"Tuhan berikanlah kami roti itu senantiasa."
(Kis 7:51-8:1a; Yoh 6:30-35)
"Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga." Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi." (Yoh 6:30-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· "Kemiskinan yang paling besar dan memprihatikan pada masa kini adalah miskin akan cintakasih", demikian kurang lebih kata Ibu Teresa dari Calcuta (alm.) pada suatu kesempatan. Banyak orang lapar dan haus akan cintakasih. "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi", demikian sabda Yesus hari ini. Yesus adalah Cintakasih dari Allah Bapa bagi kita semua, yang lapar dan haus akan cintakasih, maka marilah kita datang kepadaNya agar lapar dan haus kita dipuaskan dengan cintakasihNya. Sabda Yesus ini kiranya mengajak atau memanggil kita semua agar cara hidup dan cara bertindak kita meneladan Yesus atau kita senantiasa menghayati sabda-sabdaNya dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Sabda-sabda atau cara bertindakNya kita dapat dipadatkan kedalam ajaranNya perihal cintakasih, yaitu kita dipanggil untuk saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa , segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tenaga. Ajaran saling mengasihi ini hendaknya pertama-tama dan terutama dihayati secara mendalam dan setia antar suami-isteri, yang hidup bersama didasari dan diikat oleh cintakasih. Kami percaya jika para suami-isteri dapat menjadi teladan dalam hal saling mengasihi bagi anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka, maka anak-anak kelak kemudian hari pasti akan hidup saling mengasihi, dan dengan demikian hidup bersama dimanapun dan kapanpun senantiasa dijiwai oleh cintakasih. Kita semua tidak akan lapar dan haus akan cintakasih lagi, jika kita saling mengasihi tanpa pandang bulu, SARA, dst..
· "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kis 7:60), demikian doa Stefanus menjelang dipanggil Tuhan karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Stefanus sungguh kenyang akan cintakasih Tuhan, maka ia tidak takut dan gentar menghadapi kematian karena kesetiaan imannya, bahkan menjelang kematiannya ia siap menanggung dosa dan kesalahan orang-orang yang melemparinya, artin mengampuni mereka yang membunuhnya. Stefanus adalah martir pertama di dalam Gereja, dan kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk meneladannya. Salah satu cara meneladan jiwa kemartiran Stefanus antara lain adalah senantiasa menyikapi dengan cintakasih segala sesuatu yang mendatangi kita, termasuk ejekan, cemoohan, ancaman, permusuhan dst.. , entah itu datang dari sesama manusia, binatang maupun suasana hidup bersama. Ingat dan hayati bahwa kita semua diciptakan oleh Allah dalam dan oleh cintakasih, dan masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih. Jika kita hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih, hendaknya kita juga tidak takut dan gentar menghadapi panggilan Tuhan atau kematian yang dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana saja. Sebelum dipanggil Tuhan Stefanus juga berdoa "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku." (Kis 7:59), dan doa ini hendaknya juga menjadi doa-doa kita. Menyerahkan roh kepada Tuhan berarti mempersembahkan gairah, cita-cita, harapan, dambaan kepada Tuhan, sehingga sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan bagi kita semua antara lain keselamatan jiwa kita masing-masing, maka marilah kita arahkan gairah, cita-cita, harapan dan dambaan kita kepada keselamatan jiwa. Tolok ukur atau barometer keberhasilan cara hidup dan cara bertindak kita adalah keselamatan jiwa.
"Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku. Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN "(Mzm 31:3-4.6ab)
Jakarta, 20 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar