Senin, 22 Desember 2014
2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!
[Yesus] telah mengosongkan diri-Nya sendiri, . . . dan menjadi sama dengan manusia. —Filipi 2:7
Ada beberapa hal yang tidak pernah berubah dalam perayaan Natal di rumah kami. Salah satunya adalah himbauan Martie, istri saya, kepada anak-anak dan cucu-cucu saat mereka menyerbu hadiah mereka: “Kertas kadonya jangan dirusak. Kita bisa pakai lagi tahun depan!” Martie senang memberikan hadiah-hadiah yang indah, tetapi ia juga menghargai kemasannya. Penampilan merupakan bagian dari keindahan hadiah itu.
Hal tersebut membuat saya terpikir tentang kemasan yang Kristus pilih ketika Dia datang sebagai hadiah penebusan untuk menyelamatkan kita dari dosa. Yesus bisa saja datang dalam kemasan yang menunjukkan kuasa dahsyat dan menerangi seluruh cakrawala dengan kehadiran-Nya yang megah dan penuh kemuliaan. Namun, dalam suatu pembalikan yang indah dari Kejadian 1:26, Dia memilih untuk mengemas diri-Nya “menjadi sama dengan manusia” (Flp. 2:7).
Lalu mengapa kemasan itu menjadi sedemikian penting? Karena dengan menjadi sama dengan kita, Dia dapat ikut merasakan pergumulan-pergumulan kita. Dia pernah merasakan kesepian yang mendalam dan pengkhianatan seorang sahabat. Dia pernah dipermalukan di depan orang banyak, disalah mengerti, dan dilontari tuduhan palsu. Singkat kata, Dia ikut merasakan kesakitan kita. Alhasil, penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa kita dapat “dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr. 4:16).
Ketika kamu memikirkan tentang Yesus yang menjadi hadiah terindah di Natal ini, ingatlah juga tentang “kemasan-Nya”! —JMS
Tuhan, terima kasih karena mengemas diri-Mu serupa dengan kami!
Ingatkan kami bahwa Engkau mengerti pergumulan kami dan bahwa
kami dapat dengan yakin menerima kasih karunia dan anugerah yang
Kau tawarkan supaya kami bisa menjadi pemenang.
Jangan abaikan kemasan dari hadiah Natal terindah yang pernah ada.
Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu
from WarungSaTeKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar