Kamis, 31 Januari 2013
2Feb
Orang Gerasa dan Pentingnya Kesaksian
=====================
"Yesus tidak memperkenankannya, tetapi Ia berkata kepada orang itu: "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!"
Ada seorang malang yang tengah dirasuk roh jahat ketika ia keluar dari area pekuburan. Roh jahat yang masuk ke dalam orang itu begitu banyaknya hingga disebutkan sebagai sebuah legiun. Tidak ada satupun orang yang sanggup melepaskannya, bahkan rantai sekalipun tidak mampu menahannya. Kisah ini tertulis dalam perikop berjudul "Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa" dalam Markus 5:1-20. Adalah Yesus yang pada akhirnya sanggup melepaskan orang malang dari Gerasa ini. Begitu bersukacitanya si orang malang setelah dilepaskan, maka untuk mengungkapkan rasa syukurnya ia pun kemudian meminta agar ia diperkenankan mengikuti Yesus kemanapun Dia pergi. Tapi lihatlah reaksi menarik Yesus terhadap permintaannya itu. "Yesus tidak memperkenankannya, tetapi Ia berkata kepada orang itu: "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (Markus 5:19). Mengapa Yesus tidak mengijinkan orang ini untuk mengikutinya, seperti halnya para murid? Lantas apa yang diminta Yesus untuk ia lakukan? Ayat di atas dengan sangat jelas memberikan alasannya.
Perhatikan bahwa Yesus meminta orang dari Gerasa yang baru dilepaskan itu untuk kembali ke kampungnya lalu memberi kesaksian disana mengenai apa yang telah Tuhan lakukan atas dirinya, dan kemudian menceritakan pula bagaimana Tuhan mengasihaninya. Ini dengan jelas menunjukkan betapa pentingnya sebuah kesaksian bagi orang percaya yang telah mengalami langsung jamahan dan belas kasih Tuhan itu untuk dibagikan kepada sesama kita lainnya di mata Yesus. Begitu penting, sehingga Yesus menyuruh si orang yang baru mengalami pelepasan ini untuk lebih baik pulang ke kampungnya dan bersaksi ketimbang terus mengikuti Yesus kemanapun Dia pergi.
Lantas bagaimana reaksi dari orang Gerasa itu? Ia ternyata patuh dan menurut. "Orang itupun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran." (ay 20). Apa yang dialami oleh orang Gerasa tersebut adalah sebuah pengalaman luar biasa mengenai bagaimana Tuhan sanggup melakukan apapun dan betapa besarnya belas kasihan Tuhan. Tentu saja hal seperti itu akan menjadi sebuah kesaksian indah yang akan mampu memberkati orang-orang lain, karena itulah Yesus kemudian memintanya untuk kembali dan menyampaikan kesaksian tentang apa yang baru saja ia alami. Area Dekapolis terdiri dari 10 kota, dan dari ayat 20 kita bisa melihat bahwa orang yang disembuhkan itu ternyata berkeliling ke 10 kota untuk menyampaikan kesaksiannya. Kita tidak tahu berapa orang yang kemudian bertobat setelah kesaksian itu, tapi saya percaya ada banyak yang diberkati dan kemudian memutuskan untuk menerima Yesus.
Begitu pentingnya sebuah kesaksian di mata Tuhan. Dan itu tidaklah aneh, karena jelas sebuah kesaksian tentu akan sanggup berbicara jauh lebih banyak ketimbang sesuatu yang sifatnya hanya teoritis saja. Berbagi pengalaman hidup akan jauh lebih bermanfaat sebagai sarana motivasi karena itu merupakan kisah nyata dari pengalaman pribadi yang membagikannya. Sebuah kesaksian akan keajaiban perbuatan Tuhan dalam hidup manusia akan mampu berbicara banyak mengenai kebaikan Tuhan secara langsung. Bahkan sebuah kesaksian yang paling sederhana sekalipun akan lebih efektif ketimbang mengkotbahi orang panjang lebar tanpa disertai contoh. Manusia akan lebih mudah menangkap ilustrasi dari sebuah kehidupan nyata dan akan lebih mudah mencerna hingga mengaplikasikannya ketimbang hanya disuruh menelan bulat-bulat segala sesuatu yang sifatnya teoritis saja. Ada banyak peneliti yang sudah pernah melakukan observasi mengenai hal ini, dan mereka akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa sebuah pengalaman pribadi tentang sesuatu akan memiliki kekuatan tersendiri untuk menggerakkan seseorang. Dalam kerohanian pun demikian. Ada waktu-waktu dimana kita butuh mendengar berbagai kesaksian dari orang-orang yang mengalami mukjizat untuk menguatkan kita di saat kita goyah. Ada begitu banyak janji Tuhan yang diberikan dalam Alkitab, dan ketika kita tengah mengalami masalah seringkali kita terasa jauh dari berbagai janji itu. Itulah sebabnya berbagai kesaksian biasanya mampu menguatkan kita dan memulihkan iman kita untuk kembali dipenuhi pengharapan yang kokoh terhadap janji Tuhan.
Kembali kepada pentingnya sebuah kesaksian di mata Yesus, Dia juga menyampaikan sebuah pesan terakhir sebelum terangkat naik kembali ke tahtaNya di surga. "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Bagi kita diberikan sebuah tugas yang tidak mudah. Kita diminta bertindak menjadi saksi Kristus baik di lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan, kemudian meningkat kepada kota-kota atau desa-desa di sekitar kita, menjangkau saudara-saudara kita yang belum mengenal Kristus atau bahkan hingga ke seluruh bumi. Kita tidak harus menjadi pendeta untuk bersaksi, kita tidak harus berkotbah panjang lebar di jalan-jalan untuk menjalankan tugas ini. Kita bisa melakukan itu dengan memberi kesaksian bagaimana campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita membuat perbedaan.
Dalam Wahyu kita bisa membaca bahwa kesaksian adalah salah satu alat yang mampu membunuh iblis dan perbuatan-perbuatan jahatnya. "Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut." (Wahyu 12:11). Ini menggambarkan betapa pentingnya sebuah kesaksian untuk menghancurkan tipu muslihat iblis dan kuasa-kuasa kegelapan yang sangat ingin membuat lebih banyak lagi orang untuk dilemparkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebuah kesaksian tidak harus selalu berisikan mukjizat-mukjizat seperti kesembuhan sakit penyakit, pelepasan, pemulihan, berkat-berkat dan sebagainya. Sebuah kesaksian kecil mengenai bagaimana kita bisa tetap hidup dalam pengharapan di kala kesesakan, bagaimana kita bisa tetap teguh dalam iman di saat sulit, itupun bisa menjadi berkat yang memberi kekuatan tersendiri bagi orang lain. Tidak ada satu orangpun yang tidak memiliki kesaksian. Masalahnya adalah, maukah kita membagikannya kepada orang lain agar mereka bisa mengenal siapa Yesus sebenarnya? Bukan kemampuan kita berbicara atau ilmu yang kita miliki yang dibutuhkan, tetapi pakailah kuasa Allah yang bekerja di dalam diri kita. Kalau demikian, maukah anda untuk menceritakan kabar baik kepada orang lain?
Kesaksian kita sekecil apapun akan sanggup memberkati orang lain
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Belajar tentang Kesabaran
Anda ingin sabar? Belajarlah dari petani. Mereka menyiapkan tanah, membongkar, membersihkan; memilih benih, menanam, mengairi, menambahkan pupuk seperlunya, lalu menanti dan menanti.
Setiap pagi dan sore, ia datang membungkuk, melihat cermat, memperhatikan, tunas-tunas hijau lembut menembus gundukan tanah. Ketika mulai tumbuh, mereka menyiasati datangnya hama, entah kawanan tikus, belalang atau unggas, entah himpitan rumput dan semak ilalang. Terkadang mereka bersenandungriang dan dengan jemarinya yang keras kasar, membelai lembut tunas-tunas hidup yang baru. Yesus, sang anak tukang kayu, memahami kesabaran seorang petani, dan keberhasilan dari benih-benih baik yang berasal dari Allah, serta pertumbuhannya yang akan indah pada waktunya. Kerajaan Allah, kebaikan danpersaudaraan sejati, akan tumbuh, bermula dari benih taburan Allah, makin besar dan kokoh dan terbuka untuk segala lapisan umat manusia.
Saudara-saudariku, cukupkah kita bersabar dan yakin akan benih kebaikan yang Allah taburkan dan ikut pelihara dalam hidup, dalam tugas, dalam misi kita? Mudahkah kita putus asa dan menyerah dalam membangun rumah tangga tangga, komunitas dan paroki? Apakah kita memaksakan kekerasan? Cukupkah kita mengandalkan Allah dan memohonkan Roh KudusNya untuk inspirasi dan tuntunan?
(Mutiara Iman 2013, Yayasan Pustaka Nusatama Yogyakarta )
Rabu, 30 Januari 2013
1Feb
31Jan
Bernilai seperti Perabot Emas dan Perak
=====================
"Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia."
Cobalah bandingkan bedanya harga peralatan dapur yang terbuat dari kayu dengan yang dari logam. Semakin tinggi kelas logamnya, maka jelas harganya pun semakin meningkat pula berkali-kali lipat. Apalagi jika terbuat dari perak atau bahkan emas, maka harganya selangit. Bukan hanya dari segi kemewahan saja, tetapi mutunya tentu sebanding pula dengan harga. Harga yang terbuat dari kayu memang murah, tetapi daya tahannya tentu tidak sekuat yang terbuat dari logam. Bukan hanya peralatan dapur, tetapi berbagai perabotan, perkakas atau benda-benda lainnya hal yang sama juga berlaku. Yang jelas kita tentu bisa memanfaatkan peralatan dengan mutu baik secara lebih jauh dan lebih lama dibandingkan sesuatu yang memakai bahan seadanya dan tidak tahan lama.
Apabila contoh peralatan dapur dan perabotan rumah tangga di atas kita aplikasikan dalam hal melihat kualitas hidup kita, dimana kita saat ini berada? Apakah kita berada pada deretan perabot perak atau emas yang berkualitas sehingga bernilai tinggi atau hanya terpuruk di bagian perabotan kayu yang akan cepat lapuk dan tidak bakal tahan lama? Itu akan mengarah pada pertanyaan berikutnya yang lebih spesifik, apakah kita rindu untuk memperoleh kemuliaan masuk dalam KerajaanNya atau akan bahagia cukup dengan sekedar lolos dari lubang jarum saja atau sekedar menjadi pelengkap penderita? Apakah kita ingin memperoleh mahkota kehidupan atau cukup hadiah hiburan saja? Apa sebenarnya yang diinginkan Tuhan untuk kita?
Tuhan jelas tidak menginginkan kita berkualitas pas-pasan. Tuhan siap mengangkat kita menjadi kepala dan bukan ekor, Dia siap membawa kita untuk tetap naik dan bukan turun, seperti bunyi FirmanNya dalam Ulangan 28:13. Tuhan sudah mengatakan bahwa Dia menyediakan rancangan terbaik, penuh dengan damai sejahtera untuk hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11). Mengacu pada kerinduan hati Tuhan ini dikaitkan dengan ilustrasi di atas, apakah kita sudah menyadari bahwa kita Dia kehendaki untuk menjadi perabot emas dan perak, bukan sekedar kayu dan tanah saja?
Paulus menyinggung hal ini secara khusus dalam suratnya kepada Timotius. "Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia." (2 Timotius 2:20). Dalam Kerajaan akan terdapat perabot-perabot mulai dari emas, perak sampai kayu dan tanah liat. Siapa kita nanti disana? Apakah itu tergantung takdir? Sama sekali tidak. Tuhan justru ingin kita semua untuk bisa menjadi perabot dari emas dan perak! Jika demikian, itu semua tergantung kita sendiri untuk menentukan kita untuk menjadi jenis yang mana. Tuhan ingin kita menjadi emas dan perak, tetapi jika kita tidak serius menanggapinya kita bisa berakhir sebagai kayu atau tanah. Masih mending jika kayunya bagus sehingga bisa dibuat menjadi perabot yang baik, atau tanah yang berkualitas sehingga masih bisa dibentuk menjadi pot. Tapi bagaimana jika kita berakhir menjadi kayu yang lapuk atau tanah yang tidak bisa diapa-apakan, sehingga ujung-ujungnya kita hanya akan dibuang ke perapian?
Lantas bagaimana caranya? Untunglah ketika Paulus menyinggung mengenai kiasan tentang perabot ini dia juga membeberkan caranya. Perhatikan ayat selanjutnya: "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (ay 21). Ini berhubungan dengan ayat sebelumnya: "Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." (ay 19). Menyucikan diri dari kejahatan, itulah yang akan membuat kita bisa menjadi perabot-perabot dari emas dan perak berkualitas tinggi. Hidup suci, hidup kudus, itu harus terus kita lakukan agar kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan mulia. Dalam ayat-ayat selanjutnya kita bisa mendapat penjabaran lebih lanjut dari Paulus akan hal ini. "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (ay 22-23). Jangan mengejar nafsu orang muda tetapi kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai. Jangan mencari masalah karena itu tidak ada gunanya alias sia-sia, dan bersekutulah dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya kita juga diingatkan agar jangan bertengkar tetapi jadilah ramah dan sabar (ay 24), lemah lembut kepada orang-orang yang sulit agar hati mereka bisa terpanggil untuk mengenal kebenaran. (ay 25). Menyucikan diri, itulah intinya yang artinya sama dengan mematikan semua kedagingan yang masih melekat mengotori diri kita. Dalam surat Kolose kita bisa membaca: "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)". (Kolose 3:5-6). Lalu, "Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya." (ay 8-10). Semua ini dikatakan berlaku kepada siapapun. (ay 11). Apabila terasa sulit, jangan lupa bahwa kita punya Roh Kudus di dalam diri kita yang akan dengan senang hati membantu proses penyucian diri ini. Ingatlah bahwa Roh Kudus tinggal di dalam orang-orang percaya (Roma 8:11) dan akan terus bekerja untuk menyucikan kita. (Roma 15:16).
Ada banyak di antara orang percaya yang sudah merasa puas untuk menjadi perabot dari kayu dan tanah. Di sisi lain ada pula yang tidak mencukupi syarat untuk menjadi perabot emas dan perak. Tidak cukup setia, tidak mau memisahkan diri dari berbagai pengaruh yang membawa kecemaran, tidak mau berpaling dari keduniawian untuk berjalan di jalan yang benar bersama Tuhan. Tuhan tidak menghendaki kita untuk berakhir seperti itu. Tuhan siap memakai kita untuk maksud mulia, tetapi kita harus terlebih dahulu menyucikan diri kita. Itulah yang sesungguhnya menjadi panggilan Tuhan buat kita semua, dan seperti itulah kita seharusnya. Jangan berhenti untuk terus berbenah meningkatkan kualitas diri dan iman kita. Ijinkanlah Roh Kudus untuk terus bekerja atas diri kita sehingga kita bisa menjadi perabot bernilai tinggi terbuat dari logam mulia.
Jangan puas hanya menjadi perabot kayu dan tanah, tetapi tingkatkan terus hingga bernilai seperti emas dan perak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Selasa, 29 Januari 2013
Terima Kasih
=====================
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"
Agaknya kata terima kasih yang kita pakai untuk menunjukkan apresiasi atas pemberian seseorang sangatlah tepat. Kata terima kasih secara harafiah berarti kita menerima kasih dari seseorang yang memberi sesuatu kepada kita. Dan itu sangatlah tepat dalam merespon sebuah pemberian seperti apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan. Lalu untuk menjawab ucapan terima kasih, kita membalas dengan kata "kembali", yang menunjukkan penghargaan kembali atau memberikan kasih kembali kepada orang yang menyatakannya. Kata terima kasih menunjukkan bentuk kasih yang saling berbagi diantara yang memberi dan yang menerima. Seandainya hal ini terjadi pada semua manusia di muka bumi ini, bayangkan betapa indahnya kehidupan semua manusia. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada iri hati, egoisme dan sebagainya. Only love and nothing but love. Tidakkah itu sangat indah?
Ayat bacaan kita hari ini berasal dari kitab 1 Yohanes yang menuliskan: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Memberi, itu jauh lebih bernilai ketimbang menerima. Dan jika kita bisa tega terhadap saudara-saudari kita yang membutuhkan uluran tangan sementara kita sebenarnya sanggup berbuat sesuatu untuk mereka, bagaimana kita bisa mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah di dalam diri kita? Firman Tuhan sendiri sudah dengan sangat jelas menyatakan bahwa pada suatu saat kita akan mengetahui bahwa memberi akan memberi kebahagiaan lebih dari sekedar menerima. "...sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Apa yang kerap kita lihat di dunia justru sebaliknya. Kita terus diajarkan untuk menerima sebanyak-banyaknya lalu memberi sesedikit mungkin. Atau sering juga hanya memberi jika ada agenda terselubung di belakangnya. Dunia terus mempertontonkan hal itu secara terang-terangan seakan-akan itu adalah hal yang wajar dan biasa. Para pejabat mendadak berubah menjadi sangat dermawan dengan membagi-bagikan sembako, kaos atau "amplop" ketika mereka sedang mengincar sebuah kedudukan. Tapi setelah mereka memperoleh apa yang mereka inginkan, tiba-tiba mereka berubah sikap, lupa dan tidak peduli lagi terhadap orang lain. Berbagai bingkisan bisa menumpuk ketika seseorang berada di atas, lalu kelak tidak ada lagi yang ingat ketika mereka sudah turun dari singgasananya. Orang bisa berubah ramah ketika ada perlu, kemudian tidak menoleh lagi ketika tidak ada perlu. Hal-hal seperti ini bukanlah pemandangan langka lagi di sekitar kita hari ini. Di sisi lain, ada banyak pula orang yang tidak berbelas kasih untuk membantu orang lain, meski terhadap teman atau keluarga sendiri. Berbagai alasan pun biasa dijadikan alasan seperti takut tidak dikembalikan, curiga alasan bohong, tidak mau repot dan sebagainya.
Dari Firman Tuhan lewat Yohanes kita bisa membaca bahwa semua itu bukanlah gaya hidup kita, orang percaya, seperti yang dikehendaki Tuhan. Apa yang diinginkan Tuhan adalah sebuah bentuk kerelaan hati lewat belas kasihan yang digerakkan oleh satu hal, yaitu kasih. Perhatikanlah, bukankah segala sesuatu yang kita beri dengan kerelaan hati, yang bermanfaat bagi orang dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan sesungguhnya memiliki satu pesan yang sama yang bersifat universal, yaitu kasih? Kekuatan kasih itu sungguh besar. Begitu besarnya, adalah kasih yang satu-satunya mampu menggerakkan Tuhan untuk mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun demi menyelamatkan kita seperti yang bisa kita baca dalam ayat emas Yohanes 3:16. Kembali kepada ayat bacaan hari ini, kita bisa melihat inti dari sebuah belas kasih sesungguhnya berasal dari kasih Allah yang terdapat dalam diri kita. Jika kita menutup mata terhadap penderitaan saudara-saudara kita, sementara ada sesuatu yang bisa kita berikan untuk meringankan beban mereka, itu artinya kita tidak memiliki kasih. Dan bagaimana mungkin kita bisa mengaku bahwa kita mengenal Allah dan memiliki kasihNya dalam diri kita? Sebab Firman Tuhan juga berkata: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jika kita mundur satu ayat sebelum ayat bacaan di atas, kita akan mendapatkan ayat yang berbunyi "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1 Yohanes 3:16). Seperti halnya Kristus mengasihi kita, Dia rela menyerahkan nyawaNya sekalipun bagi kita. Karena itu kita pun dikatakan wajib melakukan hal yang sama. Ini berkaitan dengan pesan Yesus: "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:12-14). Kita diminta untuk mengasihi seperti halnya Kristus mengasihi kita. Jika Dia rela menyerahkan nyawaNya sendiri demi kita, seperti yang telah dilakukanNya, maka artinya kita pun sudah seharusnya siap melakukan hal yang sama pula. Jika besaran kasih yang sesungguhnya sampai sedemikian tinggi, mengapa untuk sekedar menolong meringankan beban saudara-saudara kita saja kita masih sulit? Seringkali sebuah pemberian kita konotasikan dengan uang, benda atau harta dalam jumlah besar, dan kita mungkin merasa belum cukup untuk bisa melakukannya. Padahal pemberian itu tidaklah harus berupa sesuatu yang mahal. Pemberian bisa dalam wujud banyak hal. Meluangkan waktu bagi mereka, menjadi sahabat yang mau mendengar keluh kesah mereka, memberi perhatian dan kepedulian, being there when they need us, bahkan sebuah senyuman tulus sekalipun, itu bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi yang berbeban berat. Itupun merupakan sebuah pemberian yang sama sekali tidak membutuhkan uang.
Intinya adalah, kita sudah pada tempatnya memiliki kepekaan terhadap penderitaan saudara-saudara kita dan melihat apa yang bisa kita berikan kepada mereka atas dasar kasih. Itulah sesungguhnya yang menunjukkan seberapa besar kasih Allah itu ada dalam diri kita, dan sejauh mana kita bisa menghargai kasih yang telah Dia alirkan kepada kita. Setiap pemberian haruslah berdasarkan kasih, itu kata Firman Tuhan yang harus kita ingat baik-baik. Bukan atas dasar pamrih, maksud-maksud tersembunyi dan sebagainya. Dan ingat pula bahwa setiap orang yang mengasihi seharusnya memiliki kerelaan pula untuk memberi. Karenanya Yohanes pun menghimbau: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18). Jangan cuma terbatas dengan ucapan saja, tetapi aplikasikanlah secara nyata lewat perbuatan-perbuatan dalam kebenaran. Sudahkah kita memberikan sesuatu bagi saudara-saudara yang kita kasihi hari ini? Tanpa itu, kita tidak berhak mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah dalam diri kita.
Memberi artinya menyatakan kasih kepada saudara-saudara kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
30 Jan
Senin, 28 Januari 2013
Kasih sebagai Sumber Daya Iman
==================
"...faith activated and energized and expressed and working through love." (English AMP)
Jika anda menggunakan Blackberry, anda tentu tahu betapa besarnya kebutuhan smart phone ini akan sumber daya. Baterainya relatif tidak sanggup bertahan lama terutama jika anda sangat aktif berhubungan lewat aplikasi instant messaging atau punya beberapa group di dalamnya yang aktif. Betapa seringnya saya melihat orang sibuk mencari colokan listrik agar Blackberry nya bisa bertahan hidup baik di restoran, cafe dan sebagainya. Demikian pula dengan gadget atau peralatan-peralatan yang menggunakan listrik lainnya. Kita selalu membutuhkan sumber daya agar semua itu bisa beroperasi. Jika listrik padam, maka kita akan bingung tidak tahu harus melakukan apa, karena kita hidup di jaman yang serba elektronik.
Bagaimana dengan iman? Apakah iman juga butuh sumber daya, atau dengan apa iman sebenarnya bekerja? Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa ternyata iman pun butuh 'sumber daya' agar iman kita tetap menyala. Ada hal yang diperlukan agar iman kita tetap bekerja dengan baik, sesuatu yang bisa membuat kita tetap berada dalam proses yang benar dari hari ke hari dan tetap bisa melanjutkan hidup dengan penuh sukacita, penuh pengharapan dalam melewati hari-hari yang sulit.
Hal itu bisa kita lihat dalam surat Galatia, dimana Paulus mengingatkan jemaat tentang apa yang penting atau mempunyai makna mengenai keselamatan. Ia menyinggung tentang banyaknya orang yang lebih bergantung kepada prosesi, tata cara atau ritual-ritual lengkap dengan perulangannya. Ini dianggap penting dan mampu membawa keselamatan, sementara kita lupa akan hal lain yang justru jauh lebih penting, bahkan dikatakan berarti atau bermakna dalam menerima janji-janji Tuhan. Mari kita lihat ayat berikut ini: "Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih." (Galatia 5:6). Paulus memulai bagian ini dengan penegasan tentang kemerdekaan yang sesungguhnya sudah diberikan kepada orang percaya lewat Kristus. (ay 1). Tapi banyak yang tidak mengetahuinya dan masih bergantung kepada prosesi atau ritual, bahkan menganggap prosesi dan ritual sebagai hal yang terpenting lalu melupakan apa yang justru terutama yang harus kita lakukan. Maka Paulus pun mengatakan sia-sialah semua itu tanpa adanya satu hal yang terpenting dalam hidup untuk kita miliki, yaitu iman. Itulah yang dikatakan Paulus sebagai hal yang "mempunyai sesuatu arti", alias bermakna,atau something that really counts. Dan perhatikan ayat Galatia 5:6 bagian terakhir, disana dikatakan bahwa iman itu bekerja oleh kasih. Dalam versi English Amplified bagian ini tertulis sangat detail, "...faith activated and energized and expressed and working through love."
Dari mana iman itu timbul? Firman Tuhan mengatakan bahwa "..Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Dari sanalah iman itu berasal. Benih-benih Firman Tuhan yang kita tabur dan jatuh di tanah yang baik akan membuat benih-benih itu bertunas dan tumbuh subur. Selanjutnya ada sumber daya yang menggerakkan agar iman itu bisa terus berbuah baik untuk kebaikan kita sendiri maupun kebaikan sesama, dan sumber daya itu ternyata, dan tidak lain adalah kasih. Sedemikian pentingnya arti kasih itu, jauh lebih penting dari hal-hal lainnya.
Bagaimana jika tidak ada aliran kasih dalam diri kita? Itu akan sama dengan peralatan elektronik kita tanpa adanya listrik. Bayangkan bagaimana hidup tanpa kasih. Kita akan dengan mudahnya membenci orang lain, mendendam atau merasa iri hati dan cepat tersinggung. Kita akan hidup mencari kepentingan sendiri dan tega mengorbankan siapapun demi diri kita. Jika itu terjadi maka berbagai perbuatan jahat lainnya akan mengintip dan siap menerkam kita, "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itu sangatlah berbahaya, dan bahaya-bahaya semacam itulah yang akan mudah menguasai kita ketika kita tidak memiliki kasih. Disanalah akan terbuka banyak lahan subur bagi iblis untuk berpesta di dalam kita. Perhatikanlah bahwa kasih termasuk salah satu buah Roh (Galatia 5:22), sementara iri hati adalah bagian dari keinginan daging (ay 19-21). Kemudian lihatlah ayat ini: "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki" (ay 17). Artinya, ketika hal ini terjadi, aliran kasih dalam diri kitapun akan terganggu. Hubungan kita dengan Tuhan terputus, iman kita tidak bekerja lagi dan tentu semua itu merugikan bahkan akan membinasakan kita.
Kasih adalah prinsip dasar dalam kekristenan. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika Yohanes dengan tegas mengingatkan kita agar terus saling mengasihi."Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi..." (1 Yohanes 3:11). Kemudian Yohanes mengingatkan kita pula akan akibat yang timbul jika kita tidak mengasihi atau memiliki kasih, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut" (ay 14), dan dengan lebih keras melanjutkan bahwa "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia" (ay 15). Maka dengan tegas kita harus menolak kehadiran iri hati dan berbagai kebencian lainnya untuk masuk ke dalam kehidupan kita. Kita harus mencegah apapun yang bisa membuat kabel kasih kita terputus dari sumber dayanya. Kasih adalah esensi dasar ajaran Kristus, sedemikian pentingnya sehingga dikatakan "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:13). Ingat pula bahwa aliran kasih itu akan mampu menghindarkan kita dari banyak kejahatan, sekaligus menyembuhkan berbagai luka dan membawa pengampunan bagi orang yang pernah menyakiti kita. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." "For love covers a multitude of sins [forgives and disregards the offenses of others]." (1 Petrus 4:8). Ini waktunya kita memeriksa kembali apakah kabel kasih masih terpasang pada tempatnya dalam diri kita atau sudah lama tercabut. Selanjutnya kita harus memastikan bahwa kabel itu terus bekerja mengalirkan kasih ke dalam diri kita, lalu mengalirkannya keluar dari diri kita untuk menjangkau orang-orang lain. Adalah percuma jika kita mengikuti tata cara, ritual dan kebiasaan tetapi melupakan esensi terpenting yang menjadi dasar utama kekristenan. Kita tidak bisa mengaku beriman tanpa memiliki kasih. Itu tidak akan membawa arti atau makna apa-apa, sebab iman tidak akan berfungsi apa-apa tanpa adanya kasih dalam diri kita.
Iman bekerja oleh kasih
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Renungan Harian Kita: Mengapa Kita Tidak Bahagia?
| ||
| ||
|
Mengapa Kita Tidak Bahagia?
Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 89; Lukas 10; 2 Raja-raja 22-23
Ketika merayakan ulang tahunnya yang ke-75, majalah Forbes mengundang para ilmuwan dari berbagai bidang dan dari berbagai penjuru dunia untuk menjawab satu pertanyaan utama: "Mengapa kita begitu tidak bahagia?" Menarik sekali karena para ilmuwan ini semuanya setuju pada satu alasan utama: "Kita menjadi orang-orang yang bermasalah karena kita tidak punya pegangan dalam bidang moral dan spiritual."
Dalam bukunya "Can Man Live Without God?" apologet Ravi Zacharia mengatakan bahwa isu tentang rasa sakit dan penderitan menjadi sangat populer dan menjadi hal besar karena orang-orang telah kehilangan pegangan moral dan spiritual. Rasa sakit kita diperkuat oleh harapan naif bahwa semuanya itu akan bisa dihilangkan atau dibereskan oleh kemajuan ilmu pengetahuan.
Ahli matematika Blaise Pascal mengatakan di dalam hidup manusia ada satu lubang yang hanya bisa diisi oleh ukuran Allah saja. Tidak ada hal lain yang bisa mengisinya, termasuk ilmu pengetahuan, materi yang berlimpah, kesempatan karir, atau keluarga yang luar biasa. Manusia memang diciptakan untuk sebuah hubungan dengan Allah. Ketika relasi dengan Allah menjadi yang terutama dalam hidup kita, maka segala penderitaan akan menjadi tertanggungkan karena ada makna dan harapan di baliknya.
Apakah beban dan penderitaan Anda hari-hari ini? Berfokuslah pada Allah, maka Anda akan mengalami kebahagiaan (sukacita) yang sejati dan seperti janjiNya, "...semuanya itu (yang Anda butuhkan) akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33)
Bersediakah menjadikan Allah sebagai fokus utama kita pada hari ini?
Menjadi orang yang komunikatif
Dalam Injil hari ini, dikisahkan Ibu Yesus dan kerabatnya yang datang ke suatu tempat hendak melihat keadaan Yesus. Rupanya telah cukup lama Yesus tidak pulang ke kampung halamanNya di Nazareth.Keluarga tampaknya kuatir terhadap diriNya mengingat berbagai kabar miring yang mereka dengar mengenai Yesus dan aktivitasNya (bdk. Mark.3:21).
(Renungan Harian Mutiara Iman 2013, yayasan Pustaka Nusatama Yogyakarta )
29 Jan
Minggu, 27 Januari 2013
Ada Banyak Cara Tuhan (2)
Paulus menuliskan kepada jemaat Roma seperti berikut: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan "Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34). Alangkah sia-sianya jika kita terus menerka-nerka bagaimana Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas dari masalah yang tengah kita gumuli hari ini. Alangkah ironisnya jika kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan. Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa problema yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau jalan penyelesaian, namun di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil! Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Kita tidak akan pernah bisa mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.
Jika demikian ,tidakkah lebih baik apabila kita menggunakan iman kita secara baik untuk bisa percaya kepada Tuhan sepenuhnya? Tentu saja kita bukannya tidak boleh menggunakan akal pikiran kita untuk bisa menyelesaikan masalah sepanjang caranya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan, tetapi di sisi lain kita jangan sampai lupa bahwa di atas segalanya kita punya Bapa yang besar kasih dan selalu siap menolong anak-anakNya lewat begitu banyak cara yang ajaib. Tuhan Yesus sudah berkata: "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24) Artinya, terkabulnya atau tidaknya doa akan sangat tergantung dari sejauh mana kita bisa percaya kepadaNya. Dan untuk bisa percaya jelas dibutuhkan iman, sebentuk iman yang setidaknya sebesar biji sesawi yang sanggup membawa kita mengalami mukjizat-mukjizatNya yang ajaib.
Berabad-abad yang lampau Pemazmur sudah menyadari betapa besarnya kemampuan Tuhan untuk memberi pertolongan dan berbagai hal lainnya lewat seribu satu cara yang ajaib. Pemazmur berkata: "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:12-13). Kabar baiknya, keajaiban Tuhan itu masih berlanjut hingga hari ini, dan akan terus berlangsung sampai kapanpun. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Teruslah hidup dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).
God can help us out and bless us in many miraculous ways
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
28 Jan
Sabtu, 26 Januari 2013
Ada Banyak Cara Tuhan (1)
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."
Ada seekor kodok yang secara tidak sengaja masuk ke dalam rumah saya. Saya pun berusaha menangkap tanpa menyakitinya untuk kemudian dikembalikan ke luar, ke alam dimana ia seharusnya berada. Tapi ternyata kodok itu cukup cekatan. Ia terus melompat kesana kemari dan terlihat panik, seolah saya ingin melakukan sesuatu yang jahat terhadapnya. Pada suatu ketika ia pun terperangkap di pojokan, dimana kedua sisinya langsung saya sekat dengan karton dan lubang satu-satunya untuk keluar tertutup oleh tubuh saya. Kodok itu terlihat diam dan menempel di sudut dinding. Akhirnya saya berhasil menangkapnya dan kemudian melepaskannya kembali di kebun. Ia pun kembali melompat dengan bebas, dan itu tentu lebih baik baginya karena ia berada di habitat dimana sang kodok seharusnya berada.
Seringkali situasi sulit hadir di dalam hidup kita, membuat kita memutar otak untuk bisa menuntaskan masalah dan keluar sebagai pemenang. Ada banyak cara yang bisa kita ambil baik dengan cara yang benar maupun yang salah untuk menyelesaikannya. Ada kalanya kita terjebak bagaikan kodok dalam ilustrasi di atas setelah berusaha melompat kesana kemari mencari jalan keluar, dan pada satu ketika kita hanya bisa terduduk lemas dan berpikir bahwa segalanya sudah selesai, semua jalan sudah tertutup dan kita tidak akan bisa lepas dari situasi sulit tersebut. Entah berbagai bentuk tekanan, krisis, tumpukan masalah, hutang atau sakit penyakit dan sebagainya. Begitu beratnya tekanan, dan begitu putus asanya kita melihat tidak lagi ada jalan keluar, kita bisa tanpa sadar melupakan eksistensi Tuhan yang kuasanya sungguh tak terbatas di atas segalanya. Dan Tuhan punya begitu banyak cara, yang seringkali bahkan ajaib alias tidak terpikirkan atau terbayangkan oleh nalar kita dalam mengangkat kita keluar dari sudut sempit untuk kemudian meletakkan kita pada tempat yang membuat kita bisa melompat-lompat kembali penuh sukacita dalam kebebasan.
Ayat bacaan hari ini tentu sudah tidak asing lagi bagi kita. Firman Tuhan berkata: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Awalnya sulit bagi saya untuk memahami ayat ini, tetapi kemudian saya mengerti bahwa ayat ini berbicara akan sesuatu yang sangat besar. Ini adalah ayat yang menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Kita boleh hebat dengan menciptakan teknologi dan terus berkembang maju di segala bidang, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat seperti Tuhan. Kita tahu bahwa Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong anak-anakNya, dan selanjutnya kita pun harus tahu pula bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk menggenapinya. Acap kali cara yang dipakai Tuhan itu ajaib, tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan tidak mampu dipecahkan dengan akal logika kita.
Ada begitu banyak contoh ajaib yang bisa kita dapati di dalam Alkitab. Coba lihat bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6). Kemudian lihatlah bagaimana Tuhan menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah, lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2 Raja Raja 4:1-7). Lantas bagaimana dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus mengatasi masalah kehabisan anggur hingga berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11), atau mengenai penggandaan lima roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan lebih dari 5000 orang? (Matius 14:13-21). Atau lihatlah bagaimana Tuhan secara ajaib membelah Laut Teberau agar bangsa Israel bisa berjalan di tengah dan selamat dari bala tentara Firaun yang kemudian tenggelam disana. (Keluaran 14:1-31). Ini baru beberapa contoh saja, karena ada begitu banyak contoh di dalam Alkitab yang mencatat bagaimana bervariasinya perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga atau diri seseorang dipulihkan, orang-orang yang terikat mengalami pelepasan dan sebagainya, bahkan orang mati yang bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Saya sudah menyaksikan begitu banyak mukjizat Tuhan yang sangat ajaib dengan mata kepala sendiri, bahkan sudah pula mengalami sendiri banyak diantaranya. Satu kesimpulan yang saya petik adalah bahwa Tuhan sanggup, bahkan lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu cara sampai kapanpun.
(bersambung)
Mg Biasa III
Arsip Blog
-
▼
2013
(697)
-
▼
Januari
(82)
- 2Feb
- Orang Gerasa dan Pentingnya Kesaksian
- Belajar tentang Kesabaran
- 1Feb
- 31Jan
- Bernilai seperti Perabot Emas dan Perak
- Terima Kasih
- 30 Jan
- Kasih sebagai Sumber Daya Iman
- Renungan Harian Kita: Mengapa Kita Tidak Bahagia?
- Mengapa Kita Tidak Bahagia?
- Menjadi orang yang komunikatif
- 29 Jan
- Ada Banyak Cara Tuhan (2)
- 28 Jan
- Ada Banyak Cara Tuhan (1)
- Mg Biasa III
- Menyegarkan Jiwa
- 26 Jan
- Kesabaran
- 25Jan
- Renungan Harian Kita: Berhenti bermain-main dengan...
- Berhenti bermain-main dengan dosa
- Iman Habakuk
- 24Jan
- Renungan Harian Kita: Dear Mom and Dad
- Dear Mom and Dad
- Seni Menghadapi Ejekan
- Renungan Harian Kita: Mintalah, Mintalah, dan Mint...
- Mintalah, Mintalah, dan Mintalah
- 22Jan
- 23Jan
- 21Jan
- Hukum dan Peraturan
- Kacang Melupakan Kulit
- Memulai Hari dengan Satu Keberhasilan
- Melangkah dengan Iman
- Renungan Harian Kita: Pikiran positif
- Pikiran positif
- Kebimbangan
- MgBiasa II
- Renungan Harian Kita: Dikuatkan Untuk Menguatkan
- Dikuatkan Untuk Menguatkan
- Katakan Stop pada Dosa
- 19 Jan
- Degil
- Jangan Mengeluh Tapi Perbaiki Sikap & Cara Pandang
- 18 Jan
- Melangkah
- 16Jan
- 17Jan
- 14Jan
- 15Jan
- Datanglah Sebagaimana Adanya
- Kotak Hitam & Kotak Emas
- Introspeksi
- Motivasi Mengikut Yesus
- Penyamun
- Hati Yang Lembut
- Domba Yang Lemah Bersama Gembala Yang Baik
- Pesta Pembaptisan Tuhan:
- 11jan
- 12Jan
- Taat, Kunci dari Pemulihan
- Keledai
- 10Jan
- 9Jan
- 7Jan
- 8Jan
- Catch the Fox
- Yosia Raja Belia
- Curahan Roh Kudus
- Tahun Pemulihan
- Mata Tuhan
- HR PENAMPAKAN TUHAN: Yes 60:1-6; Ef 3:2-3a.5-6; Ma...
- 4jan
- 5jan
- 3Jan
- Berdoa dengan Tulus
- Membangun Hubungan dengan Tuhan
- Integritas
- 2 Jan
-
▼
Januari
(82)