Oleh: Helen Maria Veronica
Pernahkah kamu kecewa sama Tuhan? Aku pernah.
Aku kecewa karena aku merasa diciptakan Tuhan sebagai seorang yang bodoh. Nilai-nilaiku di sekolah sejak kelas 1 SD selalu banyak merahnya. Sempat mencoba les, tetapi sia-sia, nilaiku tetap saja jelek. Sampai-sampai, guruku sendiri pun menyebutku sebagai anak yang bodoh. Sakit rasanya dicap sebagai orang bodoh. Aku jadi mudah patah semangat, lebih sering mengeluh karena merasa diriku tidak bisa apa-apa. Mungkin karena putus asa membayariku les tanpa hasil, orangtuaku memutuskan agar aku berhenti saja. Jadi, aku mulai belajar sendiri di rumah dengan dibantu mama.
Melihat teman-teman yang punya ranking di kelas, aku sering merasa iri. Mengapa Tuhan ciptakan mereka pintar dan aku bodoh? Diam-diam aku suka mengamati teman-temanku yang pintar. Betapa aku ingin menjadi seperti mereka. Aku perhatikan kebiasaan mereka, gerak-gerik mereka, untuk aku tirukan. Ketika aku mendengar teman yang pintar suka makan banyak protein seperti ikan dan telur, aku pun ikut suka makan ikan dan telur supaya pintar seperti mereka. Ketika aku melihat teman yang pintar mengelap keringat di keningnya dengan gaya tertentu (dan ia bilang bahwa cara itu bisa membuat pikiran lebih encer), aku pun sering menirukannya. Ada sisi positifnya, karena aku yang tadinya malas jadi mulai rajin belajar, yang tadinya pilih-pilih makanan jadi suka makan banyak makanan berprotein. Nilaiku mulai membaik meski masih naik turun tak jelas. Namun, sekalipun lebih sering belajar, tetap saja aku masih merasa bodoh. Sepertinya sia-sia berusaha, karena aku merasa memang aku ini diciptakan sebagai orang bodoh. Mau apa lagi?
Lalu, suatu saat aku mendengar kesaksian yang mengatakan bahwa membaca Alkitab tiap hari dapat membuat orang menjadi pintar dan berhikmat. Wow, tentu saja aku mau mencobanya. Aku pun mendisiplin diri untuk membaca Alkitab. Meski hanya berawal dari rasa penasaran, Tuhan memakai waktu-waktu pembacaan Alkitab itu untuk menyapaku secara pribadi. Dia berfirman dalam Matius 11:28: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Tuhan sungguh tahu bahwa menjalani hidup di dunia ini tidaklah mudah, termasuk untuk seorang anak muda seperti aku. Apalagi dengan tekanan dari orang-orang di sekelilingku yang menganggap aku bodoh. Tuhan memberiku undangan untuk datang kepada-Nya. Aku tidak perlu menanggung semua beban hidup ini sendirian.
Tuhan juga meluruskan pikiranku tentang apa yang sebenarnya disebut sebagai orang bodoh. Amsal 1:7 berkata “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang yang bodoh menghina hikmat dan didikan.” Tidak ada yang diciptakan Tuhan sebagai orang bodoh. Semua orang diberi-Nya kemampuan untuk belajar. Orang bodoh adalah orang yang “menghina hikmat dan didikan” alias tidak mau belajar atau tidak merasa butuh diajar. Sebaliknya, orang yang takut akan Tuhan menyadari keterbatasannya dan bersedia dituntun Tuhan untuk belajar hal-hal baru. Ayat Alkitab ini sangat menguatkanku dan terus aku ingat dalam menghadapi tiap masalah dalam pelajaran.
Aku mulai menyadari bahwa selama ini pikiranku terlalu penuh dengan keluhan dan sakit hati pada Tuhan dan orang-orang di sekitarku. Aku jadi tidak bisa melihat kebaikan Tuhan dan kesempatan-kesempatan belajar yang Dia sediakan. Ketika aku membaca Alkitab secara teratur, Tuhan menolongku untuk melihat masalah-masalahku dari sudut pandang-Nya. Dengan pikiran yang diperbarui itu, aku pun bisa belajar tanpa beban, yakin bahwa Tuhan punya rencana bagi hidupku yang indah pada waktu-Nya. Aku jadi semangat belajar, tahu bahwa Tuhan sesungguhnya tidak pernah menciptakanku sebagai orang bodoh. Percaya atau tidak, sejak saat itu aku mulai sering dapat ranking, bahkan pernah meraih juara umum di sekolahku.
Salah satu kata motivasi yang pernah kudengar adalah: “terimalah apa yang tidak bisa kamu ubah, dan ubahlah apa yang tidak bisa kamu terima“. Adakalanya kita kecewa karena hal-hal yang memang tidak bisa kita ubah. Misalnya saja, bagaimana orang lain memahami dan memperlakukan kita. Menghadapi hal-hal semacam itu, kita dapat bersandar pada janji Tuhan bahwa Dia dapat bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, membentuk kita makin serupa Kristus. Namun, adakalanya juga, kekecewaan kita muncul dari hal-hal yang sebenarnya bisa dan perlu kita ubah. Misalnya saja: pola pikir kita yang keliru, kebiasaan-kebiasaan buruk kita, pengetahuan atau keterampilan kita yang kurang. Betapa kita perlu terus-menerus ditolong Firman Tuhan, agar kita tidak cepat menjadi kecewa dan menyalahkan Tuhan. Betapa kita perlu terus-menerus diajar Firman Tuhan, agar kita dapat memiliki sudut pandang yang tepat dalam menghadapi masalah-masalah kita.
Firman Tuhan telah menolongku dari pemikiran yang keliru tentang Tuhan dan tentang diriku sendiri. Dan itu mengubah hidupku. Bagaimana Firman Tuhan telah menolongmu dan mengubah hidupmu?
Artikel ini termasuk dalam kategori SaTe Kamu
from WarungSateKaMu.org
via IFTTT