Minggu, 01 Maret 2009

Satu yang Pantas Anda Sentuh

Satu yang Pantas Anda Sentuh
Surga ada di telapak kaki ibu. Itu kebijaksanaan yang dibisikkan guru-guru sekolah dasar kita. Bukan bahwa surga persis ada di telapak kakinya, dan berpindah-pindah setiap kali dia melangkah, tapi agar ia dihormati karena ibu yang melahirkan kita. Kebijaksanaan ini mengatakan juga bahwa surga adalah kenyataan yang begitu dekat dengan kita, yang tak terlihat, tapi kita rasakan lewat (dan karena dimungkinkan oleh) hubungan dengan yang lain, dengan ibu.
“Kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah dan percayalah pada Injil” (Markus 2:15) demikian seruan Yesus pada minggu pertama masa Prapaskah ini. Kenyataan Kerajaan itu close at hand, bisa kita rasakan, kita raba, kita sentuh karena sedemikian dekat dengan tangan sedekat surga pada telapak kaki ibu. Tangan menunjukkan hubungan. Surga bukanlah barang berlian atau benda berharga, tapi keadaan yang kehadirannya dimungkinkan oleh hubungan. Dan hubungan itu terjadi jika kita memilih untuk masuk ke dalamnya...Bertobat dan percaya pada Injil itu adalah pilihan. Meskipun dekat, kalau kita tidak memilihnya, ia seperti sangat jauh dari kita.
Di tahun 1990-an ada rumor yang ramai di kalangan umat tentang wajah Kristus dan Iblis yang nampak berhadap-hadapan di langit, di kelilingi awan Entah benar atau tidak, yang jelas saya ingat saat itu banyak yang takut dan menyangka itu tanda-tanda hari kiamat, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh selebaran-selebaran picisan yang entah dari mana.
Dekatnya kehadiran kerajaan sama dekatnya dengan kenyataan kejahatan, juga close at hand. Akses kepada keduanya, tetap dimungkinkan oleh pilihan kita, oleh kebebasan kita. Jelas kejahatan tidak berasal atau tidak pernah diciptakan Allah. Kearifan kisah kejadian yang kita baca pada minggu terakhir menjelang masa puasa mengingatkan kita bahwa Tuhan melihat segala sesuatu yang telah diciptakan baik adanya. Dan manusia diciptakan paling unik di antara ciptaan lain, justru karena kebebasannya.
Gereja mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan kebebasannya agar ia memilih yang baik, tapi Tuhan juga ambil resiko bahwa dengan kebebasan yang sama manusia bisa memberontak melawanNya. Kejahatan, dengan demikian, kemungkinannya sudah terkandung dalam kebebasan kita. Adam dan Hawa bukan figur historis, yang pernah ada dan hidup, dan menjadi penyebab segala kejahatan manusia sebagaimana yang salah ditafsirkan tentang ajaran dosa asal, tapi tokoh metaforik yang menggambarkan bahwa setiap kita mengandung keadaan salah atau dosa justru karena kebebasan tadi, yang mengkondisikan orang lain untuk berbuat jahat. Dengan beriman pada Yesus dan dengan pembabtisan yang kita terima, kita dilepaskan dari dosa asal.
Lalu anda bisa bertanya kenapa kok kita masih saja bisa berbuat dosa sehingga setiap tahun kita harus mengaku dosa? Dosa asal yang telah dihapus berkat iman akan Yesus Kristus tidak menghilangkan kemungkinan untuk berbuat dosa. Yang dihapus adalah keadaan tidak percaya. Sebab dosa pada hakekatnya adalah ketidakpercayaan dan penolakan terhadap Allah. Rahmat keselamatan dari Yesus dan iman kepadanya menghilangkan akar dosa, yakni keadaan tidak percayatadi. Akan tetapi akibat atau pengaruh yang ditimbulkan sebelumnya oleh akar dosa tetap ada, yakni sebagai kecenderungan tak teratur yang bisa menyebabkan kita berdosa lagi. Dalam Gereja kita menyebut kecenderungan tak teratur ini sebagai concupitentia. Jadi, meskipun kita sudah percaya, kita tetap ada dalam kemungkinan dan bahaya berbuat dosa. Pengampunan dosa yang kita rayakan, tidak melenyapkan kemungkinan itu tapi mau memurnikan kita, menjadi makin hari makin murni dan sempurna.
Maka pertobatan, lebih khusus pada masa prapaskah ini, sangat penting perannya karena kita diundang untuk terus memurnikan diri. Prapaskah adalah sebuah perjalanan pemurnian dengan Paskah sebagai tujuannya. Teman, model dan bekal kita adalah Yesus sendiri dan salibnya. Anjuran untuk berpantang dan berpuasa, merenungkan sengsara Yesus harus dilihat dalam kerangka itu: Yesus adalah model dan teladan.
Pantang dan puasa penting untuk lebih mawas diri pada kemungkinan-kemungkinan baik lama maupun baru yang membuat kita berbuat dosa lagi. Misalnya, mengurangi intensitas jajan mie ayam setiap malem atau merokok sebungkus sehari penting untuk menyadari kebutuhan kita dan pada saat yang sama sadar bahwa kita tidak harus memenuhi semua kebutuhan kita, justru karena kita menemukan bahwa ada kebutuhan lain yang karena nilainya yang tinggi, harus kita prioritaskan. Dengan demikian, kita makin mendapati diri kita sebagai subjek yang independen, utuh. Sebab, kita mulai menguasai kebutuhan kita dan bukan sebaliknya kebutuhan yang menguasai kita, yang antara lain banyak diciptakan pasar/iklan atau kepentingan lainnya. Pantang dan puasa menolong kita memberi tempat yang lebih besar bagi Tuhan dan sesama lebih dari kebutuhan-kebutuhan kita. Uang, waktu dan sarana lain yang sering kita pakai untuk memenangkan kebutuhan kita, kali ini kita relakan untuk menambah kualitas hubungan kita dengan keluarga, dengan sahabat, tetangga, dan teman sekantor serta mereka yang paling membutuhkan.
Anda bisa memilih sendiri bentuk pantang yang sesuai, sekecil apapun yang penting anda berlatih dengan jernih membedakan kebutuhan-kebutuhan dengan nilai-nilai yang nampaknya baik tapi pada hakekatnya buruk dan malah pelan-pelan, seperti penyakit kanker, merusak diri anda. Doa adalah sarana penting untuk mengorientasikan diri selalu pada nilai yang mutlak baik, yakni Tuhan sendiri. Kita perlu minta pada Tuhan, pertolongan dan pendampingan-Nya karena perjalanan ini panjang dan sulit. Akhirnya masa prapaskah bagaikan gerakan terbang seekor burung yang meninggi dan terus meninggi, sebuah gerak kesempurnaan dan pemurnian diri.
Selamat berpuasa
Ronald, Yaoundé –Kamerun
1 Maret 09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari