"Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."
PESTA PEMBAPTISAN TUHAN: Yes 40:1-5. 9-11; Tit 2:11-14; 3:4-7; Luk 3:15-16.21-22
"Baptis, pintu gerbang sakramen-sakramen, yang perlu untuk keselamatan, entah diterima secara nyata atau setidak-tidaknya dalam kerinduan, dengan mana manusia dibebaskan dari dosa, dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah serta digabungkan dengan Gereja setelah dijadikan serupa dengan Kristus oleh meterai yang tak terhapuskan, hanya dapat diterimakan secara sah dengan pembasuhan air sungguh bersama rumus kata-kata yang diwajibkan" (KHK kan 849). Rumus kata-kata yang diwajibkan adalah "…, aku membaptis engkau dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus". Maka baiklah dalam rangka mengenangkan Pesta Pembaptisan Tuhan hari ini, marilah kita mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang telah kita terima.
"Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."(Luk 3:22)
Dibaptis berarti 'disisihkan/dipersembahkan bagi Tuhan seutuhnya'. Dalam upacara pembaptisan, dahi yang dibaptis dicurahi air, sementara itu di beberapa agama Kristen tertentu (pembaptisan pada umumnya dilakukan ketika yang bersangkutan telah berusia 17 tahun) yang dibaptis dibenamkan ke dalam kolam. Yang dibaptis pada umumnya mengenakan pakaian putih. Pencurahan air atau pembenaman ke dalam air merupakan symbol pembersihan sehingga yang bersangkutan sungguh menjadi bersih, suci, yang dilambangkan dengan pakaian putih. Sebelum dibaptis yang bersangkutan juga berjanji untuk "hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan", maka baiklah kita mawas diri perihal janji baptis ini.
"Mengabdi atau melayani Tuhan" berarti bersikap mental melayani, dan tentu saja pelayanan kepada Tuhan harus menjadi nyata dalam pelayanan kepada sesama dan saudara-saudari kita. Karena kita sama-sama telah dibaptis berarti dalam hidup bersama kita saling melayani, saling berkenan satu sama lain, karena pelayan yang baik senantiasa berkenan pada yang dilayani. Kami berharap hidup saling melayani dan berkenan satu sama lain ini sungguh terjadi di dalam setiap keluarga, sebagai komunitas atau hidup bersama yang paling dasar, yang mendasari hidup bersama yang lebih besar. Kepada saudara-saudari kita yang tidak seagama atau seiman dengan kita, alias tidak dibaptis, hendaknya kita bersikap mental melayani mereka. Ciri-ciri pelayan yang baik antara lain: gembira, cekatan, tanggap, siap sedia, tidak pernah mengeluh atau marah, dst., maka ciri-ciri macam itulah yang hendaknya juga menjadi cirikhas cara hidup dan cara bertindak kita sebagai orang yang telah dibaptis.
Godaan setan dapat menggejala dalam berbagai bentuk, misalnya harta benda/uang, pangkat/kedudukan, kehormatan dan kenikmatan duniawi. Dari godaan-godaan ini kiranya yang paling berpengaruh adalah harta benda atau uang, sebagaimana dikatakan oleh St.Ignatius Loyola bahwa 'harta benda atau uang adalah ibu dan benteng hidup membiara atau beriman'. Harta benda atau uang adalah 'jalan ke sorga atau ke neraka', sebagai 'jalan' pada dasarnya netral dan maknanya tergantung dari mereka yang menggunakan atau memfungsikannya. Dengan harta benda atau uang orang dapat memenuhi nafsu atau keinginan demi kenikmatan atau keenakan diri sendiri, entah dalam hal makan dan minum, seks dst.. , tetapi dengan harta benda atau uang orang juga dapat menjadi lebih suci atau lebih beriman ketika yang bersangkutan memfungsikan atau menggunakan sesuai dengan motto 'intentio dantis' (=maksud pemberi). Maka hemat saya kita dapat melawan godaan setan yang menggejala dalam harta benda atau uang ketika kita berpegang teguh pada motto 'intentio dantis'. Tertib, jujur, disiplin dalam hal harta benda dan uang hemat kami yang bersangkutan juga akan dengan mudah tertib, jujur, disiplin dalam pelaksanaan tugas pengutusan maupun fungsi dalam hidup dan kerja bersama. Sekali lagi kami berharap bahwa anak-anak sedini mungkin dilatih dan dididik dalam pengggunaan atau pemfungsian harta benda dan uang ini sesuai 'intentiio dantis', dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua atau ayah dan ibu.
"Kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini"(Tit 2:11-12)
Rahmat pembapisan yang telah kita terima merupakan modal atau kekuatan untuk "meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi serta hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini". Meninggalkan kefasikan dan keinginan duniawi serta hidup bijaksana, adil dan beribadah kiranya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan, maka baiklah sebagai yang telah dibaptis saya mengajak kita semua untuk mawas diri yang bersifat positif, yaitu 'hidup bijaksana, adil dan beribadah':
1) Bijaksana: Orang bijaksana ada orang yang tahu akan apa yang harus dikatakan, dan yang dikatakan senantiasa benar alias menyelamatkan dan membahagiakan atau mensejahterakan. Pada umumnya orang bijaksana juga tidak banyak berkata-kata atau bicara omong kosong berkepanjangan. Orang bijaksana akan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri ini:: toto -> teratur, titi-> teliti, hati-hati, titis-> tepat, berfokus, efektif dan efisien, temen-> jujur, tulus , tetep-> konsisten, mantap, tatag-> tabah, tatas-> tegas (lih….)
2) Adil: Keadilan yang paling mendasar adalah hormat terhadap harkat martabat manusia, menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. Memang secara konkret adil hendaknya sungguh dihayati oleh mereka yang mempekerjakan orang lain alias para pengusaha, yang memiliki buruh atau pekerja. Maka dengan ini kami mendambakan para pengusaha atau yang mempekerjakan orang lain untuk memberi imbal jasa atau gaji yang memadai, sehingga para pekerja atau buruh layak hidup sebagai manusia pada umumnya. Hormat terhadap harkat martabat manusia dan pemberian imbal jasa atau gaji yang adil hemat saya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Perilaku adil ini hendaknya dididikkan pada anak-anak, entah di dalam keluarga maupun sekolah, dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua maupun guru/pendidik.
3) Beribadah: Ibadah merupakan salah satu cirikhas hidup orang beragama atau beriman. Maka baiklah kita setia untuk berdoa atau beribadah setiap hari secara pribadi dan secara bersama-sama di hari Minggu bagi yang beragama Kristen atau Katolik, sedangkan yang beragama Islam pada hari Jum'at. Berdoa yang baik hemat saya bukan panjangya kata-kata atau gerak-gerik tubuh maupun penampilan wajah, melainkan hati yang terarah sepenuhnya kepada Tuhan, Yang Ilahi. Dengan kata lain berdoa hemat saya dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu; dan dengan demikian orang tidak memisahkan hidup doa dan kerja. "Lihat, itu Tuhan ALLAH, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya Ia berkuasa. Lihat, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia, dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya. Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati" (Yes 40:10-11). Kehadiran dan karya Tuhan Allah menjadi nyata dalam ciptaan-ciptaanNya, maka mengarahkan hati kepada Tuhan Allah berarti juga memperhatikan ciptaan-ciptaanNya di dunia ini.
"TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar! Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit seperti tenda, yang mendirikan kamar-kamar loteng-Mu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraan-Mu, yang bergerak di atas sayap angin, yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu, dan api yang menyala sebagai pelayan-pelayan-Mu," (Mzm 104:1b-4)
Jakarta, 10 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar