Minggu, 01 Agustus 2010

Miskin, Kaya dan Cukup

Ayat bacaan: Amsal 30:8
===================
"Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku."

Berorientasi kepada kekayaan merupakan gaya hidup banyak orang. Rasanya tidak ada satupun orang yang menginginkan hidup miskin, serba kekurangan dan terus kesulitan dalam memenuhi biaya hidup yang terus semakin tinggi. Tapi di sisi lain, sebuah status kekayaan akan dengan mudah menjerumuskan kita ke dalam rasa kepuasan berlebihan yang malah bisa membuat kita lupa kepada Sang Pemberi, lalu kemudian lupa bahwa semua itu dia sediakan bukan untuk ditimbun melainkan untuk dipakai untuk memberkati saudara-saudara kita yang lain.

Lalu pertanyaan berikut, apakah jika demikian kita tidak boleh untuk menjadi kaya? Tidak juga, karena Tuhan sendiri menjanjikan kita sebuah kehidupan yang berkelimpahan. Tetapi seharusnya kekayaan itu hadir ketika kita sudah benar-benar siap untuk menerimanya. Arti siap disini adalah sudah mengetahui terlebih dahulu dengan benar untuk apa sebenarnya Tuhan memberkati kita dan untuk apa semuanya itu seharusnya dipakai, lalu siap untuk melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebab Yesus berkata: "Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." (Matius 13:12). Mempunyai apa? Dalam versi bahasa Inggris dikatakan mempunyai "spiritual knowledge", pengetahuan dan pemahaman yang benar akan maksud Tuhan. Inilah yang mampu membuat kita tetap taat dan setia dalam kondisi apapun, termasuk ketika harta kekayaan hadir dalam diri kita. Inilah yang memampukan kita untuk tidak terjatuh dan tersesat karena silaunya gelimang harta. Kita perlu hikmat dari Tuhan agar bisa tetap berada dalam rel yang benar agar tidak rusak oleh kekayaan.

Ada sebuah doa yang bagus dalam Amsal mengenai hal ini. "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku." (Amsal 30:7-8). Mari kita fokus kepada hal kedua dalam doa ini, yaitu jangan berikan kemiskinan dan kekayaan, tetapi berilah apa yang menjadi bagianku. Alasan dari permohonan ini ada di ayat selanjutnya. "Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (ay 9). Sesungguhnya ini penting, karena Tuhanlah sebenarnya yang tahu sampai dimana kemampuan dan kapasitas kita untuk menerima sesuatu. Jangan sampai kita menderita miskin lalu sulit untuk melakukan firman Tuhan, di sisi lain jangan sampai kekayaan membuat hubungan kita malah rusak dengan Tuhan. Apa yang baik adalah sesuai dengan takaran Tuhan, bukan takaran kita. Dia tahu apa yang kita butuhkan, Dia jauh lebih mengenal diri kita, oleh karena itu yang terbaik adalah menyerahkan keputusan ke dalam tangan Tuhan.

Alkitab pun banyak berbicara mengenai hal ini dalam ayat-ayat lain. Lihatlah bagaimana doa yang diajarkan Tuhan Yesus juga berisikan pesan yang sama. "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." (Matius 6:11). Secukupnya. Lalu kita mungkin bertanya, seberapa cukupkah secukupnya itu? Masing-masing orang mungkin memiliki standar yang berbeda mengenai kata cukup. Cukup untuk jalan-jalan? Cukup untuk beli mobil mewah, rumah gedung? Tetapi Alkitab kemudian menuliskan seperti ini: "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:8). Makanan dan pakaian, itulah kebutuhan paling mendasar dalam hidup manusia, sehingga seharusnya jika keduanya sudah terpenuhi, itu sudah cukup untuk mendatangkan rasa syukur. Jika tidak menyadari hal ini maka kita pun akan lupa bersyukur dan akan terus hidup penuh dengan rasa tidak puas. Lalu yang terjadi kemudian: "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (ay 9). Kebinasaan, itu bisa menjadi ujung akhir ketika kita berorientasi kepada kekayaan.

Oleh sebab itulah yang terbaik bagi kita adalah membiarkan Tuhan yang menentukan seberapa banyak yang sebaiknya kita terima. Tuhan bisa memberikan segalanya hingga berkelimpahan, namun sanggupkah kita menerimanya tanpa kemudian menjadi rusak? Mampukah kita tetap bersyukur dan mempergunakannya lebih lagi untuk memberkati sesama, atau kita malah terjebak kepada ketamakan untuk terus mengejar lebih banyak lagi demi kepentingan diri sendiri? Belajarlah untuk bersyukur dalam segala keadaan. Rasa terus kekurangan akan membuat kita melupakan segalanya kecuali terus mengejar harta. Kita akan lupa membangun hubungan dengan Tuhan, kita tidak akan ingat lagi untuk bersyukur. Jika Alkitab sudah mengatakan bahwa makanan dan pakaian itu sudah cukup, bukankah itu seharusnya sudah mampu membuat kita bersyukur? Saya sendiri tidak mau memfokuskan diri kepada mengejar kekayaan, dan akan selalu menjaga diri dengan sungguh-sungguh agar tidak tergiur kepadanya. Bagi saya, penyertaan Tuhan dalam hidup adalah jauh lebih penting. Dia akan selalu tahu apa yang saya butuhkan, Dia sudah berjanji untuk mencukupi semuanya itu, dan itu jauh lebih penting ketimbang hal lainnya. Itulah yang akan mampu membuat kita selalu dipenuhi rasa syukur dan tidak membuat ibadah kita sia-sia tanpa makna. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Biarlah Tuhan yang menentukan seberapa besar kita layak terima, dengan besar yang cukup sesuai kapasitas kita dan tidak sampai membuat kita lupa diri dan lupa kepadaNya. Tuhan tahu seberapa jauh kita bisa dipercaya, dan hendaklah kita mengisi doa-doa kita seperti doa yang diajarkan Tuhan Yesus dan doa dalam Amsal di atas. Biarlah Tuhan memberikan tepat secukupnya bagi kita untuk tetap bisa bersyukur dan memberkati sesama.

Bukan kekayaan yang penting, tetapi penyertaan Tuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari