Rabu, 31 Agustus 2011

Maukah Engkau Menjadi Anak-KU?

Yohanes 1:12-13

Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.



Kita semua diperhadapkan dengan sebuah keputusan yang harus dibuat dalam hidup ini. Apakah kita menerima pemberian Putra Allah yang Tunggal itu atau menolak Dia? Ini adalah pilihan kita. Bapa tidak menginginkan satu orang pun yang menolak pemberian yang sangat berharga ini, namun Ia juga tidak akan pernah melanggar kehendak bebas kita untuk memilih. Ia menawarkan kepada setiap kita ekspresi yang tertinggi dari kasih-Nya yaitu melalui pemberian Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. Pemberian ini diberikan dengan cuma-cuma dan juga harus diterima dengan sukarela.



Kitalah yang harus membuat keputusan ini. Allah Bapa telah melakukan semua yang dapat Ia lakukan untuk menyingkirkan semua penghalang yang akan menghalangi kita untuk kembali pada-Nya. Yesus memastikan hal itu dengan cara menanggung atas diri-Nya sendiri seluruh beban dan hukuman dosa kita ketika Ia mati di kayu salib di Kalvari. Sekarang tidak ada lagi yang dapat menghalangi kita untuk menjadi anak Allah; kecuali satu hal yaitu pilihan kita sendiri.



Jadi, pastikan hari ini Saudara mengambil pilihan yang tepat, yakni menerima anugerah Bapa dengan percaya bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah dan menerima Dia dalam hidup Saudara. Jika Saudara belum pernah berdoa untuk dapat dilahirkan ke dalam keluarga Allah yang luar biasa; doa berikut ini dapat menolong Saudara untuk mengekspresikan dengan kata-kata seruan hatimu untuk dikasihi dan diterima seutuhnya dan tanpa syarat oleh Allah Bapa & Putra-Nya Yesus Kristus.



Doa: Bapa, saya mau menjadi anak-Mu! Saya berterimakasih karena Engkau telah mengutus Putra-Mu Yesus untuk menggantikanku di kayu salib & menanggung dosaku, sehingga saya bisa pulang ke rumah kepada kasih-Mu. Aku percaya bahwa Yesus Kristus mati bagiku dan aku dengan sukacita menerima-Nya sebagai Tuhan & Juruselamatku. Terima kasih Yesus untuk ketaatan-Mu kepada kehendak Bapa-Mu, dengan cara mati di kayu salib bagiku. Aku berterima kasih karena Engkau telah menanggung dosaku. Aku berbalik dari cara hidupku sendiri & menerima kehidupan-Mu sebagai hidupku. Datanglah ke dalam hatiku Tuhan Yesus, hari ini. Amin.

Taste and See (1)

Ayat bacaan: Mazmur 34:9a
=====================
"O, taste and see that Lord is good!"
'
taste and seePernahkah anda mampir ke sebuah rumah makan karena tertarik akan bau harum masakan yang keluar dari sana? Hari ini saya mengalaminya. Wangi masakan di tengah saya sedang lapar membuat saya tertarik untuk masuk ke sebuah rumah makan. Ketika dihidangkan makanan itu pun terlihat begitu menarik. Sajiannya ditata sedemikian rupa sehingga bisa menggoda selera makan siapapun yang melihatnya. Tapi seharum atau seindah apapun sajian itu terlihat, semua itu tidak akan sempurna apabila anda belum mencobanya, merasakan langsung dengan lidah anda apakah makanan itu benar enak atau tidak. Bisa saja makanan itu harum dan ditata dengan menarik, tetapi rasanya hambar karena kurang garam misalnya, atau terlalu banyak bumbu sehingga rasanya menjadi terlalu tajam. Sebaliknya, mungkin juga rasanya enak, tetapi sajiannya tidak terlihat menarik sehingga orang tidak tergoda untuk mencobanya. Sebuah restoran yang baik akan memperhatikan kualitas rasa dan sajian. Meski masakan itu memang untuk dimakan, tetapi ternyata untuk menikmati sebuah masakan secara maksimal kita harus melibatkan beberapa indra. Lidah untuk merasa, hidung untuk mencium dan tentu saja mata untuk melihat. Orang lain boleh saja mengatakan bahwa masakan di sebuah restoran itu enak, tetapi kita tidak akan pernah mengetahuinya dengan pasti apabila kita belum mencobanya sendiri.

Semua ini membawa saya kedalam sebuah perenungan hari ini akan kebaikan Tuhan. Anda mungkin sudah sering mendengar Pendeta mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Lewat renungan-renungan yang saya tulis pun tentu anda sudah sering membacanya. Tetapi kebaikan Tuhan itu tidak akan pernah anda ketahui dengan pasti apabila anda sendiri belum mengalami atau merasakan sendiri secara nyata dalam kehidupan anda. Kabar baiknya, Tuhan tidak menyatakan bahwa Dia hanya berbuat baik kepada sebagian orang tertentu saja, tetapi Tuhan mengundang siapapun untuk mengalami sendiri kebaikanNya yang begitu luar biasa.

Mari kita lihat apa kata Daud berikut ini: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (Mazmur 34:9). Dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan: "O taste and see that the Lord is good!" Oh, rasakan dan lihatlah betapa baiknya Tuhan! Seruan seperti ini tentu keluar dari orang yang bukan saja sudah banyak menyaksikan kebaikan Tuhan tetapi juga telah mengalami sendiri hal itu berulang-ulang. Dari apa kata Daud ini, saya menangkap rasa gemas yang berasal dari sebuah kerinduan besar agar orang lain pun bisa merasakan dan melihat langsung kebaikan Tuhan itu. Perhatikan bahwa Daud mengatakan kecaplah dan lihatlah, taste and see. Ini melibatkan lebih dari satu indera sekaligus. Dan seperti ilustrasi masakan di atas, untuk bisa menikmati masakan itu kita membutuhkan lebih dari satu indera saja dan harus mencoba atau merasakannya sendiri, bukan hanya dari kata orang saja. Seperti itu pula kebaikan Tuhan bisa kita rasakan. Bukan hanya dari kata Pendeta, bukan hanya dari tulisan-tulisan atau bahkan dari Alkitab saja, tetapi kita pun diundang untuk merasakan langsung kebaikan Tuhan secara nyata.

Perhatikanlah ayat berikut ini:"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya" (Nahum 1:7). Lihatlah besarnya kuasa Tuhan yang mampu melebihi akal mengatasi segala kemustahilan akan selalu membuat kita aman ketika berlindung di dalamnya. Ayat dalam Nahum ini paralel dengan seruan Daud lainnya. "TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mazmur 145:9). Sepanjang pasal 145 kita bisa menemukan banyak hal akan kemurahan dan kebaikan Tuhan yang ditulis oleh Daud. Lihatlah beberapa poin tentang kebaikan Tuhan yang ia nyatakan.
- "TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk."(ay 14)
- "..Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya" (ay 15)
- "Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup." (ay 16)
- "TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya." (ay 17)
- "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (ay 18)
- "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (ay 19)
Ini baru beberapa contoh saja, karena sesungguhnya Alkitab berbicara sangat banyak mengenai kebaikan Tuhan disetiap lembarnya.

(bersambung)

Taste and See (1)

Ayat bacaan: Mazmur 34:9a
=====================
"O, taste and see that Lord is good!"
'
taste and seePernahkah anda mampir ke sebuah rumah makan karena tertarik akan bau harum masakan yang keluar dari sana? Hari ini saya mengalaminya. Wangi masakan di tengah saya sedang lapar membuat saya tertarik untuk masuk ke sebuah rumah makan. Ketika dihidangkan makanan itu pun terlihat begitu menarik. Sajiannya ditata sedemikian rupa sehingga bisa menggoda selera makan siapapun yang melihatnya. Tapi seharum atau seindah apapun sajian itu terlihat, semua itu tidak akan sempurna apabila anda belum mencobanya, merasakan langsung dengan lidah anda apakah makanan itu benar enak atau tidak. Bisa saja makanan itu harum dan ditata dengan menarik, tetapi rasanya hambar karena kurang garam misalnya, atau terlalu banyak bumbu sehingga rasanya menjadi terlalu tajam. Sebaliknya, mungkin juga rasanya enak, tetapi sajiannya tidak terlihat menarik sehingga orang tidak tergoda untuk mencobanya. Sebuah restoran yang baik akan memperhatikan kualitas rasa dan sajian. Meski masakan itu memang untuk dimakan, tetapi ternyata untuk menikmati sebuah masakan secara maksimal kita harus melibatkan beberapa indra. Lidah untuk merasa, hidung untuk mencium dan tentu saja mata untuk melihat. Orang lain boleh saja mengatakan bahwa masakan di sebuah restoran itu enak, tetapi kita tidak akan pernah mengetahuinya dengan pasti apabila kita belum mencobanya sendiri.

Semua ini membawa saya kedalam sebuah perenungan hari ini akan kebaikan Tuhan. Anda mungkin sudah sering mendengar Pendeta mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Lewat renungan-renungan yang saya tulis pun tentu anda sudah sering membacanya. Tetapi kebaikan Tuhan itu tidak akan pernah anda ketahui dengan pasti apabila anda sendiri belum mengalami atau merasakan sendiri secara nyata dalam kehidupan anda. Kabar baiknya, Tuhan tidak menyatakan bahwa Dia hanya berbuat baik kepada sebagian orang tertentu saja, tetapi Tuhan mengundang siapapun untuk mengalami sendiri kebaikanNya yang begitu luar biasa.

Mari kita lihat apa kata Daud berikut ini: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (Mazmur 34:9). Dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan: "O taste and see that the Lord is good!" Oh, rasakan dan lihatlah betapa baiknya Tuhan! Seruan seperti ini tentu keluar dari orang yang bukan saja sudah banyak menyaksikan kebaikan Tuhan tetapi juga telah mengalami sendiri hal itu berulang-ulang. Dari apa kata Daud ini, saya menangkap rasa gemas yang berasal dari sebuah kerinduan besar agar orang lain pun bisa merasakan dan melihat langsung kebaikan Tuhan itu. Perhatikan bahwa Daud mengatakan kecaplah dan lihatlah, taste and see. Ini melibatkan lebih dari satu indera sekaligus. Dan seperti ilustrasi masakan di atas, untuk bisa menikmati masakan itu kita membutuhkan lebih dari satu indera saja dan harus mencoba atau merasakannya sendiri, bukan hanya dari kata orang saja. Seperti itu pula kebaikan Tuhan bisa kita rasakan. Bukan hanya dari kata Pendeta, bukan hanya dari tulisan-tulisan atau bahkan dari Alkitab saja, tetapi kita pun diundang untuk merasakan langsung kebaikan Tuhan secara nyata.

Perhatikanlah ayat berikut ini:"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya" (Nahum 1:7). Lihatlah besarnya kuasa Tuhan yang mampu melebihi akal mengatasi segala kemustahilan akan selalu membuat kita aman ketika berlindung di dalamnya. Ayat dalam Nahum ini paralel dengan seruan Daud lainnya. "TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mazmur 145:9). Sepanjang pasal 145 kita bisa menemukan banyak hal akan kemurahan dan kebaikan Tuhan yang ditulis oleh Daud. Lihatlah beberapa poin tentang kebaikan Tuhan yang ia nyatakan.
- "TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk."(ay 14)
- "..Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya" (ay 15)
- "Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup." (ay 16)
- "TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya." (ay 17)
- "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (ay 18)
- "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (ay 19)
Ini baru beberapa contoh saja, karena sesungguhnya Alkitab berbicara sangat banyak mengenai kebaikan Tuhan disetiap lembarnya.

(bersambung)

Selasa, 30 Agustus 2011

1 Spt


"Jangan takut mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."
(Kol 1:9-14; Luk 5:1-11)

" Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang
orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia
melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan
sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu
perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit
jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas
perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon:
"Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk
menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami
bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau
menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka
melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala
mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya
di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu
datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan
hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun
tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku,
karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang
bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka
tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang
menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai
dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka
menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala
sesuatu, lalu mengikut Yesus." (Luk 5:1-11), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Hidup terpanggil menjadi imam, bruder atau suster maupun aneka
jabatan atau fungsi dalam hidup dan kerja bersama hemat saya merupakan
pengembangan dan pendalaman aneka bakat dan keterampilan alias
anugerah Tuhan yang kita terima dalam kehidupan masa kanak-kanak dan
remaja kita di dalam keluarga maupun masyarakat. Mereka yang pada masa
dewasanya menjadi imam, bruder atau suster ataupun pejabat dan pegawai
rajin, tekun, bekerja keras, disiplin, cermat, kreatif, proaktif,
dst…pada umumnya sifat-sifat tersebut telah dididikkan atau dibiasakan
oleh orangtua maupun lingkungan hidupnya. Itulah yang terjadi dalam
diri para rasul dari penjala ikan ditingkatan menjadi penjala manusia.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa
mengutamakan atau mengedepankan keselamatan jiwa manusia dalam cara
hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Maka marilah
kita fungsikan bakat, keterampilan serta kecerdasan kita untuk hidup
dan bekerja demi keselamatan jiwa manusia. Kepada para pengusaha atau
mereka yang mempekerjakan manusia kami harapkan sungguh memperhatikan
keselamatan jiwa mereka; ingatlah dan hayati bahwa semakin mereka,
para pekerja, semakin selamat dan sejahtera hidupnya berarti akan
semakin sukses pula usaha anda. Hendaknya aneka macam usaha dan
kesibukan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia
daripada aneka macam  sarana-prasarana lainnya. Dekati dan sikapi
setiap manusia secara manusiawi serta cinta dengan segenap hati, jiwa,
akal budi dan tenaga/kekuatan.
•       "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita
ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki
penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kol 1:13-14). Kutipan ini
kiranya mengingatkan kita semua yang telah dibaptis, yaitu telah
dipersatukan dengan Yesus Kristus alias menjadi sahabat-sahabat Yesus
Kristus, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabda serta
meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Dengan kata lain kita
diharapkan hidup dalam 'terang', yang antara lain memiliki cirikhas
jujur, transparan, terbuka, disiplin, tertib, teratur dst.. ;
kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa menerangi
saudara-saudari kita, menjadi fasilitator bagi mereka, dst.. Maka
marilah kita mawas diri apakah kita sungguh hidup dalam 'terang',
senantiasa berbuat baik kepada sesama, serta tidak pernah mengewakan
mereka. Hidup dalam terang juga berarti hidup dijiwai oleh Roh Kudus,
sehingga kita memiliki dan menghayati keutamaan-keutamaan seperti
"kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23), sedangkan
hidup dalam kegelapan berarti dijiwai oleh roh jahat atau setan,
sehingga suka melakukan apa yang jahat, seperti "percabulan,
kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan,
roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya" (Gal
5:19-21). Kami harapkan hidup dalam 'terang' sedini mungkin dibiasakan
atau dididikkan bagi anak-anak di dalam keluarga dengan teladan
konkret dari orangtua atau bapak-ibu.
"TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah
menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih
setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah
melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi
TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan
bermazmurlah! Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan
lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring
bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN!" (Mzm 98:2-6)
Ign 1 September 2011

1 Spt


"Jangan takut mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."
(Kol 1:9-14; Luk 5:1-11)

" Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang
orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia
melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan
sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu
perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit
jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas
perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon:
"Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk
menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami
bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau
menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka
melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala
mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya
di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu
datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan
hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun
tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku,
karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang
bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka
tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang
menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai
dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka
menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala
sesuatu, lalu mengikut Yesus." (Luk 5:1-11), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Hidup terpanggil menjadi imam, bruder atau suster maupun aneka
jabatan atau fungsi dalam hidup dan kerja bersama hemat saya merupakan
pengembangan dan pendalaman aneka bakat dan keterampilan alias
anugerah Tuhan yang kita terima dalam kehidupan masa kanak-kanak dan
remaja kita di dalam keluarga maupun masyarakat. Mereka yang pada masa
dewasanya menjadi imam, bruder atau suster ataupun pejabat dan pegawai
rajin, tekun, bekerja keras, disiplin, cermat, kreatif, proaktif,
dst…pada umumnya sifat-sifat tersebut telah dididikkan atau dibiasakan
oleh orangtua maupun lingkungan hidupnya. Itulah yang terjadi dalam
diri para rasul dari penjala ikan ditingkatan menjadi penjala manusia.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa
mengutamakan atau mengedepankan keselamatan jiwa manusia dalam cara
hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Maka marilah
kita fungsikan bakat, keterampilan serta kecerdasan kita untuk hidup
dan bekerja demi keselamatan jiwa manusia. Kepada para pengusaha atau
mereka yang mempekerjakan manusia kami harapkan sungguh memperhatikan
keselamatan jiwa mereka; ingatlah dan hayati bahwa semakin mereka,
para pekerja, semakin selamat dan sejahtera hidupnya berarti akan
semakin sukses pula usaha anda. Hendaknya aneka macam usaha dan
kesibukan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia
daripada aneka macam  sarana-prasarana lainnya. Dekati dan sikapi
setiap manusia secara manusiawi serta cinta dengan segenap hati, jiwa,
akal budi dan tenaga/kekuatan.
•       "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita
ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki
penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kol 1:13-14). Kutipan ini
kiranya mengingatkan kita semua yang telah dibaptis, yaitu telah
dipersatukan dengan Yesus Kristus alias menjadi sahabat-sahabat Yesus
Kristus, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabda serta
meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Dengan kata lain kita
diharapkan hidup dalam 'terang', yang antara lain memiliki cirikhas
jujur, transparan, terbuka, disiplin, tertib, teratur dst.. ;
kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa menerangi
saudara-saudari kita, menjadi fasilitator bagi mereka, dst.. Maka
marilah kita mawas diri apakah kita sungguh hidup dalam 'terang',
senantiasa berbuat baik kepada sesama, serta tidak pernah mengewakan
mereka. Hidup dalam terang juga berarti hidup dijiwai oleh Roh Kudus,
sehingga kita memiliki dan menghayati keutamaan-keutamaan seperti
"kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23), sedangkan
hidup dalam kegelapan berarti dijiwai oleh roh jahat atau setan,
sehingga suka melakukan apa yang jahat, seperti "percabulan,
kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan,
roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya" (Gal
5:19-21). Kami harapkan hidup dalam 'terang' sedini mungkin dibiasakan
atau dididikkan bagi anak-anak di dalam keluarga dengan teladan
konkret dari orangtua atau bapak-ibu.
"TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah
menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih
setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah
melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi
TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan
bermazmurlah! Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan
lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring
bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN!" (Mzm 98:2-6)
Ign 1 September 2011

Proses Belajar

Ayat bacaan: Titus 3:14
==================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."

proses belajarAda sebuah pepatah asing yang mengatakan "Rome wasn't built in a day". Ini menggambarkan pentingnya sebuah proses belajar dalam kehidupan kita. Sebuah lukisan berasal sebuah kanvas kosong yang nantinya akan terus berisi dengan coretan-coretan sehingga menghasilkan karya seni yang indah. Seperti itu pula kita manusia yang pada akhirnya akan terbentuk sesuai dengan "coretan-coretan" apa yang menghiasi kanvas hidup kita. Yang jelas hidup butuh proses belajar yang tidak ada habisnya. Jika kita berhenti belajar maka kita pun berhenti bertumbuh. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ketika kita berhenti belajar maka kehidupan pun berhenti sampai disitu. Tidak peduli orang sepintar apapun, ia tidak akan bertambah baik apabila berhenti untuk belajar. Selalu ada hal-hal baru untuk kita pelajari, berbagai karya-karya inovatif terus berkembang lewat orang-orang yang selalu mau belajar. Tuhan memberikan kita kemampuan berpikir, Tuhan memberikan otak untuk diisi terus dengan hal-hal yang baik, otak yang kapasitasnya begitu luar biasa yang mampu menampung jauh di atas komputer yang kita gunakan sehari-hari, dan alangkah sayangnya jika semua itu tidak pernah atau jarang dipakai. Yang pasti, hidup adalah sebuah proses dimana belajar merupakan hal mutlak yang harus terus kita kembangkan selama kita masih berkesempatan untuk berjalan didalamnya.

Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia bisa melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus memanjakan anak anda dengan segala pemberian tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah Tuhan menyukai sebuah proses pembelajaran bagi kita anak-anakNya, dan itu semua demi kebaikan kita sendiri. Setiap langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Untuk bisa berhasil atau sukses dalam segala bidang kita tidak bisa hanya mengandalkan bakat saja, tetapi harus terus diasah dengan latihan atau belajar lebih dan lebih lagi. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.

Lihatlah bunyi Firman Tuhan berikut ini: "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Lihat disana ada kalimat "Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik", yang dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", dan itu berguna untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya pribadi, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini indah dan menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan ketika kita berhenti belajar maka kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.

Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup melakukan itu, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dipesankan Paulus dalam suratnya untuk Timotius: "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8).

Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita yang "kanvas"nya masih relatif lebih kosong dibanding kita. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dijalani dan selalu aman bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Kita harus melatih kerohanian mereka agar bisa terus bertumbuh semakin baik, sementara kita sendiri terus berproses melatih diri kita agar lebih baik lagi. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses pembelajaran dan latihan yang dilakukan secara terus menerus.

Menjalani proses memang seringkali tidak gampang. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.

Tuhan selalu menginginkan kita anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Ini pun harus melalui proses, tidak akan bisa kita capai hanya dalam sekejap mata saja. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Jangan berhenti, teruslah belajar selama kesempatan untuk itu masih ada.

Hidup adalah sebuah proses yang harus terus diisi dengan belajar

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Proses Belajar

Ayat bacaan: Titus 3:14
==================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."

proses belajarAda sebuah pepatah asing yang mengatakan "Rome wasn't built in a day". Ini menggambarkan pentingnya sebuah proses belajar dalam kehidupan kita. Sebuah lukisan berasal sebuah kanvas kosong yang nantinya akan terus berisi dengan coretan-coretan sehingga menghasilkan karya seni yang indah. Seperti itu pula kita manusia yang pada akhirnya akan terbentuk sesuai dengan "coretan-coretan" apa yang menghiasi kanvas hidup kita. Yang jelas hidup butuh proses belajar yang tidak ada habisnya. Jika kita berhenti belajar maka kita pun berhenti bertumbuh. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ketika kita berhenti belajar maka kehidupan pun berhenti sampai disitu. Tidak peduli orang sepintar apapun, ia tidak akan bertambah baik apabila berhenti untuk belajar. Selalu ada hal-hal baru untuk kita pelajari, berbagai karya-karya inovatif terus berkembang lewat orang-orang yang selalu mau belajar. Tuhan memberikan kita kemampuan berpikir, Tuhan memberikan otak untuk diisi terus dengan hal-hal yang baik, otak yang kapasitasnya begitu luar biasa yang mampu menampung jauh di atas komputer yang kita gunakan sehari-hari, dan alangkah sayangnya jika semua itu tidak pernah atau jarang dipakai. Yang pasti, hidup adalah sebuah proses dimana belajar merupakan hal mutlak yang harus terus kita kembangkan selama kita masih berkesempatan untuk berjalan didalamnya.

Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia bisa melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus memanjakan anak anda dengan segala pemberian tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah Tuhan menyukai sebuah proses pembelajaran bagi kita anak-anakNya, dan itu semua demi kebaikan kita sendiri. Setiap langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Untuk bisa berhasil atau sukses dalam segala bidang kita tidak bisa hanya mengandalkan bakat saja, tetapi harus terus diasah dengan latihan atau belajar lebih dan lebih lagi. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.

Lihatlah bunyi Firman Tuhan berikut ini: "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Lihat disana ada kalimat "Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik", yang dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", dan itu berguna untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya pribadi, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini indah dan menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan ketika kita berhenti belajar maka kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.

Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup melakukan itu, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dipesankan Paulus dalam suratnya untuk Timotius: "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8).

Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita yang "kanvas"nya masih relatif lebih kosong dibanding kita. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dijalani dan selalu aman bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Kita harus melatih kerohanian mereka agar bisa terus bertumbuh semakin baik, sementara kita sendiri terus berproses melatih diri kita agar lebih baik lagi. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses pembelajaran dan latihan yang dilakukan secara terus menerus.

Menjalani proses memang seringkali tidak gampang. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.

Tuhan selalu menginginkan kita anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Ini pun harus melalui proses, tidak akan bisa kita capai hanya dalam sekejap mata saja. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Jangan berhenti, teruslah belajar selama kesempatan untuk itu masih ada.

Hidup adalah sebuah proses yang harus terus diisi dengan belajar

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Senin, 29 Agustus 2011

31 Agt


"Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi"
(Kol 1:1-8; Luk 4:38-44)

"Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon.
Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus
supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu
menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan
itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua
orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita
bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka
masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga
setan-setan sambil berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia
dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka
berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias. Ketika hari
siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi
orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia
supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka:
"Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah
sebab untuk itulah Aku diutus." Dan Ia memberitakan Injil dalam
rumah-rumah ibadat di Yudea" (Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Ketika orang sukses dalam hidup dan kerja serta menerima pujian
banyak orang atas kesuksesannya, maka dan kemungkinan orang lupa pada
jati diri, entah pribadi maupun tugas panggilannya. Itulah kiranya
yang dialami oleh Yesus, ketika Ia membuat banyak mujizat dapat
terjadi kesalahfahaman di antara para pendengar atau pengikutNya. Para
pendengar atau pengikutNya belum sepenuhnya dapat memahami dan
menerima Dia sebenarnya, maka ketika setan membuka jati diriNya yang
sebenarnya Yesus merasa 'tidak aman'. "Tidak aman" yang kami maksudkan
adalah Yesus akan dibatasi ruang gerak dan pelayananNya, yaitu sebagai
orang sakti atau 'dukun', padahal Ia memiliki tugas pengutusan untuk
'memberitakan Injil Kerajaan Allah'. Maka Ia berusaha menyendiri untuk
berdoa guna mempertahakan dan memperteguh jati diriNya sebagai
'pemberita Injil Kerajaan Allah'. Kami mengajak dan mengingatkan kita
semua untuk mawas diri perihal jatidiri kita masing-masing. Pada
hari-hari libur dalam rangka merayakan Idul Fitri ini kiranya kita
juga meninggalkan tugas pekerjaan kita sehari-hari, entah tugas
belajar atau bekerja, dan bertemu dengan sanak-saudara dan
handai-taulan. Dalam kesempatan macam ini kiranya masing-masing dari
kita menyadari diri sebagai cucu, anak, orangtua atau kakek-nenek.
Maka baiklah hal ini kita hayati sebagai kesempatan untuk memperteguh
dan memperkuat jati diri kita sebagai cucu, anak, orangtua atau
kakek-nenek, serta menyadari dan menghayati tugas dan fungsi
masing-masing dalam kehidupan bersama atau membangun dan memperdalam
persaudaraan/persahabatan sejati, sehingga kebersamaan hidup dapat
menjadi 'warta gembira' bagi siapapun. Marilah kita hayati bahwa kita
bertemu dengan saudara dan handai-taulan sebagai kesempatan untuk
saling menggembirakan dan menyelamatkan.
•       "Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, karena kami telah
mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu
terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan
bagi kamu di sorga." (Kol 1:3-5a). Marilah kita meneladan Paulus yang
'selalu mengucap syukur kepada Allah' serta berdoa bagi
saudara-saudari dan handai-taulan kita. Kita bersyukur dan berterima
kasih kepada Allah, karena kita telah dianugerahi hidup serta aneka
macam sarana-prasarana yang kita butuhkan untuk hidup dan kerja kita.
Dalam keadaan atau kondisi dan situasi apapun hendaknya senantiasa
bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, dan tentu saja syukur dan
terima kasih ini kita wujudkan terhadap saudara-saudari kita, sehingga
kita saling bersyukur dan berterima kasih satu sama lain. "Saat sukses
kita bersyukur, saat gagal pun kita bersyukur. Sesungguhnya kekayaan
dan kebahagiaan sejati ada di dalam rasa bersyukur" (Andrie Wongso).
Syukur kita terhadap sesama dapat kita wujudkan dengan berbuat baik
kepada mereka dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun, entah
dengan memperhatikan, membantu atau mendoakan. Kita juga dipanggil
untuk saling mendoakan, maka baiklah di masa liburan Idul Fitri ini
kalau tidak mungkin bertemu  dengan saudara dan handai-taulan, entah
karena tugas, kesibukan atau alasan lain, marilah kita mendoakannya.
Orangtua atau kakek-nenek mendoakan anak-anak atau cucu-cucunya,
sebaliknya anak-anak atau cucu-cucu mendoakan orangtua atau
kakek-neneknya. Kebiasaan berdoa dan saling mendoakan di masa Puasa
atau bulan suci hendaknya terus ditingkatkan dan diperdalam di dalam
kesibukan sehari-hari. Ingatlah dan hayati bahwa berdoa merupakan
salah satu cirikhas hidup beragama atau beriman.
"Aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku
percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya. Aku
hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang
bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan
orang-orang yang Kaukasihi!"
(Mzm 52:10-11)
Ign 31 Agustus 2011

31 Agt


"Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi"
(Kol 1:1-8; Luk 4:38-44)

"Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon.
Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus
supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu
menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan
itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua
orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita
bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka
masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga
setan-setan sambil berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia
dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka
berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias. Ketika hari
siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi
orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia
supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka:
"Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah
sebab untuk itulah Aku diutus." Dan Ia memberitakan Injil dalam
rumah-rumah ibadat di Yudea" (Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Ketika orang sukses dalam hidup dan kerja serta menerima pujian
banyak orang atas kesuksesannya, maka dan kemungkinan orang lupa pada
jati diri, entah pribadi maupun tugas panggilannya. Itulah kiranya
yang dialami oleh Yesus, ketika Ia membuat banyak mujizat dapat
terjadi kesalahfahaman di antara para pendengar atau pengikutNya. Para
pendengar atau pengikutNya belum sepenuhnya dapat memahami dan
menerima Dia sebenarnya, maka ketika setan membuka jati diriNya yang
sebenarnya Yesus merasa 'tidak aman'. "Tidak aman" yang kami maksudkan
adalah Yesus akan dibatasi ruang gerak dan pelayananNya, yaitu sebagai
orang sakti atau 'dukun', padahal Ia memiliki tugas pengutusan untuk
'memberitakan Injil Kerajaan Allah'. Maka Ia berusaha menyendiri untuk
berdoa guna mempertahakan dan memperteguh jati diriNya sebagai
'pemberita Injil Kerajaan Allah'. Kami mengajak dan mengingatkan kita
semua untuk mawas diri perihal jatidiri kita masing-masing. Pada
hari-hari libur dalam rangka merayakan Idul Fitri ini kiranya kita
juga meninggalkan tugas pekerjaan kita sehari-hari, entah tugas
belajar atau bekerja, dan bertemu dengan sanak-saudara dan
handai-taulan. Dalam kesempatan macam ini kiranya masing-masing dari
kita menyadari diri sebagai cucu, anak, orangtua atau kakek-nenek.
Maka baiklah hal ini kita hayati sebagai kesempatan untuk memperteguh
dan memperkuat jati diri kita sebagai cucu, anak, orangtua atau
kakek-nenek, serta menyadari dan menghayati tugas dan fungsi
masing-masing dalam kehidupan bersama atau membangun dan memperdalam
persaudaraan/persahabatan sejati, sehingga kebersamaan hidup dapat
menjadi 'warta gembira' bagi siapapun. Marilah kita hayati bahwa kita
bertemu dengan saudara dan handai-taulan sebagai kesempatan untuk
saling menggembirakan dan menyelamatkan.
•       "Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, karena kami telah
mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu
terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan
bagi kamu di sorga." (Kol 1:3-5a). Marilah kita meneladan Paulus yang
'selalu mengucap syukur kepada Allah' serta berdoa bagi
saudara-saudari dan handai-taulan kita. Kita bersyukur dan berterima
kasih kepada Allah, karena kita telah dianugerahi hidup serta aneka
macam sarana-prasarana yang kita butuhkan untuk hidup dan kerja kita.
Dalam keadaan atau kondisi dan situasi apapun hendaknya senantiasa
bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, dan tentu saja syukur dan
terima kasih ini kita wujudkan terhadap saudara-saudari kita, sehingga
kita saling bersyukur dan berterima kasih satu sama lain. "Saat sukses
kita bersyukur, saat gagal pun kita bersyukur. Sesungguhnya kekayaan
dan kebahagiaan sejati ada di dalam rasa bersyukur" (Andrie Wongso).
Syukur kita terhadap sesama dapat kita wujudkan dengan berbuat baik
kepada mereka dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun, entah
dengan memperhatikan, membantu atau mendoakan. Kita juga dipanggil
untuk saling mendoakan, maka baiklah di masa liburan Idul Fitri ini
kalau tidak mungkin bertemu  dengan saudara dan handai-taulan, entah
karena tugas, kesibukan atau alasan lain, marilah kita mendoakannya.
Orangtua atau kakek-nenek mendoakan anak-anak atau cucu-cucunya,
sebaliknya anak-anak atau cucu-cucu mendoakan orangtua atau
kakek-neneknya. Kebiasaan berdoa dan saling mendoakan di masa Puasa
atau bulan suci hendaknya terus ditingkatkan dan diperdalam di dalam
kesibukan sehari-hari. Ingatlah dan hayati bahwa berdoa merupakan
salah satu cirikhas hidup beragama atau beriman.
"Aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku
percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya. Aku
hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang
bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan
orang-orang yang Kaukasihi!"
(Mzm 52:10-11)
Ign 31 Agustus 2011

Mental Juara

Ayat bacaan: Roma 8:37
===================
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."

mental juaraDari semua lomba lari, bagi saya yang paling menegangkan adalah lomba lari 100 meter. Jarak seperti itu terbilang sangat pendek bagi para jago lari, sehingga perbedaan ketika finish bisa begitu tipis, hingga nol koma nol sekian detik. Ketepatan saat start, rentang kaki dalam berlari bahkan posisi tubuh akan sangat menentukan dalam mencapai kemenangan. Jika lomba lari 100 meter itu singkat, kebalikannya adalah marathon. Jarak yang ditempuh luar biasa panjangnya, mencapai 42,195 km. Waktu yang ditempuh bisa sekitar dua jam setengah bagi para pelari maraton kelas dunia, dan itu bukanlah waktu yang singkat. Bayangkan betapa melelahkannya berlari dan terus berlari selama dua hingga tiga jam untuk menempuh jarak puluhan kilometer seperti itu. Stamina jelas merupakan faktor penting disini, juga pengaturan ritme berlari dengan tidak memforsir tenaga sejak awal. Maraton pun merupakan salah satu olah raga yang sudah sangat tua umurnya. Para ahli sejarah menelusuri dan menemukan bahwa olah raga ini sudah ada sejak ratusan tahun Sebelum Masehi. Apapun bentuk lomba larinya, berapa pun pesertanya, pemenang pertama yang menyentuh garis finish hanya satu orang. Skill, stamina, daya tahan, tenaga, semua itu penting, tetapi jangan lupa bahwa seringkali mental juara punya peran yang sangat menentukan dalam menjadi pemenang.

Olahragawan tentu ingin mengukir prestasinya sebagai yang terdepan di bidangnya masing-masing. Tidak ada satupun olahragawan yang bersiap untuk kalah bukan? Semua berlomba untuk menang. Tidak hanya atlit, tetapi dalam kehidupan kita masing-masing kitapun ingin mengukir prestasi setinggi mungkin. Karir, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya, semua itu merupakan "gelanggang-gelanggang" yang kita jalani untuk bisa mengukir prestasi. Tidak mudah memang untuk itu, karena dibutuhkan kerja keras, semangat dan ketekunan agar bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan. Perjuangan untuk itu bisa jadi sangat berat. Lihatlah bagaimana para atlit menghabiskan hari-harinya. Mereka harus menata porsi makan mereka, harus bangun pagi-pagi benar dan terus berlatih. Pola dan jadwal latihan mereka mungkin sangat menjenuhkan bagi kita. Pengorbanan tenaga, waktu dan kesenangan-kesenangan pribadi pun menjadi harga yang harus dibayar untuk berhasil. Tanpa itu maka jangan harap prestasi mampu diraih.

Apakah Paulus sempat menjadi atlit, atau hobi olah raga, atau merupakan pengamat olah raga? Entahlah. Tapi yang pasti Paulus banyak mengambil perumpamaan lewat beberapa jenis olah raga. Lari merupakan satu diantaranya. Lihat apa kata Paulus berikut: "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Paulus mengingatkan hal ini karena dia tahu persis bahwa hidup ini bagaikan sebuah perlombaan. Life is indeed a race. Tidak semua orang mampu mencapai garis finish dan keluar sebagai pemenang. Seperti itulah Paulus menggambarkan kehidupan iman kita. Perjuangan yang harus dihadapi sepanjang hidup tidaklah mudah. Selalu saja ada hambatan atau halangan yang harus kita lewati, dan itu bukan hal yang sepele. Sedikit saja lengah kita bisa terjatuh dan gagal untuk mencapai garis akhir. "Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya." Demikian kata Paulus.

Dalam menghadapi perlombaan dalam kehidupan kerohanian kita, seperti apakah hadiah yang disediakan bagi pemenang? Mari kita baca kelanjutan kata-kata Paulus diatas. "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (ay 25). Ada mahkota yang disediakan Tuhan buat kita. Bukan sebuah mahkota yang fana seperti segala bentuk mahkota yang bisa kita miliki di dunia ini, melainkan sebuah MAHKOTA YANG ABADI. Inilah mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada siapapun yang mengasihi Dia dan mampu menghadapi rintangan-rintangan hingga mencapai garis akhir sebagai pemenang. Tidak saja Paulus, tapi Yakobus pun menyatakan hal yang sama. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).

Mental juara pun menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan kita dalam melewati segala tantangan. Betapa seringnya kita menyaksikan para atlit atau tim yang sebenarnya punya skill tinggi dan mampu bermain baik, tetapi mereka gagal karena tidak punya mental juara. Karena itu, kita pun harus terus membangun mental seperti seorang juara sedini mungkin. Bagaimana caranya? Ada ayat yang sangat baik untuk kita renungkan agar mental juara ini bisa tumbuh dalam diri kita. Sebuah ayat yang menggambarkan seperti apa hakekat kita yang sebenarnya. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Kita harus tahu dengan benar seperti apa kita telah diciptakan Tuhan dan apa makna dari pengorbanan Kristus sehingga kita bisa dilayakkan untuk memperoleh mahkota kehidupan kelak di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan sasaran, atau arah kita harus pula jelas. Kita lihat Paulus kemudian melanjutkan suratnya dengan: "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul." (1 Korintus 9:26). Kita harus tetap fokus kepada tujuan akhir, tidak mengumbar waktu, tenaga dan pikiran kita untuk hal-hal yang sia-sia. Fokus kita, tujuan dan arah yang ingin dicapai haruslah jelas. Mental juara jelas dibutuhkan untuk itu. Ingat bahwa ada mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan bagi kita. Karena itu, apapun kondisi dan situasi yang sedang dan akan anda hadapi, tetaplah fokus dan teruslah berjuang, Keep running on the right track, jangan melenceng sedikitpun, dan berlombalah sebaik-baiknya. Jangan terus menerus menoleh ke belakang, melihat berbagai kegagalan di masa lalu yang akan memperlambat laju kita untuk mencapai garis finish, bahkan mungkin bisa menjadikan kita gagal. "Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Perlombaan sesungguhnya sedang kita hadapi, dan tidak semua orang bisa mencapai garis kemenangan dan memperoleh mahkota abadi. Teruslah berjuang, dan jadilah pemenang.

Seperti seorang atlit, larilah dengan mental juara untuk memperoleh mahkota yang dijanjikan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Mental Juara

Ayat bacaan: Roma 8:37
===================
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."

mental juaraDari semua lomba lari, bagi saya yang paling menegangkan adalah lomba lari 100 meter. Jarak seperti itu terbilang sangat pendek bagi para jago lari, sehingga perbedaan ketika finish bisa begitu tipis, hingga nol koma nol sekian detik. Ketepatan saat start, rentang kaki dalam berlari bahkan posisi tubuh akan sangat menentukan dalam mencapai kemenangan. Jika lomba lari 100 meter itu singkat, kebalikannya adalah marathon. Jarak yang ditempuh luar biasa panjangnya, mencapai 42,195 km. Waktu yang ditempuh bisa sekitar dua jam setengah bagi para pelari maraton kelas dunia, dan itu bukanlah waktu yang singkat. Bayangkan betapa melelahkannya berlari dan terus berlari selama dua hingga tiga jam untuk menempuh jarak puluhan kilometer seperti itu. Stamina jelas merupakan faktor penting disini, juga pengaturan ritme berlari dengan tidak memforsir tenaga sejak awal. Maraton pun merupakan salah satu olah raga yang sudah sangat tua umurnya. Para ahli sejarah menelusuri dan menemukan bahwa olah raga ini sudah ada sejak ratusan tahun Sebelum Masehi. Apapun bentuk lomba larinya, berapa pun pesertanya, pemenang pertama yang menyentuh garis finish hanya satu orang. Skill, stamina, daya tahan, tenaga, semua itu penting, tetapi jangan lupa bahwa seringkali mental juara punya peran yang sangat menentukan dalam menjadi pemenang.

Olahragawan tentu ingin mengukir prestasinya sebagai yang terdepan di bidangnya masing-masing. Tidak ada satupun olahragawan yang bersiap untuk kalah bukan? Semua berlomba untuk menang. Tidak hanya atlit, tetapi dalam kehidupan kita masing-masing kitapun ingin mengukir prestasi setinggi mungkin. Karir, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya, semua itu merupakan "gelanggang-gelanggang" yang kita jalani untuk bisa mengukir prestasi. Tidak mudah memang untuk itu, karena dibutuhkan kerja keras, semangat dan ketekunan agar bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan. Perjuangan untuk itu bisa jadi sangat berat. Lihatlah bagaimana para atlit menghabiskan hari-harinya. Mereka harus menata porsi makan mereka, harus bangun pagi-pagi benar dan terus berlatih. Pola dan jadwal latihan mereka mungkin sangat menjenuhkan bagi kita. Pengorbanan tenaga, waktu dan kesenangan-kesenangan pribadi pun menjadi harga yang harus dibayar untuk berhasil. Tanpa itu maka jangan harap prestasi mampu diraih.

Apakah Paulus sempat menjadi atlit, atau hobi olah raga, atau merupakan pengamat olah raga? Entahlah. Tapi yang pasti Paulus banyak mengambil perumpamaan lewat beberapa jenis olah raga. Lari merupakan satu diantaranya. Lihat apa kata Paulus berikut: "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Paulus mengingatkan hal ini karena dia tahu persis bahwa hidup ini bagaikan sebuah perlombaan. Life is indeed a race. Tidak semua orang mampu mencapai garis finish dan keluar sebagai pemenang. Seperti itulah Paulus menggambarkan kehidupan iman kita. Perjuangan yang harus dihadapi sepanjang hidup tidaklah mudah. Selalu saja ada hambatan atau halangan yang harus kita lewati, dan itu bukan hal yang sepele. Sedikit saja lengah kita bisa terjatuh dan gagal untuk mencapai garis akhir. "Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya." Demikian kata Paulus.

Dalam menghadapi perlombaan dalam kehidupan kerohanian kita, seperti apakah hadiah yang disediakan bagi pemenang? Mari kita baca kelanjutan kata-kata Paulus diatas. "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (ay 25). Ada mahkota yang disediakan Tuhan buat kita. Bukan sebuah mahkota yang fana seperti segala bentuk mahkota yang bisa kita miliki di dunia ini, melainkan sebuah MAHKOTA YANG ABADI. Inilah mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada siapapun yang mengasihi Dia dan mampu menghadapi rintangan-rintangan hingga mencapai garis akhir sebagai pemenang. Tidak saja Paulus, tapi Yakobus pun menyatakan hal yang sama. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).

Mental juara pun menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan kita dalam melewati segala tantangan. Betapa seringnya kita menyaksikan para atlit atau tim yang sebenarnya punya skill tinggi dan mampu bermain baik, tetapi mereka gagal karena tidak punya mental juara. Karena itu, kita pun harus terus membangun mental seperti seorang juara sedini mungkin. Bagaimana caranya? Ada ayat yang sangat baik untuk kita renungkan agar mental juara ini bisa tumbuh dalam diri kita. Sebuah ayat yang menggambarkan seperti apa hakekat kita yang sebenarnya. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Kita harus tahu dengan benar seperti apa kita telah diciptakan Tuhan dan apa makna dari pengorbanan Kristus sehingga kita bisa dilayakkan untuk memperoleh mahkota kehidupan kelak di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan sasaran, atau arah kita harus pula jelas. Kita lihat Paulus kemudian melanjutkan suratnya dengan: "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul." (1 Korintus 9:26). Kita harus tetap fokus kepada tujuan akhir, tidak mengumbar waktu, tenaga dan pikiran kita untuk hal-hal yang sia-sia. Fokus kita, tujuan dan arah yang ingin dicapai haruslah jelas. Mental juara jelas dibutuhkan untuk itu. Ingat bahwa ada mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan bagi kita. Karena itu, apapun kondisi dan situasi yang sedang dan akan anda hadapi, tetaplah fokus dan teruslah berjuang, Keep running on the right track, jangan melenceng sedikitpun, dan berlombalah sebaik-baiknya. Jangan terus menerus menoleh ke belakang, melihat berbagai kegagalan di masa lalu yang akan memperlambat laju kita untuk mencapai garis finish, bahkan mungkin bisa menjadikan kita gagal. "Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Perlombaan sesungguhnya sedang kita hadapi, dan tidak semua orang bisa mencapai garis kemenangan dan memperoleh mahkota abadi. Teruslah berjuang, dan jadilah pemenang.

Seperti seorang atlit, larilah dengan mental juara untuk memperoleh mahkota yang dijanjikan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Minggu, 28 Agustus 2011

30 Agts


"Alangkah hebatnya perkataan ini!"
(1Tes 5:1-6.9-11; Luk 4:31-37)

"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu
mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar
pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat
itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara
keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami?
Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang
Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam,
keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke
tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali
tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang
kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab
dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat
dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke
mana-mana di daerah itu"(Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira
hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Orang yang banyak kerja dan sedikit bicara pada umumnya apa yang
dikatakan sungguh bermakna dan berkuasa, sebaliknya orang yang banyak
bicara sedikit bekerja maka apa yang dikatakan bagaikan angin berlalu
saja. Kata-kata yang keluar sungguh bermakna dan berkuasa, karena apa
yang dikatakan pada umumya juga dihayati, dengan kata lain kata-kata
yang keluar dari mulutnya merupakan luapan isi hati dan pengalamannya.
Itulah kiranya yang terjadi dalam diri Yesus Penyelamat Dunia:
sabdaNya dengan penuh wibawa mengusir setan atau roh jahat, sehingga
mereka yang menyaksikanNya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini!
Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh
jahat dan mereka pun keluar". Kita semua yang beriman kepadaNya
dipanggil untuk meneladanNya, maka marilah dengan bantuan rahmatNya
kita dengan rendah hati berusaha. Hendaknya dalam berkata-kata tidak
asal-asalan saja, melainkan kata yang keluar melalui mulut sungguh
merupakan luapan isi hati yang beriman, sehingga kata-kata tersebut
merupakan bisikan Roh Kudus. Kata-kata yang dijiwai oleh Roh Kudus,
sebagaimana yang disampaikan oleh para gembala kita, Paus maupun Uskup
bewibawa dan berkuasa mempengaruhi atau menjiwai cara hidup dan cara
bertindak kita. Untuk itu kita harus tidak melupakan hidup doa,
meditasi atau kontemplasi, merenungkan sabda-sabda Tuhan sebagaimana
tertulis di dalam Kitab Suci. Biarlah sabda Tuhan akhirnya juga
menjadi milik kita, sehingga kata-kata yang keluar dari mulut kita
juga merupakan 'sabda Tuhan'.
•       "Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk
beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang sudah mati
untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita
hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan
yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu
lakukan." (1Tes 5:9-11). Sebagai sesama umat beriman kita dipanggil
untuk saling menasihati, yang berarti saling bertukaran atau membagi
pengalaman iman. Secara kebetulan hari ini adalah Hari Raya Idul
Fitri, hari kemenangan bagi saudara-saudari kita yang baru saja
selesai menghayati puasa dalam waktu satu bulan. Hari ini kiranya kita
juga terlibat dalam saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan
menceriterakan pengalaman iman, apalagi bagi kita yang sudah cukup
lama tidak bertemu dengan saudara-saudari atau handai-taulan. Kami
percaya dalam saling memberi salam, bertemu dan bercakap-cakap di hari
raya hari ini, kita saling menyampaikan pengalaman yang baik, sehingga
terjadilah persaudaraan sejati yang mempesona, menarik dan memikat.
Maka kami berharap pengalaman hari ini tidak berlalu begitu saja,
melainkan terus menerus diperdalam dan diperkembangkan dalam hidup
sehari-hari di kemudian hari. Marilah kita bangun, perdalam dan
perkembangkan persaudaraan umat beriman, antar agama, dalam cara hidup
dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Allah
menghendaki kita tidak akan ditimpa malapetaka atau celaka, melainkan
bahagia dan selamat, maka hendaknya kita saling membahagiakan dan
menyelamatkan.  Kepada saudara-saudari kita yang suka menyendiri, kami
harapkan untuk membuka diri dan bergaul dengan saudara-saudari yang
lain. Ingatlah jika kita hidup menyendiri pasti akan celaka atau
menemui malapetaka. Kebersamaan hidup yang dijiwai oleh cintakasih
akan merupakan cara merasul tersendiri, maka marilah kita bangun
kebersamaan hidup dimanapun kita berada.
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri
orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah
hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"
(Mzm 27:13-14) "SELAMAT IDUL FITRI, 1 SYAWAL 1432 H"
Ign 30 Agustus 2011

30 Agts


"Alangkah hebatnya perkataan ini!"
(1Tes 5:1-6.9-11; Luk 4:31-37)

"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu
mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar
pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat
itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara
keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami?
Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang
Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam,
keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke
tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali
tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang
kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab
dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat
dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke
mana-mana di daerah itu"(Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira
hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Orang yang banyak kerja dan sedikit bicara pada umumnya apa yang
dikatakan sungguh bermakna dan berkuasa, sebaliknya orang yang banyak
bicara sedikit bekerja maka apa yang dikatakan bagaikan angin berlalu
saja. Kata-kata yang keluar sungguh bermakna dan berkuasa, karena apa
yang dikatakan pada umumya juga dihayati, dengan kata lain kata-kata
yang keluar dari mulutnya merupakan luapan isi hati dan pengalamannya.
Itulah kiranya yang terjadi dalam diri Yesus Penyelamat Dunia:
sabdaNya dengan penuh wibawa mengusir setan atau roh jahat, sehingga
mereka yang menyaksikanNya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini!
Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh
jahat dan mereka pun keluar". Kita semua yang beriman kepadaNya
dipanggil untuk meneladanNya, maka marilah dengan bantuan rahmatNya
kita dengan rendah hati berusaha. Hendaknya dalam berkata-kata tidak
asal-asalan saja, melainkan kata yang keluar melalui mulut sungguh
merupakan luapan isi hati yang beriman, sehingga kata-kata tersebut
merupakan bisikan Roh Kudus. Kata-kata yang dijiwai oleh Roh Kudus,
sebagaimana yang disampaikan oleh para gembala kita, Paus maupun Uskup
bewibawa dan berkuasa mempengaruhi atau menjiwai cara hidup dan cara
bertindak kita. Untuk itu kita harus tidak melupakan hidup doa,
meditasi atau kontemplasi, merenungkan sabda-sabda Tuhan sebagaimana
tertulis di dalam Kitab Suci. Biarlah sabda Tuhan akhirnya juga
menjadi milik kita, sehingga kata-kata yang keluar dari mulut kita
juga merupakan 'sabda Tuhan'.
•       "Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk
beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang sudah mati
untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita
hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan
yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu
lakukan." (1Tes 5:9-11). Sebagai sesama umat beriman kita dipanggil
untuk saling menasihati, yang berarti saling bertukaran atau membagi
pengalaman iman. Secara kebetulan hari ini adalah Hari Raya Idul
Fitri, hari kemenangan bagi saudara-saudari kita yang baru saja
selesai menghayati puasa dalam waktu satu bulan. Hari ini kiranya kita
juga terlibat dalam saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan
menceriterakan pengalaman iman, apalagi bagi kita yang sudah cukup
lama tidak bertemu dengan saudara-saudari atau handai-taulan. Kami
percaya dalam saling memberi salam, bertemu dan bercakap-cakap di hari
raya hari ini, kita saling menyampaikan pengalaman yang baik, sehingga
terjadilah persaudaraan sejati yang mempesona, menarik dan memikat.
Maka kami berharap pengalaman hari ini tidak berlalu begitu saja,
melainkan terus menerus diperdalam dan diperkembangkan dalam hidup
sehari-hari di kemudian hari. Marilah kita bangun, perdalam dan
perkembangkan persaudaraan umat beriman, antar agama, dalam cara hidup
dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Allah
menghendaki kita tidak akan ditimpa malapetaka atau celaka, melainkan
bahagia dan selamat, maka hendaknya kita saling membahagiakan dan
menyelamatkan.  Kepada saudara-saudari kita yang suka menyendiri, kami
harapkan untuk membuka diri dan bergaul dengan saudara-saudari yang
lain. Ingatlah jika kita hidup menyendiri pasti akan celaka atau
menemui malapetaka. Kebersamaan hidup yang dijiwai oleh cintakasih
akan merupakan cara merasul tersendiri, maka marilah kita bangun
kebersamaan hidup dimanapun kita berada.
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri
orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah
hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"
(Mzm 27:13-14) "SELAMAT IDUL FITRI, 1 SYAWAL 1432 H"
Ign 30 Agustus 2011

29Agt


 "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!"
(Yer 1:17-19; Mrk 6:17-29)

"Memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan
membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri
Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri.
Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil
isteri saudaramu!" Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan
bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan
akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan
suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes,
hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga
mendengarkan dia. Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi
Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan
untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang
terkemuka di Galilea. Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil
lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja
berkata kepada gadis itu: "Minta dari padaku apa saja yang kauingini,
maka akan kuberikan kepadamu!", lalu bersumpah kepadanya: "Apa saja
yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari
kerajaanku!" Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: "Apa yang harus
kuminta?" Jawabnya: "Kepala Yohanes Pembaptis!" Maka cepat-cepat ia
pergi kepada raja dan meminta: "Aku mau, supaya sekarang juga engkau
berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!" Lalu
sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena
tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang
pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu
pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu
di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu
memberikannya pula kepada ibunya. Ketika murid-murid Yohanes mendengar
hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya
dalam kuburan." (Mrk 6:17-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Yohanes Pembaptis hari ini, saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Mereka yang memiliki jabatan strategis dalam hidup dan kerja
bersama, entah dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara maupun
menggereja, sering dengan mudah memanfaatkan kuasa atau wewenangnya
untuk melakukan korupsi alias merampas hnk orang lain seenaknya.
Itulah yang juga dilakukan oleh Herodes, raja, yang gila harta benda,
jabatan dan kehormatan duniawi, merampas isteri saudaranya. Memang
orang yang berkedudukan dan kaya akan harta benda sering dengan mudah
untuk menyeleweng dan berselingkuh. Hari ini kita kenangkan St.Yohanes
Pembaptis, yang dengan berani menegor Herodes, karena ia merampas
isteri saudaranya. Sikap mental kenabian itulah yang hendaknya kita
hayati sebagai orang beriman, meneladan St.Yohanes Pembaptis. Bentuk
perampasan hak orang lain pada masa kini yang sungguh memprihatinkan
ialah korupsi. Korupsi adalah tindakan pembusukan hidup bersama, maka
masyarakat, bangsa atau Negara yang masih sarat dengan korupsi berarti
busuk alias tidak sedap. Marilah kita hayati panggilan kenabian kita
dengan tidak melakukan korupsi sedirkitpun berani memberantas korupsi
dalam lingkungan hidup dan kerja kita. Memang untuk itu ada
kemungkinan kita akan dibenci atau disingkirkan seperti Yohanes
Pembaptis. Sekali lagi saya ingatkan dan ajak para pengelola dan
pelaksana pendidikan di sekolah untuk memberlakukan 'dilarang
menyontek dalam ulangan maupun ujian' bagi para peserta didik.
Menyontek merupakan pendidikan korupsi, maka membiarkan para peserta
didik berarti mendidik atau melatih mereka untuk berkorupsi alias
melanggengkan korupsi yang masih marak pada masa kini. Sungguh
memprihatinkan bahwa mereka yang berjanji untuk melayani dan
memperjuangkan rakyat melakukan korupsi, seperti para anggota DPR
maupun para pejabat pemerintah. Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan, yang seharusnya membina rakyat agar berbudi pekerti luhur,
juga tak lepas dari korupsi, atau bahkan jika dicermati secara teliti
hemat saya di dalam dua departemen inilah tindakan korupsi yang paling
besar
•       "Engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah
kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar
terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan
mereka!" (Yer 1:17), demikian firman Tuhan kepada Yeremia. Yeremia
adalah nabi, tugas dan panggilan seorang nabi adalah meneruskan atau
menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diterima dari Allah alias
menjadi 'corong/suara kehendak Allah'. Kehendak Allah dalam hidup dan
kerja kita sehari-hari antara lain diterjemahkan ke dalam aneka tata
tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita
masing-masing,maka marilah kita hayati atau laksanakan tata tertib
yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan pribadi kita dengan
segenap hati, jiwa, akal budi dan  tubuh/tenaga. Pertama-tama dan
terutama saya pribadi harus menjadi saksi penghayatan tata tertib,
sehingga layak disebut sebagai pribadi tertib, jujur dan disiplin
dalam hidup dan kerja. Jika saya demikian adanya maka saya tidak akan
takut dan tidak gentar untuk menyuarakan kebenaran-kebenaran,
mengingatkan saudara-saudari kita akan taat dan setia pada tata
tertib. Sekali lagi saya mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk
sedini mungkin mendidik dan membina anak-anak untuk tertib, jujur dan
disiplin dalam hidup sehari-hari, dan tentu saja dengan teladan
konkret orangtua atau bapak-ibu sendiri. Bapak-ibu hendaknya menjadi
teladan kesetiaan pada janji perkawinan, dengan setia saling mengasihi
satu sama lain, baik dalam sehat maupun sakit, untung atau malang
sampai mati.
"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat
malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu,
sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah
bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk
menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku. Ya
Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik" (Mzm 71:1-4a)
Ign 29 Agustus 2011

29Agt


 "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!"
(Yer 1:17-19; Mrk 6:17-29)

"Memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan
membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri
Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri.
Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil
isteri saudaramu!" Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan
bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan
akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan
suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes,
hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga
mendengarkan dia. Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi
Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan
untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang
terkemuka di Galilea. Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil
lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja
berkata kepada gadis itu: "Minta dari padaku apa saja yang kauingini,
maka akan kuberikan kepadamu!", lalu bersumpah kepadanya: "Apa saja
yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari
kerajaanku!" Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: "Apa yang harus
kuminta?" Jawabnya: "Kepala Yohanes Pembaptis!" Maka cepat-cepat ia
pergi kepada raja dan meminta: "Aku mau, supaya sekarang juga engkau
berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!" Lalu
sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena
tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang
pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu
pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu
di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu
memberikannya pula kepada ibunya. Ketika murid-murid Yohanes mendengar
hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya
dalam kuburan." (Mrk 6:17-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Yohanes Pembaptis hari ini, saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Mereka yang memiliki jabatan strategis dalam hidup dan kerja
bersama, entah dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara maupun
menggereja, sering dengan mudah memanfaatkan kuasa atau wewenangnya
untuk melakukan korupsi alias merampas hnk orang lain seenaknya.
Itulah yang juga dilakukan oleh Herodes, raja, yang gila harta benda,
jabatan dan kehormatan duniawi, merampas isteri saudaranya. Memang
orang yang berkedudukan dan kaya akan harta benda sering dengan mudah
untuk menyeleweng dan berselingkuh. Hari ini kita kenangkan St.Yohanes
Pembaptis, yang dengan berani menegor Herodes, karena ia merampas
isteri saudaranya. Sikap mental kenabian itulah yang hendaknya kita
hayati sebagai orang beriman, meneladan St.Yohanes Pembaptis. Bentuk
perampasan hak orang lain pada masa kini yang sungguh memprihatinkan
ialah korupsi. Korupsi adalah tindakan pembusukan hidup bersama, maka
masyarakat, bangsa atau Negara yang masih sarat dengan korupsi berarti
busuk alias tidak sedap. Marilah kita hayati panggilan kenabian kita
dengan tidak melakukan korupsi sedirkitpun berani memberantas korupsi
dalam lingkungan hidup dan kerja kita. Memang untuk itu ada
kemungkinan kita akan dibenci atau disingkirkan seperti Yohanes
Pembaptis. Sekali lagi saya ingatkan dan ajak para pengelola dan
pelaksana pendidikan di sekolah untuk memberlakukan 'dilarang
menyontek dalam ulangan maupun ujian' bagi para peserta didik.
Menyontek merupakan pendidikan korupsi, maka membiarkan para peserta
didik berarti mendidik atau melatih mereka untuk berkorupsi alias
melanggengkan korupsi yang masih marak pada masa kini. Sungguh
memprihatinkan bahwa mereka yang berjanji untuk melayani dan
memperjuangkan rakyat melakukan korupsi, seperti para anggota DPR
maupun para pejabat pemerintah. Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan, yang seharusnya membina rakyat agar berbudi pekerti luhur,
juga tak lepas dari korupsi, atau bahkan jika dicermati secara teliti
hemat saya di dalam dua departemen inilah tindakan korupsi yang paling
besar
•       "Engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah
kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar
terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan
mereka!" (Yer 1:17), demikian firman Tuhan kepada Yeremia. Yeremia
adalah nabi, tugas dan panggilan seorang nabi adalah meneruskan atau
menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diterima dari Allah alias
menjadi 'corong/suara kehendak Allah'. Kehendak Allah dalam hidup dan
kerja kita sehari-hari antara lain diterjemahkan ke dalam aneka tata
tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita
masing-masing,maka marilah kita hayati atau laksanakan tata tertib
yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan pribadi kita dengan
segenap hati, jiwa, akal budi dan  tubuh/tenaga. Pertama-tama dan
terutama saya pribadi harus menjadi saksi penghayatan tata tertib,
sehingga layak disebut sebagai pribadi tertib, jujur dan disiplin
dalam hidup dan kerja. Jika saya demikian adanya maka saya tidak akan
takut dan tidak gentar untuk menyuarakan kebenaran-kebenaran,
mengingatkan saudara-saudari kita akan taat dan setia pada tata
tertib. Sekali lagi saya mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk
sedini mungkin mendidik dan membina anak-anak untuk tertib, jujur dan
disiplin dalam hidup sehari-hari, dan tentu saja dengan teladan
konkret orangtua atau bapak-ibu sendiri. Bapak-ibu hendaknya menjadi
teladan kesetiaan pada janji perkawinan, dengan setia saling mengasihi
satu sama lain, baik dalam sehat maupun sakit, untung atau malang
sampai mati.
"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat
malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu,
sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah
bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk
menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku. Ya
Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik" (Mzm 71:1-4a)
Ign 29 Agustus 2011

Kerelaan dalam Memberi

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:36
===========================
"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."

kerelaan dalam memberiDiberkati untuk memberkati, diberi untuk memberi. Itu yang saya bagikan dalam renungan kemarin untuk kembali sama-sama mengingatkan kita akan tujuan Tuhan dalam memberi berkatNya turun atas kita. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup "diberkati", apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur, sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak saja rasanya yang kita tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk memberi. "Ah nanti saja kalau sudah kaya, saya sekarang belum sanggup.." kata seorang teman dengan ringannya setelah menolak memberi sedekah di sebuah lampu merah. Baiklah jika uang rasanya kurang, bagaimana dengan tenaga, pikiran atau waktu? Ada banyak orang pula yang merasa tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Mereka menganggap bahwa memberkati orang lain artinya harus berkotbah atau menjadi full timer di gereja, dan itu buang waktu saja. Padahal Tuhan tidak pernah menuntut kita hanya dalam perkara-perkara besar saja. Hal-hal kecil seperti senyuman yang gratis sekalipun bisa sangat bermakna bagi yang membutuhkan, dan itu dihargai besar pula oleh Tuhan. Yang diminta adalah "menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan." Mengapa? "Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Ini bisa kita baca dalam 2 Korintus 9:7. Artinya, besar kecilnya pemberian kita, dalam bentuk apapun, selama dilakukan dengan kerelaan dan sukacita, maka Tuhan akan menghargai itu dengan sangat besar.

Alkitab menggambarkan beberapa kali mengenai orang yang dimata dunia mungkin "tidak punya apa-apa", tetapi kerelaan mereka dalam memberi mendapat perhatian khusus dari Tuhan sehingga merekapun tertulis di dalam Alkitab dan bisa kita baca hingga hari ini. Lihatlah janda miskin yang memberikan persembahan "hanya" dua peser dalam Markus 12:41-44. Dikala ada banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar, janda miskin ini memberikan jumlah yang sangat tidak sebanding. Tetapi apa kata Yesus? "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Lihatlah bahwa jumlah bukanlah menjadi patokan dalam penilaian Tuhan, tetapi kerelaan hati dalam memberilah yang Dia perhatikan.

Dalam kesempatan lain, kita pun bisa membaca sekelumit kisah pendek mengenai seorang wanita bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah Para Rasul 9:36). Apa yang dimiliki Tabita sederhana, yaitu menjahit. Itu bisa kita lihat dalam ayat 39, dimana ketika ia meninggal para janda semuanya menangis dan mengenangnya dengan menunjukkan pakaian-pakaian yang dia jahitkan untuk para janda ini semasa hidup. Kelihatannya ia tidak memberi uang dalam jumlah besar, ia pun tidak pintar berkotbah seperti halnya para rasul yang pergi mewartakan kabar keselamatan kemana-mana pada saat itu. Tetapi apa yang ia lakukan ternyata bermakna sangat besar bagi para janda miskin di kotanya, dan Tuhan pun sangat menghargai hal itu. Pada suatu ketika ia sakit dan meninggal. Begitu berkesannya perbuatan baik Tabita kepada banyak orang, sehingga ketika mendengar Petrus tengah melayani di sebuah kota yang tidak jauh dari tempat Tabita, dua orang segera diutus untuk menjumpai Petrus. Petrus pun datang ke rumah dimana Tabita disemayamkan. Dan mukjizat pun terjadi. "Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup." (ay 40-41). Tabita dibangkitkan. Bayangkan jika ia bukan orang yang rajin berbuat baik dan memberi sedekah. Mungkin tidak ada orang yang peduli untuk jauh-jauh pergi meminta Petrus untuk datang, maka tidak akan ada mukjizat kebangkitan disana. Tapi perbuatan baik yang ia lakukan dengan tulus, sedekah yang ia berikan lewat menjahitkan baju bagi janda-janda ternyata membuat cerita yang berbeda. Tuhan tidak menutup mata atas kebaikan hati Tabita dan segala yang ia lakukan untuk menolong sesamanya. Tabita pun akhirnya hidup lagi dan menjadi kesaksian yang membuat banyak orang menjadi percaya pada Yesus. (ay 42).

Kemarin kita sudah melihat Firman Tuhan yang berbunyi: "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." (2 Korintus 9:8 BIS). Berbuat baik dan beramal. Persis seperti itulah yang dilakukan Tabita alias Dorkas sesuai kemampuan atau panggilannya. Ia berprofesi sebagai penjahit, dan ia memberkati lewat profesinya. Banyak sedikit uang yang dimilikinya bukanlah menjadi ukuran, tetapi kerelaan hatinya dalam memberi atas dasar belas kasih, itulah yang menggerakkannya dalam berbuat baik dan beramal. Dan lihatlah bagaimana Tuhan menghargai itu. Bukan saja Tuhan, tetapi para janda di kotanya yang kecil pun sangat menghargai kemurahan hatinya.

Anda hanya punya sedikit harta? Kemampuan anda terbatas dan anda merasa tidak ada yang istimewa dengan kemampuan anda itu? Itu bukanlah masalah sama sekali dan tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk tidak memberi. Sesungguhnya jika kita mau melihat atau memeriksa kembali apa yang kita punya, Tuhan sudah melengkapi kita untuk melakukan setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:17). Artinya kita tinggal memiliki sebentuk hati yang penuh kasih, yang rindu untuk menolong orang lain, siapapun mereka. Selebihnya sudah disediakan langsung oleh Tuhan. Pada akhirnya kita harus merenungkan ayat berikut: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, Tuhan justru akan terus melipat gandakan agar selain kita mampu mencukupi kebutuhan kita, tetapi terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.

Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kerelaan dalam Memberi

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:36
===========================
"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."

kerelaan dalam memberiDiberkati untuk memberkati, diberi untuk memberi. Itu yang saya bagikan dalam renungan kemarin untuk kembali sama-sama mengingatkan kita akan tujuan Tuhan dalam memberi berkatNya turun atas kita. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup "diberkati", apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur, sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak saja rasanya yang kita tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk memberi. "Ah nanti saja kalau sudah kaya, saya sekarang belum sanggup.." kata seorang teman dengan ringannya setelah menolak memberi sedekah di sebuah lampu merah. Baiklah jika uang rasanya kurang, bagaimana dengan tenaga, pikiran atau waktu? Ada banyak orang pula yang merasa tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Mereka menganggap bahwa memberkati orang lain artinya harus berkotbah atau menjadi full timer di gereja, dan itu buang waktu saja. Padahal Tuhan tidak pernah menuntut kita hanya dalam perkara-perkara besar saja. Hal-hal kecil seperti senyuman yang gratis sekalipun bisa sangat bermakna bagi yang membutuhkan, dan itu dihargai besar pula oleh Tuhan. Yang diminta adalah "menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan." Mengapa? "Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Ini bisa kita baca dalam 2 Korintus 9:7. Artinya, besar kecilnya pemberian kita, dalam bentuk apapun, selama dilakukan dengan kerelaan dan sukacita, maka Tuhan akan menghargai itu dengan sangat besar.

Alkitab menggambarkan beberapa kali mengenai orang yang dimata dunia mungkin "tidak punya apa-apa", tetapi kerelaan mereka dalam memberi mendapat perhatian khusus dari Tuhan sehingga merekapun tertulis di dalam Alkitab dan bisa kita baca hingga hari ini. Lihatlah janda miskin yang memberikan persembahan "hanya" dua peser dalam Markus 12:41-44. Dikala ada banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar, janda miskin ini memberikan jumlah yang sangat tidak sebanding. Tetapi apa kata Yesus? "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Lihatlah bahwa jumlah bukanlah menjadi patokan dalam penilaian Tuhan, tetapi kerelaan hati dalam memberilah yang Dia perhatikan.

Dalam kesempatan lain, kita pun bisa membaca sekelumit kisah pendek mengenai seorang wanita bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah Para Rasul 9:36). Apa yang dimiliki Tabita sederhana, yaitu menjahit. Itu bisa kita lihat dalam ayat 39, dimana ketika ia meninggal para janda semuanya menangis dan mengenangnya dengan menunjukkan pakaian-pakaian yang dia jahitkan untuk para janda ini semasa hidup. Kelihatannya ia tidak memberi uang dalam jumlah besar, ia pun tidak pintar berkotbah seperti halnya para rasul yang pergi mewartakan kabar keselamatan kemana-mana pada saat itu. Tetapi apa yang ia lakukan ternyata bermakna sangat besar bagi para janda miskin di kotanya, dan Tuhan pun sangat menghargai hal itu. Pada suatu ketika ia sakit dan meninggal. Begitu berkesannya perbuatan baik Tabita kepada banyak orang, sehingga ketika mendengar Petrus tengah melayani di sebuah kota yang tidak jauh dari tempat Tabita, dua orang segera diutus untuk menjumpai Petrus. Petrus pun datang ke rumah dimana Tabita disemayamkan. Dan mukjizat pun terjadi. "Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup." (ay 40-41). Tabita dibangkitkan. Bayangkan jika ia bukan orang yang rajin berbuat baik dan memberi sedekah. Mungkin tidak ada orang yang peduli untuk jauh-jauh pergi meminta Petrus untuk datang, maka tidak akan ada mukjizat kebangkitan disana. Tapi perbuatan baik yang ia lakukan dengan tulus, sedekah yang ia berikan lewat menjahitkan baju bagi janda-janda ternyata membuat cerita yang berbeda. Tuhan tidak menutup mata atas kebaikan hati Tabita dan segala yang ia lakukan untuk menolong sesamanya. Tabita pun akhirnya hidup lagi dan menjadi kesaksian yang membuat banyak orang menjadi percaya pada Yesus. (ay 42).

Kemarin kita sudah melihat Firman Tuhan yang berbunyi: "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." (2 Korintus 9:8 BIS). Berbuat baik dan beramal. Persis seperti itulah yang dilakukan Tabita alias Dorkas sesuai kemampuan atau panggilannya. Ia berprofesi sebagai penjahit, dan ia memberkati lewat profesinya. Banyak sedikit uang yang dimilikinya bukanlah menjadi ukuran, tetapi kerelaan hatinya dalam memberi atas dasar belas kasih, itulah yang menggerakkannya dalam berbuat baik dan beramal. Dan lihatlah bagaimana Tuhan menghargai itu. Bukan saja Tuhan, tetapi para janda di kotanya yang kecil pun sangat menghargai kemurahan hatinya.

Anda hanya punya sedikit harta? Kemampuan anda terbatas dan anda merasa tidak ada yang istimewa dengan kemampuan anda itu? Itu bukanlah masalah sama sekali dan tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk tidak memberi. Sesungguhnya jika kita mau melihat atau memeriksa kembali apa yang kita punya, Tuhan sudah melengkapi kita untuk melakukan setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:17). Artinya kita tinggal memiliki sebentuk hati yang penuh kasih, yang rindu untuk menolong orang lain, siapapun mereka. Selebihnya sudah disediakan langsung oleh Tuhan. Pada akhirnya kita harus merenungkan ayat berikut: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, Tuhan justru akan terus melipat gandakan agar selain kita mampu mencukupi kebutuhan kita, tetapi terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.

Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari