Selasa, 31 Juli 2012

Berdiam diri di hadapan Allah

Yeremia 15:10,16-21
"Celaka aku, ya ibuku, bahwa engkau melahirkan aku, seorang yang menjadi buah perbantahan dan buah percederaan bagi seluruh negeri. Aku bukan orang yang menghutangkan ataupun orang yang menghutang kepada siapapun, tetapi mereka semuanya mengutuki aku. Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam. Tidak pernah aku duduk beria-ria dalam pertemuan orang-orang yang bersenda gurau; karena tekanan tangan-Mu aku duduk sendirian, sebab Engkau telah memenuhi aku dengan geram. Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan? Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku, air yang tidak dapat dipercayai. Karena itu beginilah jawab TUHAN: "Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapan-Ku, dan jika engkau mengucapkan apa yang berharga dan tidak hina, maka engkau akan menjadi penyambung lidah bagi-Ku. Biarpun mereka akan kembali kepadamu, namun engkau tidak perlu kembali kepada mereka. Terhadap bangsa ini Aku akan membuat engkau sebagai tembok berkubu dari tembaga; mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk menyelamatkan dan melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN. Aku akan melepaskan engkau dari tangan orang-orang jahat dan membebaskan engkau dari genggaman orang-orang lalim."

Matius: 13:44-46

"Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu."

Renungan:
Nabi Yeremia berniat meninggalkan tugasnya sebagai nabi. Maklum, dalam menunaikan tugasnya sebagai nabi, ia telah menderita banyak: ditolak, diejek dan dianiaya. Menurut logika Yeremia, yang menjadi nabi karena dibujuk oleh Allah seharusnya Allah membela dia dan mengganjar musuh-musuhnya. Tetapi Allah membiarkan musuhnya, Yeremia lalu putus asa, merasa diri celaka. Ia merasa Allah telah mengkhianati dan meninggalkan dia bagai "sungai yang curang, air yang tidak dapat dipercaya". Bagaimana reaksi Allah? Jika Yeremia mau kembali, Allah menerima, menyertai dan melindungi dia dalam menunaikan tugas kenabiannya.
Apa yang menarik di sini? Solusi ketika kita menghadapi tantangan, kesulitan bahkan derita dalam mengemban sebuah tugas bukan lari meninggalkan tugas tersebut tetapi mengintrospeksi diri, dan berdiam diri di hadapan Allah. St. Alfonsus de Liguori memberi contoh. Ia selalu membawa pergumulan hidupnya di hadapan Sakramen Mahakudus, hingga akhirnya ia berkata: "Ketahuilah bahwa seperempat jam di depan Yesus dalam Sakramen Mahakudus, engkau akan mendapatkan lebih banyak daripada segala perbuatan baik yang kaulakukan pada hari itu."
(Renungan Harian Mutiara Iman 2012, Yayasan Pustaka Nusatama,Yogyakarta)

Renungan Harian Air Hidup: TUHAN SANGGUP: Mengubah Pahit Menjadi Manis (1)

Renungan Harian Air Hidup
Saduran dari buku Renungan Harian Air Hidup // via fulltextrssfeed.com
TUHAN SANGGUP: Mengubah Pahit Menjadi Manis (1)
Jul 31st 2012, 18:00

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2012 -

Baca:  Keluaran 15:22-27

"Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara."  Keluaran 15:23

Perjalanan kekristenan kita tidak selamanya berjalan mulus tanpa pencobaan, masalah, ujian dan tantangan.  Adakalanya kita harus melewati jalan yang penuh kerikil, berbatu, terjal, curam, berliku.  Pengalaman hidup yang manis dan pahit pun harus kita rasakan.

     Ketahuilah satu hal ini:  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).  Pengalaman ini juga dialami oleh bangsa Israel,  "...tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air.  Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya."  (Keluaran 15:22b-23a).  Kita bisa bayangkan rasa pahit itu bagaimana, suatu rasa yang tidak enak seperti rasa empedu, suatu gambaran dari kesukaran dan kesesakan.  Tentunya itu berbeda dari rasa manis seperti gula dan madu yang menggambarkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan indah.

     Bagaimana sikap hati kita tatkala dihadapkan pada yang 'pahit' ini?  Tetapkah kita bisa mengucap syukur atau berlaku seperti bangsa Israel yang tak berhenti untuk bersungut-sungut dengan berkata,  "Apakah yang akan kami minum?"  (Keluaran 15:24).  Bangsa Israel lupa begitu saja dengan pertolongan-pertolongan Tuhan di waktu-waktu sebelumnya.  Mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan mereka terhadap kuasa Tuhan.  Tetapi Musa sama sekali tidak terpengaruh oleh persungutan mereka dan tetap berharap kepada Tuhan.  Ketika ia berseru-seru kepada Tuhan, Tuhan memberikan jalan ke luar dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu, lalu  "...Musa melemparkan kayu itu ke dalam air;  lalu air itu menjadi manis."  (Keluaran 15:25a).  Oleh pertolongan Tuhan air yang pahit itu berubah menjadi manis dan mereka pun dapat meminum air itu.

Asal kita percaya kepada Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan perkara besar pasti terjadi karena Dia Mahakuasa!

Related Posts :

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

RSS Santapan Harian: Rabu, 1 Agustus 2012 - Konsekuensi perbuatan di masa lalu (Kejadian 42:1-17)

RSS Santapan Harian
Daftar Edisi RSS Santapan Harian // via fulltextrssfeed.com
Rabu, 1 Agustus 2012 - Konsekuensi perbuatan di masa lalu (Kejadian 42:1-17)
Jul 31st 2012, 17:19

Judul: Konsekuensi perbuatan di masa lalu Sering kali manusia tidak menyadari bahwa perbuatannya membawa serta konsekuensi di kemudian hari.

Bencana kelaparan, telah memaksa Yakub untuk menyuruh anak-anaknya pergi ke Mesir. Alkitab menggambarkan secara kontras bagaimana anak-anak Yakub adalah sekumpulan orang yang sedang dilanda kelaparan, sementara Yusuf yang pernah mereka buang justru menjadi orang yang berkuasa di Mesir untuk memberikan makanan kepada mereka dan kepada orang-orang lain yang kelaparan. Kedegilan hati saudara Yusuf yang tidak mampu mengenali adik mereka juga digambarkan secara kontras dengan kejernihan mata hati Yusuf yang dengan mudah mengenali saudara-saudaranya di tengah orang-orang lain yang datang ke Mesir. Yusuf bahkan ingat tentang mimpi yang ia ceritakan di waktu lalu dan melihat bagaimana mimpi itu menjadi nyata ketika saudara-saudaranya datang dan sujud di hadapan dia.

Yusuf menguji saudara-saudaranya itu karena ia ingin melihat adakah perubahan sikap hati mereka yang jahat dan licik kepada dirinya dan kepada orang tua mereka. Yusuf juga bersikeras untuk mengetahui keberadaan Benyamin karena ia ingin memastikan bahwa adik kandungnya itu dalam keadaan baik. Mungkin sekali Yusuf khawatir bahwa adiknya itu telah mengalami perlakuan jahat dari saudara-saudaranya ini. Ujian yang Yusuf berikan pada saudara-saudaranya adalah hal yang wajar karena Yusuf pernah mengalami penderitaan akibat kejahatan mereka di masa lalu. Oleh karena itu, apa yang dialami oleh saudara-saudara Yusuf adalah konsekuensi dari perbuatan mereka sendiri di masa yang lalu. Jika pada bagian sebelumnya Allah telah memberikan balasan yang setimpal atas kesabaran dan kepercayaan Yusuf, maka pada bagian ini, Allah juga membalas perbuatan saudara-saudara Yusuf itu.

Sebagai anak Tuhan, kita pun harus waspada dengan apa yang telah kita perbuat, sebab cepat atau lambat, perbuatan itu akan mendatangkan konsekuensi wajar bagi kita. Berbuat baiklah senantiasa dan jauhilah kejahatan.

Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/08/01/

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

1 Agustus

"Ia pun pergi lalu membeli mutiara itu"

(Yer 15:10.16-21; Mat 13:44-46)

 "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu." (Mat 13:44-46), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Mereka yang terpilih menjadi uskup adalah imam yang diamini paling mampu melayani umat serta diterima oleh kebanyakan umat, dengan kata lain adalah yang dinilai yang terbaik dan tersuci di antara umat pada umumnya dan imam khususnya. Mereka dapat menjadi teladan dalam hidup beriman, dalam membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan alias orang yang 'menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara atau ladang'. Yang dimaksudkan dengan mutiara di sini tidak lain hemat adalah yang paling berharga dalam diri manusia, yaitu jiwanya, sedangkan ladang adalah pekerjaan atau tugas. Maka terpanggil menjadi uskup berarti membaktikan diri sepenuhnya demi tugas pekerjaan penyelamatan jiwa-jiwa manusia. St Alfonsus yang kita kenangkan hari ini dikenal dengan pelayanannya sebagai seorang imam yang pintar, pendoa, terampil berkorbah dan bekerjasama dengan rekan-rekan imam lainnya dalam rangka mewartakan Kabar Baik, maka kemudian diangkat menjadi uskup dan kemudian dianugerahi fungsi sebagai pujangga Gereja. Ia sungguh membaktikan diri sepenuhnya demi keselamatan jiwa umat Allah. Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk senantiasa mengusahakan keselamatan jiwa manusia, berpartisipasi dalam karya penyelamatan jiwa manusia. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk senantiasa berpedoman demi keselamatan jiwa manusia dalam cara hidup dan cara bertindak dimana pun dan kapan pun. Jiwa manusia adalah mutiara yang terindah dan paling berharga, maka marilah kita usahakan dengan bekerja keras dan bekerjasama, karena pekerjaan ini sungguh berat dan mulia. Marilah kita kerahkan tenaga dan waktu kita untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan jiwa manusia.

·   "Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam.Tidak pernah aku duduk beria-ria dalam pertemuan orang-orang yang bersenda gurau; karena tekanan tangan-Mu aku duduk sendirian, sebab Engkau telah memenuhi aku dengan geram" (Yer 15:16-17), demikian kesaksian iman nabi Yeremia. Menikmati perkataan atau sabda Tuhan itulah yang hendaknya kita renungkan dan hayati. Maka marilah kita baca, renungkan dan cecap dalam-dalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, sabda-sabda Tuhan. Jika kita sungguh dapat rmencecap dalam-dalam sabda Tuhan dan karena Tuhan Maha Segalanya, maka mau tak mau kita pasti akan dikuasai atau dirajai oleh Tuhan dan dengan demikian kita sungguh terpenjara oleh sabda-sabdaNya sehingga kapan pun dan dimana pun harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan, kita senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan tak akan mungkin hidup seenaknya, bermalas-malasan, melainkan mau tak mau harus bekerja keras dalam melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia. Kita tak mudah tergoda atau dirayu oleh orang yang hidup dan bekerja seenaknya untuk diajak bermalas-malasan atau bersendau-gurau tiada guna. Hendaknya setiap hari kita membaca dan merenungkan sabda-sabda Tuhan, sebagaimana yang tertulis di dalam Kitab Suci, yang juga saya usahakan setiap hari. Moga-moga apa yang saya kutipkan dan refleksikan secara sederhana setiap hari dapat membantu anda sekalian untuk menjadi suka membaca dan merenungkan sabda-sabda Tuhan, serta kemudian mencecapNya dalam-dalam dan menghayatinya dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa kita perlu dibina dan dididik oleh sabda-sabda Tuhan, agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman. Semoga kita menjadi geram ketika melihat kejahatan atau kebejatan moral, dan kemudian tergerak untuk memberantasnya.

"Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku; bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang melakukan kejahatan dan selamatkanlah aku dari pada penumpah-penumpah darah. Sebab sesungguhnya, mereka menghadang nyawaku; orang-orang perkasa menyerbu aku, padahal aku tidak melakukan pelanggaran, aku tidak berdosa, ya TUHAN, aku tidak bersalah, merekalah yang lari dan bersiap-sia" (Mzm 59:2-5a)

Ign 1 Agustus 2012


renungan harian online: Melayani (2)

renungan harian online
renungan harian online bagi yang haus akan Tuhan
Melayani (2)
Jul 31st 2012, 15:00

(sambungan)

Sikap sebaliknya dilakukan Musa ketika ia menerima panggilan Tuhan. Berbeda dengan Yesaya yang langsung merespon positif, Musa langsung mengarahkan pandangan kepada keterbatasannya sebagai pribadi dan kelemahan yang dimilikinya. Lihat responnya berikut ini: "Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Dan di pasal berikutnya kita bisa melihat bagaimana Musa memandang rendah dirinya sendiri. "Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (4:10). I am slow of speech and have a heavy and awkward tounge,  dalam bahasa Inggrisnya.

Apakah Musa gagap, atau maksudnya ia tidak pintar berbicara atau malah sering salah-salah? Entahlah. Tapi yang pasti Musa segera mengarah kepada kelemahannya dan lupa bahwa Tuhanlah sebenarnya yang menjadi aktor utamanya, bukan dia. Itulah yang kemudian diingatkan Tuhan. "Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (3:14). Dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Tuhan secara jelas menyatakan bahwa siapa Tuhan itu jauh lebih penting daripada siapa diri Musa. "Akulah Aku", itu jauh lebih penting dari "siapa aku". 

Tuhan tidak melihat kemampuan, kepandaian dan sebagainya dari diri kita, tetapi apa yang Dia minta adalah kemauan atau kesediaan kita. Itu saja. Selebihnya, Dialah yang akan melakukan semuanya lewat diri kita. Keraguan bisa saja hadir ketika kita dihadapkan kepada sebuah panggilan, tugas atau katakanlah tantangan. Logika kita biasanya akan segera mengukur batas kemampuan kita, dan di saat ukuran menurut kita tidak sebanding dengan besarnya tanggungjawab yang dibebankan, maka keraguan pun segera muncul. Hal seperti itu pula yang dirasakan Musa ketika ia dipilih Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan untuk menuju tanah yang dijanjikan. Tapi Tuhan menegur dan mengingatkan Musa akan cara pandang yang benar. Singkatnya, bukan soal mampu atau tidak, tapi kemauan kita, kesediaan atau kerelaan kita, itulah yang diminta Tuhan.

Kemampuan kita sangat terbatas, tetapi "Tuan" yang meminta sesungguhnya tidak terbatas. Itu penting untuk kita sadari. Kita tidak harus menunggu menjadi orang paling sempurna terlebih dahulu untuk mau merespon positif panggilan Tuhan. Jika Dia memberi tugas, Dia pula yang akan memampukan. Jika anda taat dan mau segera merespon dengan baik, anda akan terkejut melihat bagaimana anda bisa berperan jauh lebih besar dari ukuran yang anda tetapkan sendiri selama ini akan diri anda. Saya mengalami hal itu secara langsung. Masuk akalkah orang yang baru bertobat, tidak pernah mengenal Alkitab sebelumnya bisa terus menulis selama 5 tahun setiap harinya tanpa henti? Saya memilih untuk taat terhadap panggilanNya, dan hingga hari ini selalu ada pengalaman-pengalaman indah bersama Tuhan setiap harinya dalam hidup saya. Ada begitu banyak rahasia Kerajaan Allah yang disingkapkan secara perlahan kepada saya. Oh, itu luar biasa. Semakin saya mendalami, semakin besar pula kerinduan saya untuk semakin mengenalNya lebih jauh. Adakah panggilan Tuhan kepada anda yang hingga hari ini masih anda tunda karena anda ragu akan kemampuan anda? Jangan tunda lagi. Berhentilah mengukur diri terlalu rendah, berhentilah untuk terus menganggap bahwa anda tidak bisa melakukan apa-apa. Terimalah segera dan beranilah berkata seperti Yesaya: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8). Ingatlah bahwa Yesus sudah mengingatkan bahwa tuaian ada banyak, tapi pekerjanya sedikit. (Matius 9:37a). Ini hal yang seharusnya bisa kita sikapi dengan turut mengambil bagian sesuai dengan panggilan kita masing-masing. Ingatlah bahwa sesungguhnya bukan kemampuan kita yang dibutuhkan, tetapi kemauan kita, itulah yang bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya dimanapun kita berada saat ini.

Bukan kemampuan kita, tetapi kemauan kita, itulah yang diminta Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho


You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

Melayani (2)

(sambungan)

Sikap sebaliknya dilakukan Musa ketika ia menerima panggilan Tuhan. Berbeda dengan Yesaya yang langsung merespon positif, Musa langsung mengarahkan pandangan kepada keterbatasannya sebagai pribadi dan kelemahan yang dimilikinya. Lihat responnya berikut ini: "Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Dan di pasal berikutnya kita bisa melihat bagaimana Musa memandang rendah dirinya sendiri. "Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (4:10). I am slow of speech and have a heavy and awkward tounge,  dalam bahasa Inggrisnya.

Apakah Musa gagap, atau maksudnya ia tidak pintar berbicara atau malah sering salah-salah? Entahlah. Tapi yang pasti Musa segera mengarah kepada kelemahannya dan lupa bahwa Tuhanlah sebenarnya yang menjadi aktor utamanya, bukan dia. Itulah yang kemudian diingatkan Tuhan. "Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (3:14). Dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Tuhan secara jelas menyatakan bahwa siapa Tuhan itu jauh lebih penting daripada siapa diri Musa. "Akulah Aku", itu jauh lebih penting dari "siapa aku". 

Tuhan tidak melihat kemampuan, kepandaian dan sebagainya dari diri kita, tetapi apa yang Dia minta adalah kemauan atau kesediaan kita. Itu saja. Selebihnya, Dialah yang akan melakukan semuanya lewat diri kita. Keraguan bisa saja hadir ketika kita dihadapkan kepada sebuah panggilan, tugas atau katakanlah tantangan. Logika kita biasanya akan segera mengukur batas kemampuan kita, dan di saat ukuran menurut kita tidak sebanding dengan besarnya tanggungjawab yang dibebankan, maka keraguan pun segera muncul. Hal seperti itu pula yang dirasakan Musa ketika ia dipilih Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan untuk menuju tanah yang dijanjikan. Tapi Tuhan menegur dan mengingatkan Musa akan cara pandang yang benar. Singkatnya, bukan soal mampu atau tidak, tapi kemauan kita, kesediaan atau kerelaan kita, itulah yang diminta Tuhan.

Kemampuan kita sangat terbatas, tetapi "Tuan" yang meminta sesungguhnya tidak terbatas. Itu penting untuk kita sadari. Kita tidak harus menunggu menjadi orang paling sempurna terlebih dahulu untuk mau merespon positif panggilan Tuhan. Jika Dia memberi tugas, Dia pula yang akan memampukan. Jika anda taat dan mau segera merespon dengan baik, anda akan terkejut melihat bagaimana anda bisa berperan jauh lebih besar dari ukuran yang anda tetapkan sendiri selama ini akan diri anda. Saya mengalami hal itu secara langsung. Masuk akalkah orang yang baru bertobat, tidak pernah mengenal Alkitab sebelumnya bisa terus menulis selama 5 tahun setiap harinya tanpa henti? Saya memilih untuk taat terhadap panggilanNya, dan hingga hari ini selalu ada pengalaman-pengalaman indah bersama Tuhan setiap harinya dalam hidup saya. Ada begitu banyak rahasia Kerajaan Allah yang disingkapkan secara perlahan kepada saya. Oh, itu luar biasa. Semakin saya mendalami, semakin besar pula kerinduan saya untuk semakin mengenalNya lebih jauh. Adakah panggilan Tuhan kepada anda yang hingga hari ini masih anda tunda karena anda ragu akan kemampuan anda? Jangan tunda lagi. Berhentilah mengukur diri terlalu rendah, berhentilah untuk terus menganggap bahwa anda tidak bisa melakukan apa-apa. Terimalah segera dan beranilah berkata seperti Yesaya: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8). Ingatlah bahwa Yesus sudah mengingatkan bahwa tuaian ada banyak, tapi pekerjanya sedikit. (Matius 9:37a). Ini hal yang seharusnya bisa kita sikapi dengan turut mengambil bagian sesuai dengan panggilan kita masing-masing. Ingatlah bahwa sesungguhnya bukan kemampuan kita yang dibutuhkan, tetapi kemauan kita, itulah yang bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya dimanapun kita berada saat ini.

Bukan kemampuan kita, tetapi kemauan kita, itulah yang diminta Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho


Senin, 30 Juli 2012

Kebaikan v.s. Kejahatan

Bacaan : Yer. 14:17-22;

"Air mataku bercucuran siang dan malam tiada hentinya, sebab anak dara, puteri bangsaku, dilukai dengan luka parah, luka yang sama sekali tak tersembuhkan. Apabila aku keluar ke padang, di sana ada orang-orang yang mati terbunuh oleh pedang! Apabila aku masuk ke dalam kota, di sana ada orang-orang sakit kelaparan.” Bahkan baik nabi maupun imam menjelajah negeri yang tidak dikenalnya. Telah Kautolakkah Yehuda sama sekali? Telah merasa muakkah Engkau terhadap Sion? Mengapakah kami Kaupukul sedemikian, hingga tidak ada lagi kesembuhan bagi kami? Kami mengharapkan damai sejahtera, namun tiada sesuatu yang baik. Kami mengharapkan kesembuhan, namun hanya ada kengerian. Ya Tuhan, kami insaf akan kejahatan kami, dan akan kesalahan leluhur kami; kami sungguh telah berdosa terhadap-Mu; janganlah kiranya menolak kami, dan janganlah Engkau menghinakan tahta kemuliaan-Mu! Ingatlah akan perjanjian-Mu dengan kami, janganlah kiranya membatalkannya. Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara para dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya Tuhan Allah kami, pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?"


Bacaan Injil : Mat. 13:36-43
"Seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman." 


"Pada suatu hari Yesus meninggalkan orang banyak, lalu pulang. Para murid kemudian datang dan berkata kepada-Nya, “Jelaskanlah kepada kami arti perumpamaan tentang lalang di ladang itu.” Yesus menjawab, “Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia. Ladang itu ialah dunia. Benih yang baik adalah anak-anak Kerajaan dan lalang adalah anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman, dan para penuai itu malaikat. Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan mengutus malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi. Pada waktu itulah orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan!”




Renungan Hari Ini :


Di dunia ini sedang terjadi sebuah pertempuran antara yang baik dan buruk. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian manusia dan saling mengalahkan satu sama lain. Kebaikan dan kejahatan selalu datang dan pergi silih berganti bersamaan dengan waktu. Kalau kita cermati situasi dunia dimana kita hidup, saat ini yang terjadi adalah begitu banyak kejahatan yang dilakukan oleh Iblis. Kejahatan membuat manusia hidup tidak aman lagi di dunia. Kebaikan tenggelam di tengah kejahatan, karena kejahatan tumbuh dengan pesat dan dapat mengalahkan kebaikan.

Sementara kebaikan di dunia ini semakin jarang ditemukan dan manusia kurang berdoa memohon kekuatan dari Tuhan. Perumpamaan tentang lalang antara gandum adalah ibarat sebuah kompetesi di panggung dunia antara kebaikan  dan kejahatan yang terus berlangsung hingga saat ini. Lalang simbol kejahatan tumbuh liar dan tanpa arah, tanpa kenal lelah mau menghabisi gandum yang juga bertumbuh. Kejahatan pada umumnya  berdampingan dimana terjadi kebaikan manusia. Semakin manusia  melakukan kebaikan semakin kuasa iblis yang membawa kejahatan ikut juga tumbuh bersamaan.

Pernahkan Anda mengalami kebimbangan, kekacauan hati, kegundahan yang tidak menentu dalam hidup? Saat dimana kerohanian kita menemui malam-malam gelap. Hanya dengan mohon kekuatan Tuhan kita mampu menilai dan melakukan kebaikan.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2012, yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)

RSS Santapan Harian: Selasa, 31 Juli 2012 - Sabar dan berserah kepada Tuhan (Kejadian 41:37-57)

RSS Santapan Harian
Daftar Edisi RSS Santapan Harian // via fulltextrssfeed.com
Selasa, 31 Juli 2012 - Sabar dan berserah kepada Tuhan (Kejadian 41:37-57)
Jul 30th 2012, 21:19

Judul: Sabar dan berserah kepada Tuhan Banyak orang berani menghalalkan segala cara untuk mencari kemuliaan dan pengakuan dalam hidup ini. Yusuf di lain pihak, dengan sabar menanggung derita dan memercayakan hidup sepenuhnya pada Allah yang ia kenal.

Sudah tiga belas tahun Yusuf ada di Mesir sebagai budak. Tiga belas tahun penuh penderitaan, dijual sebagai budak, difitnah oleh istri Potifar, serta dilupakan oleh juru minuman telah membentuk Yusuf menjadi pribadi yang rendah hati dan selalu bergantung pada Allah. Tanpa berusaha memuliakan diri sendiri, Yusuf dengan rendah hati mengakui bahwa kemampuannya membaca peristiwa di masa mendatang berasal dari Allah sendiri. Berkat kesabaran dan penyerahan diri pada Allah itulah, akhirnya Yusuf siap menerima kemuliaan yang Allah berikan melalui Firaun menurut waktu yang ditetapkan-Nya.

Setelah mendengar uraian Yusuf tentang mimpinya, Firaun begitu terkesan pada Yusuf.Firaun tidak luput mengenali adanya campur tangan Ilahi dalam kemampuan Yusuf tersebut. Firaun yang selama ini menganggap dirinya sebagai dewa kemudian menyadari bahwa seorang tahanan yang dipenuhi Roh Allah, jauh lebih bijaksana ketimbang siapa pun. Itulah sebabnya, Firaun mengaruniakan segala macam bentuk kemuliaan kepada Yusuf. Jika sebelumnya ia ditahan dalam penjara, maka kini ia menjadi orang yang paling berkuasa setelah Firaun di tanah Mesir. Yusuf memiliki cincin Firaun sebagai bukti yang sah atas kuasa yang ia miliki. Jika pada usia muda Yusuf diseret ke kereta sebagai budak, maka kini ia naik ke kereta sebagai seorang pahlawan yang terhormat. Jika dulu ia dengan setia menolak ajakan istri Potifar untuk berzina, maka kini ia secara sah memiliki seorang istri dan bahkan anak-anak. Pengalaman pahit Yusuf di masa lalu telah digantikan oleh melimpahnya berkat dan kemuliaan yang dianugerahkan oleh Tuhan.

Bagaimana dengan kita, apakah kita juga telah sabar dan tabah ketika Tuhan mengizinkan berbagai penderitaan datang dalam hidup kita? Sabar dan berserahlah kepada Tuhan.

Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/07/31/

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

31 Juli

Pesta St Ignatius Loyola: Ul 30:15-20; Gal 5:16-25; Luk 9:18-26

"Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya"

St Ignatius Loyola terkenal dan diakui sebagai salah satu guru rohani/spiritual dalam Gereja Katolik dengan Latihan Rohaninya. Buku Latihan Rohani merupakan hasil buah permenungan atau refleksi St.Ignatius Loyola dalam perjalanan hidup dan panggilannya bertahun-tahun dengan berinspirasi pada apa yang tertulis dalam Kitab Suci, Injil, khususnya riwayat perutusan Yesus Kristus, Penyelamat Dunia. Buku Latihan Rohani merupakan tuntutan olah rohani, agar mereka yang menjalani Latihan atau Olah Rohani tumbuh berkembang menjadi sahabat Yesus, hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus Kristus, yang datang dan diutus untuk menyelamatkan seluruh dunia. Maka mereka yang telah menjalani Latihan Rohani dalam cara hidup dan cara bertindaknya dalam tugas, panggilan atau pekerjaan apapun senantiasa berusaha untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia. Berparitisipasi dalam karya penyelamatan dunia masa kini hemat saya harus mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment, maka baiklah dalam rangka mengenangkan pesta St.Ignatius Loyola hari ini kami ajak anda sekalian untuk mawas diri perihal kemahiran pembedaan roh yang oleh St.Ignatius Loyola sungguh menjadi cirikhas sahabat-sahabat Yesus Kristus.

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (Luk 9:23-25)

Mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment memang 'harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari', alias tidak hidup dan bertindak mengikuti selera atau kehendak pribadi. Memikul salibnya setiap hari berarti setia melaksanakan tugas dan pekerjaan atau kewajiban setiap hari alias setia menghayati atau melaksanakan aneka tata tertib atau aturan yang terkait dengan tugas, panggilan dan perutusannya. Pelatihan awal agar terampil atau mahir dalam pembedaan roh adalah membiasakan diri mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib atau aturan. Dalam hidup dan kerja kita setiap hari dimana pun dan kapan pun kiranya kita terikat oleh tata tertib atau aturan, maka kami harapkan kita tidak meremehkan aturan atau tata tertib tersebut. Hendaknya selama diperjalanan, entah sebagai pengemudi kendaraan atau pejalan kaki, mentaati dan melaksanakan aneka rambu-rambu lalu lintas, karena tertib dijalanan hemat saya merupakan cermin kwalitas bangsa.

Menyangkal diri atau 'kehilangan nyawa karena Tuhan' berarti mengarahkan dambaan, kerinduan atau cita-cita kepada Tuhan, dengan harapan dapat melaksanakan aneka perintah dan kehendak Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Setiap dari kita kiranya memiliki dambaan, kerinduan atau cita-cita yang berbeda satu sama lain, demikian setiap suku dan bangsa memiliki 'budaya' (=cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak) yang berbeda satu sama lain. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka perbedaan yang ada merupakan anugerah Tuhan, yang hendaknya dihayati sebagai wahana untuk saling melengkapi dan mengasihi. Hemat saya di antara perbedaan-perbedaan yang ada pasti ada kesamaan, maka baiklah dalam rangka saling mengasihi pertama-tama kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, sehingga apa yang berbeda fungsional memperteguh dan memperdalam hidup saling mengasihi.

Dengan saling menyangkal diri diharapkan dalam kebersamaan hidup dan kerja kita terjadi kesatuan hati dan budi serta jiwa. Tindakan ada kemungkinan berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi di mana kita hidup dan bekerja, tetapi tetap dalam kesatuan hati, budi dan jiwa. Jika kita sungguh dalam kesatuan hati, jiwa dan budi maka kebersamaan hidup dan kerja kita menyelamatkan diri kita maupun mereka yang kena dampak hidup dan kinerja kita. "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya" (Ul 30:15-16). Kita semua mendambakan kehidupan sejati dan keberuntungan, maka marilah kita bersama-sama, bergotong-royong 'hidup menurut jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturanNya'. Pada saat ini saudara-saudari kita, umat Islam, sedang menjalani puasa, ibadah guna semakin mendekatan diri pada perintah, ketetapan dan peraturan Tuhan, maka baiklah kita menyatukan diri dengan saudara-saudari kita yang sedang berpuasa, menyangkal diri dan berusaha setia pada aturan dan tata tertib hidup beriman atau beragama.

"Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (Gal 5:22-25)

Hidup dari dan oleh Roh Kudus , 'dipimpin oleh Roh',  berarti dapat menemukan Tuhan dalam segala sesuatu dan menghayati segala sesuatu dalam Tuhan. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ada karena diciptakan oleh Tuhan bekerjasama dengan orang-orang yang sungguh memper-sembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Tanpa Tuhan segala sesuatu di dunia ini tidak ada sebagaimana adanya saat ini. Tuhan hidup dan berkarya dalam segala sesuatu dan tentu saja terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Karya Tuhan dalam diri manusia menjadi nyata dalam penghayatan keutamaan-keutamaan sebagaui buah Roh, yaitu "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri".

Orang yang mahir atau terampil dalam pembedaan roh senantiasa juga hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindaknya dijiwai sekaligus menghasilkan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut di atas. Keutamaan-keutamaan tersebut di atas sungguh perlu dan dibutuhkan oleh siapapun yang mendambakan hidup selamat, damai sejahtera dan bahagia lahir-batin, jasmani-rohani, fisik-spiritual. Hemat saya kita semua mendambakan keselamatan, damai dan kebahagiaan macam itu, maka marilah kita saling membantu atau bekerja sama mengusahakan, memperdalam, memperteguh dan menyebarluaskan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh di atas. Mungkin baik saya angkat perihal keutamaan 'penguasaan diri'.

Menguasai diri berarti dapat mengendalikan diri, sehingga dirinya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Jika kita dapat mengendalikan atau menguasa diri kita, maka sikap hidup kita terhadap orang lain akan melayani, sedangkan jika kita tak dapat mengendalikan atau menguasai diri maka sikap terhadap orang lain akan menindas. Marilah kita senantiasa berusaha setia dan taat kepada perintah dan kehendak Tuhan, dan untuk itu memang harus dapat mengendalikan diri. Maka mengakhiri refleksi sederhana ini, marilah kita renungkan dan hayati doa St.Ignatius Loyola ini: "Ambillah Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan. Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu. Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku" (St.Ignatius Loyola, LR no 234)

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin." (Mzm 1:1-4)

Ign 31 Juli 2012

Renungan Harian Air Hidup: KESUNGGUHAN RAJA ASA

Renungan Harian Air Hidup
Saduran dari buku Renungan Harian Air Hidup // via fulltextrssfeed.com
KESUNGGUHAN RAJA ASA
Jul 30th 2012, 18:00

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2012 -

Baca:  2 Tawarikh 15:1-19

"Bilamana kamu mencari-Nya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkan-Nya, kamu akan ditinggalkan-Nya."  2 Tawarikh 15:2c

Sudah menjadi sifat manusia bila sedang dalam masalah dan kesesakan baru ingat kepada Tuhan.

     Suatu ketika bangsa Israel sedang berada dalam kesulitan yang hebat.  Kekacauan terjadi di mana-mana,  "Bangsa menghancurkan bangsa, kota menghancurkan kota,"  (ayat 6a).  Mengapa hal ini bisa terjadi?  Itu semua karena kesalahan dari bangsa Israel sendiri sehingga  "...Allah mengacaukan mereka dengan berbagai-bagai kesesakan."  (ayat 6b).  Mereka menjalani kehidupan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan:  menyembah kepada dewa-dewa dan patung.  Untunglah keadaan itu tidak berlarut-larut.  Raja Asa segera sadar setelah menerima tegoran dari Azarya bin Oded.  Raja Asa dan rakyatnya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk bertobat, sehingga  "...dalam kesesakan mereka berbalik kepada Tuhan, Allah orang Israel. Mereka mencari-Nya, dan Ia berkenan ditemui oleh mereka."  (ayat 4).  Tidak hanya itu, raja pun Asa memerintahkan rakyatnya untuk "...menyingkirkan dewa-dewa kejijikan dari seluruh tanah Yehuda dan Benyamin dan dari kota-kota yang direbutnya di pegunungan Efraim. Ia membaharui mezbah Tuhan yang ada di depan balai Bait Suci Tuhan."  (ayat 8).  Melihat kesungguhan mereka untuk berbalik ke jalan yang benar hati Tuhan pun tergerak untuk menolong dan memulihkan keadaan bangsa Israel.  Kalau kita memiliki kemauan keras untuk mencapai sesuatu kita akan mendapatkannya, bahkan segala tantangan dan hambatan akan mampu kita lewati.  Bila kita memiliki kesungguhan hati untuk mencari Tuhan kita pun akan menemukan Dia.  Karena kesungguhannya mencari Tuhan, maka  "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa."  (2 Tawarikh 15:19).

     Jika saat ini kita sedang dalam pergumulan yang berat, datang kepada Tuhan Yesus, Ia akan segera menolong dan memulihkan asal kita datang kepadaNya dengan kesungguhan hati.

Jika saat ini kita jauh dari jalan Tuhan, datang kepadaNya dan segeralah bertobat karena tanganNya sealu terbuka untuk kita, hidup kita pasti dipulihkan!

Related Posts :

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

renungan harian online: Melayani (1)

renungan harian online
renungan harian online bagi yang haus akan Tuhan
Melayani (1)
Jul 30th 2012, 15:00

Ayat bacaan: Yesaya 6:8
================
"Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"

Saya ingin melanjutkan mengenai pelayanan yang sudah kita bahas kemarin. Mari kita lihat kembali apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37a). Kalau jumlah pengikutNya ada banyak, mengapa dikatakan bahwa pekerja itu sedikit? Karena tidak semua orang percaya bersedia untuk terjun langsung sebagai murid-muridNya yang berperan nyata di tengah masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selalu saja ada alasan yang bisa dikemukakan untuk itu. Malas, merasa kebebasan dan waktu-waktu bersantai dirampas, atau dengarlah kata seorang teman saya, "saya tidak bisa kotbah." Menjadi pelayan Tuhan tidak harus selalu berarti kita harus naik ke mimbar dan berkotbah selama sekitar satu jam. Di gereja saya berbagai bentuk fellowship pun tidak harus duduk di satu rumah, membentuk lingkaran dan sebagainya. Ada banyak komunitas yang dibentuk berdasarkan hobi seperti olahraga futsal, badminton, sepeda, atau sekumpulan ibu muda yang saling bertukar ilmu memasak. Disana mereka bisa bertumbuh menjadi sebuah keluarga yang akrab dan sambil menjalani hobi mereka pun saling mengingatkan dan berbagi Firman Tuhan. Mereka bisa tampil menjadi pelayan-pelayan Tuhan tanpa kehilangan 'fun factor' mereka. Seringkali yang menjadi masalah bukan soal mampu atau tidak, tetapi justru apakah kita mau atau tidak.

Kata 'mampu' dan 'mau' hanya dibedakan oleh dua huruf 'mp' ditengah. Begitu tipisnya perbedaan di sisi tulisan, tapi perbedaannya sangat besar di sisi artinya. Ada banyak dalih yang bisa kita kemukakan untuk menolak untuk melayani, yang biasanya akan jauh lebih ditekankan kepada apa yang tidak ada pada kita ketimbang melihat potensi atau talenta apa yang sebenarnya sudah Tuhan sediakan bagi kita. Melayani tidak selalu berarti kita harus berkotbah, menjadi orator, orang yang serba tahu, hafal mati Alkitab, punya karunia kesembuhan, tidak mampu secara materi dan sebagainya. Tidak, tidak demikian. Ada begitu banyak bentuk pelayanan yang akan sangat menyukakan hati Tuhan tanpa harus berkotbah di dalamnya. Jika kita membaca 1 Korintus 12:1-11 kita akan melihat gambarannya seperti yang dikemukakan Paulus. Ia berkata: "Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan.  Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang." (ay 4-6). Dalam perikop berikutnya Paulus menjabarkan lebih jauh (ay 12-31). "Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota...Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh." (ay 14,20). Masing-masing anggota tubuh punya fungsinya masing-masing. Mulut bukan dipakai untuk mendengar, telinga bukan untuk melihat, mata bukan untuk mencium, hidung bukan untuk menggenggam dan sebagainya. Masing-masing punya fungsi, tapi semuanya merupakan satu kesatuan yang saling menyempurnakan. Seperti itu pula kita sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus.

Kita manusia yang terbatas, itu benar. Tapi sesungguhnya Tuhan sudah menyediakan talenta-talenta khusus bagi kita masing-masing yang tentu saja bisa dipakai untuk kembali memuliakanNya dalam melakukan berbagai bentuk pelayanan  yang memberkati orang lain. Apakah para nabi pilihan Tuhan adalah orang-orang sempurna yang bisa segalanya? Justru sebaliknya, Tuhan lebih suka memakai orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja atau malah tidak dianggap untuk menjadi duta-dutaNya ketimbang orang-orang yang hebat, kaya atau terkenal. Bukan mampu atau tidak yang penting, tapi mau atau tidak.

Reaksi yang sangat positif akan panggilan Tuhan bisa kita lihat lewat sosok Yesaya. Ketika ia mendapat panggilan Tuhan, ia langsung menyatakan kesiapannya tanpa memikirkan keterbatasan kemampuannya sebagai seorang manusia biasa. "Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8). Singkat dan tegas reaksinya. "Here am I, send me." he said. Apakah Yesaya termasuk orang yang percaya diri berlebihan? Tentu tidak. Saya yakin Yesaya tahu betul sampai dimana batas kemampuannya sebagai manusia. Tetapi ia menyadari betul bahwa ia hanyalah seorang utusan, seorang pelayan, seorang hamba. Ia tidak perlu takut. Sebagai seorang hamba, bukankah ia memiliki "Tuan" dengan kuasa yang tidak terbatas? Jika "Tuan"nya yang menyuruh, bukankah itu artinya "Tuan"nya percaya ia mampu dan akan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjalankan tugas? Ini sebuah sikap yang seharusnya segera muncul dalam diri kita ketika Tuhan memberi sebuah tugas atau panggilan. Bukan segera melihat kekurangan atau keterbatasan kemampuan kita, tetapi segera mengarahkan pandangan kepada Sang Pemberi tugas. Bukan mengeluh, tetapi sudah sepantasnya kita bersyukur karena kita dipilih Tuhan untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Bukan kemampuan kita yang penting, tetapi kemauan kita. Selebihnya biarkan Tuhan yang berkreasi diatas segalanya lewat diri kita.

(bersambung)

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

Melayani (1)

Ayat bacaan: Yesaya 6:8
================
"Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"

Saya ingin melanjutkan mengenai pelayanan yang sudah kita bahas kemarin. Mari kita lihat kembali apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37a). Kalau jumlah pengikutNya ada banyak, mengapa dikatakan bahwa pekerja itu sedikit? Karena tidak semua orang percaya bersedia untuk terjun langsung sebagai murid-muridNya yang berperan nyata di tengah masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selalu saja ada alasan yang bisa dikemukakan untuk itu. Malas, merasa kebebasan dan waktu-waktu bersantai dirampas, atau dengarlah kata seorang teman saya, "saya tidak bisa kotbah." Menjadi pelayan Tuhan tidak harus selalu berarti kita harus naik ke mimbar dan berkotbah selama sekitar satu jam. Di gereja saya berbagai bentuk fellowship pun tidak harus duduk di satu rumah, membentuk lingkaran dan sebagainya. Ada banyak komunitas yang dibentuk berdasarkan hobi seperti olahraga futsal, badminton, sepeda, atau sekumpulan ibu muda yang saling bertukar ilmu memasak. Disana mereka bisa bertumbuh menjadi sebuah keluarga yang akrab dan sambil menjalani hobi mereka pun saling mengingatkan dan berbagi Firman Tuhan. Mereka bisa tampil menjadi pelayan-pelayan Tuhan tanpa kehilangan 'fun factor' mereka. Seringkali yang menjadi masalah bukan soal mampu atau tidak, tetapi justru apakah kita mau atau tidak.

Kata 'mampu' dan 'mau' hanya dibedakan oleh dua huruf 'mp' ditengah. Begitu tipisnya perbedaan di sisi tulisan, tapi perbedaannya sangat besar di sisi artinya. Ada banyak dalih yang bisa kita kemukakan untuk menolak untuk melayani, yang biasanya akan jauh lebih ditekankan kepada apa yang tidak ada pada kita ketimbang melihat potensi atau talenta apa yang sebenarnya sudah Tuhan sediakan bagi kita. Melayani tidak selalu berarti kita harus berkotbah, menjadi orator, orang yang serba tahu, hafal mati Alkitab, punya karunia kesembuhan, tidak mampu secara materi dan sebagainya. Tidak, tidak demikian. Ada begitu banyak bentuk pelayanan yang akan sangat menyukakan hati Tuhan tanpa harus berkotbah di dalamnya. Jika kita membaca 1 Korintus 12:1-11 kita akan melihat gambarannya seperti yang dikemukakan Paulus. Ia berkata: "Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan.  Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang." (ay 4-6). Dalam perikop berikutnya Paulus menjabarkan lebih jauh (ay 12-31). "Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota...Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh." (ay 14,20). Masing-masing anggota tubuh punya fungsinya masing-masing. Mulut bukan dipakai untuk mendengar, telinga bukan untuk melihat, mata bukan untuk mencium, hidung bukan untuk menggenggam dan sebagainya. Masing-masing punya fungsi, tapi semuanya merupakan satu kesatuan yang saling menyempurnakan. Seperti itu pula kita sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus.

Kita manusia yang terbatas, itu benar. Tapi sesungguhnya Tuhan sudah menyediakan talenta-talenta khusus bagi kita masing-masing yang tentu saja bisa dipakai untuk kembali memuliakanNya dalam melakukan berbagai bentuk pelayanan  yang memberkati orang lain. Apakah para nabi pilihan Tuhan adalah orang-orang sempurna yang bisa segalanya? Justru sebaliknya, Tuhan lebih suka memakai orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja atau malah tidak dianggap untuk menjadi duta-dutaNya ketimbang orang-orang yang hebat, kaya atau terkenal. Bukan mampu atau tidak yang penting, tapi mau atau tidak.

Reaksi yang sangat positif akan panggilan Tuhan bisa kita lihat lewat sosok Yesaya. Ketika ia mendapat panggilan Tuhan, ia langsung menyatakan kesiapannya tanpa memikirkan keterbatasan kemampuannya sebagai seorang manusia biasa. "Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8). Singkat dan tegas reaksinya. "Here am I, send me." he said. Apakah Yesaya termasuk orang yang percaya diri berlebihan? Tentu tidak. Saya yakin Yesaya tahu betul sampai dimana batas kemampuannya sebagai manusia. Tetapi ia menyadari betul bahwa ia hanyalah seorang utusan, seorang pelayan, seorang hamba. Ia tidak perlu takut. Sebagai seorang hamba, bukankah ia memiliki "Tuan" dengan kuasa yang tidak terbatas? Jika "Tuan"nya yang menyuruh, bukankah itu artinya "Tuan"nya percaya ia mampu dan akan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjalankan tugas? Ini sebuah sikap yang seharusnya segera muncul dalam diri kita ketika Tuhan memberi sebuah tugas atau panggilan. Bukan segera melihat kekurangan atau keterbatasan kemampuan kita, tetapi segera mengarahkan pandangan kepada Sang Pemberi tugas. Bukan mengeluh, tetapi sudah sepantasnya kita bersyukur karena kita dipilih Tuhan untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Bukan kemampuan kita yang penting, tetapi kemauan kita. Selebihnya biarkan Tuhan yang berkreasi diatas segalanya lewat diri kita.

(bersambung)

RSS Santapan Harian: Senin, 30 Juli 2012 - Sumber utama hikmat dan kekayaan (Kejadian 41:17-36)

RSS Santapan Harian
Daftar Edisi RSS Santapan Harian // via fulltextrssfeed.com
Senin, 30 Juli 2012 - Sumber utama hikmat dan kekayaan (Kejadian 41:17-36)
Jul 30th 2012, 07:19

Judul: Sumber utama hikmat dan kekayaan Kekayaan dan kekuasaan sering membuat orang lupa kepada Allah yang merupakan sumber kekayaan, kuasa, dan hikmat. Sebagai orang yang paling berkuasa dan paling kaya di Mesir, Firaun tidak membayangkan bahwa mimpi yang ia alami ternyata membuat dirinya ketakutan dan khawatir, apalagi setelah ia mendapati bahwa tidak seorang pun dapat mengartikan mimpi tersebut.

Pengalaman Yusuf dalam menafsirkan mimpi juru minuman telah membawa dirinya bertemu orang paling berkuasa di Mesir. Melalui penjelasan Yusuf, Firaun bukan saja mendapat jalan keluar dari kekhawatirannya, tetapi juga mendapat kesempatan untuk mengenal Allah yang disembah oleh Yusuf. Melalui hikmat Tuhan kepada Yusuf, Firaun bukan saja mengetahui apa yang akan terjadi dengan kerajaannya, tetapi juga mengetahui apa yang harus dilakukan agar bahaya kelaparan tidak menghancurkan negerinya. Yusuf bukan saja telah menolong Firaun untuk melihat apa yang akan terjadi di masa mendatang, tetapi ia juga menolong Firaun untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dan segera di masa sekarang. Sungguh ironis, bahwa orang yang paling berkuasa di Mesir harus meminta nasihat dari seorang tahanan. Namun jika ada Allah yang mengatur semua itu, maka segalanya mungkin.

Dari peristiwa ini kita belajar bahwa melalui kuasa dan hikmat-Nya, Allah dapat menjalankan rencana-Nya secara sempurna. Sekalipun kondisi Yusuf sangat jauh di bawah keadaan yang normal, namun Tuhan dapat mengubah kehidupan Yusuf secara seketika. Dari seorang tahanan di Mesir, menjadi seorang paling berkuasa setelah Firaun tidaklah mungkin terjadi tanpa pertolongan Tuhan.

Tidak jarang kehidupan kita pun seolah terperosok begitu dalam hingga kita sulit melihat jalan keluar dari keadaan tersebut. Tetapi lihatlah bagaimana Tuhan dapat mengubah hidup Yusuf secara luar biasa. Sebagaimana Yusuf bergantung pada hikmat Tuhan, kita pun harus bergantung pada-Nya. Sebagaimana kuasa Tuhan telah mengubah Yusuf, kuasa yang sama itu juga mampu meluputkan kita.

Diskusi renungan ini di Facebook: http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/07/30/

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

Minggu, 29 Juli 2012

Motivasi dalam Pelayanan

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 20:33
==========================
"Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga."

Ada banyak yang melayani, tapi hanya sedikit yang motivasinya benar. Itu yang dikatakan oleh salah seorang teman yang aktif dalam pelayanan di gerejanya. Menurutnya, ada orang-orang yang memang sepertinya melayani, tetapi bukan didasarkan untuk menyenangkan hati Tuhan melainkan untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Menurutnya, orang-orang seperti ini biasanya akan ketahuan lewat sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari. Selalu menyombongkan diri baik secara langsung atau lewat berbagai jejaring sosial, atau sikap lainnya seperti malas, angkuh, sering tidak tepat waktu dan lain sebagainya. Adalah sangat baik apabila kita bersedia untuk meluangkan sebagian dari waktu kita untuk terlibat langsung dalam pelayanan lewat bidang apa saja sesuai panggilan kita masing-masing, tapi adalah penting pula untuk memperhatikan baik-baik motivasi yang benar dalam melayani.

Yesus mengatakan: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37a). Jika pekerja saja dikatakan sedikit, jumlahnya sepertinya semakin sedikit jika kita menambahkan kata "yang motivasinya benar" di depan kata "pekerja". Seperti apa sebenarnya motivasi yang harus dimiliki oleh para pengerja atau pelayan Tuhan? Bagaimana seharusnya agar kita tidak sampai mencuri kemuliaan yang seharusnya menjadi milik Tuhan atau membuat Tuhan kecewa atau bahkan marah lewat sikap yang salah dari kita? Dalam hal ini kita bisa belajar dari sosok Paulus.

Sebagai seorang hamba Tuhan, Paulus menunjukkan sikapnya yang teguh akan ketaatan. Dia berani pergi menyebarkan Injil kemana-mana, bahkan hingga mencapai Asia kecil. Ia sukses mendirikan banyak jemaat dimanapun ia mendarat. Terkenalkah Paulus? Tentu saja Paulus terkenal dikalangan orang-orang percaya pada masa itu. Tetapi disisi lain kita harus pula melihat betapa seringnya usaha dan kerja kerasnya tidak dihargai sepantasnya. Dia bahkan harus rela mengalami banyak penderitaan dan berbagai bentuk siksaan demi menjalankan misinya. Meski demikian, kita mengetahui bahwa Paulus tidak berkecil hati, kecewa atau sakit hati kepada Tuhan. Sebaliknya ia malah tidak pernah menuntut apa-apa yang bisa memberinya sedikit kemudahan dalam menunaikan tugas pelayanannya. Jika memperhatikan tingkat kesulitan tinggi yang ia harus hadapi lengkap dengan segala resikonya, tentu rasanya wajar jika Paulus tidak lagi perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Logikanya ia lebih baik fokus saja mewartakan kabar gembira. Tapi Paulus ternyata tidak menuntut itu sama sekali. Perhatikanlah apa yang ia katakan. "Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga." (Kisah Para Rasul 20:33). Paulus tidak menuntut apapun dari jemaat maupun penatua/gembala atau hamba-hamba Tuhan lainnya. Padahal kurang apa lagi Paulus pada saat itu dimata orang-orang percaya? Itulah sikap Paulus. Ia mengatakan "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (ay 34). Paulus sama sekali tidak mencari kesempatan untuk meraup keuntungan untuk diri sendiri meski ia sudah bersusah payah untuk melayani begitu banyak orang. Ia memilih untuk terus bekerja ditengah kesibukannya melayani, bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya sendiri bersama rekan-rekan sekerjanya. tetapi ia pun bekerja agar bisa membantu orang-orang yang membutuhkan. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah..." (ay 35). Apa pekerjaan Paulus? Dalam Kisah Para Rasul 18:3 kita bisa tahu bahwa Paulus bekerja sebagai tukang kemah. Paulus tahu bahwa semua yang ia lakukan bukanlah untuk ketenaran, tetapi semata-mata untuk menyenangkan Tuhan dengan membawa jiwa-jiwa untuk bertobat dan mendapat kesempatan yang sama sepertinya untuk diselamatkan.

Kita bisa melihat pandangan Paulus yang mendasari keputusannya untuk tidak menuntut apa-apa dalam menjalankan panggilannya. "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31). Ia berkata, apapun yang kita lakukan, seharusnya itu diarahkan untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk mencari popularitas atau keuntungan pribadi. Mengapa demikian? "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36). Bukankah segala sesuatu yang kita miliki semuanya berasal dari Tuhan? Tanpa Tuhan kita bukanlah apa-apa dan tidak ada apa-apanya. Karena itulah sudah sepantasnya kita memuliakan Tuhan lewat segala talenta atau kemampuan yang telah diberikan kepada kita.

Lewat sikap Paulus kita bisa melihat bagaimana sikap kita yang seharusnya dalam melayani Tuhan. Jangan sampai kita mencuri hak Tuhan dengan memanfaatkan kesempatan dalam pelayanan untuk memperkaya diri sendiri atau demi popularitas kita. Jangan pula kita lupa untuk memuliakan Tuhan dengan terus bersikap asal-asalan, malas atau tidak serius dalam melakukannya. Motivasi Paulus dalam melayani adalah murni, dan ini adalah keteladanan yang sangat baik untuk kita camkan baik-baik. Tidak peduli sehebat apapun kemampuan kita, semua itu tidak ada gunanya tanpa Tuhan. Dari Paulus kita bisa belajar bahwa kemurnian dan ketulusan merupakan kunci yang sangat penting dalam mengabdi kepada Tuhan. Mari kita periksa diri kita, apa yang menjadi dasar atau motivasi kita dalam melayani. Apakah semata-mata untuk memuliakan Tuhan atau kita masih punya banyak agenda yang mengarah kepada keuntungan diri sendiri. Arahkanlah fokus dalam melayani ke arah yang tepat, ikuti keteladanan Paulus agar semua pekerjaan yang kita lakukan berkenan di hadapan Tuhan dan bisa berbuah lebat membawa kemuliaan bagi Tuhan.

Miliki sikap dan motivasi yang benar dalam melayani

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

renungan harian online: Motivasi dalam Pelayanan

renungan harian online
renungan harian online bagi yang haus akan Tuhan
Motivasi dalam Pelayanan
Jul 30th 2012, 03:00

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 20:33
==========================
"Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga."

Ada banyak yang melayani, tapi hanya sedikit yang motivasinya benar. Itu yang dikatakan oleh salah seorang teman yang aktif dalam pelayanan di gerejanya. Menurutnya, ada orang-orang yang memang sepertinya melayani, tetapi bukan didasarkan untuk menyenangkan hati Tuhan melainkan untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Menurutnya, orang-orang seperti ini biasanya akan ketahuan lewat sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari. Selalu menyombongkan diri baik secara langsung atau lewat berbagai jejaring sosial, atau sikap lainnya seperti malas, angkuh, sering tidak tepat waktu dan lain sebagainya. Adalah sangat baik apabila kita bersedia untuk meluangkan sebagian dari waktu kita untuk terlibat langsung dalam pelayanan lewat bidang apa saja sesuai panggilan kita masing-masing, tapi adalah penting pula untuk memperhatikan baik-baik motivasi yang benar dalam melayani.

Yesus mengatakan: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37a). Jika pekerja saja dikatakan sedikit, jumlahnya sepertinya semakin sedikit jika kita menambahkan kata "yang motivasinya benar" di depan kata "pekerja". Seperti apa sebenarnya motivasi yang harus dimiliki oleh para pengerja atau pelayan Tuhan? Bagaimana seharusnya agar kita tidak sampai mencuri kemuliaan yang seharusnya menjadi milik Tuhan atau membuat Tuhan kecewa atau bahkan marah lewat sikap yang salah dari kita? Dalam hal ini kita bisa belajar dari sosok Paulus.

Sebagai seorang hamba Tuhan, Paulus menunjukkan sikapnya yang teguh akan ketaatan. Dia berani pergi menyebarkan Injil kemana-mana, bahkan hingga mencapai Asia kecil. Ia sukses mendirikan banyak jemaat dimanapun ia mendarat. Terkenalkah Paulus? Tentu saja Paulus terkenal dikalangan orang-orang percaya pada masa itu. Tetapi disisi lain kita harus pula melihat betapa seringnya usaha dan kerja kerasnya tidak dihargai sepantasnya. Dia bahkan harus rela mengalami banyak penderitaan dan berbagai bentuk siksaan demi menjalankan misinya. Meski demikian, kita mengetahui bahwa Paulus tidak berkecil hati, kecewa atau sakit hati kepada Tuhan. Sebaliknya ia malah tidak pernah menuntut apa-apa yang bisa memberinya sedikit kemudahan dalam menunaikan tugas pelayanannya. Jika memperhatikan tingkat kesulitan tinggi yang ia harus hadapi lengkap dengan segala resikonya, tentu rasanya wajar jika Paulus tidak lagi perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Logikanya ia lebih baik fokus saja mewartakan kabar gembira. Tapi Paulus ternyata tidak menuntut itu sama sekali. Perhatikanlah apa yang ia katakan. "Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga." (Kisah Para Rasul 20:33). Paulus tidak menuntut apapun dari jemaat maupun penatua/gembala atau hamba-hamba Tuhan lainnya. Padahal kurang apa lagi Paulus pada saat itu dimata orang-orang percaya? Itulah sikap Paulus. Ia mengatakan "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (ay 34). Paulus sama sekali tidak mencari kesempatan untuk meraup keuntungan untuk diri sendiri meski ia sudah bersusah payah untuk melayani begitu banyak orang. Ia memilih untuk terus bekerja ditengah kesibukannya melayani, bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya sendiri bersama rekan-rekan sekerjanya. tetapi ia pun bekerja agar bisa membantu orang-orang yang membutuhkan. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah..." (ay 35). Apa pekerjaan Paulus? Dalam Kisah Para Rasul 18:3 kita bisa tahu bahwa Paulus bekerja sebagai tukang kemah. Paulus tahu bahwa semua yang ia lakukan bukanlah untuk ketenaran, tetapi semata-mata untuk menyenangkan Tuhan dengan membawa jiwa-jiwa untuk bertobat dan mendapat kesempatan yang sama sepertinya untuk diselamatkan.

Kita bisa melihat pandangan Paulus yang mendasari keputusannya untuk tidak menuntut apa-apa dalam menjalankan panggilannya. "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31). Ia berkata, apapun yang kita lakukan, seharusnya itu diarahkan untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk mencari popularitas atau keuntungan pribadi. Mengapa demikian? "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36). Bukankah segala sesuatu yang kita miliki semuanya berasal dari Tuhan? Tanpa Tuhan kita bukanlah apa-apa dan tidak ada apa-apanya. Karena itulah sudah sepantasnya kita memuliakan Tuhan lewat segala talenta atau kemampuan yang telah diberikan kepada kita.

Lewat sikap Paulus kita bisa melihat bagaimana sikap kita yang seharusnya dalam melayani Tuhan. Jangan sampai kita mencuri hak Tuhan dengan memanfaatkan kesempatan dalam pelayanan untuk memperkaya diri sendiri atau demi popularitas kita. Jangan pula kita lupa untuk memuliakan Tuhan dengan terus bersikap asal-asalan, malas atau tidak serius dalam melakukannya. Motivasi Paulus dalam melayani adalah murni, dan ini adalah keteladanan yang sangat baik untuk kita camkan baik-baik. Tidak peduli sehebat apapun kemampuan kita, semua itu tidak ada gunanya tanpa Tuhan. Dari Paulus kita bisa belajar bahwa kemurnian dan ketulusan merupakan kunci yang sangat penting dalam mengabdi kepada Tuhan. Mari kita periksa diri kita, apa yang menjadi dasar atau motivasi kita dalam melayani. Apakah semata-mata untuk memuliakan Tuhan atau kita masih punya banyak agenda yang mengarah kepada keuntungan diri sendiri. Arahkanlah fokus dalam melayani ke arah yang tepat, ikuti keteladanan Paulus agar semua pekerjaan yang kita lakukan berkenan di hadapan Tuhan dan bisa berbuah lebat membawa kemuliaan bagi Tuhan.

Miliki sikap dan motivasi yang benar dalam melayani

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

Renungan Harian Air Hidup: SUKA MENOLONG, AKAN MENUAI!

Renungan Harian Air Hidup
Saduran dari buku Renungan Harian Air Hidup // via fulltextrssfeed.com
SUKA MENOLONG, AKAN MENUAI!
Jul 29th 2012, 18:00

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2012 -

Baca:  Galatia 6:1-10

"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."  Galatia 6:2

Berbuat baik seperti orang menabur benih.  Pada saatnya ia akan menuai, tidak akan hilang.  Suatu saat ia akan mendapatkannya kembali asal tidak jemu-jemu melakukannya.

     Setiap perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang lain selalu ada upahnya.  Memang saat menabur kita tidak langsung menuai, semua ada waktnya.  Kalau tidak menuai semasa hidup, kita akan mendapatkannya nanti di sorga.  Ingat, keturunan kita pun juga akan menuai dari apa yang telah kita perbuat bagi sesama.  Karena itu selama masih hidup di dunia ini banyak-banyaklah berbuat baik.  "Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga."  (2 Korintus 9:6).

     Siapa yang perlu kita tolong?  Kita perlu menolong orang lain tanpa melihat warna kulit, keturunan, pendidikan, agama dan latar belakang hidupnya.  Tanpa juga melihat apakah orang yang kita tolong itu akan membalas balik perbuatan baik kita atau tidak.  Namun Alkitab dengan tegas menasihatkan bahwa yang perlu kita tolong terlebih dahulu adalah saudara seiman:  "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."  (Galatia 6:10).  Terlebih utama lagi kita harus memperhatikan dan menolong mereka yang mengajar kita tentang firman Tuhan, yang telah membimbing dan menuntun kita kepada kebenaran:  para hamba Tuhan, penginjil, pelayan Tuhan:  "Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu."  (Galatia 6:6).  Kita dapat menolong para hamba Tuhan itu bukan saja dalam bentuk uang atau materi, tetapi juga rasa hormat dan menjunjung mereka dalam kasih (baca 1 Tesalonika 5:12-13).  Karena itu kita harus berusaha mencukupkan kebutuhan para hamba Tuhan yang bekerja di ladang Tuhan seperti yang diperbuat oleh jemaat di Makedonia (baca 2 Korintus 11:9).  Ingat, segala pengorbanan yang kita lakukan untuk mereka itu tidak akan pernah sia-sia!

"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."  Galatia 6:9

Related Posts :

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari