Oleh: Tracy Phua
(artikel asli dalam bahasa Inggris: 5 Ways To Tell He Is The One To Marry)
Berkencan bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan melelahkan—bagaimana kamu tahu bahwa orang yang berkencan denganmu adalah orang yang tepat menjadi pasangan hidupmu? Inilah pertanyaanku sekitar 16 bulan yang lalu. Hari ini, aku bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada semua anggota keluarga yang sudah menolongku dalam mengambil keputusan pada saat itu. Pengalamanku belum banyak, tetapi berikut ini setidaknya ada lima tanda yang telah menolongku mengenali apakah cowok yang berpacaran denganku dapat serius kupertimbangkan sebagai pasangan hidup.
1. Ia mendengarkan . Aku belajar bahwa para pria pada dasarnya suka mencarikan solusi. Sejak kecil aku melihat ayah dan para pamanku selalu siap memberikan solusi setiap kali para wanita di rumah menunjukkan ketidakberdayaan mereka dalam situasi-situasi tertentu. Sayangnya, kebanyakan pria cenderung berlebihan dalam memberikan solusi, terutama ketika suasana hati pasangan mereka sedang kacau. Biasanya yang diinginkan para wanita ketika mereka sedang merasa lelah dan marah hanyalah kesediaan para pria untuk mendengarkan dan hadir untuk mereka. Mereka tidak ingin para pria menawarkan solusi pada saat yang tidak tepat, tanpa mempedulikan apa yang sedang mereka rasakan. Para wanita ingin ada sosok yang menemani dan membuat mereka merasa tenang. Dan, cara terbaik untuk itu adalah mendengarkan mereka meluapkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran mereka.
2. Ia peduli dengan apa yang kamu pedulikan . Pada awal hubungan, kebanyakan pria akan memperhatikan segala sesuatu yang melibatkan pasangan mereka. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, adakalanya mereka berhenti melakukannya, bahkan mulai menganggap hal-hal tertentu sebagai sesuatu yang biasa. Seseorang yang dapat mendampingimu seumur hidupmu akan menjadikan apa yang kamu pedulikan sebagai kepeduliannya juga. Ketika ia tahu bahwa ada peristiwa penting yang harus kamu hadiri, ia juga akan hadir untuk memberikan dukungan. Bagi aku pribadi, momen itu adalah ketika pacarku (yang sekarang menjadi suamiku) datang pada pemakaman nenekku. Nenekku sangat berarti untukku, dan kehadiran pacarku saat aku kehilangan nenek sangatlah berarti untukku.
3. Ia cepat meminta maaf . Seorang bernama Garrett McCoy sekali waktu pernah berkata, “Lebih baik aku minta maaf sekarang kepadamu karena tidak bersikap sepatutnya, daripada nanti aku harus berhadapan dengan murka Tuhan.” Seorang yang cepat minta maaf menunjukkan kedewasaannya dengan mengakui kesalahan dan menunjukkan keinginannya untuk memulihkan hubungan. Ia tidak dikendalikan oleh keangkuhan maskulinnya, tetapi bersedia mengakui kelemahannya dan bertumbuh bersama dalam hubungan itu. Aku pribadi percaya bahwa dalam berbagai situasi, pernyataan “maafkan aku” dapat lebih bernilai dibandingkan pernyataan “aku sayang kamu.”
4. Ia bisa berhubungan baik dengan keluargamu . Keluargaku adalah bagian yang sangat penting bagi hidupku, sebab itu aku sangat berharap suamiku dapat diterima dengan baik oleh mereka. Aku bersyukur para tanteku sangat senang dengan pacarku (yang sekarang menjadi suamiku), dan membuatkan masakan kesukaannya setiap kali kami datang mengunjungi mereka. Sebaliknya ia juga suka membantu para tanteku saat mereka perlu memperbaiki sesuatu di rumah. Mendapat jempol dari keluarga memberi rekomendasi dan bukti bahwa ia punya karakter yang baik. Jika ia punya karakter yang baik, separuh pertandingan sudah dimenangkan.
5. Ia takut akan Tuhan . Aku sering mendengar ungkapan ini:“A couple that prays together, stays together.” [Pasangan yang berdoa bersama, akan tetap bersama]. Aku bersyukur bahwa aku dan suamiku telah berdoa bersama secara teratur bahkan sebelum kami menikah. Selain itu, aku sangat bersyukur melihat kecintaannya pada Tuhan tercermin dari ketaatannya. Selama 9 bulan pernikahan, aku telah melihat sendiri bagaimana ia menyediakan waktu secara khusus setiap pagi bersama Tuhan, membaca Alkitab secara teratur, dan sering mendiskusikan Firman Tuhan denganku. Sikapnya menginspirasiku untuk lebih rajin dalam kehidupan doa dan saat teduhku sendiri.
Sembilan bulan ini mengajarku bahwa pernikahan melibatkan dua orang yang tidak sempurna, yang berdosa, yang tidak bisa menjadi satu dengan sendirinya. Butuh pihak ketiga, yaitu Allah, untuk menyatukan keduanya.
Jadi, menikahlah dengan seseorang karena siapa yang mereka teladani dalam hidup mereka, dan bergabunglah dalam perjalanan mereka. Aku telah diberi peringatan bahwa jalan ke depan bukanlah jalan yang mudah, sarat dengan sukacita juga dukacita. Tetapi, kami dapat melaluinya dengan berani, karena selain punya teman seperjalanan, kami juga memiliki Kristus di pusat pernikahan kami, dan yang lebih penting lagi, di pusat hidup kami masing-masing.
Artikel ini termasuk dalam kategori 02 - Februari 2015: Aku, Kamu, dan Dia, Artikel, Pena Kamu, Tema 2015
from WarungSaTeKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar