Jumat, 13 Maret 2015
2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
Dibuatnyalah [oleh Bezaleel] bejana pembasuhan dan juga alasnya dari tembaga, dari cermin-cermin para pelayan perempuan yang melayani. —Keluaran 38:8
Ketika Musa mengumpulkan bangsa Israel untuk memulai pekerjaan membangun Kemah Suci (Kel. 35-39), ia memanggil Bezaleel, seorang tukang yang ahli, untuk membantu dalam membuat perabotannya. Kita membaca bahwa sejumlah pelayan perempuan diminta untuk memberikan cermin tembaga mereka yang berharga agar dibuat menjadi bejana pembasuhan (38:8). Mereka menyerahkan cermin-cermin itu untuk membantu dalam menyiapkan suatu tempat kediaman bagi Allah.
Bagi kebanyakan dari kita, menyerahkan cermin mungkin tidak mudah untuk dilakukan. Kita memang tidak diminta untuk menyerahkan cermin, tetapi saya terpikir bahwa terlalu banyak introspeksi diri mungkin dapat membawa dampak yang mengkhawatirkan. Akibatnya, bisa saja kita menjadi lebih suka memikirkan diri sendiri dan kurang memikirkan keadaan orang lain.
Ketika kita dapat segera melupakan keadaan kita dan mengingat bahwa Allah mengasihi kita apa adanya—dengan segala ketidaksempurnaan kita—kita dapat mulai untuk tidak hanya “memperhatikan kepentingan [kita] sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Flp. 2:4).
Agustinus pernah berkata, kita akan kehilangan jati diri bila kita mengasihi diri sendiri, tetapi kita menemukan jati diri sejati bila kita mengasihi orang lain. Dengan kata lain, rahasia kebahagiaan bukanlah dengan memuaskan diri sendiri, melainkan dengan memberikan hati kita, hidup kita, dan diri kita dalam kasih kepada sesama. —David Roper
Bapa, tolong aku untuk lebih mendahulukan orang lain daripada diriku sendiri. Kiranya aku tidak mementingkan diriku sendiri ketika memperhatikan orang lain dan kebutuhan mereka.
Hati yang berfokus kepada orang lain tidak akan berpikir untuk mendahulukan diri sendiri.
Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 20-22; Markus 13:21-37
Photo credit: markemark4 / Foter / CC BY-NC-SA
Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu
from WarungSaTeKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar