Jumat, 5 Desember 2014
4:7 Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.
4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
4:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.
4:12 Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.
Saudara-saudara yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. —1 Yohanes 4:7
Catur merupakan sebuah permainan strategi kuno. Setiap pemain memulai permainan dengan 16 bidak di papan catur dengan tujuan menjatuhkan bidak raja dari pemain lawan. Permainan itu sendiri telah mengalami perubahan bentuk dari waktu ke waktu. Salah satu bentuk yang pernah ada ialah catur manusia, yang diperkenalkan sekitar tahun 735 oleh Charles Martel, seorang bangsawan Austrasia. Martel memainkan catur manusia di atas papan raksasa dengan orang sungguhan sebagai bidak catur. Orang-orang itu didandani dengan kostum yang sesuai status mereka masing-masing di atas papan permainan. Mereka berpindah tempat sesuai dengan kehendak para pemain yang mengaturnya demi mencapai tujuan mereka.
Mungkinkah permainan catur manusia itu juga terkadang kita mainkan? Kita dapat begitu mudahnya terobsesi dengan kemauan kita sehingga kita memanfaatkan orang lain bagaikan bidak-bidak catur yang kita gerakkan demi mencapai tujuan-tujuan itu. Namun Kitab Suci mengajak kita untuk memandang orang-orang di sekitar kita dengan cara yang berbeda. Kita harus melihat mereka sebagai pribadi-pribadi yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26). Mereka adalah penerima kasih Allah (Yoh. 3:16) dan mereka juga layak menerima kasih kita.
Rasul Yohanes menulis, “Saudara-saudara yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah” (1Yoh. 4:7). Karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita, maka kita harus menanggapinya dengan mengasihi Dia dan mengasihi sesama manusia yang Dia ciptakan menurut gambar-Nya. —WEC
Bukalah mataku, Tuhan, terhadap orang di sekelilingku,
Tolong aku melihat mereka seperti Engkau melihatnya;
Berilah aku hikmat dan kekuatan untuk bertindak,
Agar orang lain boleh melihat kedalaman kasih-Mu. —Kurt DeHaan
Sesama kita ada untuk dikasihi, bukan untuk dimanfaatkan.
Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu
from WarungSaTeKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar