Judul: Kematian sebagai realitasKematian Saul memang bagian dari penghukuman Allah atas ketidaktaatan Saul sebagai raja urapan Allah. Bersama dengan kematian Saul dan ketiga putranya, Israel pun kalah di tangan Filistin. Satu babak dalam sejarah kerajaan Israel selesai. Babak baru, akan segera dimulai, yaitu Daud sebagai raja Israel. Namun demikian, kisah ini seolah berdiri sendiri tanpa bayang-bayang Daud mengintai. Artinya, kematian Saul layak untuk direnungkan bukan sekadar dari kegagalan Saul yang terus menerus disoroti di 1 Samuel ini.
Sepertinya Saul memiliki kesempatan memilih bagaimana ia akan mati. Ia menolak mati di tangan musuh yang akan sangat mempermalukan dirinya maupun bangsanya, karena dia masih raja mereka. Oleh karena itu, ia meminta pembawa senjatanya untuk membunuhnya. Penolakan bawahannya tersebut membuat Saul akhirnya memilih membunuh dirinya sendiri, tetap dengan pertimbangan daripada jatuh ke tangan musuh dan dipermalukan. Benarkah kematian Saul dengan cara seperti ini terhormat? Kita melihat bahwa pada akhirnya mayat Saul dipermalukan oleh orang Filistin. Akan tetapi, kisah ini ditutup dengan tindakan kepahlawanan penduduk Yabesh-Gilead, yang menyelamatkan mayat Saul dari dipermalukan lebih lanjut oleh pasukan Filistin. Tindakan penduduk kota tersebut menunjukkan penghormatan mereka kepada sang raja yang diurapi Allah, yang walaupun dalam banyak aspek kehidupannya gagal secara menyedihkan. Daud juga tetap menghormati Saul sebagai raja Israel sehingga menangisi kematiannya (lih. 2 Sam 1).
Kematian memang realitas yang tidak bisa dihindari. Demikian juga, kita tidak bisa memilih cara kematian kita. Akan tetapi, cara kematian tidak terlalu penting. Yang jauh lebih penting ialah bagaimana kita mengisi hidup kita, sebelum maut menjemput kita dan bagaimana kematian kita di mata Tuhan. Ada hamba Tuhan yang mati saat melayani firman di mimbar. Indah sekali! Namun, banyak misionaris yang kematiannya mengerikan. Di mata Tuhan keduanya adalah hamba yang setia yang akan menerima mahkota kehidupan!
Diskusi renungan ini di Facebook:https://www.facebook.com/groups/santapan.harian/
Sumber : www.sabda.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar