Judul: Hidup dalam pelarianPerjalanan hidup Daud sampai saat ini, sepertinya menjauh daripada prospek yang mungkin pernah terbayang olehnya, saat ia diurapi Samuel. Bukannya menanjak menuju puncak karier, sepertinya malah terjun bebas. Daud sekarang menjadi pelarian.
Tiga peristiwa yang dicatat di perikop hari ini menunjukkan betapa tidak nyamannya Daud dalam pelarian itu. Pada peristiwa pertama, Daud terpaksa berbohong kepada imam Ahimelekh agar kedatangannya tidak dicurigai. Pelajaran pahit akan diterima Daud kemudian karena kebohongannya itu menjadi malapetaka buat keluarga Ahimelekh (lih. 1Sam 22:16-17). Daud belajar agar dalam situasi apa pun, dia tidak boleh berbohong, melainkan bersandar kepada Tuhan.
Peristiwa kedua sesungguhnya sangat memalukan. Hal yang ironis terjadi. Pahlawan Israel yang telah mengalahkan pendekar Filistin dan banyak pasukannya, harus lari ke wilayah Filistin demi keselamatannya. Lebih menghancurkan harga diri lagi, Daud harus berpura-pura gila demi menutupi identitasnya sebagai musuh Filistin.
Peristiwa ketiga, dalam pelarian ternyata Daud tidak sendirian. Banyak orang yang mengalami hal serupa dengan yang dialami Daud, bergabung dengannya. Mereka harus lari dari kenyataan hidup yang keras, walau tidak berarti mereka bisa menghindar dari kesulitan. Hal yang sedikit menghibur hati ialah mereka menjadi satu gerombolan yang termobilisasi dengan baik.
Kita percaya pada pemeliharaan Allah atas orang urapan-Nya. Pemeliharaan Allah tidak berarti pemanjaan, melainkan pendisiplinan. Apa yang Daud alami, merupakan latihan mental untuk siap kelak menjadi pemimpin yang tidak mengulangi kesalahan pemimpin lama, Saul. Mari belajar dari kisah pelarian Daud ini, untuk menjadi lebih bersandar kepada Tuhan daripada mengandalkan hikmat dan kekuatan sendiri. Ada waktunya, dunia berupaya menghancurkan anak-anak Tuhan dari iman mereka pada-Nya. Saat-saat seperti itu, kita boleh tetap percaya dan mengandalkan Tuhan.
Diskusi renungan ini di Facebook:https://www.facebook.com/groups/santapan.harian/
Sumber : www.sabda.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar