"Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan"
(Keb 2:23-3:9: Luk 17:7-10)
"Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."(Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Kita semua, entah jabatan, fungsi atau kedudukan kita apapun, memiliki tugas pengutusan yang harus kita laksanakan; hanya satu dua orang saja yang memberi tugas pada dirinya sendiri dan kebanyakan dari kita menerima tugas dari orang lain, maka kita dapat berkata :"Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan". Kata-kata demikian ini muncul dari siapapun yang rendah hati. Hari ini kita kenangkan Leo Agung, Paus, yang dalam doa-doanya senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, "kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna". Sabda Yesus hari ini mengajak kita semua untuk menghayati bahwa "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan". Jika kita semua dapat melakukan kewajiban dan tugas pengutusan kita masing-masing dengan baik, selesai dan tuntas, maka hidup bersama dan kerja bersama menjadi damai dan tentram, selamat dan sejahtera. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua, tugas atau kewajiban apapun dan sekecil apapun hendaknya dikerjakan dengan baik, tanpa mengeluh atau menggerutu. Hamba yang baik memang senantiasa bekerja dengan baik, cekatan, tanggap terhadap situasi dan tuntutan, bergairah…dan pada umumnya yang dikerjakan apa-apa yang sederhana tetapi menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain ketiadaan hamba atau pelayan pada umumnya hidup bersama berubah, dan pada saat itu kita menyadari betapa pentingnya dan besarnya peran hamba dalam kehidupan sehari-hari. Marilah kita `berterima kasih' kepada para hamba atau pelayan, dan tentu saja terima kasih tersebut selayaknya diwujudkan dengan memberi kesejahteraan hidup yang layak kepada mereka. Masing-masing dari kita hendaknya juga mampu melakukan tugas-tugas sebagaimana harus dikerjakan oleh para hamba atau pelayan.
• "Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran" (Keb 3:5-6). Kutipan ini layak menjadi permenungan bagi siapapun yang setia melakukan tugas pengutusan atau kewajiban dengan baik. Dalam melakukan tugas selayaknya kita merasa disiksa, maka baiklah dalam melaksanakan tugas pengutusan atau kewajiban apapun hendaknya bersikap mental belajar dan dengan demikian kita memiliki sikap mental belajar terus menerus, ongoing education, ongoing formation. Bukankah orang yang sedang belajar `laksana emas dalam dapur api', sehingga terus menerus digembleng dan diolah? Hanya emas murni yang bertahan alias tidak luluh lantak, hancur lebur, ketika terjadi kebakaran, emas murni semakin terbakar semakin nampak kemurniannya atau keasliannya. Jika kita jujur dan cermat mawas diri kiranya masing-masing dari kita akan menyadari dan mengakui bahwa diri kita telah tercemar atau ternoda oleh aneka bentuk perbuatan dosa, dan dengan demikian masing-masing dari kita butuh pembersihan atau pemurnian kembali. Pembersihan atau pemurnian kembali tersebut harus kita jalani dengan hidup dan bekerja sebaik mungkin setiap hari sesuai dengan tugas dan kewajiban kita masing-masing. Maka marilah kita tegakkan disiplin diri, kejujuran, kesetiaan dan keteguhan hati dalam melaksanakan aneka macam tugas pengutusan atau kewajiban. Kita hancurkan aneka macam topeng kehidupan atau sandiwara kehidupan yang pada dasarnya nikmat sesaat sengsara selamanya. Kita hidup disiplin dan jujur, dan mungkin akan hancur sesaat tetapi seterusnya atau selamanya akan mujur. Sikap mental belajar terus menerus kami harapkan dibiasakan atau ditanamkan pada anak-anak atau peserta didik dan tentu saja dengan dukungan teladan dari orangtua dan pendidik/guru.
"Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.
Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya" (Mzm 34:16-19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar