2 Korintus 7:1
Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.
Ibarat sebuah perjalanan, kehidupan rohani kita kadang-kadang mengalami ‘kelelahan' juga. Pada saat-saat seperti itu, tidak jarang kita mengalami stagnasi, atau bahkan kemunduran rohani. Kita merasa seolah-olah Tuhan jauh dan tidak menolong. Pekerjaan yang kita lakukan mendadak tak terkendali. Doa-doa kita seperti menghantam tembok. Tiba-tiba saja saudara-saudara seiman juga bersembunyi entah di mana. Lalu kita jatuh ke dalam dosa dan kerohanian kita dicemari dosa itu.
Dalam Perjanjian Lama orang mentahirkan diri dengan perbuatan-perbuatan lahiriah. Misalnya menghindari bersentuhan dengan orang lain, melaksanakan pantangan untuk tidak makan makanan tertentu, dan berbagai kegiatan ritual lainnya.
Menurut nats yang kita baca di atas, keterlibatan kita dalam mengambil keputusan sangat berperan dalam pemulihan rohani kita. Selama ini kita sering menyalahkan orang lain, bahkan Tuhan, jika kita berada di dalam keterpurukan rohani. Rekan-rekan kerja kita sering menjadi tumpuan kekesalan ketika kekeringan rohani itu datang.
Seorang hamba Tuhan berkata bahwa kunci pemulihan dan kebangunan rohani adalah ketika kita masuk kamar, mengunci pintu dan mulai berdoa secara pribadi. Tanpa bermaksud mengabaikan peran orang lain, selama ini kita mungkin selalu bergantung pada orang lain agar ‘mengeluarkan' kita dari krisis rohani. Tetapi tanpa didasari oleh komitmen dan keputusan pribadi, rasanya mustahil jika pemulihan rohani akan terjadi.
Tanpa komitmen dan keputusan pribadi, maka mustahil pemulihan rohani akan terjadi.
Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.
Ibarat sebuah perjalanan, kehidupan rohani kita kadang-kadang mengalami ‘kelelahan' juga. Pada saat-saat seperti itu, tidak jarang kita mengalami stagnasi, atau bahkan kemunduran rohani. Kita merasa seolah-olah Tuhan jauh dan tidak menolong. Pekerjaan yang kita lakukan mendadak tak terkendali. Doa-doa kita seperti menghantam tembok. Tiba-tiba saja saudara-saudara seiman juga bersembunyi entah di mana. Lalu kita jatuh ke dalam dosa dan kerohanian kita dicemari dosa itu.
Dalam Perjanjian Lama orang mentahirkan diri dengan perbuatan-perbuatan lahiriah. Misalnya menghindari bersentuhan dengan orang lain, melaksanakan pantangan untuk tidak makan makanan tertentu, dan berbagai kegiatan ritual lainnya.
Menurut nats yang kita baca di atas, keterlibatan kita dalam mengambil keputusan sangat berperan dalam pemulihan rohani kita. Selama ini kita sering menyalahkan orang lain, bahkan Tuhan, jika kita berada di dalam keterpurukan rohani. Rekan-rekan kerja kita sering menjadi tumpuan kekesalan ketika kekeringan rohani itu datang.
Seorang hamba Tuhan berkata bahwa kunci pemulihan dan kebangunan rohani adalah ketika kita masuk kamar, mengunci pintu dan mulai berdoa secara pribadi. Tanpa bermaksud mengabaikan peran orang lain, selama ini kita mungkin selalu bergantung pada orang lain agar ‘mengeluarkan' kita dari krisis rohani. Tetapi tanpa didasari oleh komitmen dan keputusan pribadi, rasanya mustahil jika pemulihan rohani akan terjadi.
Tanpa komitmen dan keputusan pribadi, maka mustahil pemulihan rohani akan terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar