"Masihkah kamu belum mengerti?"
(Yak 1:12-18; Mrk 8:14-21)
"Kemudian ternyata murid-murid Yesus lupa membawa roti, hanya sebuah saja yang ada pada mereka dalam perahu. Lalu Yesus memperingatkan mereka, kata-Nya: "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes." Maka mereka berpikir-pikir dan seorang berkata kepada yang lain: "Itu dikatakan-Nya karena kita tidak mempunyai roti." Dan ketika Yesus mengetahui apa yang mereka perbincangkan, Ia berkata: "Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar? Tidakkah kamu ingat lagi, pada waktu Aku memecah-mecahkan lima roti untuk lima ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?" Jawab mereka: "Dua belas bakul." "Dan pada waktu tujuh roti untuk empat ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?" Jawab mereka: "Tujuh bakul." Lalu kata-Nya kepada mereka: "Masihkah kamu belum mengerti?" (Mrk 8:14-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Para murid atau rasul yang bersama dengan Yesus pun juga tidak segera faham atau mengerti perihal apa yang disabdakan atau diajarkan oleh Yesus. Ketika Yesus bersabda "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan Herodes", mereka mengerti atau memahaminya secara lahiriah saja, yaitu hal makanan, padahal yang dimaksudkan 'ragi' oleh Yesus adalah bujuk rayu dan pencobaan dari orang Farisi maupun Herodes. Kedegilan hati sebagaimana dialami oleh para murid mungkin juga terjadi dalam diri kita. Kerajaan Allah atau hidup beriman memang erat kaitannya dengan kecerdasan hati atau kecerdasan spiritual. Maka marilah kita dengan rendah hati dan bersama-sama mengusahakan kecerdasan hati atau spiritual. Salah satu cara untuk itu adalah pemeriksaan batin. Pemeriksaan batin merupakan bagian dari doa harian, doa malam, maka baiklah setiap hari kita memeriksa batin kita masing-masing dengan cermat, teliti, jujur dan benar. Cara memeriksa batin yang sederhana adalah mengenali kecenderungan hati kita ke arah baik atau jelek, untuk berbuat baik atau berbuat jahat/melakukan dosa. Kecenderungan untuk berbuat baik merupakan karya Allah dalam dan melalui diri kita yang lemah dan rapuh ini, sebaliknya kecenderungan untuk berbuat jahat adalah desakan roh jahat atau setan. Jika ada pada hari ini merasa lebih banyak cenderung untuk berbuat baik dan juga akhirnya melakukan perbuatan baik, maka anda akan semakin memiliki kecerdasan hati atau spiritual, dan tentu saja serentak menolak rayuan atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan atau berbuat dosa. Kebiasaan untuk senantiasa berbuat baik merupakan cara untuk semakin memiliki kecerdasan hati atau spiritual, dan dengan demikian juga akan mampu mengerti atau memahami Penyelenggaraan Ilahi dalam ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya,
· "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya."(Yak 1:17-18), demikian nasihat Yakobus. Kami percaya bahwa masing-masing dari kita telah menerima pemberian yang baik dan anugerah dengan melimpah ruah dari Allah melalui saudara-saudari kita yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya orangtua, kakak-adik, guru, rekan bermain atau bekerja, dst.. , maka selayaknya kita hidup dengan penuh syukur dan terima kasih. Syukur dan terima kasih tersebut kita wujudkan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dengan berbuat baik kepada sesama dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling berbuat baik satu sama lain, sehingga sebagai manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini, kita sungguh "menjadi anak sulung di antara semua ciptaanNya". Marilah setiap sapaan, sentuhan, kritik, saran, ejekan, pujian dst. dari orang lain atau sesama kita mengerti dan hayati sebagai perbuatan baik, tindakan kasih mereka kepada kita yang lemah dan rapuh ini. Pertama-tama dan terutama marilah kita sungguh bersyukur dan berterima kasih kepada orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing, dan kita wujudkan syukur dan terima kasih tersebut seperti digambarkan oleh orang Jawa dengan kata "mikul dhuwur mendhem jero wong tuwo", yang secara harafiah berarti mengangkat tinggi-tinggi dan mengubur dalam-dalam orangtua, sedangkan maksudnya tidak lain memuliakan orangtua dengan hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga tidak membuat nama jelek keluarga.
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka… Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati" (Mzm 94:12-13a.14-15)
Jakarta, 16 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar