KUNCI SURGA DAN KEAJAIBAN 25
Minggu lalu saya kehilangan kunci kamar sejam sebelum saya harus berangkat kursus. Untungnya ada kunci cadangan yang disimpan pemimpin komunitas saya, tapi saya tetap terlambat berangkat kursus hari itu. Lucunya hari yang sama professor saya kehilangan bukan saja kunci kamar tapi kunci rumah juga. Ia terpaksa sesegera mungkin mengganti seluruh kunci rumahnya karena takut jika rumahnya kemalingan.
Pengalaman kehilangan ini mendekatkan saya pada bacaan yang sejak minggu lalu hingga minggu depan sepertinya mau bicara tentang kunci juga. Kunci, nampak sederhana tapi sangat penting dalam hidup praktis kita, tanpa kunci kita gak bisa masuk ke rumah, tanpa kunci gak bisa membuka brangkas, email atau file-file kita.
Dalam tradisi iman kita, jika anda pernah mendengarnya, Petrus dikatakan sebagai pemegang kunci surga atau murid yang diberi kuasa untuk membuka dan menutup kunci surga. Kehilangan kunci tadi membuat saya bertanya, apakah memang tugas Petrus hanya menjaga pintu, membuka dan menutupnya ; Kalau tugasnya hanya itu, lalu para rasul dan orang kudus lainnya ngapain ? Apakah bisa dibayangkan kalau kantornya dekat pintu ? Gimana jika kuncinya suatu waktu hilang ? Kasihan dong, banyak antrian…Di dunia sudah antri, mau masuk surga juga pake antri ? Kita tinggalkan sebentar pertanyaan lucu ini.
Pasal 25 sebagaimana yang saya katakan bagaikan kunci. Ia mulai dengan kisah tentang lima gadis bijaksana dan gadis bodoh – yang kita dengar minggu lalu (25:1-12). Kesepuluh gadis ini menunggu kedatangan mempelai dengan lampu di tangan. Lima di antaranya membawa persediaan minyak sementara yang lain tidak. Akhir kisah ini kita tahu, ketika mereka tertidur, mempelai datang. Lima gadis yang membawa persedian minyak ketika terjaga segera menyalakan lampu dan menyambut sang mempelai. Lima gadis lainnya tidak bisa berbuat apa-apa selain memandang lampu mereka yang mati kehabisan minyak. Mereka kemudian tidak diizinkan masuk.
Lalu pasal ini dilanjutkan dengan kisah kedua tentang talenta (25:14-30). Ada tiga hamba yang masing-masing diberi talenta oleh tuan mereka untuk digandakan selama dia bepergian jauh. Yang diberi lima talenta berhasil menggandakan lima, yang diberi dua berhasil menggandakan dua. Akan tetapi, hamba yang diberi satu talenta tidak mau menjalankan kehendak tuannya. Kita juga tahu akhir kisah ini, dua hamba pertama diperkenankan masuk dalam perjamuan tuannya, sementara yang satu dihukum bukan hanya karena dia tidak menggandakan talenta tapi juga karena dia menghakimi tuannya tanpa bukti –bahwa ia menabur di tempat dia tidak menuai. Kisah pertama dan kedua ini menggarisbawahi soal kesetiaan yang disertai rasa percaya. Kata fidelity, fidélite dalam bahasa-bahasa anglosaxon menunjukkan bahwa setia itu dekat sekali dengan percaya. Orang berbuat setia karena dia percaya bahwa ia dijamin dan tidak dikecewakan. Dua kisah ini yang berbicara tentang kesetiaan bagaikan gagang dari sebuah kunci yang sering kita pegang. Lalu mata kuncinya di mana?
Kisah ketiga yang akan kita dengan minggu depan, di situlah mata kuncinya. Mata dan gagang tidak dipisahkan. Penghakiman terakhir yang dikisahkan di dalamnya berisi dialog yang mengejutkan. Tuhan menghakimi orang berdasarkan seberapa besar belas kasih yang diberikannya pada Tuhan. “Tuhan, kapan ketika Engkau lapar, kami tidak memberimu makan, ketika Engkau haus, kami tidak memberimu minum, ketika Engkau di penjara kami tidak mengunjungi Engkau? …ay.38-39. Dan jawaban Yesus mengherankan, “ Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, itu kamu lakukan untuk aku” (ay.40)
Dan Tuhan paling nyata hadir dalam mereka yang membutuhkan, in need of love, care and understanding; cinta, perhatian dan pengertian…Akhirnya kasih itulah yang menjadi mata kunci yang tidak terpisahkan dari gagangnya. Angka 25 dalam Injil Matius, bagi saya pribadi adalah keajaiban; angka yang sangat dekat dengan keseharian kita. Dua puluh lima paling sering dijadikan momentum peringatan hari jadi perkawinan, hari ulang tahun, dsb… karena dianggap sebagai ukuran kematangan, tanda kepenuhan…Kisah bab dua puluh lima seperti mengungkapkan kepenuhan praktik Kristiani di tengah dunia nyata. Dan saya pikir inilah kunci seref yang diberikan Tuhan untuk masing-masing kita. Kunci surga dengan demikian bukan hanya satu, tapi banyak dan ada pada mereka yang melakukan keajabian Dua Puluh Lima. Kenapa saya katakn demikian, karena surga adalah rumah kita, rumah yang disediakan bagi kita dan kita pantas memasukinya. Mudah-mudahan anda tetap menjaga kunci itu dengan mengerjakan keajaiban Dua Puluh Lima. Dan bila Petrus ketiduran atau kehilangan kunci, jangan kuatir anda mempunyai kunci rumah anda.
Salam
Ronald,sx
Minggu lalu saya kehilangan kunci kamar sejam sebelum saya harus berangkat kursus. Untungnya ada kunci cadangan yang disimpan pemimpin komunitas saya, tapi saya tetap terlambat berangkat kursus hari itu. Lucunya hari yang sama professor saya kehilangan bukan saja kunci kamar tapi kunci rumah juga. Ia terpaksa sesegera mungkin mengganti seluruh kunci rumahnya karena takut jika rumahnya kemalingan.
Pengalaman kehilangan ini mendekatkan saya pada bacaan yang sejak minggu lalu hingga minggu depan sepertinya mau bicara tentang kunci juga. Kunci, nampak sederhana tapi sangat penting dalam hidup praktis kita, tanpa kunci kita gak bisa masuk ke rumah, tanpa kunci gak bisa membuka brangkas, email atau file-file kita.
Dalam tradisi iman kita, jika anda pernah mendengarnya, Petrus dikatakan sebagai pemegang kunci surga atau murid yang diberi kuasa untuk membuka dan menutup kunci surga. Kehilangan kunci tadi membuat saya bertanya, apakah memang tugas Petrus hanya menjaga pintu, membuka dan menutupnya ; Kalau tugasnya hanya itu, lalu para rasul dan orang kudus lainnya ngapain ? Apakah bisa dibayangkan kalau kantornya dekat pintu ? Gimana jika kuncinya suatu waktu hilang ? Kasihan dong, banyak antrian…Di dunia sudah antri, mau masuk surga juga pake antri ? Kita tinggalkan sebentar pertanyaan lucu ini.
Pasal 25 sebagaimana yang saya katakan bagaikan kunci. Ia mulai dengan kisah tentang lima gadis bijaksana dan gadis bodoh – yang kita dengar minggu lalu (25:1-12). Kesepuluh gadis ini menunggu kedatangan mempelai dengan lampu di tangan. Lima di antaranya membawa persediaan minyak sementara yang lain tidak. Akhir kisah ini kita tahu, ketika mereka tertidur, mempelai datang. Lima gadis yang membawa persedian minyak ketika terjaga segera menyalakan lampu dan menyambut sang mempelai. Lima gadis lainnya tidak bisa berbuat apa-apa selain memandang lampu mereka yang mati kehabisan minyak. Mereka kemudian tidak diizinkan masuk.
Lalu pasal ini dilanjutkan dengan kisah kedua tentang talenta (25:14-30). Ada tiga hamba yang masing-masing diberi talenta oleh tuan mereka untuk digandakan selama dia bepergian jauh. Yang diberi lima talenta berhasil menggandakan lima, yang diberi dua berhasil menggandakan dua. Akan tetapi, hamba yang diberi satu talenta tidak mau menjalankan kehendak tuannya. Kita juga tahu akhir kisah ini, dua hamba pertama diperkenankan masuk dalam perjamuan tuannya, sementara yang satu dihukum bukan hanya karena dia tidak menggandakan talenta tapi juga karena dia menghakimi tuannya tanpa bukti –bahwa ia menabur di tempat dia tidak menuai. Kisah pertama dan kedua ini menggarisbawahi soal kesetiaan yang disertai rasa percaya. Kata fidelity, fidélite dalam bahasa-bahasa anglosaxon menunjukkan bahwa setia itu dekat sekali dengan percaya. Orang berbuat setia karena dia percaya bahwa ia dijamin dan tidak dikecewakan. Dua kisah ini yang berbicara tentang kesetiaan bagaikan gagang dari sebuah kunci yang sering kita pegang. Lalu mata kuncinya di mana?
Kisah ketiga yang akan kita dengan minggu depan, di situlah mata kuncinya. Mata dan gagang tidak dipisahkan. Penghakiman terakhir yang dikisahkan di dalamnya berisi dialog yang mengejutkan. Tuhan menghakimi orang berdasarkan seberapa besar belas kasih yang diberikannya pada Tuhan. “Tuhan, kapan ketika Engkau lapar, kami tidak memberimu makan, ketika Engkau haus, kami tidak memberimu minum, ketika Engkau di penjara kami tidak mengunjungi Engkau? …ay.38-39. Dan jawaban Yesus mengherankan, “ Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, itu kamu lakukan untuk aku” (ay.40)
Dan Tuhan paling nyata hadir dalam mereka yang membutuhkan, in need of love, care and understanding; cinta, perhatian dan pengertian…Akhirnya kasih itulah yang menjadi mata kunci yang tidak terpisahkan dari gagangnya. Angka 25 dalam Injil Matius, bagi saya pribadi adalah keajaiban; angka yang sangat dekat dengan keseharian kita. Dua puluh lima paling sering dijadikan momentum peringatan hari jadi perkawinan, hari ulang tahun, dsb… karena dianggap sebagai ukuran kematangan, tanda kepenuhan…Kisah bab dua puluh lima seperti mengungkapkan kepenuhan praktik Kristiani di tengah dunia nyata. Dan saya pikir inilah kunci seref yang diberikan Tuhan untuk masing-masing kita. Kunci surga dengan demikian bukan hanya satu, tapi banyak dan ada pada mereka yang melakukan keajabian Dua Puluh Lima. Kenapa saya katakn demikian, karena surga adalah rumah kita, rumah yang disediakan bagi kita dan kita pantas memasukinya. Mudah-mudahan anda tetap menjaga kunci itu dengan mengerjakan keajaiban Dua Puluh Lima. Dan bila Petrus ketiduran atau kehilangan kunci, jangan kuatir anda mempunyai kunci rumah anda.
Salam
Ronald,sx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar