Selasa, 26 Februari 2008

Ah...Maria,ah..!


Ah…Maria.,..Ah! Teman-teman aku menuliskan tanggapanku atas soal kepengataraan Maria yang dilontarkan salah satu kontak kita di multiply ini, teman baikku Yonal-Thailand. Dia menulis demikian:Ronald Tardeli, saya mau minta tolong kamu...coba kamu komentari pendapat dari teman saya yang Kristen ini. Jawaban strategis spt apa yang kira-kira baik diberikan pada dia.. Konteksnya adalah dia mengatakan bahwa Katolik salah dengan menjadikan Maria sbg perantara pada Yesus,karena hal itu tidak terdapat dalam kitab suci (sola scriptura).Sebagai pengikut Kristus, kita menghormati Yusuf dan Maria sama seperti kita menghormati kepada para pelayan Tuhan. Tetapi kita tidak menempatkan Maria lebih tinggi dari Tuhan Yesus dan kita tidak menempatkan Maria sejajar seperti Tuhan Yesus."Dan inilah tanggapan saya….semoga bermanfaat juga bagi anda.Sebelum lebih lanjut menyinggung soal kepengantaran Maria.Marilah kita bertolak dari pemahaman kitab suci. Sebab temanmu mendasarkan penolakannya pada kitab suci. Pemahaman kita terhadap kitab suci nantinya sangat menentukan sikap kita untuk kalau bukan menerima peran kepengantaraan maria, paling tidak toleran dengan pilihan iman orang yang menghormati Maria, bukan langsung nge-judge salah atau tidak benar. Pemahaman orang Kristiani tentang kitab suci berbeda dengan saudara kita muslim. Kitab suci bukan sebuah buku cetak yang langsung turun dari langit dan kita terima. Bukan! Kitab suci itu adalah sabda Allah yang disampaikan kepada orang-orang beriman, melalui pengalaman-pengalaman personal tokoh-tokoh iman seperti Abraham, Ishak, Yakub, dan kemudian bangsa Israel. Warisan iman itu kemudian oleh inspirasi Roh Kudus dipelihara melalui tulisan-tulisan seiring dengan berkembangnya sejarah tertulis. Maksudnya sederhana, agar nilai-nilai dan tradisi iman tidak hilang, melainkan diwariskan terus. Inilah yang dikerjakan oleh para penulis suci baik kitab perjanjian lama, kitab nabi-nabi maupun penulis Perjanjian Baru sendiri.Kisah Injil dan tulisan-tulisan perjanjian baru lainnya bukanlah sama dengan berita Koran KOMPAS yang melaporkan fakta dan data 100%. Injil memang memuat laporan dari para saksi mata yang mengalami Yesus (para murid) tapi juga ditambah dengan refleksi komunitas beriman sendiri tentang pengalaman perjumpaan dengan Yesus. Bahkan mayoritas penulis perjanjian Baru bukanlah saksi mata kehadiran Yesus. Mereka adalah orang-orang Kristen generasi kedua dan ketiga setelah para murid. Dan bukankah kebutuhan untuk menulis Injil muncul dari kenyataan bahwa satu per satu saksi mata hidup Yesus mulai berkurang?Perpaduan antara fakta dan refeksi dalam Injil misalnya kita temukan dalam Injil Matius. Matius menulis Injil untuk komunitas berbahasa Yahudi; Lukas menulis Injil kepada orang-orang dengan bahasa dan kebudayaan Yunani dan masih banyak lagi contoh yang kita bisa ambil.Pendek kata bagi orang Katolik, Kitab suci dan Tradisi ada dua hal berbeda tapi saling terkait. Satu melengkapi yang lain dan satu terjalin dalam yang lainnya. Lain dari itu, kitab suci tidak memuat seluruh kesaksian iman. Injil menulis yang paling pokok, yang paling penting dan ringkas. Itulah artinya kerigma. Maka, jika dalam Injil tidak pernah tertulis Yesus yang tertawa, bukan berarti Yesus tidak pernah ketawa bukan? Yesus yang tertawa tidak terlalu penting untuk ditulis..karena tidak lebih mengesankan daripada fakta bagaimana Yesus mengampuni orang berdosa, duduk makan dengan orang berdosa, menyembuhkan orang sakit, dll.Akhirnya, tidak patut menilai suatu perbuatan dan sikap iman sebagai salah hanya semata-mata karena tidak tercantum dalam kitab suci. Contoh lain kata Tritunggal Maha Kudus tidak tercantum dalam kitab suci. Akan tetapi, itu tidak menjadi alasan untuk menyalahkan iman akan Allah Tritunggal. Yesus sendiri tidak pernah mengatakan kata Tritunggal. Akan tetapi, seluruh pewartaan Yesus mengindikasikan iman akan Allah sebagia Bapa, Allah yang hadir sebagai Putera dan Allah Roh Kudus. Nah sekarang setelah meluruskan arti pemahaman kita tentang kitab suci, kita boleh berbicara tentang Maria dan masalah peran kepengantaraannya. Tidak salah dikatakan kalau Maria hanya wanita biasa, tapi laporan Injil cukup jelas menunjukkan bahwa Maria seorang istimewa. Tuhan memilh dia yang perawan, bukan hanya secara biologis tapi secara rohani-spiritual. Dia dalam usianya yang amat sangat belia membuka seluruh dirinya pada rencana Allah “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut kehendak-MU”. Dan dia menunjukkan kesetiaannya itu sampai mati. Di salib ketika para murid lari meninggalkan Yesus, Maria tetap berdiri dekat salib. Maria memang manusia biasa yang juga punya perasaan. Ingat bagaimana perasaannya tercabik-cabik ketika tahu anaknya dikejar-kejar dan akhirnya dibunuh? Ingat bagaimana dia menangisi Yesus sepanjang perjalanan memikul salib? Pendek kata, Maria dipilih melahirkan Yesus. Dan logis memikirkan bahwa Tuhan yang memlihnya sudah menyucikan dia. Gereja tidak salah memilih percaya bahwa Maria lepas dari dosa asal…karena Dia yang pertama menerima rencana Allah tanpa syarat dan melahirkan Yesus. Pilihan Maria untuk mengatakan ya pada rencana Allah setotal-totalnya membuat dia sempurna. Maka dia disebut “penuh rahmat; full of grace” sebagaimana Elisabeth menyebutnya “terberkati di antara segala perempuan”.(Matius 1:42).Kesempurnaan Maria yang merupakan rahmat khusus dari Allah membuat dia tidak terkena dosa asal. Dia tidak berdosa. Karena dia dipilih dan karena dia tanpa syarat menerima rencana keselamatan Allah dalam hidupnya, maka Gereja pantas mengimani bahwa dia tidak bernoda asal. Dia dikandung tanpa noda (dogma Pius IX) dan pada saat yang sama merupakan perkandungan tak bernoda. Yang terakhir ini ditegaskan Maria dalam penampakannya di Lourdes. Tradisi Gereja-gereja timur menjuluki Maria sebagai Panagia, artinya suci sempurna, sebab melalui Dialah Allah menjalankan rencana keselamatan, sebuah penciptaan baru (new creation) àbdk. Wahyu 21:5 Maria sering disebut Hawa baru karena ketaatannya. Meski sempurna dia toh tetap membutuhkan keselamatan. Maria mewakili atau merepresentasikan seluruh manusia yang sungguh mendamba pembebasan sejati. “Dengan ya/fiat nya Maria memungkinkan keselamatan menjadi miliknya dan milik seluruh manusia” (St. Ireneus). Dia tak berdosa tapi merupakan orang yang paling rendah hati. Dia sama seperti kita mendambakan keselamatan. Dan keselamatan itu hanya berasal dari Allah, bukan dari kekuatan manusia sendiri. Injil sendiri meninggalkan warisan kebajikan yang penting sehubungan dengan Maria. Dalam Injil maria dihormati sebagai ibu Tuhan. Lihat bagaimana Elisabeth, menyapa Maria “Ibu Tuhanku” sebelum Maria melahirkan Yesus. Atau tengoklah apa yang dikisahkan dalam Injil Yohanes 2:1; 19:25; atau Matius 13:55. Yesus sendiri meminta kita menaruh sikap hormat pada bunda Maria dan mengajak kita meneladan dia. Kata-kata Yesus di salib sangat penting “Inilah Ibumu!”. Dia meminta kita para pengikutnya mengikuti dan mencintai Yesus sebagaimana Maria mengikuti dan mencintainya sampai di salib. Menghormati Maria karenanya tidak pernah berarti mengidentikkannya dengan Yesus, apalagi menggantikan peran Yesus sebagai penyelamat. Sikap percaya pada peran kepengantaraan Maria justru lahir dari kenyataan bahwa dialah model kesempurnaan kemuridan. Karena kita tahu dia sungguh-sungguh mengikuti Yesus, maka kita pantas meminta pertolongan padanya; bukan semata-mata karena dia ibu Tuhan. Orang Katolik minta pertolongan Maria bukan karena malu atau tidak bisa langsung meminta pada Yesus, tapi karena percaya bahwa dengan pertolongan Maria mereka bisa meminta dengan tepat sesuai dengan kehendak Allah. Inilah artinya apa yang sering disebut dengan per mariam ad Jesum, melalui maria kepada Yesus. Seringkali dalam doa-doa kita, kita meminta apa yang kita inginkan dan jarang sekali meminta melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Peran Maria di sini sangat jelas yakni sebagai model sekaligus penolong untuk semakin sempurna mengikuti Yesus. Akhirnya dalam konteks dialog dengan anda orang Kristen, saya mau mengutip apa yang pernah ditulis oleh Marthin Luther dalam salah satu kumpulan khotbahnya:“Mary is the Mother of Jesus and the Mother of all of us even though it was Christ alone who reposed on her knees . . . If he is ours, we ought to be in his situation; there where he is, we ought also to be and all that he has ought to be ours, and his mother is also our mother. (Sermon, Christmas, 1529).Luther menaruh hormat yang luar biasa pada Maria. Dia meminta pengikutnya menghormatinya sebagai ibu mereka sendiri.Tentang Maria yang tak bernoda asal, Luther sendiri pernah menulis di tempat lain:She is full of grace, proclaimed to be entirely without sin- something exceedingly great. For God's grace fills her with everything good and makes her devoid of all evil. (Personal {"Little"} Prayer Book, 1522).Saya tidak perlu banyak menjelaskan. Demikian tanggapan saya atas gugatan terhadap peran kepengantaraan Maria. Saya mengajak anda yang membaca ini untuk tetap setia mengikuti Yesus antara lain dengan mengikuti teladan Maria. Dan jangan pernah kapok minta doa dari Maria. Saya kadang heran kenapa sih kita sering minta doa kepada romo atau pendeta…siapa hayo…yang lebih dekat dengan Yesus? Pendeta, romo atau ibunya sendiri? Kalau saya mah selain tetap minta doa pada romo atau pendeta, saya jauh lebih sering minta doa sama bunda yang manis dan penuh kasih itu. Salam,
ronald,s.x.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari