Rabu, 1 Oktober 2014
11:23 Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti
11:24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
11:25 Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"
11:26 Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.
11:28 Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.
11:29 Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.
11:30 Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.
11:31 Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita.
11:32 Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia.
11:33 Karena itu, saudara-saudaraku, jika kamu berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang lain.
11:34 Kalau ada orang yang lapar, baiklah ia makan dahulu di rumahnya, supaya jangan kamu berkumpul untuk dihukum. Hal-hal yang lain akan kuatur, kalau aku datang.
Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! —1 Korintus 11:24
Pada masa kanak-kanak saya, salah satu peraturan di dalam keluarga kami adalah kami tidak boleh tidur dalam keadaan marah (Ef. 4:26). Semua pertengkaran dan perselisihan di antara kami harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kami tidur. Peraturan itu juga disertai suatu ritual sebelum tidur: Ayah dan Ibu akan mengucapkan kepada saya dan saudara saya, “Selamat tidur. Ayah/Ibu sayang padamu.” Dan kami akan membalas, “Selamat tidur. Aku juga sayang Ayah/Ibu.”
Nilai ritual dalam keluarga itu baru-baru ini begitu membekas di hati saya. Ketika ibu saya terbaring sekarat di rumah sakit karena kanker paru-paru, lambat laun tanggapan fisiknya semakin lemah. Namun setiap malam saat saya hendak beranjak dari sisi tempat tidurnya, saya biasa berucap, “Aku sayang Ibu.” Meski Ibu tidak dapat banyak berbicara, ia akan membalas, “Aku juga sayang padamu.” Saat masih kecil, saya tidak pernah membayangkan bahwa ritual tersebut akan menjadi begitu berharga untuk saya bertahun-tahun kemudian.
Waktu dan pengulangan dapat merenggut makna dari ritual-ritual yang kita lakukan. Namun ada ritual-ritual yang dapat mengingatkan kita pada kebenaran-kebenaran rohani yang teramat penting. Umat percaya pada abad pertama pernah menyalahgunakan praktik Perjamuan Kudus, tetapi Rasul Paulus tidak memerintahkan mereka untuk berhenti melakukannya. Sebaliknya ia menyatakan kepada mereka, “Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1Kor. 11:26).
Daripada menghentikan ritual, mungkin yang perlu kita lakukan adalah mengembalikan ritual itu kepada makna sesungguhnya. —JAL
Tuhan, ketika kami menerima Perjamuan Kudus, tolong kami
untuk terhindar dari sikap yang membiarkan ibadah kami
menjadi sekadar rutinitas. Kiranya kami selalu tergerak
oleh rasa syukur akan indahnya ritual yang Engkau karuniakan.
Ritual apa pun dapat kehilangan maknanya, tetapi hal itu tidak menjadikannya sia-sia.
Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu
from WarungSateKaMu.org
via IFTTT