Kamis, 25 September 2014
10:17 Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat.
10:18 Siapa menyembunyikan kebencian, dusta bibirnya; siapa mengumpat adalah orang bebal.
10:19 Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.
10:20 Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya.
10:21 Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi.
Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. —Amsal 10:19
Bertahun-tahun yang lalu seorang penulis tak dikenal pernah menulis suatu puisi singkat tentang manfaat dari menyaring ucapan kita.
Burung hantu bijak duduk di pohon ek;
Banyak melihat jadi sedikit berkata-kata;
Sedikit berkata jadi banyak mendengar;
Kenapa kita semua tak bisa seperti burung hantu bijak itu?
Kita bisa melihat hubungan antara hikmat dengan sikap mengekang lidah. Amsal 10:19 menulis, “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.”
Sikap bijak kita tunjukkan ketika kita menjaga apa dan berapa banyak yang kita ucapkan dalam situasi-situasi tertentu. Menjaga ucapan pada saat kita sedang marah juga merupakan perbuatan yang bijaksana. Yakobus mendorong sesama orang percaya dengan menasihati, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yak. 1:19). Mengendalikan perkataan kita juga menunjukkan penghormatan kepada Allah. Salomo berkata, “Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit” (Pkh. 5:1). Saat ada seseorang yang sedang berduka, kehadiran kita tanpa banyak bicara mungkin akan lebih membantunya daripada ungkapan simpati yang kita ucapkan bertubi-tubi: “Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya” (Ayb 2:13).
Meskipun ada waktu untuk berdiam diri dan ada waktu untuk berbicara (Pkh. 3:7), memilih untuk mengekang lidah akan memampukan kita untuk lebih siap mendengar. —JBS
Ya Tuhan, tolong berilah aku hikmat untuk tahu kapan
aku harus berbicara dan kapan aku harus mendengar.
Aku ingin menguatkan sesamaku dan memperhatikan mereka
sebagaimana Engkau telah selalu memperhatikanku.
Berdiamlah apabila tidak ada kata-kata baik yang dapat kamu ucapkan.
Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu
from WarungSateKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar