Selasa, 31 Agustus 2010
Menghargai Waktu : Orang Kaya dan Lazarus
====================
"Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya."
Peraturan di sebuah travel biasanya mengharuskan calon penumpangnya untuk sudah tiba di pangkalan paling lambat 15 menit sebelum keberangkatan. Saya tahu itu, tetapi ternyata nikmatnya kasur membuat saya keterusan tidur. Ketika terbangun, ternyata waktu yang tersisa tinggal setengah jam sementara rumah saya jauh dari tempat keberangkatan. Saya pun buru-buru mandi dan langsung berangkat kesana. Ketika saya tiba, ternyata saya terlambat 5 menit, dan mobil travel sudah keburu berangkat. Gara-gara 5 menit itu saya kemudian harus menunggu 2 jam kemudian. Karena travel yang satu ini menuju area kota Jakarta lain, saya pun harus menyambung lagi dengan taksi di Jakarta dan harus mengeluarkan biaya hampir seratus lima puluh ribu. Gara-gara 5 menit telat saya harus membayar harga yang cukup lumayan. Kata terlambat memang bisa menimbulkan banyak masalah. Apa yang terjadi jika anda terlambat ke sekolah atau kampus, apalagi di saat ujian? Apa yang terjadi jika reaksi anda terlambat sedetik saja ketika mobil di depan anda tiba-tiba mengerem? Ada banyak hal yang akhirnya kita sesali hanya karena sebuah kata: terlambat. Dalam contoh keterlambatan saya di atas, masih untung itu bukanlah sebuah keterlambatan yang fatal akibatnya. Artinya saya masih punya kesempatan untuk mengambil jadwal keberangkatan lainnya. Ada keterlambatan-keterlambatan yang berakibat fatal dimana penyesalan tidak ada gunanya lagi, yang bisa menimpa diri kita jika kita terus membuang-buang atau menyia-nyiakan waktu.
Ingatkah anda tentang kisah "Orang kaya dan Lazarus yang miskin" dalam Lukas 16:19-31? Mari kita lihat kisah ini untuk melanjutkan apa yang sudah kita baca kemarin mengenai pentingnya menghargai waktu yang masih dipercayakan Tuhan kepada kita. Tersebutlah seorang pengemis bernama Lazarus, penuh borok dan sangat menderita. Ia menetap tepat di depan pintu rumah seorang kaya yang setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Apakah Lazarus diperhatikan? Tampaknya tidak. Si orang kaya mungkin berpikir, "Masih syukur kamu tidak diusir. Aku mencari uang dengan keringatku sendiri, mengapa aku harus memberi kepadamu?" Dan Lazarus pun diabaikan begitu saja. Ia bahkan harus makan dari remah-remah yang jatuh dari atas meja si orang kaya, sambil membiarkan boroknya dijilati anjing-anjing. Benar-benar sebuah pemandangan yang kontras dan ironis. Lalu kemudian Lazarus mati. Demikian pula si orang kaya tersebut. Pemandangan kontras kembali tersaji di atas sana, tetapi keadaan kini berbalik! "..Dan sementara ia (orang kaya itu) menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya." (ay 23). Melihat hal itu, si orang kaya pun meratap. "Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini." (ay 24). "Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang." (ay 25-26). Betapa menyesalnya si orang kaya itu, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan sekarang untuk mengubah keadaan. Semua sudah berakhir.
Terlambat. Itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kenyataan yang dihadapi si orang kaya. Ia terlambat untuk berbuat baik, terlambat untuk mengasihi sesamanya. Ia terlena hidup dalam kemewahan dan lupa untuk memanfaatkan waktu yang tersedia. Apakah ia punya kesempatan? Tentu saja. Bahkan ia tidak perlu repot-repot atau jauh-jauh pergi untuk menunjukkan kasih dalam perbuatan nyata karena Lazarus berbaring tepat di depan pintunya. Ia punya kesempatan, ia punya sesuatu yang bisa ia berikan, tetapi ia tidak melakukannya. Dan pada akhirnya ketika semua sudah terlambat ia pun menyesal. Sebuah penyesalan yang sayangnya tidak bisa lagi diperbaiki.
Ketika waktu masih dipercayakan Tuhan kepada kita saat ini, hendaklah kita memakai hikmat untuk mempergunakan waktu-waktu yang ada sebaik mungkin. Paulus berkata "Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Jangan sia-siakan waktu yang ada, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. Kita tidak bisa melihat masa depan, kita tidak tahu kapan kesempatan bagi kita untuk bertobat akan berakhir. Kita harus benar-benar belajar menghargai waktu, mengisinya dengan segala perbuatan baik berdasarkan kasih dan terus memakainya untuk belajar untuk lebih dekat dan lebih taat lagi kepada Tuhan. Kita harus senantiasa berjaga-jaga sebab kita tidak akan pernah tahu kapan hari maupun saatnya akan tiba. (Matius 25:13). Ada begitu banyak yang ditawarkan dunia hari ini yang akan dengan mudah membuat kita terlena dan lupa melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sebagai anak-anak Terang, sebagai ahli waris Tuhan di muka bumi ini. Sungguh kita hidup di hari-hari yang jahat, penuh dengan penyesatan. Ada keterlambatan yang masih bisa ditebus dengan sejumlah harga, tetapi ada pula keterlambatan yang benar-benar tidak bisa lagi kita tebus walau dengan harga sebesar apapun. Oleh karena itu kita harus benar-benar mewaspadai setiap langkah hidup kita dan berhenti menyia-nyiakan waktu. Pergunakanlah waktu yang tersisa ini untuk mengambil langkah nyata dalam ketaatan, dan lakukanlah segala sesuatu seperti apa yang dikehendaki Tuhan. Hendaklah kita dipenuhi kebijaksanaan dan kearifan dalam hikmat agar mampu menghitung hari-hari kita menghargai setiap detik yang Tuhan masih berikan kepada kita. Orang kaya itu tidak lagi punya kesempatan, tetapi kita masih punya. Jangan tunda lagi, mulailah hari ini juga agar kita tidak sampai berakhir di tempat yang sama dengan si kaya.
Hargai waktu sebaik mungkin karena ada keterlambatan tidak bisa lagi diperbaiki
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Menghargai Waktu : Orang Kaya dan Lazarus
====================
"Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya."
Peraturan di sebuah travel biasanya mengharuskan calon penumpangnya untuk sudah tiba di pangkalan paling lambat 15 menit sebelum keberangkatan. Saya tahu itu, tetapi ternyata nikmatnya kasur membuat saya keterusan tidur. Ketika terbangun, ternyata waktu yang tersisa tinggal setengah jam sementara rumah saya jauh dari tempat keberangkatan. Saya pun buru-buru mandi dan langsung berangkat kesana. Ketika saya tiba, ternyata saya terlambat 5 menit, dan mobil travel sudah keburu berangkat. Gara-gara 5 menit itu saya kemudian harus menunggu 2 jam kemudian. Karena travel yang satu ini menuju area kota Jakarta lain, saya pun harus menyambung lagi dengan taksi di Jakarta dan harus mengeluarkan biaya hampir seratus lima puluh ribu. Gara-gara 5 menit telat saya harus membayar harga yang cukup lumayan. Kata terlambat memang bisa menimbulkan banyak masalah. Apa yang terjadi jika anda terlambat ke sekolah atau kampus, apalagi di saat ujian? Apa yang terjadi jika reaksi anda terlambat sedetik saja ketika mobil di depan anda tiba-tiba mengerem? Ada banyak hal yang akhirnya kita sesali hanya karena sebuah kata: terlambat. Dalam contoh keterlambatan saya di atas, masih untung itu bukanlah sebuah keterlambatan yang fatal akibatnya. Artinya saya masih punya kesempatan untuk mengambil jadwal keberangkatan lainnya. Ada keterlambatan-keterlambatan yang berakibat fatal dimana penyesalan tidak ada gunanya lagi, yang bisa menimpa diri kita jika kita terus membuang-buang atau menyia-nyiakan waktu.
Ingatkah anda tentang kisah "Orang kaya dan Lazarus yang miskin" dalam Lukas 16:19-31? Mari kita lihat kisah ini untuk melanjutkan apa yang sudah kita baca kemarin mengenai pentingnya menghargai waktu yang masih dipercayakan Tuhan kepada kita. Tersebutlah seorang pengemis bernama Lazarus, penuh borok dan sangat menderita. Ia menetap tepat di depan pintu rumah seorang kaya yang setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Apakah Lazarus diperhatikan? Tampaknya tidak. Si orang kaya mungkin berpikir, "Masih syukur kamu tidak diusir. Aku mencari uang dengan keringatku sendiri, mengapa aku harus memberi kepadamu?" Dan Lazarus pun diabaikan begitu saja. Ia bahkan harus makan dari remah-remah yang jatuh dari atas meja si orang kaya, sambil membiarkan boroknya dijilati anjing-anjing. Benar-benar sebuah pemandangan yang kontras dan ironis. Lalu kemudian Lazarus mati. Demikian pula si orang kaya tersebut. Pemandangan kontras kembali tersaji di atas sana, tetapi keadaan kini berbalik! "..Dan sementara ia (orang kaya itu) menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya." (ay 23). Melihat hal itu, si orang kaya pun meratap. "Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini." (ay 24). "Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang." (ay 25-26). Betapa menyesalnya si orang kaya itu, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan sekarang untuk mengubah keadaan. Semua sudah berakhir.
Terlambat. Itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kenyataan yang dihadapi si orang kaya. Ia terlambat untuk berbuat baik, terlambat untuk mengasihi sesamanya. Ia terlena hidup dalam kemewahan dan lupa untuk memanfaatkan waktu yang tersedia. Apakah ia punya kesempatan? Tentu saja. Bahkan ia tidak perlu repot-repot atau jauh-jauh pergi untuk menunjukkan kasih dalam perbuatan nyata karena Lazarus berbaring tepat di depan pintunya. Ia punya kesempatan, ia punya sesuatu yang bisa ia berikan, tetapi ia tidak melakukannya. Dan pada akhirnya ketika semua sudah terlambat ia pun menyesal. Sebuah penyesalan yang sayangnya tidak bisa lagi diperbaiki.
Ketika waktu masih dipercayakan Tuhan kepada kita saat ini, hendaklah kita memakai hikmat untuk mempergunakan waktu-waktu yang ada sebaik mungkin. Paulus berkata "Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Jangan sia-siakan waktu yang ada, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. Kita tidak bisa melihat masa depan, kita tidak tahu kapan kesempatan bagi kita untuk bertobat akan berakhir. Kita harus benar-benar belajar menghargai waktu, mengisinya dengan segala perbuatan baik berdasarkan kasih dan terus memakainya untuk belajar untuk lebih dekat dan lebih taat lagi kepada Tuhan. Kita harus senantiasa berjaga-jaga sebab kita tidak akan pernah tahu kapan hari maupun saatnya akan tiba. (Matius 25:13). Ada begitu banyak yang ditawarkan dunia hari ini yang akan dengan mudah membuat kita terlena dan lupa melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sebagai anak-anak Terang, sebagai ahli waris Tuhan di muka bumi ini. Sungguh kita hidup di hari-hari yang jahat, penuh dengan penyesatan. Ada keterlambatan yang masih bisa ditebus dengan sejumlah harga, tetapi ada pula keterlambatan yang benar-benar tidak bisa lagi kita tebus walau dengan harga sebesar apapun. Oleh karena itu kita harus benar-benar mewaspadai setiap langkah hidup kita dan berhenti menyia-nyiakan waktu. Pergunakanlah waktu yang tersisa ini untuk mengambil langkah nyata dalam ketaatan, dan lakukanlah segala sesuatu seperti apa yang dikehendaki Tuhan. Hendaklah kita dipenuhi kebijaksanaan dan kearifan dalam hikmat agar mampu menghitung hari-hari kita menghargai setiap detik yang Tuhan masih berikan kepada kita. Orang kaya itu tidak lagi punya kesempatan, tetapi kita masih punya. Jangan tunda lagi, mulailah hari ini juga agar kita tidak sampai berakhir di tempat yang sama dengan si kaya.
Hargai waktu sebaik mungkin karena ada keterlambatan tidak bisa lagi diperbaiki
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Pengampunan yang Melimpah
“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi”
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 3; Matius 3; 1 Raja-Raja 19-20
Suatu hari ada seorang anak laki-laki sensitif di abad ke delapan belas yang bergabung dalam ketentaraan Inggris. Ia terlihat begitu semangat ketika menjalani latihan pertama kali. Setiap instruksi pelatih, ia lakukan dengan penuh semangat. Hingga tibalah waktu latihan dengan menggunakan senjata api.
Ia mulai gelisah begitu melihat satu per satu rekannya mulai menembakkan senjata ke target yang telah ditentukan oleh atasannya. Belum sampai waktunya untuk maju, anak laki-laki ini kabur dari kesatuan tanpa ada pemberitahuan kepada atasannya.
Bertahun-tahun kemudian ia menjadi seorang astronom besar, bahkan menemukan sebuah planet. Tanpa disangka-sangka, Raja George mengirimkan surat undangan datang ke Istana kepada anak laki-laki yang telah bertumbuh menjadi seorang pria gagah ini. Ia pun memenuhi undangan raja dengan perasaan takut mengingat ia pernah kabur dari kemiliteran.
Dalam pikiran pria ini adalah ia akan mendapat hukuman dari raja karena perbuatannya di masa lalu. Namun, perkiraannya salah. Saat Raja George tiba dan bertemu dengannya, ia diperlakukan dengan sangat hangat. Tak ada kesan bahwa raja marah kepadanya. Bahkan, sebelum raja berpisah dengannya, ia diberikan sebuah amplop dimana di dalamnya berisi mengenai pengampunan kerajaan kepadanya dan pengangkatan dirinya sebagai anggota rumah tangga kerajaan.
Inilah yang Allah janjikan juga pada setiap manusia di bumi bahwa Dia memberikan pengampunan kepada kita yang mau mengakui dosa-dosa kita di hadapan-Nya. Dia melakukannya bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan, tetapi karena Dia sangatlah mengasihi kita.
Maukah Anda menerima anugerah pengampunan-Nya yang melimpah ini? Anugerah yang tidak akan dapat dinikmati apabila Tuhan Yesus telah datang kembali ke muka bumi. Oleh karenanya, sebelum semua terlambat, ambillah kesempatan ini sekarang juga !
Sebesar apapun dosa yang Anda perbuat, ketika Anda mau mengakuinya dan mau bertobat maka pengampunan Allah tersedia bagi Anda.
Sumber: Hope for Each Day; Billy Graham; Penerbit Metanoia
Senin, 30 Agustus 2010
Menghargai Waktu
========================
"dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."
Adik saya baru saja mendapatkan musibah kecelakaan ketika sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya. Puji Tuhan ia masih selamat, meskipun mendapatkan tujuh jahitan di ubun-ubun kepalanya. Musibah sebenarnya bisa dihindari apabila ia tidak mengebut dan memakai helm. Akibat menghindari sebuah becak ia terpelanting ke jalan dan sebuah mobil mengerem tepat di depan kepalanya. Putaran ban ternyata masih kencang, dan ubun-ubun kepalanya pun terkikis oleh ban sehingga sobek cukup panjang. Bayangkan seandainya pengemudi mobil itu telat menginjak rem sepersekian detik saja, atau kurang dalam sedikit saja, kepalanya bisa remuk tergiling mobil itu. Saya bersyukur Tuhan masih memberi kesempatan baginya untuk hidup. Saat ini ia masih beristirahat untuk memulihkan luka-luka dan bengkak yang ia alami di sekujur tubuh.
Tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan kita dipanggil kembali menghadap Bapa. Banyak orang yang begitu takut menghadapi tahun 2012 yang mereka percaya akan menjadi akhir dari dunia ini. Teman saya pernah bercanda bahwa nanti memasuki tahun 2012 dia akan berubah. Padahal siapa yang bisa mengetahui kapan dunia ini berakhir, dan tentu saja siapa yang bisa tahu kapan ia dipanggil pulang? Kasus "near death experience" yang dialami adik saya semakin membuka mata saya bahwa kita tidaklah pernah tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini. Bisa jadi puluhan tahun lagi, beberapa jam lagi bahkan mungkin pula sedetik lagi.
Paulus mengingatkan kepada jemaat Efesus untuk tidak membuang-buang waktu dengan terus berbuat dosa. Ia mengingatkan: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15).Ini pesan yang sangat penting karena tidak selamanya kesempatan untuk bertobat itu ada pada kita. Jangan bebal, tapi jadilah orang yang bijaksana dengan menghargai waktu yang masih diberikan kepada kita. Lebih lanjut Paulus pun menekankan kita untuk bijaksana memanfaatkan waktu karena bumi yang kita huni saat ini penuh dengan hal-hal yang menyesatkan. "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (ay 16).
Dari apa yang dialami adik saya kemarin kita bisa melihat betapa sepersekian detik saja sudah begitu berharga. Sadarilah betapa seringnya kita sulit menghargai waktu dengan baik. Padahal membuang satu menit atau satu detik saja akan berarti membuang sebuah kesempatan besar. Waktu yang sudah berlalu tidak bisa diulangi lagi, kesempatan seringkali berlalu tanpa bisa kita dapat kembali. Tetapi kita begitu seringnya terlena dengan segala kenikmatan dunia sehingga selalu berpikir bahwa kita masih punya banyak kesempatan. Yesus jelas berkata: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13).
Terlena, menunda-nunda memang menjadi kebiasaan buruk bagi manusia. Itulah sebabnya kita perlu mengingat sepenggal doa Musa mengenai hal ini yang tertulis dalam Mazmur. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Doa dan kedekatan kita kepada Bapa bisa memampukan kita untuk tetap terus menghitung hari-hari kita dengan bijaksana, terus berjaga-jaga. Yesus mengingatkan kita "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35) dan Paulus mengingatkan "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Jangan terlena, jangan terus menunda kesempatan untuk memperbaiki diri, berbalik dari jalan-jalan yang sesat untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan memang membuka pintu kesempatan lebar-lebar kepada kita untuk berbalik arah kembali kepadaNya. Dia memang berjanji akan segera mengampuni kita, bahkan berjanji untuk tidak lagi mengingat-ingat dosa kita seperti apa yang Tuhan katakan dalam Yeremia 31:34. Namun kita harus ingat pula bahwa kesempatan emas seperti itu tidaklah tersedia selamanya. Ada waktu dimana kita akan dipanggil menghadapNya dan harus siap mempertanggungjawabkan semua yang kita perbuat dan katakan, dan kita tidak akan pernah tahu kapan saat itu tiba. Oleh karena itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang arif dan bijaksana dalam menghitung hari-hari kita, mengisi setiap waktu kita dengan hal-hal bermanfaat, mempergunakan waktu yang masih diberikan dengan sebaik-baiknya agar kita tidak sampai menyesal ketika saatnya tiba. Marilah kita hargai setiap waktu yang diberikan Tuhan dengan semaksimal mungkin.
Jangan sia-siakan setiap detik yang diberikan Tuhan kepada kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Menghargai Waktu
========================
"dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."
Adik saya baru saja mendapatkan musibah kecelakaan ketika sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya. Puji Tuhan ia masih selamat, meskipun mendapatkan tujuh jahitan di ubun-ubun kepalanya. Musibah sebenarnya bisa dihindari apabila ia tidak mengebut dan memakai helm. Akibat menghindari sebuah becak ia terpelanting ke jalan dan sebuah mobil mengerem tepat di depan kepalanya. Putaran ban ternyata masih kencang, dan ubun-ubun kepalanya pun terkikis oleh ban sehingga sobek cukup panjang. Bayangkan seandainya pengemudi mobil itu telat menginjak rem sepersekian detik saja, atau kurang dalam sedikit saja, kepalanya bisa remuk tergiling mobil itu. Saya bersyukur Tuhan masih memberi kesempatan baginya untuk hidup. Saat ini ia masih beristirahat untuk memulihkan luka-luka dan bengkak yang ia alami di sekujur tubuh.
Tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan kita dipanggil kembali menghadap Bapa. Banyak orang yang begitu takut menghadapi tahun 2012 yang mereka percaya akan menjadi akhir dari dunia ini. Teman saya pernah bercanda bahwa nanti memasuki tahun 2012 dia akan berubah. Padahal siapa yang bisa mengetahui kapan dunia ini berakhir, dan tentu saja siapa yang bisa tahu kapan ia dipanggil pulang? Kasus "near death experience" yang dialami adik saya semakin membuka mata saya bahwa kita tidaklah pernah tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini. Bisa jadi puluhan tahun lagi, beberapa jam lagi bahkan mungkin pula sedetik lagi.
Paulus mengingatkan kepada jemaat Efesus untuk tidak membuang-buang waktu dengan terus berbuat dosa. Ia mengingatkan: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15).Ini pesan yang sangat penting karena tidak selamanya kesempatan untuk bertobat itu ada pada kita. Jangan bebal, tapi jadilah orang yang bijaksana dengan menghargai waktu yang masih diberikan kepada kita. Lebih lanjut Paulus pun menekankan kita untuk bijaksana memanfaatkan waktu karena bumi yang kita huni saat ini penuh dengan hal-hal yang menyesatkan. "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (ay 16).
Dari apa yang dialami adik saya kemarin kita bisa melihat betapa sepersekian detik saja sudah begitu berharga. Sadarilah betapa seringnya kita sulit menghargai waktu dengan baik. Padahal membuang satu menit atau satu detik saja akan berarti membuang sebuah kesempatan besar. Waktu yang sudah berlalu tidak bisa diulangi lagi, kesempatan seringkali berlalu tanpa bisa kita dapat kembali. Tetapi kita begitu seringnya terlena dengan segala kenikmatan dunia sehingga selalu berpikir bahwa kita masih punya banyak kesempatan. Yesus jelas berkata: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13).
Terlena, menunda-nunda memang menjadi kebiasaan buruk bagi manusia. Itulah sebabnya kita perlu mengingat sepenggal doa Musa mengenai hal ini yang tertulis dalam Mazmur. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Doa dan kedekatan kita kepada Bapa bisa memampukan kita untuk tetap terus menghitung hari-hari kita dengan bijaksana, terus berjaga-jaga. Yesus mengingatkan kita "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35) dan Paulus mengingatkan "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Jangan terlena, jangan terus menunda kesempatan untuk memperbaiki diri, berbalik dari jalan-jalan yang sesat untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan memang membuka pintu kesempatan lebar-lebar kepada kita untuk berbalik arah kembali kepadaNya. Dia memang berjanji akan segera mengampuni kita, bahkan berjanji untuk tidak lagi mengingat-ingat dosa kita seperti apa yang Tuhan katakan dalam Yeremia 31:34. Namun kita harus ingat pula bahwa kesempatan emas seperti itu tidaklah tersedia selamanya. Ada waktu dimana kita akan dipanggil menghadapNya dan harus siap mempertanggungjawabkan semua yang kita perbuat dan katakan, dan kita tidak akan pernah tahu kapan saat itu tiba. Oleh karena itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang arif dan bijaksana dalam menghitung hari-hari kita, mengisi setiap waktu kita dengan hal-hal bermanfaat, mempergunakan waktu yang masih diberikan dengan sebaik-baiknya agar kita tidak sampai menyesal ketika saatnya tiba. Marilah kita hargai setiap waktu yang diberikan Tuhan dengan semaksimal mungkin.
Jangan sia-siakan setiap detik yang diberikan Tuhan kepada kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Keluar Dari Sumur Dengan Kemenangan
Penderitaan Yusuf mungkin menggambarkan pengalaman Anda sekarang. Anda mungkin sedang diperlakukan secara tidak adil oleh orang-orang terdekat Anda. Anda disakiti, dibuang, ditolak, masa depan Anda dicuri. Anda mungkin masuk ke dalam sumur tersinggung (pit of offence) atau sumur kegagalan (pit of failure). Di dalam sumur manapun, Anda harus belajar memberikan respon yang tepat untuk bisa mencapai penggenapan janji-janji Tuhan yang luar biasa.
Kita belajar enam hal dari Yusuf yang membuatnya keluar dari sumur dengan kemenangan.
1. Tidak Mentoleransi Kondisi Sumur
Jangan pernah mentoleransi kondisi sumur di mana Anda sedang berada. Kalau kita mentoleransi, artinya kita menerimanya dan memaklumkannya sebagai sesuatu yang wajar. Ketika Anda tidak mentoleransi kondisi Anda di sumur, Anda menciptakan masa depan yang baru.
2. Kenali Serangan Setan Yang Mau Membatalkan Promosi Dari Tuhan
Serangan setan selalu datang pada setiap orang yang akan dipromosi oleh Tuhan. Anda memiliki potensi dan setan mau mematikannya. Tetapi ingat, tidak ada mahkota tanpa salib, tidak ada kemenangan tanpa pertentangan.
3. Fokus Pada Janji Tuhan Dan Bukan Pada Apa Yang Sudah / Sedang Terjadi
Pecundang fokus pada apa yang dia telah / sedang alami tetapi pemenang fokus pada masa depan, pada ke mana dia akan pergi. Jika Anda ingin keluar dari sumur, fokus pada ke mana Tuhan mau Anda berada bukan pada apa yang Anda sedang alami.
4. Tolak Reaksi Kepahitan
Sewaktu Anda berada di lubang sumur, bagaimana reaksi Anda terhadap orang yang melempar Anda ke sumur? Reaksi Anda menentukan bagaimana perlakuan Tuhan terhadap Anda. Lukas 6:31 berkata: "Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka". Akan tiba harinya, Anda akan tuai apa yang Anda tabur. Jika Anda ingin Tuhan menolong Anda pada waktu Anda sedang dalam masalah, Anda lebih baik menolong orang lain yang sedang dalam masalah terlebih dulu.
5. Ketahui Bahwa Orang Yang Menyebabkan Anda Menderita Tidak Mengontrol Masa Depan Anda
Orang yang menyebabkan Anda menderita saat ini, tidak bisa mengontrol kenikmatanmu di masa depan. Yusuf disakiti, dikhianati dan dijual oleh kakak-kakaknya, tapi mereka tidak bisa mengontrol kebahagiaan Yusuf di masa depannya. Yusuf tetap menjadi penguasa di seluruh tanah Mesir.
Yesaya 60:14
Anak-anak orang-orang yang menindas engkau akan datang kepadamu dan tunduk, dan semua orang yang menista engkau akan sujud menyembah telapak kakimu; mereka akan menyebutkan engkau "kota TUHAN", "Sion, milik Yang Mahakudus, Allah Israel."
6. Menangkan Peperangan Dengan Iman Dan Firman
Jika Anda masuk ke sumur, ingat bahwa Anda tidak bisa memenangkan peperangan rohani ini dengan logika. Anda hanya bisa memenangkannya dengan iman dan pengetahuan firman.
Perjalanan hidup Yusuf melalui lubang sumur adalah persiapan pembentukan karakternya untuk sesuatu yang besar yang sedang Tuhan kerjakan. Jika Anda tekun, tabah, setia berjalan dengan Tuhan, dan maju terus selama Anda berada di jalur penderitaan, Anda akan melihat diri Anda masuk di jalur kelimpahan dalam kehidupan Anda.
Minggu, 29 Agustus 2010
31 Agustus - 1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37
"Alangkah hebatnya perkataan ini!"
(1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37)
"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu" (Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Sadar atau tidak kwalitas pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita masing-masing sangat dipengaruhi oleh kata-kata yang kita dengar atau dengarkan, sejak kita dilahirkan dari rahim ibu, atau bahkan sejak masih berada di rahim ibu. Kata-kata yang kita dengarkan dapat 'menghentak atau mempesona' hati, jiwa dan akal budi kita, sehingga mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kita. Kepada seorang yang kerasukan setan Yesus berkata keras dan kiranya cukup menghentak dan menyakitkan, "Diam, keluarlah dari padanya!", sehingga setan yang merasuki orang tersebut keluar daripadanya. Sabda atau kata-kataNya sungguh berwibawa dan penuh kuasa, sehingga mereka yang menyaksikannya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar". Di antara saudara-saudari atau sesama kita kiranya juga ada yang sedang kerasukan setan alias cara hidup dan cara bertindaknya lebih dikuasai oleh roh jahat sehingga senang berbuat jahat, atau mungkin kita sendiri demikian adanya. Maka pertama-tama kami mengajak kita semua untuk tidak takut dan gentar mengusir roh jahat yang mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita, marilah kita peringatkan mereka dengan kata-kata keras disertai kerendahan hati. Sebaliknya jika kita diperingatkan dengan keras sehingga kita merasa sakit hati, hendaknya disadari dan dihayati bahwa kita perlu bertobat atau memperbaiki diri, berubah ke arah yang baik atau lebih baik dari yang ada sekarang ini. Jangan diabaikan kata-kata keras dan menyakitkan, tetapi renungkan dalam hati dan jadikan pemicu untuk mawas diri dan memperbaiki diri.
· "Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita" (1Kor 2:12), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah kasih karunia atau anugerah Allah, inilah kebenaran iman. Jika kita berani menghayati kebenaran iman ini, maka cara hidup dan cara bertindak kita akan rendah hati dan lemah lembut, penuh syukur dan terima kasih. Cara hidup yang demikian akan memiliki kuasa dan wibawa untuk mempengaruhi suasana lingkungan hidup dan siapapun yang menyaksikan cara hidup kita, dan mereka akan berkata "Alangkah hebatnya cara hidup orang ini, sehingga siapapun yang bertemu dengannya atau menyaksikannya akan tergerak untuk semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci". Roh atau jiwa yang dianugerahkan kepada kita dan menghidupi kita adalah berasal dari Allah, maka mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah alias senantiasa berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Kami mengajak anda sekalian, khususnya para orangtua, pemimpin atau atasan, untuk membina dan mendidik anak-anak, anggota atau bawahan hidup dan bertindak dengan rendah hati, penuh syukur dan terima kasih, sebagai perwujudan bahwa hidup dan segala sesuatu yang menyertainya adalah anugerah Allah. Para orangtua, pemimpin atau atasan kami harapkan dapat menjadi contoh cara hidup yang rendah hati, penuh syukur dan terima kasih., jauhkan aneka macam bentuk kesombongan. Hidup dan bertindak dengan penuh terima kasih antara lain berarti menyikapi segala sesuatu yang terarah pada diri kita, entah itu kata-kata, perbuatan atau barang, sebagai wujud kasih orang lain kepada kita.
"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya" (Mzm 145:8-13)
Jakarta, 31 Agustus 2010
31 Agustus - 1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37
"Alangkah hebatnya perkataan ini!"
(1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37)
"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu" (Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Sadar atau tidak kwalitas pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita masing-masing sangat dipengaruhi oleh kata-kata yang kita dengar atau dengarkan, sejak kita dilahirkan dari rahim ibu, atau bahkan sejak masih berada di rahim ibu. Kata-kata yang kita dengarkan dapat 'menghentak atau mempesona' hati, jiwa dan akal budi kita, sehingga mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kita. Kepada seorang yang kerasukan setan Yesus berkata keras dan kiranya cukup menghentak dan menyakitkan, "Diam, keluarlah dari padanya!", sehingga setan yang merasuki orang tersebut keluar daripadanya. Sabda atau kata-kataNya sungguh berwibawa dan penuh kuasa, sehingga mereka yang menyaksikannya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar". Di antara saudara-saudari atau sesama kita kiranya juga ada yang sedang kerasukan setan alias cara hidup dan cara bertindaknya lebih dikuasai oleh roh jahat sehingga senang berbuat jahat, atau mungkin kita sendiri demikian adanya. Maka pertama-tama kami mengajak kita semua untuk tidak takut dan gentar mengusir roh jahat yang mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita, marilah kita peringatkan mereka dengan kata-kata keras disertai kerendahan hati. Sebaliknya jika kita diperingatkan dengan keras sehingga kita merasa sakit hati, hendaknya disadari dan dihayati bahwa kita perlu bertobat atau memperbaiki diri, berubah ke arah yang baik atau lebih baik dari yang ada sekarang ini. Jangan diabaikan kata-kata keras dan menyakitkan, tetapi renungkan dalam hati dan jadikan pemicu untuk mawas diri dan memperbaiki diri.
· "Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita" (1Kor 2:12), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah kasih karunia atau anugerah Allah, inilah kebenaran iman. Jika kita berani menghayati kebenaran iman ini, maka cara hidup dan cara bertindak kita akan rendah hati dan lemah lembut, penuh syukur dan terima kasih. Cara hidup yang demikian akan memiliki kuasa dan wibawa untuk mempengaruhi suasana lingkungan hidup dan siapapun yang menyaksikan cara hidup kita, dan mereka akan berkata "Alangkah hebatnya cara hidup orang ini, sehingga siapapun yang bertemu dengannya atau menyaksikannya akan tergerak untuk semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci". Roh atau jiwa yang dianugerahkan kepada kita dan menghidupi kita adalah berasal dari Allah, maka mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah alias senantiasa berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Kami mengajak anda sekalian, khususnya para orangtua, pemimpin atau atasan, untuk membina dan mendidik anak-anak, anggota atau bawahan hidup dan bertindak dengan rendah hati, penuh syukur dan terima kasih, sebagai perwujudan bahwa hidup dan segala sesuatu yang menyertainya adalah anugerah Allah. Para orangtua, pemimpin atau atasan kami harapkan dapat menjadi contoh cara hidup yang rendah hati, penuh syukur dan terima kasih., jauhkan aneka macam bentuk kesombongan. Hidup dan bertindak dengan penuh terima kasih antara lain berarti menyikapi segala sesuatu yang terarah pada diri kita, entah itu kata-kata, perbuatan atau barang, sebagai wujud kasih orang lain kepada kita.
"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya" (Mzm 145:8-13)
Jakarta, 31 Agustus 2010
Belajar
===================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."
Pemilihan jurusan di SMU tentu punya alasan tersendiri. Ada yang memang menggemari ilmu pengetahuan alam, bercita-cita ingin menjadi insinyur atau dokter, maka jurusan IPA pun dipilih. Berminat kepada ilmu sosial, atau merasa tidak sanggup untuk mempelajari ilmu alam, jurusan IPS pun dipilih. Dahulu saya memilih jurusan IPA, tapi mungkin alasan saya memilih itu cukup aneh kalau didengar. Saya memilih IPA justru karena tidak menyukai matematika, fisika dan kimia. Lalu mengapa saya memilih jurusan itu? Karena justru karena tidak suka saya ingin menantang diri saya untuk mendalami lebih jauh lagi. Jika karena saya tidak suka, lalu saya tinggalkan, bagaimana saya bisa belajar untuk menyukainya? Sebuah alasan yang aneh bagi orang, tapi tidak bagi saya, yang selalu tidak suka menyerah sejak kecil.
Hidup adalah sebuah proses belajar. Dari sejak lahir hingga nafas terakhir manusia memang harus terus belajar. Jika kita berhenti belajar, berhenti pula lah sebenarnya kehidupan kita. Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia lebih dari sanggup untuk melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus menyuapi anak anda dengan permen tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.
Lihatlah apa kata Tuhan dalam surat Titus. "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik, dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan tanpa melakukan upgrade rutin terhadap apa yang kita ketahui kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.
Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dikatakan Paulus lewat suratnya kepada Timotius. "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita di masa pertumbuhan mereka. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dan selalu bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda, termasuk pula dari segi rohani. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses yang dilakukan secara terus menerus.
Sebuah pepatah asing mengatakan "Rome wasn't built in a day". Menjalani proses memang seringkali tidak mudah. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Tuhan selalu mendorong semua anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Dan hal ini tidak akan bisa kita capai dalam semalam. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Mari singsingkan lengan baju kita dan teruslah belajar!
Ketika kita berhenti belajar, pada hakekatnya kehidupan pun berhenti
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Belajar
===================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."
Pemilihan jurusan di SMU tentu punya alasan tersendiri. Ada yang memang menggemari ilmu pengetahuan alam, bercita-cita ingin menjadi insinyur atau dokter, maka jurusan IPA pun dipilih. Berminat kepada ilmu sosial, atau merasa tidak sanggup untuk mempelajari ilmu alam, jurusan IPS pun dipilih. Dahulu saya memilih jurusan IPA, tapi mungkin alasan saya memilih itu cukup aneh kalau didengar. Saya memilih IPA justru karena tidak menyukai matematika, fisika dan kimia. Lalu mengapa saya memilih jurusan itu? Karena justru karena tidak suka saya ingin menantang diri saya untuk mendalami lebih jauh lagi. Jika karena saya tidak suka, lalu saya tinggalkan, bagaimana saya bisa belajar untuk menyukainya? Sebuah alasan yang aneh bagi orang, tapi tidak bagi saya, yang selalu tidak suka menyerah sejak kecil.
Hidup adalah sebuah proses belajar. Dari sejak lahir hingga nafas terakhir manusia memang harus terus belajar. Jika kita berhenti belajar, berhenti pula lah sebenarnya kehidupan kita. Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia lebih dari sanggup untuk melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus menyuapi anak anda dengan permen tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.
Lihatlah apa kata Tuhan dalam surat Titus. "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik, dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan tanpa melakukan upgrade rutin terhadap apa yang kita ketahui kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.
Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dikatakan Paulus lewat suratnya kepada Timotius. "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita di masa pertumbuhan mereka. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dan selalu bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda, termasuk pula dari segi rohani. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses yang dilakukan secara terus menerus.
Sebuah pepatah asing mengatakan "Rome wasn't built in a day". Menjalani proses memang seringkali tidak mudah. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Tuhan selalu mendorong semua anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Dan hal ini tidak akan bisa kita capai dalam semalam. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Mari singsingkan lengan baju kita dan teruslah belajar!
Ketika kita berhenti belajar, pada hakekatnya kehidupan pun berhenti
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
God send His Word, and I was healed
When I was fighting cancer, I knew how important it was to know the Word and to act on it for health and healing. Had it not been for the Word of God–knowing that God's Word works, that God would never lie and that He keeps His promises–I would not be alive today. God sent His Word, and I was healed.
But when our daughter, Lisa, was born with a condition similar to cerebral palsy and brain damage, my husband and I knew very little about healing. John was the pastor of a traditional church that didn't teach about healing. Lack of knowledge could have destroyed us (See Hosea 4:6), but somehow we knew that God's Word was true.
We started by reading in Matthew, Mark, Luke and John about the miraculous healings Jesus performed. Then we read.....
Baca Kelanjutannya disini
Click this link -> God send His Word, and I was healed
30 Agustus - 1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30
"Bukankah Ia ini anak Yusuf?"
(1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30)
"Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya."(Luk 4:16-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Barangsiapa tidak mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka sikap terhadap yang lain dan jauh pasti akan menindas atau melecehkan. Sebaliknya barangsiapa mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka terhadap yang lain/jauh pasti akan melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Orang-orang yang telah kenal Yesus pada masa kecilNya tidak percaya bahwa Yesus adalah Penyelamat Dunia yang mereka dambakan kedatanganNya, bahkan ketika Ia tampil di bait Allah untuk menyatakan Jati DiriNya, mereka berkata "Bukankah Ia ini anak Yusuf", dan kemudian mengusirNya. Kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah dengan rendah hati kita akui dan hayati apa yang baik, luhur, mulia, indah dalam diri saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita, entah di dalam keluarga, masyarakat atau tempat kerja/belajar. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini karena jasa, kebaikan dan kasih mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kini. Maka hendaknya dengan mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, kita senantiasa bersikap 'berterima kasih dan bersyukur', sehingga dalam hidup atau bekerja bersama kita saling berterima kasih dan bersyukur, saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Pengalaman berterima kasih dan bersyukur dalam keluarga akan menjadi modal dan kekuatan yang handal untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada siapapun dan dimanapun.
· "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah." (1Kor 2:4-5), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua untuk melihat, mengakui dan menghayati 'kekuatan Allah' dalam diri kita masing-masing atau saudara-saudari kita. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita dengan menganugerahi perkembangan dan pertumbuhan serta aneka macam keutamaan atau nilai kehidupan. Masing-masing dari kita setiap hari/saat berubah, dan marilah kita hayati bahwa perubahan ini merupakan karya Allah, terutama perubahan ke arah lebih baik, mulia, luhur dan terhormat. Sebagai orang beriman kita diharapkan tidak menggantungkan diri pada hikmat manusia, melainkan pada kekuatan Roh, dengan kata lain hendaknya kita jangan bersikap mental materialistis, melainkan spiritual. Tidak berarti kita harus berdoa khusuk terus menerus, melainkan 'menghayati Tuhan dalam segala sesuatu atau segala sesuatu dalam Tuhan'. Hidup spiritual atau kerohanian sejati terjadi dengan mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk atau hal-ikhwal duniawi dalam atau dengan semangat iman. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk menghayati tugas bekerja atau belajar bagaikan sedang beribadat, dengan kata lain sikap mental dalam belajar maupun bekerja seperti sikap mental dalam beribadat.
"Aku melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi perintah-Mu luas sekali. Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku" (Mzm 119:96-102)
Jakarta, 30 Agustus 2010
30 Agustus - 1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30
"Bukankah Ia ini anak Yusuf?"
(1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30)
"Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya."(Luk 4:16-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Barangsiapa tidak mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka sikap terhadap yang lain dan jauh pasti akan menindas atau melecehkan. Sebaliknya barangsiapa mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka terhadap yang lain/jauh pasti akan melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Orang-orang yang telah kenal Yesus pada masa kecilNya tidak percaya bahwa Yesus adalah Penyelamat Dunia yang mereka dambakan kedatanganNya, bahkan ketika Ia tampil di bait Allah untuk menyatakan Jati DiriNya, mereka berkata "Bukankah Ia ini anak Yusuf", dan kemudian mengusirNya. Kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah dengan rendah hati kita akui dan hayati apa yang baik, luhur, mulia, indah dalam diri saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita, entah di dalam keluarga, masyarakat atau tempat kerja/belajar. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini karena jasa, kebaikan dan kasih mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kini. Maka hendaknya dengan mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, kita senantiasa bersikap 'berterima kasih dan bersyukur', sehingga dalam hidup atau bekerja bersama kita saling berterima kasih dan bersyukur, saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Pengalaman berterima kasih dan bersyukur dalam keluarga akan menjadi modal dan kekuatan yang handal untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada siapapun dan dimanapun.
· "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah." (1Kor 2:4-5), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua untuk melihat, mengakui dan menghayati 'kekuatan Allah' dalam diri kita masing-masing atau saudara-saudari kita. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita dengan menganugerahi perkembangan dan pertumbuhan serta aneka macam keutamaan atau nilai kehidupan. Masing-masing dari kita setiap hari/saat berubah, dan marilah kita hayati bahwa perubahan ini merupakan karya Allah, terutama perubahan ke arah lebih baik, mulia, luhur dan terhormat. Sebagai orang beriman kita diharapkan tidak menggantungkan diri pada hikmat manusia, melainkan pada kekuatan Roh, dengan kata lain hendaknya kita jangan bersikap mental materialistis, melainkan spiritual. Tidak berarti kita harus berdoa khusuk terus menerus, melainkan 'menghayati Tuhan dalam segala sesuatu atau segala sesuatu dalam Tuhan'. Hidup spiritual atau kerohanian sejati terjadi dengan mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk atau hal-ikhwal duniawi dalam atau dengan semangat iman. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk menghayati tugas bekerja atau belajar bagaikan sedang beribadat, dengan kata lain sikap mental dalam belajar maupun bekerja seperti sikap mental dalam beribadat.
"Aku melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi perintah-Mu luas sekali. Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku" (Mzm 119:96-102)
Jakarta, 30 Agustus 2010
Sabtu, 28 Agustus 2010
Seimbang dalam Kerja, Seimbang Dalam Hidup
Narayana Murthy, seorang CEO sebuah perusahaan IT dari India berbicara dalam sebuah sesi dengan para karyawan tentang filosofinya tentang kerja. Narayana ini termasuk dalam 50 orang yang berpengaruh dalam dunia bisnis di Asia yang dirilis oleh majalah Asiaweek. Berikut pandangannya yang disampaikan dalam sesi tersebut.
Saya sering menjumpai orang-orang yang bekerja selama 12 jam sehari, 6 hari seminggu, atau lebih. Beberapa diantaranya melakukan hal tersebut karena diburu-buru oleh deadline, memenuhi target yang telah ditetapkan. Bagi mereka, waktu-waktu panjang yang penuh lembur hanyalah bersifat sewaktu-waktu saja. Ada pula yang menjalani jam-jam panjang dalam hari-hari mereka selama bertahun-tahun.
Entah karena orang-orang ini merasa telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada pekerjaan, atau bisa juga disebut workaholic. Apapun alasan yang orang buat untuk bekerja lembur, kondisi tersebut berpengaruh tidak baik kepada orang yang menjalani maupun orang-orang sekitarnya.
Berada dalam kantor selama berjam-jam dalam rentang waktu yang lama, bisa menimbulkan potensi yang cukup besar bagi yang menjalaninya untuk membuat kesalahan. Rekan-rekan saya yang saya kenal sering bekerja lembur, sering membuat kesalahan karena faktor kelelahan. Membetulkan kesalahan-kesalahan ini tentu saja membutuhkan waktu dan tenaga tidak saja dari dirinya sendiri, melainkan orang lain yang secara langsung maupun tidak langsung bekerja bersamanya.
Masalah lain adalah orang-orang yang bekerja pada perusahaan yang menetapkan waktu kerja yang ketat seringkali bukanlah orang-orang yang secara pergaulan menyenangkan. Para karyawan dari perusahaan dengan tipe seperti ini sering mengeluh atau komplain mengenai orang lain (yang tidak bekerja sekeras mereka).
Mereka menjadi mudah tersinggung, dan mudah marah. Orang-orang lain menjauhi mereka. Perilaku semacam ini secara organisasi tentunya merupakan masalah besar. Hasil besar akan dicapai oleh sebuah organisasi apabila ada jalinan harmonis dalam kerja sama tim antar karyawannya, bukannya bekerja sendiri-sendiri dan saling menjauhi.
Sebagai seorang manajer, saya harus membantu orang lain untuk meninggalkan kantor tepat waktu. Langkah pertama dan terpenting adalah sayalah yang harus memberi contoh dan pulang ke rumah tepat waktu.
Saya bekerja dengan seorang manajer yang menyindir orang-orang yang bekerja lembur terlalu lama. Ajakannya menjadi kehilangan makna ketika orang-orang menerima emailnya dan melihat jam email tersebut dikirim ternyata jam 2 pagi. Untuk mengajak orang melakukan suatu hal, langkah terpenting adalah memberi contoh dengan melakukannya sendiri.
Langkah kedua adalah mengajak orang untuk menjalani hidup yang seimbang. Sebagai contoh, berikut ini adalah langkah-langkah yang menurut saya cukup membantu:
1) Bangun pagi, sarapan dengan menu yang baik, lalu berangkat bekerja.
2) Bekerjalah dengan keras dan pintar selama 8 atau 9 jam sehari.
3) Pulanglah ke rumah
4) Baca buku atau komik, menonton film yang lucu, kumpul-kumpul dengan rekan, bermain dengan anak-anak, dan lain-lain.
5) Makan yang sehat dan tidur yang cukup.
Langkah-langkah ini disebut sebagai 'recreating'. Mengerjakan langkah 1, 3, 4, dan 5 akan memungkinkan langkah 2 dilakukan secara efektif dan seimbang. Bekerja secara normal dan mempertahankan hidup yang seimbang adalah konsep yang sederhana.
Langkah-langkah tersebut mungkin akan sulit dilakukan oleh sebagian orang karena orang tersebut akan menganggap perlunya perubahan mendasar yang bersifat personal pada dirinya.
Sebenarnya langkah-langkah ini memungkinkan untuk dilakukan oleh setiap orang, karena kita memiliki kekuatan untuk memilih apa yang akan kita lakukan.
Dengan menjaga keseimbangan, Anda akan mendapatkan:
1. Kesegaran.
2. Kekebalan tubuh menjadi normal, pasokan oksigen lancar.
3. Bisa berpikir lebih luas dan sehat.
4. Anda akan jauh lebih produktif.
5. Anda tidak akan kehilangan momen2 berharga dalam hidup bersama keluarga dan teman.
Pdt. Ade Manuhutu menyampaikan pola hidup sehat yang ia rangkum menarik dalam sebuah ungkapan, "Bed early and rise early, make a wealthy healthy life."
Menghargai Berkat Tuhan
===================
"Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang."
Tidak sedikit orang tua yang mengajarkan anaknya untuk tidak membuang-buang atau menyisakan makanan di piring mereka. Dan istri saya termasuk orang yang pernah mendapat didikan seperti itu dengan cukup keras. Ketika ia kecil, ia pernah mengambil makanan sangat banyak dalam satu piring, dan ibunya membiarkan hal itu. Ketika ia hanya menghabiskan sedikit, sang ibu kemudian memarahinya dan memaksanya untuk menghabiskan semuanya, meski kenyang atau apapun alasannya. Hal ini membuatnya kemudian belajar untuk mengambil secukupnya, tidak menumpuk makanan di piring lagi untuk kemudian dibuang ke tempat sampah.
Ada banyak di antara kita yang berpikir hal seperti itu tidak masalah. Bukankah uang yang dipakai untuk membeli pun juga uang kita? Mengapa kita harus repot jika makanan itu berlebih dan dibuang? Benar, itu uang kita. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa berkat itu berasal dari Tuhan dan bukan untuk disimpan sendiri, apalagi dibuang-buang? Ketika kita menghamburkan uang untuk menyediakan makanan lebih daripada kebutuhan lalu kemudian dibuang, apakah kita ingat ada banyak gelandangan dan anak-anak yang kelaparan, yang mungkin akan berpesta dengan segenggam saja sisa makanan yang terbuang itu? Ketika kita berpesta pora, pedulikah kita bahwa di sisi lain ada anak yang tengah menangis kelaparan? Perhatikanlah, Tuhan tidak menyukai sikap seperti itu. Kita bisa melihat sebuah contoh dari peristiwa yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu ketika Yesus membuat mukjizat yang mampu mengenyangkan 5000 orang, belum termasuk anak-anak dan wanita lewat lima roti dan dua ikan.
Ketika itu Yesus baru saja membuat mukjizat luar biasa dengan sisa makanan yang seadanya sehingga mampu memberi makan ribuan orang sekaligus. "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Mereka boleh makan sebanyak yang mereka kehendaki. Mereka disini bukan berbicara puluhan atau ratusan, tetapi ribuan orang. Lalu lihat ayat berikutnya berkata seperti ini: "Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." (ay 12). Ketiga Penulis Injil lainnya pun mencatat mengenai pengumpulan potongan-potongan tersisa ini. (Matius 14:20, Markus 6:43 dan Lukas 9:17. Lihatlah bahwa Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tidak membuang-buang sisa makanan seenaknya. Dia meminta kita untuk mengumpulkan sisanya, agar tidak ada yang terbuang.
Apa yang kita makan saat ini merupakan berkat tak terhingga dari Tuhan. Ini adalah hal yang penting untuk diingat. Itulah sebabnya dengan tidak membuang-buang makanan, itu artinya kita menghargai berkat yang diberikan Tuhan termasuk pula menghargai Sang Pemberinya. Di sisi lain itu juga menunjukkan bahwa kita memiliki kepedulian terhadap sesama kita atas dasar kasih, tepat seperti hukum kedua dari dua hukum yang terutama yang diajarkan Yesus. (Matius 22:34-40). Dengan membuang-buang makanan seenaknya itu artinya kita tidak menghargai pemberian Tuhan dan tidak memiliki empati terhadap penderitaan sesama. Hal ini tentu bukan sesuatu yang baik di mata Tuhan. Apalagi jika kita ingat sebuah ayat yang berbunyi: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).
Ada banyak orang yang lebih suka membuang makanannya daripada dibagikan kepada sesama. Tidak perlu jauh-jauh, mungkin tetangga kita sendiri saat ini sedang membutuhkan makanan. Ada banyak pula yang hanya memberi karena mengharapkan balasan atau memiliki kepentingan tertentu, bukan atas dasar kasih. Semua itu bukanlah sesuatu yang baik di mata Tuhan. Kita mengucap syukur atas makanan dan minuman yang terhidang di hadapan kita, dan jika kita buang, bukankah itu artinya kita membuang berkat yang berasal dari Tuhan? Tidakkah akan jauh lebih baik apabila kita mempergunakannya untuk memberkati orang lain? Sudahkah kita memperlakukan berkat dari Tuhan dengan benar? Ingatlah bahwa apa yang kita miliki saat ini bukanlah hasil usaha kita semata, tetapi juga merupakan berkat yang indah dari Tuhan. Hari ini marilah kita bersama-sama belajar menghargai berkat Tuhan, mensyukuri segala yang telah Dia berikan kepada kita, dan memakainya untuk memberkati orang lain.
Membuang berkat Tuhan berarti tidak menghargai Sang Pemberi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Menghargai Berkat Tuhan
===================
"Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang."
Tidak sedikit orang tua yang mengajarkan anaknya untuk tidak membuang-buang atau menyisakan makanan di piring mereka. Dan istri saya termasuk orang yang pernah mendapat didikan seperti itu dengan cukup keras. Ketika ia kecil, ia pernah mengambil makanan sangat banyak dalam satu piring, dan ibunya membiarkan hal itu. Ketika ia hanya menghabiskan sedikit, sang ibu kemudian memarahinya dan memaksanya untuk menghabiskan semuanya, meski kenyang atau apapun alasannya. Hal ini membuatnya kemudian belajar untuk mengambil secukupnya, tidak menumpuk makanan di piring lagi untuk kemudian dibuang ke tempat sampah.
Ada banyak di antara kita yang berpikir hal seperti itu tidak masalah. Bukankah uang yang dipakai untuk membeli pun juga uang kita? Mengapa kita harus repot jika makanan itu berlebih dan dibuang? Benar, itu uang kita. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa berkat itu berasal dari Tuhan dan bukan untuk disimpan sendiri, apalagi dibuang-buang? Ketika kita menghamburkan uang untuk menyediakan makanan lebih daripada kebutuhan lalu kemudian dibuang, apakah kita ingat ada banyak gelandangan dan anak-anak yang kelaparan, yang mungkin akan berpesta dengan segenggam saja sisa makanan yang terbuang itu? Ketika kita berpesta pora, pedulikah kita bahwa di sisi lain ada anak yang tengah menangis kelaparan? Perhatikanlah, Tuhan tidak menyukai sikap seperti itu. Kita bisa melihat sebuah contoh dari peristiwa yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu ketika Yesus membuat mukjizat yang mampu mengenyangkan 5000 orang, belum termasuk anak-anak dan wanita lewat lima roti dan dua ikan.
Ketika itu Yesus baru saja membuat mukjizat luar biasa dengan sisa makanan yang seadanya sehingga mampu memberi makan ribuan orang sekaligus. "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Mereka boleh makan sebanyak yang mereka kehendaki. Mereka disini bukan berbicara puluhan atau ratusan, tetapi ribuan orang. Lalu lihat ayat berikutnya berkata seperti ini: "Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." (ay 12). Ketiga Penulis Injil lainnya pun mencatat mengenai pengumpulan potongan-potongan tersisa ini. (Matius 14:20, Markus 6:43 dan Lukas 9:17. Lihatlah bahwa Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tidak membuang-buang sisa makanan seenaknya. Dia meminta kita untuk mengumpulkan sisanya, agar tidak ada yang terbuang.
Apa yang kita makan saat ini merupakan berkat tak terhingga dari Tuhan. Ini adalah hal yang penting untuk diingat. Itulah sebabnya dengan tidak membuang-buang makanan, itu artinya kita menghargai berkat yang diberikan Tuhan termasuk pula menghargai Sang Pemberinya. Di sisi lain itu juga menunjukkan bahwa kita memiliki kepedulian terhadap sesama kita atas dasar kasih, tepat seperti hukum kedua dari dua hukum yang terutama yang diajarkan Yesus. (Matius 22:34-40). Dengan membuang-buang makanan seenaknya itu artinya kita tidak menghargai pemberian Tuhan dan tidak memiliki empati terhadap penderitaan sesama. Hal ini tentu bukan sesuatu yang baik di mata Tuhan. Apalagi jika kita ingat sebuah ayat yang berbunyi: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).
Ada banyak orang yang lebih suka membuang makanannya daripada dibagikan kepada sesama. Tidak perlu jauh-jauh, mungkin tetangga kita sendiri saat ini sedang membutuhkan makanan. Ada banyak pula yang hanya memberi karena mengharapkan balasan atau memiliki kepentingan tertentu, bukan atas dasar kasih. Semua itu bukanlah sesuatu yang baik di mata Tuhan. Kita mengucap syukur atas makanan dan minuman yang terhidang di hadapan kita, dan jika kita buang, bukankah itu artinya kita membuang berkat yang berasal dari Tuhan? Tidakkah akan jauh lebih baik apabila kita mempergunakannya untuk memberkati orang lain? Sudahkah kita memperlakukan berkat dari Tuhan dengan benar? Ingatlah bahwa apa yang kita miliki saat ini bukanlah hasil usaha kita semata, tetapi juga merupakan berkat yang indah dari Tuhan. Hari ini marilah kita bersama-sama belajar menghargai berkat Tuhan, mensyukuri segala yang telah Dia berikan kepada kita, dan memakainya untuk memberkati orang lain.
Membuang berkat Tuhan berarti tidak menghargai Sang Pemberi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Jumat, 27 Agustus 2010
29 Agustus - Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14
"Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14
Dalam amplop undangan untuk pesta, seminar atau rapat sering tertulis 'maaf kalau salah menulis nama' di bawah nama dan alamat yang dituju, lebih-lebih terkait dengan gelar atau pangkat yang bersangkutan. Memang ada orang yang merasa bangga dan terhormat ketika gelar atau pangkat dengan lengkap tertulis dalam namanya, misalnya 'Prof', 'Dr', 'Ir' MPH, MBA, dst… atau 'Raden'dst.. Jika yang bersangkutan sungguh menghayati gelar atau pangkat yang tertulis pada namanya mungkin baik-baik saja atau bahkan ada orang yang malu mencantumkan gelar atau pangkat pada namanya, karena merasa dirinya tak layak mengenakan gelar atau pangkat tersebut. Ada pejabat atau petinggi ketika kurang dihormati merasa tersinggung dan marah. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam, maka marilah kita renungkan dan hayati sabda Yesus tersebut.
"Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:11)
"Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami" (2Kor 4:7), demikian kesaksian iman Paulus, rasul agung yang rendah hati. Mereka yang kita nilai agung atau besar di dalam Gereja Katolik ini senantiasa menyatakan diri dan berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati: Para Uskup atau Gembala kita senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, sedangkan Paus/Bapa Suci menyatakan diri sebagai hamba dari para hamba yang hina dina. Maka marilah kita dukung dambaan para gembala kita ini dengan mendoakannya serta berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam dimanapun dan kapanpun.
"Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). "Menenggang perasaan orang lain" dan "dapat menahan diri" itulah kiranya yang baik kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun, untuk itu kiranya dibutuhkan matiraga yang dijiwai dengan pengorbanan-pengorbanan diri. Hari-hari ini saudara-saudari kita, umat Islam, masih dalam perjalanan berpuasa selama tiga puluh hari, maka baiklah kita bertenggang rasa dengan mereka sekaligus mawas diri perihah keutamaan 'matiraga' yang sangat dibutuhkan untuk hidup dan bertindak rendah hati.
Secara harafiah 'matiraga' berarti mematikan raga atau tubuh, sedangkan yang dimaksudkan adalah mengendalikan gejolak dan nafsu tubuh/raga agar bergerak atau berfungsi sesuai dengan kehendak Allah. Gejolak nafsu yang merayu kita antara lain nafsu akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan, kehormatan duniawi dan seksual. Bermatiraga dalam hal-hal itu berarti memfungsikan harta benda atau uang, menghayati pangkat atau kedudukan serta kehormatan dunia maupun hubungan seksual demi keselamatan atau kebahagiaan jiwa kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Ketika kita mampu melaksanakan hal itu kiranya kita akan hidup dan bertindak dengan rendah hati, 'merendahkan diri' di hadapan orang lain. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau petinggi dapat menjadi contoh atau teladan dalam hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Semakin kaya akan harta benda/uang, jabatan atau kedudukan, kehormatan duniawi, tambah usia dan pengalaman, dst.. hendaknya semakin rendah hati, sebagaimana dikatakan oleh pepatah "Bulir padi semakin berisi semakin menunduk, sedangkan bulir padi yang tak berisi akan menengadah ke atas".
"Kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru," (Ibr 12:22-24a)
Kutipan di atas ini mengindikasikan suatu ingatan bahwa ketika kita sedang memasuki atau berada di dalam tempat ibadat (gereja/kapel, masjid, kuil, pura, dst..) pada umumnya bersikap rendah hati, penuh hormat, hening serta merasa damai dan tenteram dalam persaudaraan dengan Tuhan maupun sesama manusia. Hendaknya pengalaman tersebut tidak dipisahkan dari pengalaman atau cara hidup dan cara bertindak sehari-hari dimanapun dan kapanpun. "Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati", demikian kata Yakobus dalam suratnya. Sikap hidup terhadap Tuhan dan sikap hidup terhadap sesama manusia serta ciptaan lainnya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan.
Marilah kita hidup bersama dalam kemeriahan sebagai anak-anak Allah, orang-orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sebagai orang-orang 'yang namanya terdaftar di sorga'. Harap disadari dan dihayati baru dalam status 'terdaftar', belum 'diakui', apalagi 'disamakan', hidup kita di dunia ini belum atau tidak sama di sorga. Panggilan atau tugas pengutusan kita semua adalah berusaha agar hidup dan bertindak kita di dunia ini sama seperti di sorga, sebagaimana setiap kali kita doadakan dalam doa Bapa Kami "Jadilah kehendakMu di dunia ini seperti di dalam sorga". Cara untuk itu antara lain senantiasa setia pada dan melaksanakan sepenuhnya janji-janji yang pernah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji atau sumpah pegawai atau jabatan dst…
"Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan"(Sir 3:17-18). Kutipan ini kiranya semakin menegaskan dan meneguhkan kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Marilah kita lakukan pekerjaan kita apapun dengan sopan. Sopan berarti menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak melecehkan atau merendahkan yang lain dan membuat orang lain semakin tergerak untuk semakin beriman atau semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Kami harapkan kita senantiasa berpakaian sopan, jauhkan cara berpakaian yang merangsang orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan. Berpakaianlah sedemikian rupa sehingga orang yang melihat anda akan memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan.
"Orang-orang benar bersukacita, mereka beria-ria di hadapan Allah, bergembira dan bersukacita. Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya! Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus; Allah memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara, Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia, tetapi pemberontak-pemberontak tinggal di tanah yang gundul"
(Mzm 68:4-7)
Jakarta, 29 Agustus 2010
Arsip Blog
-
▼
2010
(1807)
-
▼
Agustus
(157)
- Menghargai Waktu : Orang Kaya dan Lazarus
- Menghargai Waktu : Orang Kaya dan Lazarus
- Pengampunan yang Melimpah
- Menghargai Waktu
- Menghargai Waktu
- Keluar Dari Sumur Dengan Kemenangan
- 31 Agustus - 1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37
- 31 Agustus - 1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37
- Belajar
- Belajar
- God send His Word, and I was healed
- 30 Agustus - 1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30
- 30 Agustus - 1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30
- Seimbang dalam Kerja, Seimbang Dalam Hidup
- Menghargai Berkat Tuhan
- Menghargai Berkat Tuhan
- 29 Agustus - Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29;...
- 29 Agustus - Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29;...
- Siapa Tahu yang Terbaik?
- 28 Agustus - 1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30
- 28 Agustus - 1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30
- Tanpa Tali Kekang
- Tanpa Tali Kekang
- Musuh Membuat Anda Sukses
- 27 Agt - 1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13
- 27 Agt - 1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13
- Yusuf dan Istri Potifar: Diperlakukan Tidak Adil
- Yusuf dan Istri Potifar: Diperlakukan Tidak Adil
- Kritik
- Kirimkan Kapal
- Dari Ujian Menuju Kemenangan
- Mempertahankan Iman dan Keselamatan
- Yusuf dan Istri Potifar: Ketika Sendirian
- Yusuf dan Istri Potifar: Ketika Sendirian
- Ayo pasang iklan di RHK
- The Blessing of Thorns
- Blue
- Blue
- 25 Agustus - 2Tes 3:6-10.16-18; Mat 23:27-32
- 25 Agustus - 2Tes 3:6-10.16-18; Mat 23:27-32
- Menghargai Iman
- Mefiboset dan Daud (3) : God's Unconditional Love
- Mefiboset dan Daud (3) : God's Unconditional Love
- 24 Agustus - Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51
- 24 Agustus - Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51
- MUJIZAT TUHAN TAK PERNAH BERAKHIR
- Mefiboset dan Daud (2): Tidak Dendam
- Mefiboset dan Daud (2): Tidak Dendam
- Video Kolaborasi Brandon dan Last minute
- 23 Agustus - 2Tes 1:1-5.11b-12; Mat 23:13-22
- 23 Agustus - 2Tes 1:1-5.11b-12; Mat 23:13-22
- Mefiboset dan Daud (1): Rendah Diri
- Mefiboset dan Daud (1): Rendah Diri
- 22 Agustus - Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 1...
- 21 Agustus - Yeh 43:1-7a; Mat 23:1-12
- 21 Agustus - Yeh 43:1-7a; Mat 23:1-12
- 22 Agustus - Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 1...
- Tiga Tipe Pemberi: Batu Api, Spon dan Sarang Lebah
- Hal Kecil
- Kisah Baut Kecil
- Brandon de Angelo dan Last Minute street crew
- Firman dalam Lagu
- Firman dalam Lagu
- TUHAN YANG MENGUBAH ”MUNGKIN” MENJADI MUJIZAT NYATA
- Semut dan Secangkir Kopi
- Semut dan Secangkir Kopi
- 20 Agustus - Yeh 37:1-14; Mat 22:34-40
- 20 Agustus - Yeh 37:1-14; Mat 22:34-40
- Kesaksian: Choky Sitohang presenter sukses Indonesia
- Album terbaru True Worshippers - Glory to Glory
- 19 Agustus - Yeh 36:23-28; Mat 22:1-14
- 18 Agustus - Yeh 34:1-11; Mat 20:1-16
- 18 Agustus - Yeh 34:1-11; Mat 20:1-16
- 19 Agustus - Yeh 36:23-28; Mat 22:1-14
- Ketaatan Prajurit
- Ketaatan Prajurit
- DIAMPUNI CUMA-CUMA
- Great is the Lord
- Great is the Lord
- Penyingkapan Tuhan
- Penyingkapan Tuhan
- The Power of Prayer
- 17 Agustus - HR Kemerdekaan RI : Sir 10: 1-8; 1Ptr...
- 17 Agustus - HR Kemerdekaan RI : Sir 10: 1-8; 1Ptr...
- Rut yang Giat dan Rajin
- Rut yang Giat dan Rajin
- 16 Agustus - Yeh 24:15-24; Mat 19:16-22)
- 16 Agustus - Yeh 24:15-24; Mat 19:16-22)
- Rut yang Bertanggung Jawab
- Rut yang Bertanggung Jawab
- Andai Titanic Mendengar
- 15 Agustus - HR SP MARIA DIANGKAT KE SURGA: Why 11...
- 15 Agustus - HR SP MARIA DIANGKAT KE SURGA: Why 11...
- Kisah Sukses : Susan Bachtiar
- Rut dan Kesetiaannya
- Rut dan Kesetiaannya
- 14 Agustus - Yeh 18:1-10.13b.30-32; Mat 19:13-15
- 14 Agustus - Yeh 18:1-10.13b.30-32; Mat 19:13-15
- Lirik lagu rohani tentang mujizat
- 13 Agustus - Yeh 16:1-15.60.63; Mat 19:3-12
-
▼
Agustus
(157)