamanya pula. Menjadi saluran berkat. Tidak perlu takut untuk itu, karena Tuhan sanggup memberkati lebih lagi kepada orang-orang yang selalu memegang prinsip teguh dan memiliki kerinduan untuk memberkati orang lain. Saya sendiri juga mengalami itu semua. Kesimpulan saya adalah seperti ini: ketika kita memberi dengan niat tulus, dimana Tuhan dipermuliakan dan bukan dengan motivasi-motivasi yang salah, tidak ada yang berkurang ketika kita memberi berkat, malah yang ada kita akan ditambahkan lebih, lebih dan lebih lagi.

Hari ini mari kita lihat sepenggal kisah mengenai para wanita yang melayani Yesus. Dalam Lukas 8:1-3 kita bisa melihat bahwa dalam perjalanan Yesus dan kedua belas murid-muridNya berkeliling dari kota ke kota dan desa ke desa dalam pelayananNya, mereka juga disertai oleh beberapa orang wanita yang pernah mengalami mukjizat kesembuhan. Maria Magdalena yang pernah disembuhkan dari tujuh roh jahat/setan (ini ditegaskan lagi pada Markus 16:9), Yohana istri bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Di dalam Lukas 3, ditulis mengenai keterlibatan mereka disana, yaitu: "Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." (Lukas 8:3). Para wanita ini adalah orang-orang yang telah diselamatkan, dan tampaknya mereka juga diberkati dengan kekayaan. Tapi lihatlah bahwa mereka tidak menjadi lupa diri, mereka bukan termasuk kategori kacang yang lupa kulit. Mereka melayani bersama-sama dengan Yesus, dan mempergunakan kekayaan mereka untuk melayani dan memberkati sesama. Saya yakin mereka sadar betul bahwa Tuhan sanggup memberkati secara berlimpah, dan mereka tidak akan kekurangan meskipun mereka mempergunakan harta kekayaan mereka untuk memberkati orang lain. Mereka sadar betul, Tuhan memberkati mereka agar dapat menjadi berkat bagi sesamanya.

Sudahkah kita memiliki kerinduan untuk memberkati orang lain lewat apa yang kita miliki? Harta, talenta, ilmu, apapun itu yang berasal dari Tuhan bisa kita pergunakan untuk memberkati orang lain. Tidak ada gunanya bersikap pelit. Dalam Lukas 6 kita membaca demikian: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Dalam Amsal kita baca demikian: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:24-25). Dalam kesempatan lain, Yesus berkata: "Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." (Matius 10:42). Lihatlah bahwa Tuhan selalu menekankan pentingnya membagi berkat kepada orang lain. Apa yang Dia berikan kepada kita, bukanlah untuk kita simpan sendiri, namun haruslah dipakai untuk bisa memberkati sesama kita, siapapun mereka.

Saat ini, sejauh mana kita telah mempergunakan berkat yang telah kita terima dari Tuhan? Tidak akan ada pemberian yang kita lakukan dengan tulus didasari kerinduan dan cinta kita pada Tuhan akan berakhir sia-sia. Tidak peduli berapapun yang bisa anda berikan saat ini, sekalipun sangat kecil jumlahnya, namun semua itu sangatlah berharga di mata Tuhan. Tuhan selalu sanggup mencukupkan, bahkan memberkati berkelimpahan. Ketika kita memberi, kita akan diberi. Ketika kita memberi minum, kita akan diberi minum. Ketika kita banyak menabur berkat, kita akan menuai kelimpahan. Paulus mengingatkan hal ini juga. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Jangan pernah merasa bosan untuk memberkati, karena Tuhan pun tidak pernah merasa bosan untuk memberkati anda.

Jangan jemu untuk menjadi berkat bagi sesama manusia

Sumber :renungan-harian-online.blogspot.com

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari