Jackson dan kalau Tuhan nge-rock n’ roll
Hampir genap seminggu, cerita tentang kematian Michael Jackson belum juga berakhir. Orang-orang Kamerun punya cara sendiri menghormati bintang yang mewakili kemenangan orang-orang hitam, atau lebih tepat orang marginal. Tak salah kalau stasiun tv Kamerun, dalam sebuah studio ala kadarnya, mementaskan Jackson made in Cameroun, dan adalah seorang Albino yang nyaris sempurna memerankan Michael Jackon. Orang-orang Albino adalah kelompok orang yang sering dimasukkan dalam kategori ‘lain’ atau ‘margin’ karena masalah genetik, tak terkecuali di benua hitam ini.
Meski di tahun-tahun terakhir, popularitas dan laku hidupnya yang memburuk sejak tuduhan pedofile di Neverland, toh jutaan orang menangisi kepergian bintang yang menginspirasi mimpi-mimpi pemusik jalanan di banyak benua. Kematiannya yang masih menjadi teka-teki menambah daftar kematian tragis bintang-bintang pop dan rock n’roll. Kehidupan yang absurd, yang habis tanpa makna, demikian orang-orang beragama, menghakimi kematian bintang-bintang pop dan rock yang hidupnya penuh glamour pesta, seks, minuman dan hura-hura.
Penilaian macam itu memang tidak tanpa alasan. Rock identik dengan pemberontakan, perlawanan, anti system/struktur dan semuanya itu hampir dengan sangat jelas diperlihatkan oleh hidup para rockers: bebas, urak-urakan, spontan tak tahu malu. Sifat musik rock yang kompleks, bebas, penuh spontanitas dan ekspresi seperti menyatu dalam hidup para rocker. Namun, penilaian tadi tidak harus kita jadikan kesimpulan final dari genre musik yang sejarahnya lumayan panjang dan kompleks, yang darinya bahkan lahir musik pop. Ingatlah, Bon Dylan atau The Beatles di tahun 70-an yang merintis renaissance musik rock, yang bertransformasi menjadi pop, slow rock dengan lirik-lirik yang poetik hingga lepas landasnya dalam berbagai genre musik seperti punk rock, rock alternatif, rock progresif, dan seterusnya. Semuanya tetap membawa ciri yang sama, improvisasi mana suka, melodi dengan ritme 4/4, hidup dan menghentak-hentak.
Rock bagaimanapun sebuah cerita, sebuah mimpi dan sebuah aspirasi tentang kehidupan yang penuh. Mungkin itu termanifestasi dari namanya, to rock, to balance. Bukankah hidup yang penuh itu, adalah hidup yang seimbang? Dan para pelaku musik rock mengungkapkan itu dalam lirik-lirik mereka yang romantis, yang terus terang, vulgar, sensual dan bahkan hampir tak memberi tempat pada Tuhan atau kata religius lainnya.
Bahwa Michael Jackson mati, itu tidak berarti bahwa cerita musik rock selesai. Bahkan rock seperti selalu tidak memberi tempat pada Tuhan-nya orang-orang religius. Rock adalah anak kandung modernitas, bahkan ekspresi dari apa yang disebut agnotisme modern. Orang agnotis adalah orang yang tidak menolak total eksistensi Tuhan, tapi orang-orang yang merasakan bahwa Tuhan seperti absen, tak hadir di dunia, apalagi di hadapan persoalan-persoalan konkret hidup kita: penderitaan, relasi, kemiskinan, bencana, hidup bersama, cinta, seksualitas, dst..Orang agnotis adalah orang yang tidak tahu bagaimana bias menghadapi masalah itu selain dengan merasa Tuhan tidak terlalu banyak urusannya di dunia ini. Dan itulah kenapa kita susah menemukan nama Tuhan dipuji dalam musik rock.
Namun jangan terlalu cepat menilai bahwa pengalaman absennya Tuhan tidak berarti tidak ada sama sekalinya pengalaman akan Tuhan dalam musik Rock. Sex Pistols, Queen, Metalica, Iron Maiden, Black Sabat, dan kelompok pemusik atheis agnotis lainnya, mengalami Tuhan secara negatif, yang absen. Dengan mengatakan Tuhan absen, bukankah pada saat itu mereka mengakui Tuhan ada? Jackson mati, dan rock tetap sebuah pertanyaan dan pencarian yang tanpa henti tentang kesempurnaan, kehidupan dan kebahagiaan yang sejati. Rock my life, lagu pertama Jackson dalam album Invisible tahun 2001, meski tidak bercerita tentang Tuhan, bagaimanapun juga mewakili kehausan dasar hidup kita, dipenuhi dan disempurnakan oleh cinta yang lain. Dan itulah kehausan manusia modern...Tempat kita orang beriman, ada di situ. Kalau Tuhan absen, tugas kitalah yang menghadirkan-Nya.
Kemarin pagi, saya berhasil mendatangi dan berdamai dengan seorang ibu. Sebelumnya dia datang ke rumah kami dan marah karena saya terlambat membukakan pintu. Dia ingin ketemu seorang romo. Saya tentu saja spontan marah, mosok tuan rumah yang baru saja membukakan pintu langsung diberondong celotehan tanpa alasan. Rock my life, imbangi dan penuhilah hidupku Tuhan. Itulah doa kecil yang memberanikan saya mendatangi beliau. Dan lewat hidup andalah Tuhan tetap bisa nge-rock n’roll.
Yaoundé, 12 Juillet 09
Hampir genap seminggu, cerita tentang kematian Michael Jackson belum juga berakhir. Orang-orang Kamerun punya cara sendiri menghormati bintang yang mewakili kemenangan orang-orang hitam, atau lebih tepat orang marginal. Tak salah kalau stasiun tv Kamerun, dalam sebuah studio ala kadarnya, mementaskan Jackson made in Cameroun, dan adalah seorang Albino yang nyaris sempurna memerankan Michael Jackon. Orang-orang Albino adalah kelompok orang yang sering dimasukkan dalam kategori ‘lain’ atau ‘margin’ karena masalah genetik, tak terkecuali di benua hitam ini.
Meski di tahun-tahun terakhir, popularitas dan laku hidupnya yang memburuk sejak tuduhan pedofile di Neverland, toh jutaan orang menangisi kepergian bintang yang menginspirasi mimpi-mimpi pemusik jalanan di banyak benua. Kematiannya yang masih menjadi teka-teki menambah daftar kematian tragis bintang-bintang pop dan rock n’roll. Kehidupan yang absurd, yang habis tanpa makna, demikian orang-orang beragama, menghakimi kematian bintang-bintang pop dan rock yang hidupnya penuh glamour pesta, seks, minuman dan hura-hura.
Penilaian macam itu memang tidak tanpa alasan. Rock identik dengan pemberontakan, perlawanan, anti system/struktur dan semuanya itu hampir dengan sangat jelas diperlihatkan oleh hidup para rockers: bebas, urak-urakan, spontan tak tahu malu. Sifat musik rock yang kompleks, bebas, penuh spontanitas dan ekspresi seperti menyatu dalam hidup para rocker. Namun, penilaian tadi tidak harus kita jadikan kesimpulan final dari genre musik yang sejarahnya lumayan panjang dan kompleks, yang darinya bahkan lahir musik pop. Ingatlah, Bon Dylan atau The Beatles di tahun 70-an yang merintis renaissance musik rock, yang bertransformasi menjadi pop, slow rock dengan lirik-lirik yang poetik hingga lepas landasnya dalam berbagai genre musik seperti punk rock, rock alternatif, rock progresif, dan seterusnya. Semuanya tetap membawa ciri yang sama, improvisasi mana suka, melodi dengan ritme 4/4, hidup dan menghentak-hentak.
Rock bagaimanapun sebuah cerita, sebuah mimpi dan sebuah aspirasi tentang kehidupan yang penuh. Mungkin itu termanifestasi dari namanya, to rock, to balance. Bukankah hidup yang penuh itu, adalah hidup yang seimbang? Dan para pelaku musik rock mengungkapkan itu dalam lirik-lirik mereka yang romantis, yang terus terang, vulgar, sensual dan bahkan hampir tak memberi tempat pada Tuhan atau kata religius lainnya.
Bahwa Michael Jackson mati, itu tidak berarti bahwa cerita musik rock selesai. Bahkan rock seperti selalu tidak memberi tempat pada Tuhan-nya orang-orang religius. Rock adalah anak kandung modernitas, bahkan ekspresi dari apa yang disebut agnotisme modern. Orang agnotis adalah orang yang tidak menolak total eksistensi Tuhan, tapi orang-orang yang merasakan bahwa Tuhan seperti absen, tak hadir di dunia, apalagi di hadapan persoalan-persoalan konkret hidup kita: penderitaan, relasi, kemiskinan, bencana, hidup bersama, cinta, seksualitas, dst..Orang agnotis adalah orang yang tidak tahu bagaimana bias menghadapi masalah itu selain dengan merasa Tuhan tidak terlalu banyak urusannya di dunia ini. Dan itulah kenapa kita susah menemukan nama Tuhan dipuji dalam musik rock.
Namun jangan terlalu cepat menilai bahwa pengalaman absennya Tuhan tidak berarti tidak ada sama sekalinya pengalaman akan Tuhan dalam musik Rock. Sex Pistols, Queen, Metalica, Iron Maiden, Black Sabat, dan kelompok pemusik atheis agnotis lainnya, mengalami Tuhan secara negatif, yang absen. Dengan mengatakan Tuhan absen, bukankah pada saat itu mereka mengakui Tuhan ada? Jackson mati, dan rock tetap sebuah pertanyaan dan pencarian yang tanpa henti tentang kesempurnaan, kehidupan dan kebahagiaan yang sejati. Rock my life, lagu pertama Jackson dalam album Invisible tahun 2001, meski tidak bercerita tentang Tuhan, bagaimanapun juga mewakili kehausan dasar hidup kita, dipenuhi dan disempurnakan oleh cinta yang lain. Dan itulah kehausan manusia modern...Tempat kita orang beriman, ada di situ. Kalau Tuhan absen, tugas kitalah yang menghadirkan-Nya.
Kemarin pagi, saya berhasil mendatangi dan berdamai dengan seorang ibu. Sebelumnya dia datang ke rumah kami dan marah karena saya terlambat membukakan pintu. Dia ingin ketemu seorang romo. Saya tentu saja spontan marah, mosok tuan rumah yang baru saja membukakan pintu langsung diberondong celotehan tanpa alasan. Rock my life, imbangi dan penuhilah hidupku Tuhan. Itulah doa kecil yang memberanikan saya mendatangi beliau. Dan lewat hidup andalah Tuhan tetap bisa nge-rock n’roll.
Yaoundé, 12 Juillet 09
Ronald,SX
Tidak ada komentar:
Posting Komentar