Oleh: Abyasat Tandirura
“gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: ‘Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.’ Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan.” (Lukas 2:15-16)
Natal kembali tiba. Hiasan lonceng dan kelap-kelip lampu Natal mulai terlihat meramaikan rumah dan pusat perbelanjaan. Luar biasa rasanya melihat sebuah peristiwa di desa kecil Betlehem lebih dari dua ribu tahun silam, kini dirayakan di seluruh belahan dunia. Meski banyak unsur perayaan bercampur dengan tradisi populer Barat yang tidak ada hubungannya dengan Alkitab, tetapi Natal tetap identik dengan kelahiran Kristus. Popularitas Natal memberi ruang yang besar bagi kita untuk menceritakan keajaiban kasih Allah yang menghampiri dan menyelamatkan manusia.
Tahun ini aku pribadi banyak merenungkan tentang sekelompok orang sederhana yang dicatat Alkitab telah bertemu langsung dengan sang bayi kudus. Para gembala. Aku terkesan dengan sikap antusias mereka ketika mendengar kabar kesukaan besar untuk seluruh bangsa yang diberitakan malaikat. Hari sudah malam. Mereka mungkin sudah lelah dan hendak beristirahat. Tetapi mereka tidak menunggu hingga pagi menjelang. Tanpa menunda-nunda waktu, mereka “cepat-cepat berangkat” (ayat 16). Mungkin mereka memang percaya penuh dan ingin segera berjumpa dengan Sang Juruselamat. Atau, mungkin mereka bergegas karena ingin membuktikan kebenaran perkataan malaikat itu. Tetapi pastinya, mereka sangat antusias menanggapi pesan Tuhan bagi mereka, sebab itu mereka segera bertindak! Betapa kontras sikap orang-orang sederhana ini dengan sikap para ahli Taurat yang tinggal di Yerusalem. Mereka mengerti Kitab Suci dan tahu jelas bahwa Mesias akan dilahirkan di Betlehem (lihat Matius 2:4-6). Tetapi mereka tidak berusaha sedikit pun mencari-Nya.
Para gembala pulang dengan penuh sukacita karena mereka telah membuktikan sendiri kebenaran yang dinyatakan Allah kepada mereka (ayat 20). Juruselamat telah lahir! Allah menepati janji-Nya!
Pesan yang sama kini diteruskan kepada kita. Juruselamat telah lahir! Seberapa antusias kita dengan pesan ini? Bisa saja perayaan-perayaan yang meriah dan berkesan mewah membuat kita kehilangan rasa takjub akan Allah yang berbaring dalam palungan. Dia yang tak terbatas rela membatasi diri agar kita dapat mengenal-Nya. Apakah kita memiliki semangat para gembala yang tak hanya puas mendengarkan berita malaikat, tetapi rindu mengalami sendiri perjumpaan dengan Sang Mesias?
Refleksi Natal tahun ini mengingatkan aku betapa perlunya selalu memeriksa diri, seberapa aku antusias dalam hubunganku dengan Tuhan. Adakah tempat terutama dalam hati ini menjadi milik Yesus setiap waktu? Apakah setiap pesan Firman Tuhan membuatku ingin “cepat-cepat” menaati-Nya, atau aku justru berlambat-lambat, bahkan pura-pura tidak pernah mendengar-Nya? Siapa pun bisa saja mengaku sebagai pengikut Yesus, atau merayakan Natal dengan gempita. Namun, Tuhan mengetahui mana hati yang benar-benar haus akan Dia, dan mana hati yang tertutup bagi-Nya.
Kiranya kita tidak hanya merayakan Natal karena tradisi, tetapi karena keyakinan yang makin kuat akan kebenaran tentang Sang Juruselamat yang telah lahir bagi segala suku bangsa. Kiranya hati kita tak hanya diliputi kerinduan akan suasana Natal yang damai dan menyenangkan, tetapi juga kerinduan untuk makin mengenal Sang Pembawa Damai Sejati secara pribadi, untuk bertumbuh makin serupa Dia, dan untuk membagikan karya keselamatan-Nya kepada dunia.
Selamat datang Juruselamatku. Selamat Natal untuk kita semua.
Artikel ini termasuk dalam kategori 11 - Desember 2014: Diterima & Menerima, Artikel, Pena Kamu
from WarungSaTeKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar