Ayat bacaan: Amsal 24:10
====================
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."
Bagaimana suasana ketika kita sedang menghadapi ujian baik di tingkat sekolah maupun kuliah? Biasanya suasana yang muncul adalah suasana tenang dan hening. Hampir tidak ada pengawas yang malah ribut-ribut ketika sedang mengawas ujian, kecuali pengawasnya tidak bertanggung jawab atau tidak benar. Agaknya itu menjadi bahan perenungan bagi Rick Warren sehingga ia pada suatu kali berkata: "The teacher is always silent when the test is given. If God is silent in your life right now, it's a test of faith." Rick Warren menyinggung saat-saat dimana Tuhan memilih untuk diam, bukan dengan tujuan untuk membiarkan kita menderita atau tidak peduli terhadap persoalan kita, tetapi karena Dia menginginkan sebuah pertumbuhan iman yang signifikan demi kebaikan kita sendiri, dan Rick mengambil contoh yang mudah dicerna lewat sikap seorang guru ketika mengawasi ujian. Ujian. Itu harus kita hadapi jika kita mau naik kelas atau naik ke tingkat yang lebih tinggi. Tidak ada orang yang naik kelas dan lulus tanpa melalui ujian bukan? Karenanya contoh sederhana yang disampaikan Rick Warren ini rasanya akan mudah untuk kita mengerti dalam hubungannya dengan saat-saat ketika Tuhan memutuskan untuk berdiam diri disaat kita tengah menghadapi kesesakan.
Buat saya, hidup itu penuh dengan ujian. Kita tidak akan bisa mandiri apabila terus bersikap manja. Saya memutuskan untuk meninggalkan kota kelahiran saya dan pergi ke kota yang jauh tanpa bekal apapun tepat sebelas tahun yang lalu agar bisa kuat berdiri di atas kaki sendiri tanpa dibantu orang tua atau orang lain. Saya melewati saat-saat sulit yang berlangsung lumayan lama yaitu sekitar 5 tahun. Selain saya mencoba membangun segalanya dari awal, di saat itu pula saya melewati pembentukan Tuhan yang seringkali terasa menyakitkan. Ego saya dikikis, sikap malas, suka menggerutu dan cepat emosi juga mengalami penataan ulang selama masa-masa sulit tersebut. Hari ini saya bersyukur melewati itu semua. Rasanya sangat senang, karena tanpa itu saya tidak akan bisa menjadi siapa saya hari ini. Meski demikian, itu bukan berarti saya sekarang bisa berhenti berproses. Tidak akan pernah demikian. Bagi saya, sekarang harus berbeda dengan saya esok, dan saya esok harus berbeda dengan saya lusa, seminggu lagi saya sudah harus lebih baik lagi, dan seterusnya. Itu sudah menjadi tekad saya. Tidak saja dalam bersikap, bertingkah laku, tidak saja dalam hal ilmu, tapi juga dalam mendalami suara hati Tuhan bagi manusia yang terkandung dalam Alkitab. Apakah itu artinya saya merupakan orang yang kaku, sok rohani atau super serius? Tidak juga. Saya menikmati hidup, tapi saya juga menghadapinya dengan serius. That's the fun part of life. I love to play and have fun, but I don't wanna just play around and forget to learn. Begitu kira-kira. Ujian-ujian kehidupan bisa ringan, bisa juga berat, dan seperti halnya ujian lainnya, kita bisa lulus dan bisa gagal. Bagaimana kalau gagal, haruskah kita menyerah? Yang paling penting adalah bagaimana kita bisa menyikapi sebuah kegagalan dan belajar dari kegagalan itu untuk mencapai sukses luar biasa lain kali. Kesempatan untuk berhasil akan selalu ada selama masih hidup. Itu pasti.
Dalam menghadapi berbagai ujian lewat segala macam dimensi problema kehidupan ada sesuatu yang penting untuk kita perhatikan. Masalah boleh hadir, tapi bagaimana sikap kita menghadapinya akan membawa perbedaan nyata. Kita bisa memilih untuk mengeluh, kecewa atau larut dalam mengasihani diri sendiri secara berlebihan atau kita bisa menguji iman kita, sampai dimana kita kenal Yesus, sampai dimana kekuatan pengharapan lewat iman kita. Jika kita gampang menyerah, itu artinya kita belum mampu untuk percaya sepenuhnya kepada kuasa Kristus. Lihatlah apa yang tertulis dalam Amsal. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Kalau kita gampang menyerah ketika menghadapi kesesakan, kita tidak akan pernah bisa bertumbuh baik secara mental maupun rohani. Kekuatan kita akan tetap kecil atau malah menyusut. Ujian demi ujian yang kita hadapi akan mampu membawa kita ke level yang lebih tinggi. Despite of the outcome, either you win or lose, either you succeed or fail, jika kita menyikapinya dengan benar, tetap dalam pengharapan yang tidak pernah padam di dalam Kristus, kita akan mendapatkan hasil luar biasa dalam pertumbuhan iman kita. Lihatlah apa yang dihadapi tokoh-tokoh Alkitab. Mereka bertemu dengan ujian-ujian yang sungguh berat, yang bagi logika manusia kelihatannya tidak masuk akal. Tapi mereka berhasil membuktikan bahwa percaya sepenuhnya pada Tuhan akan membawa hasil luar biasa. Daud harus bertemu dengan Goliat di usia yang masih sangat muda. Itu adalah ujian yang tidak main-main dan taruhannya nyawa. Tapi Daud mengandalkan Tuhan, percaya penuh kepadaNya dan ternyata sukses. Dari sanalah Daud kemudian dikenal. Abraham mengalami ujian yang sungguh berat. Menanti janji Tuhan begitu lama di usia yang sudah tua renta, dan ketika ia memperolehnya, ia malah diminta mengorbankan anaknya. Tapi Abraham percaya pada Tuhan, dan ia melalui ujian dengan baik dan lulus dengan sangat memuaskan. Ia pun disebut bapa orang beriman lewat serangkaian ujian tersebut. Ujian boleh datang, namun cara kita menyikapinyalah yang akan membuat perbedaan.
Mari kita lihat apa kata Yakobus. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Ujian terhadap iman menghasilkan ketekunan. Lalu ketekunan itu pada suatu ketika akan memperoleh buah yang matang, dan kita pun menjadi semakin sempurna, utuh dan tak kekurangan apapun. Anda mungkin bisa stres dalam menghadapi ujian di sekolah, tapi anda tentu tahu bahwa tanpa itu anda tidak akan pernah lulus dan akan menjadi siswa atau mahasiswa abadi. Maka suka atau tidak, anda akan menghadapi ujian dengan sungguh-sungguh dan berharap bahwa anda melakukannya dengan baik dan setelahnya dinyatakan lulus. Begitu pula dengan ujian terhadap iman. Kalau begitu buat apa kita meratap, mengamuk atau melakukan reaksi-reaksi negatif lainnya? Yakobus mengatakan: "anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan." Kita bukan harus bersedih, tapi seharusnya bahagia. Karena alasannya jelas, untuk kebaikan kita sendiri juga, untuk menghasilkan buah dalam hidup kita. Kita tidak akan bisa bertumbuh dan naik ke jenjang yang lebih tinggi apabila kita tidak menghadapi atau gagal dalam ujian. So don't give up! Kita tidak akan memperoleh hasil apa-apa selain kegagalan dengan tawar hati. Bukannya baik, malah hanya akan menambah masalah saja nantinya.
Penulis Amsal mengatakan: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Tidak dikatakan "hati yang gembira pada saat kita sedang tidak ada masalah", tapi hati yang tetap gembira dalam situasi dan kondisi apapun, itu akan tetap bisa menjadi obat yang manjur. Maka tepatlah kalau Yakobus menyarankan agar kita menghadapi ujian dengan kegembiraan, itu kalau kita menyadari ada hal-hal luar biasa yang dapat kita petik dari berbagai ujian hidup itu. Tanpa ujian, kita akan berjalan di tempat, atau malah makin merosot. Karenanya, hadapilah ujian dengan penuh ungkapan syukur. Jangan lari dari masalah, tapi hadapilah dengan tegar sambil terus berpegang teguh pada pengharapan dalam iman akan Tuhan. Adakah diantara anda yang hari ini tengah menghadapi ujian? Bergembiralah dalam menghadapinya, dan percayalah ada sesuatu yang indah di depan sana yang akan anda petik begitu anda lulus dari ujian itu.
Tanpa ujian kita tidak akan pernah bisa naik kelas
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar