Jumat, 17 Februari 2012

Hati yang Gembira

Ayat bacaan: Amsal 17:22
=====================
"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."

hati gembiraKetika berlibur di pulau Penang Malaysia saya dan istri duduk melepas lelah di sebuah pinggiran pantai di suatu senja. Ada banyak orang yang duduk disepanjang lokasi yang memang menyediakan tempat bersantai itu. Kemudian lewatlah seorang pria paruh baya mengendarai motor secara perlahan dengan banyak koran bergelantungan di dekatnya. Sepertinya ia bertugas sebagai loper koran yang menyalurkan koran terbitan sore ke gerai-gerai di sekitaran pantai. Sepanjang jalan ia terus menyapa orang yang dilewatinya. "Hello..", "Have a Nice Day", "Enjoy your stay" katanya sambil tersenyum kepada orang-orang disana yang sebagian besar merupakan turis seperti saya. Disaat orang berlibur duduk di pinggir pantai, ia harus bekerja membawa begitu banyak koran. Tapi itu tidak membuatnya bersungut-sungut. Ia tersenyum bahagia dan menyapa orang yang dilaluinya dengan ramah. Ini sebuah pemandangan yang bagi saya mencerahkan. Ketika banyak orang yang mengeluh karena harus membanting tulang, pria paruh baya ini memilih untuk bersukacita sambil menyapa orang-orang yang tidak ia kenal dengan ramah. Sukacita ternyata tidak tergantung dari besar kecilnya pendapatan dan capai tidaknya kita bekerja. Sukacita bukan tergantung dari kenyamanan atau kemewahan hidup. Sukacita pun tidak bergantung pada ada tidaknya masalah. Sukacita adalah masalah hati, dan itu adalah pilihan.

Kita bisa bersukacita, kita bisa murung dan bersungut-sungut. Kita bisa tetap bergembira di tengah kesesakan, sebaliknya kita pun bisa terus merasa tidak puas atau gelisah ketika hidup sebenarnya baik-baik saja. Sukacita merupakan sebuah pilihan dan itu tergantung dari bagaimana sikap hati kita dalam menyikapi dan menikmati hidup. Terkadang kita lupa bahwa berkat yang relatif "lebih kecil" dibandingkan orang-orang yang hidupnya kita lihat makmur yang kita punyai pun sebenarnya merupakan berkat Tuhan juga yang patut kita syukuri. Pria paruh baya yang bekerja sebagai loper koran itu pun tentu menyadari bahwa setidaknya ia memiliki pekerjaan dan itu jauh lebih baik dari menganggur. Gajinya tentu tidak seberapa dibandingkan pengusaha kaya atau direktur perusahaan, tapi itu tidak membuatnya bersedih. Ia menikmati pekerjaannya, ia menikmati hidupnya. Dan itulah gambaran bagaimana kita, anak-anak Tuhan seharusnya bersikap terhadap orang asing atau orang yang tidak kita kenal. Ironisnya banyak dari kita yang justru bersikap eksklusif dan tidak mau peduli kepada orang yang tidak dikenal. Mereka memilih untuk menjaga jarak bahkan memandang curiga orang lain. Sedikit senyum ketika berpapasan mata pun dirasa sebagai sesuatu yang mubazir atau tidak berguna. Ada banyak pula yang memilih untuk terus hidup tanpa sukacita. Sekali lagi, semua itu tergantung dari sikap hati dalam memandang hidup, dan itu adalah pilihan.

Penulis Amsal berkata: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22) Dengan jelas ayat ini mengatakan bahwa kegembiraan yang berasal dari hati sangatlah bermanfaat, saking bermanfaatnya bahkan mampu berfungsi sebagai obat yang manjur. Dalam pasal lain kita bisa pada kitab Amsal kita bisa menemukan ayat lainnya mengenai ini. "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Hati yang gembira akan mendatangkan senyum ceria, wajah kita akan terlihat ceria  dan membuatnya berseri-seri. Hati yang gembira ini pun bisa mendatangkan kebahagiaan dan meningkatkan harapan hidup disamping bermanfaat bagai obat yang manjur, sebaliknya kepedihan atau kepahitan hati bisa menjadi racun yang berbahaya bagi hidup kita.

Tekanan hidup memang terkadang berat untuk dihadapi. Berbagai beban akan segera mencoba merampas kegembiraan dari hidup kita. Murung, depresi, cemas, takut atau stres jika semakin dibiarkan akan semakin menghilangkan senyuman dari wajah kita. Fokus kepada kekurangan dan tidak melihat kelebihan dan berkat yang ada akan membuat kita kehilangan sukacita dalam hati kita. Dan bukan itu saja, berbagai penyakit seperti stroke, darah tinggi dan sebagainya hingga kanker pun bisa menyerang kita dan menamatkan usia kita dalam waktu singkat. Bapak paruh baya tadi tentu punya kesulitan hidupnya sendiri, sama seperti anda dan saya. Tapi dari sikapnya kita bisa belajar bahwa sukacita atau kegembiraan itu bukan tergantung dari kondisi melainkan merupakan pilihan. Artinya, apakah kita mau tetap bersukacita atau memilih untuk tenggelam dalam masalah dan depresi, itu semua tergantung dari pilihan dan keputusan kita. Sebuah sukacita sejati seharusnya tidak tergantung dari apa yang kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Mengapa? Karena sukacita sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan karena keadaan sekitar. Lewat Nehemia Firman Tuhan berkata "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita  karena TUHAN itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:10b). Dalam Mazmur pun kita bisa membaca "dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Mazmur 37:4). Kegembiraan atau sukacita sejati yang berasal dari Tuhan bahkan mampu menurunkan berkat-berkat Tuhan, memenuhi keinginan hati kita. Jika kita membaca dalam versi Bahasa Inggrisnya, kegembiraan dalam Tuhan ini bukan saja menjawab "what our hearts desire" tetapi juga mampu menggerakkan Tuhan untuk mengabulkan "secret petitions of your heart" alias keinginan-keinginan yang bahkan tidak kita sadari. Meski tekanan hidup sedang berat, atau anda sedang jenuh, kehilangan semangat, gairah atau mood hari ini, sukacita tidak sepatutnya hilang dari diri anda karena sebuah sukacita sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan dari situasi yang sedang anda hadapi saat ini. Semua itu adalah masalah sikap hati kita, dan itu pula yang diingatkan oleh Firman Tuhan. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).

Sebagai anak-anak Tuhan seharusnya kita bisa selalu tersenyum bahagia lalu memberkati orang lain dengan kebahagiaan kita itu. Buat apa kita harus cemas, takut, depresi, stres, murung, mengeluh, bersungut-sungut dan sebagainya ketika kita seharusnya hidup dalam pengharapan yang tidak akan pernah mengecewakan lewat kasih Allah yang telah dicurahkan oleh Roh Kudus seperti yang dijanjikan Tuhan dalam Roma 5:5? Paulus mengingatkan kita untuk terus bersukacita dalam Tuhan dalam segala hal, bahkan dalam himpitan beban sekalipun. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Jika anda merasa bahwa kegembiraan anda mulai dirampas oleh himpitan beban yang anda hadapi hari ini, jika itu membuat senyum dari wajah anda terampas dan sudut bibir anda mulai sulit melengkung ke atas, ambillah keputusan untuk menghentikan itu semua. Gantikan dengan janji-janji Tuhan dan kembalilah bersukacita. Memelihara perasaan negatif tidak akan membawa manfaat apa-apa selain menambah lebih banyak lagi masalah. Apakah anda merasa gembira hari ini? Apakah anda sudah tersenyum? Sudahkah anda merasakan kebahagiaan karena kebaikan Tuhan nyata atas diri anda hari ini? Mari pancarkan kebahagiaan itu kepada sekitar kita dengan sebuah senyuman yang berasal dari hati bersukacita.

Sukacita bukan tergantung dari situasi melainkan merupakan pilihan sikap hati kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari