Senin, 6 April 2015
18:2 Ia berkata: "Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku!
18:3 Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!
18:4 Terpujilah TUHAN, seruku; maka akupun selamat dari pada musuhku.
18:47 TUHAN hidup! Terpujilah gunung batuku, dan mulialah Allah Penyelamatku,
Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974
Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku. —Mazmur 18:3
Saya dan istri sama-sama mempunyai nenek yang berusia lebih dari 100 tahun. Ketika berbicara dengan mereka dan teman-teman mereka, saya mengenali suatu tren yang umumnya dilakukan kaum lansia saat mengenang suatu peristiwa: Mereka mengingat masa-masa sulit dengan perasaan nostalgia. Para lansia itu bergantian menceritakan pengalaman di masa Perang Dunia II dan Depresi Besar; mereka dengan gembira berbicara tentang kesulitan-kesulitan seperti badai salju, kamar kecil di masa kanak-kanak yang terletak di luar rumah, dan pengalaman kuliah mereka ketika harus makan sup kalengan dan roti basi selama 3 minggu berturut-turut.
Secara paradoks, masa-masa sulit justru dapat membantu untuk menumbuhkan iman dan memperkuat keakraban. Setelah melihat prinsip tersebut dihidupi secara nyata, saya dapat memahami lebih jauh salah satu misteri yang berkaitan dengan Allah. Pada intinya, iman adalah soal kepercayaan. Apabila saya memang teguh beriman kepada Allah, bukit batu kita (Mzm. 18:3), keadaan-keadaan terburuk sekalipun tidak akan dapat menghancurkan hubungan saya dengan sesama.
Iman seteguh bukit batu menolong saya percaya bahwa meskipun ada banyak kekacauan saat ini, Allah masih berdaulat. Meskipun saya mungkin merasa tidak dihargai, tetapi hidup saya sungguh berarti di mata Allah yang pengasih. Tidak ada penderitaan yang akan berlangsung selamanya, dan kejahatan tidak akan berjaya pada akhirnya.
Iman seteguh bukit batu bahkan dapat memahami peristiwa terkelam di sepanjang sejarah, yaitu kematian Sang Anak Allah, sebagai awal penting bagi momen paling cemerlang di sepanjang sejarah, yaitu kebangkitan dan kemenangan-Nya atas maut. —Philip Yancey
Tuhan, Engkaulah gunung batuku, sandaran imanku. Kulandaskan imanku pada-Mu dan bukan pada perasaanku yang tak menentu; jika tidak, aku pasti gagal.
Kristus, Sang Bukit Batu, adalah harapan kita yang pasti.
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 4-6; Lukas 9:1-17
Photo credit: Franco Folini / Foter / CC BY-SA
Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu
from WarungSaTeKaMu.org
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar