Pengkhotbah 9:4
Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 36; Kisah Para Rasul 8; Keluaran 21-22
Menjalani hidup akhir-akhir ini memang butuh perjuangan ekstra. Tantangannya yang semakin berat memaksa kita berpikir keras serta memutar otak untuk menyiasatinya. Tidak sedikit yang sudah berguguran di tengah jalan dengan memilih ‘berani mati' daripada dengan kepala tegak berani menantang hidup ini.
Sekilas jika membaca tulisan Salomo dalam Pengkhotbah, segala sesuatu dalam hidup tidak ada gunanya. Jika tidak berhati-hati pernyataannya bisa disalah mengerti. Ia seakan sampai pada kesimpulan bahwa hidup itu sia-sia. Segala sesuatu yang ada di bawah matahari tidak ada gunanya. Nasib semua orang sama: berakhir di liang kubur. Sampai di sini orang bisa putus asa.
Tetapi ayat 4 dari pembacaan nats di atas menawarkan sebuah harapan. Orang yang hidup mempunyai harapan. Harapan seperti apakah yang ditawarkan? Jika menilik frasa ‘makanlah rotimu' dan ‘minumlah anggurmu' (Pengkhotbah 9:7), ternyata Tuhan mengaruniakan hidup yang bisa dinikmati. Hasil usaha yang kita kerjakan adalah karunia-Nya untuk dinikmati.
Meski demikian ada batas yang digariskan Allah agar hal menikmati hidup ini tidak meluncur ke jurang hedonisme (hidup untuk bersenang-senang). Itu sebabnya Tuhan membatasinya dengan sebuah tanggung jawab: mengerjakan segala yang dijumpai tangan kita dengan penuh tanggung jawab. Sekeras dan sesulit apapun hidup, harapan senantiasa muncul seperti fajar merekah.
Manusia tanpa pengharapan sama dengan orang yang hidup dalam kematian.
Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 36; Kisah Para Rasul 8; Keluaran 21-22
Menjalani hidup akhir-akhir ini memang butuh perjuangan ekstra. Tantangannya yang semakin berat memaksa kita berpikir keras serta memutar otak untuk menyiasatinya. Tidak sedikit yang sudah berguguran di tengah jalan dengan memilih ‘berani mati' daripada dengan kepala tegak berani menantang hidup ini.
Sekilas jika membaca tulisan Salomo dalam Pengkhotbah, segala sesuatu dalam hidup tidak ada gunanya. Jika tidak berhati-hati pernyataannya bisa disalah mengerti. Ia seakan sampai pada kesimpulan bahwa hidup itu sia-sia. Segala sesuatu yang ada di bawah matahari tidak ada gunanya. Nasib semua orang sama: berakhir di liang kubur. Sampai di sini orang bisa putus asa.
Tetapi ayat 4 dari pembacaan nats di atas menawarkan sebuah harapan. Orang yang hidup mempunyai harapan. Harapan seperti apakah yang ditawarkan? Jika menilik frasa ‘makanlah rotimu' dan ‘minumlah anggurmu' (Pengkhotbah 9:7), ternyata Tuhan mengaruniakan hidup yang bisa dinikmati. Hasil usaha yang kita kerjakan adalah karunia-Nya untuk dinikmati.
Meski demikian ada batas yang digariskan Allah agar hal menikmati hidup ini tidak meluncur ke jurang hedonisme (hidup untuk bersenang-senang). Itu sebabnya Tuhan membatasinya dengan sebuah tanggung jawab: mengerjakan segala yang dijumpai tangan kita dengan penuh tanggung jawab. Sekeras dan sesulit apapun hidup, harapan senantiasa muncul seperti fajar merekah.
Manusia tanpa pengharapan sama dengan orang yang hidup dalam kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar