Sabtu, 28 Februari 2015

Sadari Harganya

Info

Minggu, 1 Maret 2015


Sadari Harganya



1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.


1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,


1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.


1:20 Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.


1:21 Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah.



Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. —1 Korintus 6:20


Sadari Harganya


Baru-baru ini kami memberikan sepasang sepatu bot baru untuk putra kami yang berumur 2 tahun. Ia sangat senang hingga ia tidak mau melepaskan sepatunya itu sampai tiba waktunya tidur. Namun keesokan harinya, ia sudah lupa sama sekali pada sepatu bot itu dan kembali memakai sepatu kets lamanya. Suami saya berkata, “Andai saja ia tahu berapa harga sepatu bot itu.”


Harga sepatu bot itu memang mahal, tetapi seorang anak kecil tidak paham soal jam kerja, gaji, dan pajak. Seorang anak mau menerima hadiah dengan senang hati, tetapi kita tahu bahwa anak itu tidak dapat diharapkan untuk sepenuhnya menghargai pengorbanan orangtuanya dalam membelikannya barang baru.


Saya sering bertingkah seperti anak kecil. Dengan senang hati, saya menerima pemberian-pemberian Allah yang diberikan lewat kasih-Nya, tetapi apakah saya bersyukur untuk itu semua? Apakah saya menyadari harga yang telah dibayar agar saya bisa menjalani hidup yang sejati?


Harganya begitu mahal—“bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas.” Seperti yang kita baca dalam kitab 1 Petrus, hal itu dibayar dengan “darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1:18-19). Yesus memberikan nyawa-Nya, suatu harga tebusan yang mahal, demi menjadikan kita sebagai anggota keluarga-Nya. Allah lalu membangkitkan Dia dari antara orang mati (ay.21).


Ketika kita memahami mahalnya harga yang dibayar untuk keselamatan kita, kita belajar untuk benar-benar bersyukur. —Keila Ochoa


Tuhan, tolong aku untuk memahami dan menghayati apa artinya bagi-Mu, yang Mahakudus, untuk menanggung dosaku. Ingatkan aku untuk bersyukur kepada-Mu atas keselamatan dan semua hal yang Kau pakai untuk menunjukkan kasih-Mu kepadaku di sepanjang hari ini.


Keselamatan sungguh tak ternilai, tetapi sama sekali cuma-cuma.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 23-25; Markus 7:14-37


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Sadari Harganya


Baru-baru ini kami memberikan sepasang sepatu bot baru untuk putra kami yang berumur 2 tahun. Ia sangat senang hingga ia tidak mau melepaskan sepatunya itu sampai tiba waktunya tidur. Namun keesokan harinya, ia sudah lupa sama sekali pada sepatu bot itu dan kembali memakai sepatu kets lamanya. Suami saya berkata, “Andai saja ia tahu berapa harga sepatu bot itu.”


Harga sepatu bot itu memang mahal, tetapi seorang anak kecil tidak paham soal jam kerja, gaji, dan pajak. Seorang anak mau menerima hadiah dengan senang hati, tetapi kita tahu bahwa anak itu tidak dapat diharapkan untuk sepenuhnya menghargai pengorbanan orangtuanya dalam membelikannya barang baru.


Saya sering bertingkah seperti anak kecil. Dengan senang hati, saya menerima pemberian-pemberian Allah yang diberikan lewat kasih-Nya, tetapi apakah saya bersyukur untuk itu semua? Apakah saya menyadari harga yang telah dibayar agar saya bisa menjalani hidup yang sejati?


Harganya begitu mahal—“bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas.” Seperti yang kita baca dalam kitab 1 Petrus, hal itu dibayar dengan “darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1:18-19). Yesus memberikan nyawa-Nya, suatu harga tebusan yang mahal, demi menjadikan kita sebagai anggota keluarga-Nya. Allah lalu membangkitkan Dia dari antara orang mati (ay.21).


Ketika kita memahami mahalnya harga yang dibayar untuk keselamatan kita, kita belajar untuk benar-benar bersyukur.



Tuhan, tolong aku untuk memahami dan menghayati apa artinya bagi-Mu, yang Mahakudus, untuk menanggung dosaku. Ingatkan aku untuk bersyukur kepada-Mu atas keselamatan dan semua hal yang Kau pakai untuk menunjukkan kasih-Mu kepadaku di sepanjang hari ini.


Keselamatan sungguh tak ternilai, tetapi sama sekali cuma-cuma.






from Santapan Rohani http://ift.tt/17G4ALK

via IFTTT

Jumat, 27 Februari 2015

Dirongrong Oleh Kesalahan


Melalui sebuah tulisan di surat kabar, seorang pendeta menceritakan penga-lamannya berikut ini. Ia pernah berbincang dengan seorang pria lebih tua yang baru saja dikenalnya. “Anda pernah bekerja di sebuah perusahaan layanan listrik?” kata sang pendeta sembari menyebutkan nama perusahaan itu. “Betul,” jawab si pria. Sang pendeta bercerita bahwa saat ia masih kanak-kanak, kabel-kabel listrik dari perusahaan itu melintas di atas rumah orangtuanya. “Di mana Anda tinggal?” tanya pria tersebut. Ketika pendeta itu menyebutkan alamat rumah orangtuanya, pria tadi berkata, “Oh, saya ingat rumah itu. Saya sering kesulitan menjaga papan peringatan tentang bahaya kabel di sana untuk tetap berdiri. Ada anak-anak yang selalu menembaki papan itu sampai jatuh.” Ketika wajah pendeta tersebut memerah karena malu, pria itu berkata, “Anda salah satu dari anak-anak itu, bukan?” Pendeta itu pun mengakuinya.


Sang pendeta kemudian memberi judul kisah pengakuannya: “Papan peringatanmu akan menimpamu”, dengan mengacu pada kata-kata Musa dalam Bilangan 32:23: “Dosamu itu akan menimpa kamu.”


Kesalahan-kesalahan kita di masa lalu bisa kembali untuk merongrong kita. Dosa-dosa masa lalu yang belum dituntaskan dapat mengakibatkan konsekuensi serius. Demikianlah ratapan Daud dalam Mazmur 32: “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu.” Namun ketika kita mengakui kesalahan kita, persekutuan kita dengan Tuhan akan pulih kembali: “‘Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,’ dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku” (Mzm. 32:5). Dengan mengakui dosa, kita dapat menikmati pengampunan dari Allah.



Ya Tuhanku, kini saatnya aku datang kepada-Mu dengan jujur. Aku telah lama terikat pada ________________. Terima kasih karena dosa itu telah ditebus oleh darah Kristus. Kembalikan aku dalam persekutuan yang erat dengan-Mu.


Orang Kristen tidak perlu lagi mengingat dosa yang tidak lagi diingat oleh Allah.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1AhDp05

via IFTTT

Dirongrong Oleh Kesalahan

Info

Sabtu, 28 Februari 2015


Dirongrong Oleh Kesalahan



32:1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!


32:2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!


32:3 Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;


32:4 sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Sela


32:5 Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela



Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari. —Mazmur 32:3


Dirongrong Oleh Kesalahan


Melalui sebuah tulisan di surat kabar, seorang pendeta menceritakan pengalamannya berikut ini. Ia pernah berbincang dengan seorang pria lebih tua yang baru saja dikenalnya. “Anda pernah bekerja di sebuah perusahaan layanan listrik?” kata sang pendeta sembari menyebutkan nama perusahaan itu. “Betul,” jawab si pria. Sang pendeta bercerita bahwa saat ia masih kanak-kanak, kabel-kabel listrik dari perusahaan itu melintas di atas rumah orangtuanya. “Di mana Anda tinggal?” tanya pria tersebut. Ketika pendeta itu menyebutkan alamat rumah orangtuanya, pria tadi berkata, “Oh, saya ingat rumah itu. Saya sering kesulitan menjaga papan peringatan tentang bahaya kabel di sana untuk tetap berdiri. Ada anak-anak yang selalu menembaki papan itu sampai jatuh.” Ketika wajah pendeta tersebut memerah karena malu, pria itu berkata, “Anda salah satu dari anak-anak itu, bukan?” Pendeta itu pun mengakuinya.


Sang pendeta kemudian memberi judul kisah pengakuannya: “Papan peringatanmu akan menimpamu”, dengan mengacu pada kata-kata Musa dalam Bilangan 32:23: “Dosamu itu akan menimpa kamu.”


Kesalahan-kesalahan kita di masa lalu bisa kembali untuk merongrong kita. Dosa-dosa masa lalu yang belum dituntaskan dapat mengakibatkan konsekuensi serius. Demikianlah ratapan Daud dalam Mazmur 32: “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu.” Namun ketika kita mengakui kesalahan kita, persekutuan kita dengan Tuhan akan pulih kembali: “‘Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,’ dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku” (Mzm. 32:5). Dengan mengakui dosa, kita dapat menikmati pengampunan dari Allah. —JDB


Ya Tuhanku, kini saatnya aku datang kepada-Mu dengan jujur.

Aku telah lama terikat pada ________________.

Terima kasih karena dosa itu telah ditebus oleh darah Kristus.

Kembalikan aku dalam persekutuan yang erat dengan-Mu.


Orang Kristen tidak perlu lagi mengingat dosa yang tidak lagi diingat oleh Allah.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 20-22; Markus 7:1-13


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Kamis, 26 Februari 2015

Hidup Yang Tekun

Info

Jumat, 27 Februari 2015


Hidup Yang Tekun



6:2 Lalu berkenanlah Darius mengangkat seratus dua puluh wakil-wakil raja atas kerajaannya; mereka akan ditempatkan di seluruh kerajaan;


6:3 membawahi mereka diangkat pula tiga pejabat tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu; kepada merekalah para wakil-wakil raja harus memberi pertanggungan jawab, supaya raja jangan dirugikan.


6:4 Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya.


6:5 Kemudian para pejabat tinggi dan wakil raja itu mencari alasan dakwaan terhadap Daniel dalam hal pemerintahan, tetapi mereka tidak mendapat alasan apapun atau sesuatu kesalahan, sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya.


6:6 Maka berkatalah orang-orang itu: "Kita tidak akan mendapat suatu alasan dakwaan terhadap Daniel ini, kecuali dalam hal ibadahnya kepada Allahnya!"


6:7 Kemudian bergegas-gegaslah para pejabat tinggi dan wakil raja itu menghadap raja serta berkata kepadanya: "Ya raja Darius, kekallah hidup tuanku!


6:8 Semua pejabat tinggi kerajaan ini, semua penguasa dan wakil raja, para menteri dan bupati telah mufakat, supaya dikeluarkan kiranya suatu penetapan raja dan ditetapkan suatu larangan, agar barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa.


6:9 Oleh sebab itu, ya raja, keluarkanlah larangan itu dan buatlah suatu surat perintah yang tidak dapat diubah, menurut undang-undang orang Media dan Persia, yang tidak dapat dicabut kembali."


6:10 Sebab itu raja Darius membuat surat perintah dengan larangan itu.


6:11 Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.



Tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. —Daniel 6:11


Hidup Yang Tekun


Ketika sedang mempelajari kitab Daniel, saya terkesan saat mengetahui bahwa Daniel sebenarnya dapat dengan mudah meluputkan dirinya supaya tidak dilemparkan ke dalam gua singa. Para pejabat tinggi dalam pemerintahan Babel yang merasa iri hati kepada Daniel telah mengatur sebuah jebakan yang dipicu oleh ketekunan Daniel dalam berdoa kepada Allah setiap hari (Dan. 6:2-10). Daniel sepenuhnya telah menyadari rencana jebakan yang mereka siapkan itu. Sebenarnya ia bisa saja memutuskan untuk berdoa secara sembunyi-sembunyi selama satu bulan sampai keadaan tenang kembali. Namun Daniel bukanlah orang seperti itu.


“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya” (ay.11). Daniel tidak menjadi panik ataupun melakukan tawar-menawar dengan Allah. Sebaliknya, ia melanjutkan kegiatan ibadahnya “seperti yang biasa dilakukannya” (ay.11). Daniel sama sekali tidak terintimidasi oleh ancaman penganiayaan.


Saya belajar tentang kuasa dari kehidupan ibadah Daniel yang tekun kepada Tuhan. Kekuatan Daniel berasal dari Allah—Allah yang ingin disenangkannya setiap hari. Ketika krisis menerpa hidupnya, Daniel tidak perlu mengubah kebiasaannya sehari-hari untuk menghadapi pergumulan itu. Ia hanya perlu untuk tetap bertekun dalam ibadahnya kepada Allah. —DCM


Bapa, aku ingin tetap beriman kepada-Mu saat penganiayaan datang

seperti yang Daniel lakukan. Beriku keberanian yang sama untuk

tekun berdoa dan tidak merasa malu karena mengenal-Mu.

Tolonglah aku untuk menghidupi imanku secara terbuka.


Allah memberi kita kesanggupan untuk tetap beriman kepada-Nya saat kita tekun beribadah kepada-Nya.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 17-19; Markus 6:30-56


Photo credit: Tambako the Jaguar / Foter / CC BY


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Hidup Yang Tekun


Ketika sedang mempelajari kitab Daniel, saya terkesan saat mengetahui bahwa Daniel sebenarnya dapat dengan mudah meluputkan dirinya supaya tidak dilemparkan ke dalam gua singa. Para pejabat tinggi dalam pemerintahan Babel yang merasa iri hati kepada Daniel telah mengatur sebuah jebakan yang dipicu oleh ketekunan Daniel dalam berdoa kepada Allah setiap hari (Dan. 6:2-10). Daniel sepenuhnya telah menyadari rencana jebakan yang mereka siapkan itu. Sebenarnya ia bisa saja memutuskan untuk berdoa secara sembunyi-sembunyi selama satu bulan sampai keadaan tenang kembali. Namun Daniel bukanlah orang seperti itu.


“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya” (ay.11). Daniel tidak menjadi panik ataupun melakukan tawar-menawar dengan Allah. Sebaliknya, ia melanjutkan kegiatan ibadahnya “seperti yang biasa dilakukannya” (ay.11). Daniel sama sekali tidak terintimidasi oleh ancaman penganiayaan.


Saya belajar tentang kuasa dari kehidupan ibadah Daniel yang tekun kepada Tuhan. Kekuatan Daniel berasal dari Allah—Allah yang ingin disenangkannya setiap hari. Ketika krisis menerpa hidupnya, Daniel tidak perlu mengubah kebiasaannya sehari-hari untuk menghadapi pergumulan itu. Ia hanya perlu untuk tetap bertekun dalam ibadahnya kepada Allah.



Bapa, aku ingin tetap beriman kepada-Mu saat penganiayaan datang seperti yang Daniel lakukan. Beriku keberanian yang sama untuk tekun berdoa dan tidak merasa malu karena mengenal-Mu. Tolonglah aku untuk menghidupi imanku secara terbuka.


Allah memberi kita kesanggupan untuk tetap beriman kepada-Nya saat kita tekun beribadah kepada-Nya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1zL3SUN

via IFTTT

Rabu, 25 Februari 2015

Mengubah Perspektif


Sebagai orang yang suka bangun pagi, istri saya menikmati waktu-waktu yang hening sebelum orang lain dalam rumah terjaga. Ia menggunakan waktu itu untuk membaca Alkitab dan berdoa. Baru-baru ini ia hendak duduk di kursi favoritnya, tetapi pikirannya teralih ketika melihat ada sofa yang berantakan setelah saya pakai saat menonton pertandingan sepakbola malam sebelumnya. Awalnya, kekacauan itu mengalihkan perhatian istri saya, dan rasa frustrasinya terhadap saya mengusik kehangatan pagi yang hening itu.


Lalu tiba-tiba ia terpikir sesuatu. Ia memilih pindah dari kursi favoritnya dan duduk di sofa itu. Dari sofa tersebut, lewat jendela depan, ia dapat menyaksikan pemandangan matahari yang terbit di atas Samudera Atlantik. Keindahan yang dilukiskan Allah pada pagi itu telah mengubah perspektif istri saya.


Saat ia menceritakan pengalamannya, kami berdua menyadari pelajaran dari pagi itu. Meski kita tidak dapat selalu mengendalikan hal-hal dalam hidup ini yang mempengaruhi hati kita, kita tetap diberi pilihan. Kita dapat terus memikirkan “kekacauan” yang ada, atau kita dapat mengubah perspektif kita. Ketika Paulus berada di Atena, “sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala” (Kis. 17:16). Namun ketika Paulus mengubah perspektifnya, ia memanfaatkan minat orang terhadap agama sebagai kesempatan untuk mewartakan tentang Allah yang sejati, Yesus Kristus (ay.22-23).


Ketika istri saya berangkat untuk bekerja, tibalah giliran saya untuk mengubah perspektif saya. Saya mempersilakan Tuhan untuk menolong saya melihat kekacauan-kekacauan yang telah saya perbuat, melalui sudut pandang istri saya dan juga sudut pandang-Nya.



Ya Tuhan, berilah kami hikmat untuk mengubah sudut pandang kami daripada berlama-lama memikirkan kekacauan yang terjadi.

Tolong kami untuk melihat—dan memperbaiki— segala “kekacauan” yang kami akibatkan kepada sesama.


Berhikmat berarti melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1LDF9HN

via IFTTT

Mengubah Perspektif

Info

Kamis, 26 Februari 2015


Mengubah Perspektif



17:16 Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.


17:17 Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ.


17:18 Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: "Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?" Tetapi yang lain berkata: "Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing." Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.


17:19 Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: "Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini?


17:20 Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu."


17:21 Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.


17:22 Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.


17:23 Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.



Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. —Kisah Para Rasul 17:16


Mengubah Perspektif


Sebagai orang yang suka bangun pagi, istri saya menikmati waktu-waktu yang hening sebelum orang lain dalam rumah terjaga. Ia menggunakan waktu itu untuk membaca Alkitab dan berdoa. Baru-baru ini ia hendak duduk di kursi favoritnya, tetapi pikirannya teralih ketika melihat ada sofa yang berantakan setelah saya pakai saat menonton pertandingan sepakbola malam sebelumnya. Awalnya, kekacauan itu mengalihkan perhatian istri saya, dan rasa frustrasinya terhadap saya mengusik kehangatan pagi yang hening itu.


Lalu tiba-tiba ia terpikir sesuatu. Ia memilih pindah dari kursi favoritnya dan duduk di sofa itu. Dari sofa tersebut, lewat jendela depan, ia dapat menyaksikan pemandangan matahari yang terbit di atas Samudera Atlantik. Keindahan yang dilukiskan Allah pada pagi itu telah mengubah perspektif istri saya.


Saat ia menceritakan pengalamannya, kami berdua menyadari pelajaran dari pagi itu. Meski kita tidak dapat selalu mengendalikan hal-hal dalam hidup ini yang mempengaruhi hati kita, kita tetap diberi pilihan. Kita dapat terus memikirkan “kekacauan” yang ada, atau kita dapat mengubah perspektif kita. Ketika Paulus berada di Atena, “sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala” (Kis. 17:16). Namun ketika Paulus mengubah perspektifnya, ia memanfaatkan minat orang terhadap agama sebagai kesempatan untuk mewartakan tentang Allah yang sejati, Yesus Kristus (ay.22-23).


Ketika istri saya berangkat untuk bekerja, tibalah giliran saya untuk mengubah perspektif saya. Saya mempersilakan Tuhan untuk menolong saya melihat kekacauan-kekacauan yang telah saya perbuat, melalui sudut pandang istri saya dan juga sudut pandang-Nya. —RKK


Ya Tuhan, berilah kami hikmat untuk mengubah sudut pandang kami

daripada berlama-lama memikirkan kekacauan yang terjadi.

Tolong kami untuk melihat—dan memperbaiki—

segala “kekacauan” yang kami akibatkan kepada sesama.


Berhikmat berarti melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 15-16; Markus 6:1-29


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Selasa, 24 Februari 2015

Pilihan-Nya


Ketika anak-anak kami masih kecil, saya sering berdoa bersama mereka setelah kami menyelimuti mereka di tempat tidur. Namun sebelum berdoa, saya kadang-kadang akan duduk di tepi tempat tidur itu dan berbincang-bincang dengan mereka. Saya ingat pernah mengatakan kepada putri kami, Libby, “Seandainya Papa bisa membariskan semua gadis cilik berusia 4 tahun di dunia ini, Papa akan menyusuri barisan itu untuk mencarimu. Setelah melihat-lihat semua anak dalam barisan itu, aku akan memilihmu untuk menjadi putriku.” Perkataan saya itu selalu memunculkan senyuman lebar di wajah Libby karena ia mengetahui bahwa dirinya istimewa bagi saya.


Jika momen itu saja dapat membekaskan senyuman yang bahagia bagi Libby, bayangkan betapa luar biasanya kenyataan bahwa oleh anugerah-Nya, Allah Sang Pencipta alam semesta, “dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan” (2Tes. 2:13). Sejak sebelum permulaan zaman, Allah rindu untuk menjadikan Anda milik-Nya. Itulah mengapa Kitab Suci sering menggunakan gambaran tentang adopsi untuk menjabarkan realitas yang ajaib bahwa kita telah dipilih oleh-Nya, bukan karena jasa atau kelayakan kita sendiri.


Itu adalah kabar yang menakjubkan! Kita “dikasihi Tuhan” (ay.13) dan menikmati berkat-berkat sebagai anggota keluarga-Nya. Kebenaran yang agung ini patut memenuhi hidup kita dengan kerendahan hati dan ucapan syukur. “Dan Ia, Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah, Bapa kita, yang dalam kasih karunia-Nya telah mengasihi kita . . . kiranya menghibur dan menguatkan hatimu dalam pekerjaan dan perkataan yang baik” (ay.16-17).



Aku akan bersyukur senantiasa karena aku ini anak-Mu, ya Bapa, dan karena Engkau mengasihiku! Ajari aku untuk mengingat segala berkat yang kuterima sebagai anak-Mu, dan tolong aku agar dapat melayani-Mu dengan setia sebagai anggota keluarga-Mu.


Allah telah memilih untuk mengasihi Anda dan menjadikan Anda sebagai anggota keluarga-Nya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/18hPf4S

via IFTTT

Pilihan-Nya


Ketika anak-anak kami masih kecil, saya sering berdoa bersama mereka setelah kami menyelimuti mereka di tempat tidur. Namun sebelum berdoa, saya kadang-kadang akan duduk di tepi tempat tidur itu dan berbincang-bincang dengan mereka. Saya ingat pernah mengatakan kepada putri kami, Libby, “Seandainya Papa bisa membariskan semua gadis cilik berusia 4 tahun di dunia ini, Papa akan menyusuri barisan itu untuk mencarimu. Setelah melihat-lihat semua anak dalam barisan itu, aku akan memilihmu untuk menjadi putriku.” Perkataan saya itu selalu memunculkan senyuman lebar di wajah Libby karena ia mengetahui bahwa dirinya istimewa bagi saya.


Jika momen itu saja dapat membekaskan senyuman yang bahagia bagi Libby, bayangkan betapa luar biasanya kenyataan bahwa oleh anugerah-Nya, Allah Sang Pencipta alam semesta, “dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan” (2Tes. 2:13). Sejak sebelum permulaan zaman, Allah rindu untuk menjadikan Anda milik-Nya. Itulah mengapa Kitab Suci sering menggunakan gambaran tentang adopsi untuk menjabarkan realitas yang ajaib bahwa kita telah dipilih oleh-Nya, bukan karena jasa atau kelayakan kita sendiri.


Itu adalah kabar yang menakjubkan! Kita “dikasihi Tuhan” (ay.13) dan menikmati berkat-berkat sebagai anggota keluarga-Nya. Kebenaran yang agung ini patut memenuhi hidup kita dengan kerendahan hati dan ucapan syukur. “Dan Ia, Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah, Bapa kita, yang dalam kasih karunia-Nya telah mengasihi kita . . . kiranya menghibur dan menguatkan hatimu dalam pekerjaan dan perkataan yang baik” (ay.16-17).



Aku akan bersyukur senantiasa karena aku ini anak-Mu, ya Bapa, dan karena Engkau mengasihiku! Ajari aku untuk mengingat segala berkat yang kuterima sebagai anak-Mu, dan tolong aku agar dapat melayani-Mu dengan setia sebagai anggota keluarga-Mu.


Allah telah memilih untuk mengasihi Anda dan menjadikan Anda sebagai anggota keluarga-Nya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/18hPf4S

via IFTTT

Senin, 23 Februari 2015

Rindu Diselamatkan


Film Man of Steel, yang dirilis pada tahun 2013, merupakan sebuah penggambaran baru tentang kisah Superman. Dipenuhi dengan efek spesial yang mengagumkan dan aksi-aksi nonstop yang menegangkan, film itu memikat banyak orang untuk menyaksikannya di bioskop-bioskop di seluruh dunia. Ada yang mengatakan bahwa daya tarik film itu terletak pada penggunaan teknologinya yang menakjubkan. Yang lainnya merujuk pada ketertarikan yang selalu dimiliki orang terhadap “mitologi Superman”.


Amy Adams, sang aktris yang memerankan Lois Lane dalam film tersebut, memiliki pandangan yang berbeda tentang daya tarik Superman. Ia menyebut ketertarikan itu sebagai ungkapan kerinduan yang dialami setiap orang: “Adakah yang tidak ingin percaya bahwa di luar sana ada satu pribadi yang akan datang dan menyelamatkan kita dari diri kita sendiri?”


Sungguh pertanyaan yang luar biasa. Dan jawabannya adalah: satu pribadi memang telah datang untuk menyelamatkan kita dari diri kita sendiri, dan pribadi itu adalah Yesus. Ada sejumlah pengumuman yang telah dibuat mengenai kelahiran Yesus. Salah satunya diberikan oleh malaikat Gabriel kepada Yusuf: “Ia [Maria] akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21).


Yesus datang demi menyelamatkan kita dari dosa dan dari diri kita sendiri. Nama Yesus berarti “Tuhan menyelamatkan”—dan keselamatan kita adalah misi-Nya. Kerinduan akan penyelamatan yang menggelisahkan hati manusia akhirnya dipuaskan oleh Yesus.



Keselamatan yang penuh,

Berkelimpahan berkat;

Kemenangan yang teguh

Yesus Juruselamat! —Owens

(Nyanyian Pujian, No. 111)


Arti nama dan misi Yesus adalah sama— Dia datang untuk menyelamatkan kita.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1Deds6r

via IFTTT

Rindu Diselamatkan

Info

Selasa, 24 Februari 2015


KomikStrip-WarungSateKamu-20150224-Tuhan-Menyelamatkan



1:18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.


1:19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.


1:20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.


1:21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka."


1:22 Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:


1:23 "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" –yang berarti: Allah menyertai kita.


1:24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,


1:25 tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.



Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. —Matius 1:21


Rindu Diselamatkan


Film Man of Steel, yang dirilis pada tahun 2013, merupakan sebuah penggambaran baru tentang kisah Superman. Dipenuhi dengan efek spesial yang mengagumkan dan aksi-aksi nonstop yang menegangkan, film itu memikat banyak orang untuk menyaksikannya di bioskop-bioskop di seluruh dunia. Ada yang mengatakan bahwa daya tarik film itu terletak pada penggunaan teknologinya yang menakjubkan. Yang lainnya merujuk pada ketertarikan yang selalu dimiliki orang terhadap “mitologi Superman”.


Amy Adams, sang aktris yang memerankan Lois Lane dalam film tersebut, memiliki pandangan yang berbeda tentang daya tarik Superman. Ia menyebut ketertarikan itu sebagai ungkapan kerinduan yang dialami setiap orang: “Adakah yang tidak ingin percaya bahwa di luar sana ada satu pribadi yang akan datang dan menyelamatkan kita dari diri kita sendiri?”


Sungguh pertanyaan yang luar biasa. Dan jawabannya adalah: satu pribadi memang telah datang untuk menyelamatkan kita dari diri kita sendiri, dan pribadi itu adalah Yesus. Ada sejumlah pengumuman yang telah dibuat mengenai kelahiran Yesus. Salah satunya diberikan oleh malaikat Gabriel kepada Yusuf: “Ia [Maria] akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21).


Yesus datang demi menyelamatkan kita dari dosa dan dari diri kita sendiri. Nama Yesus berarti “Tuhan menyelamatkan”—dan keselamatan kita adalah misi-Nya. Kerinduan akan penyelamatan yang menggelisahkan hati manusia akhirnya dipuaskan oleh Yesus. —WEC


Keselamatan yang penuh,

Berkelimpahan berkat;

Kemenangan yang teguh

Yesus Juruselamat! —Owens

(Nyanyian Pujian, No. 111)


Arti nama dan misi Yesus adalah sama—Dia datang untuk menyelamatkan kita.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 9-11; Markus 5:1-20


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Komik Kamu, Komik Strip, Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Minggu, 22 Februari 2015

Dunia Yang Tak Kasat Mata


Tahukah Anda bahwa jumlah mikroba di satu tangan Anda saja sudah melampaui jumlah seluruh manusia yang hidup di atas bumi? Atau bahwa jutaan mikroba dapat masuk ke dalam sebuah lubang jarum? Organisme hidup bersel tunggal itu terlalu kecil untuk dapat terlihat oleh mata kita tanpa bantuan mikroskop. Namun mereka hidup di udara, tanah, air, dan bahkan di dalam tubuh kita. Kita terus-menerus berinteraksi dengan mereka, meskipun dunia mereka sepenuhnya di luar jangkauan semua indera kita.


Realitas dunia spiritual juga sering tidak terlihat oleh manusia seperti kita. Itulah juga yang dialami Nabi Bileam. Ia sedang berjalan bersama kedua bujangnya ketika keledainya “melihat Malaikat Tuhan berdiri di jalan, dengan pedang terhunus di tangan-Nya” (Bil. 22:23). Untuk menghindari malaikat tersebut, keledai itu masuk ke ladang, membenturkan kaki Bileam ke tembok, dan jatuh tersungkur dengan Bileam masih bertengger di atas punggungnya. Bileam menjadi marah dan memukul keledai itu. Ia tidak menyadari bahwa telah terjadi sesuatu yang supernatural—sampai Allah kemudian menyingkapkan mata Bileam (ay.31).


Alkitab mengatakan kepada kita bahwa dunia spiritual memang ada dan terkadang kita mungkin menjumpai realitas-realitas dari dunia spiritual tersebut—entah baik atau buruk (Ibr. 13:02;. Ef. 6:12). Oleh karena itu, kita didorong untuk selalu bersikap waspada, senantiasa berdoa, dan siap sedia. Sama seperti Allah memerintah atas dunia yang dapat kita lihat dengan mata, Dia juga memerintah atas dunia yang tidak kasat mata.



Bapa Surgawi, tolonglah kami untuk menjadi kuat di dalam Engkau dan oleh kuat kuasa-Mu. Bukalah mata kami sehingga kami dapat melihat realitas- realitas rohani yang Engkau sediakan bagi kami.


Semua yang kasat mata maupun tidak kasat mata berada di bawah kuasa Allah yang berdaulat.






from Santapan Rohani http://ift.tt/19YaGsa

via IFTTT

Sabtu, 21 Februari 2015

Bertanya Kepada Penulisnya


Sudah bertahun-tahun saya menjadi bagian dari beragam klub buku. Biasanya, beberapa teman sepakat untuk membaca sebuah judul buku dan kemudian kami berkumpul untuk mendiskusikan ide yang diajukan oleh penulis buku tersebut. Selalu saja ada seorang anggota kelompok yang mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh anggota lainnya. Kemudian seseorang akan berkata, “Andai saja kita bisa bertanya kepada penulisnya.” Sebuah tren baru yang populer di kota New York membuat itu mungkin terjadi. Sejumlah penulis, dengan bayaran yang besar, menyediakan diri untuk bertemu berbagai klub buku.


Alangkah berbedanya dengan kita yang berkumpul untuk mempelajari Alkitab. Yesus menjumpai kita setiap kali kita berkumpul. Tidak perlu biaya. Tidak ada jadwal yang bentrok. Tidak ada biaya perjalanan. Lebih dari itu, kita memiliki Roh Kudus untuk membimbing pemahaman kita. Salah satu janji terakhir yang Yesus ucapkan kepada murid-murid-Nya adalah bahwa Allah akan mengirimkan Roh Kudus untuk mengajar mereka (Yoh. 14:26).


Sang Penulis Alkitab tidaklah dibatasi oleh ruang dan waktu. Dia dapat menemui kita kapan pun dan di mana pun. Jadi kapan pun kita memiliki pertanyaan, kita dapat bertanya dengan jaminan bahwa Dia akan menjawabnya—meskipun mungkin tidak sesuai dengan waktu yang kita kehendaki.


Allah ingin supaya kita memiliki pikiran Kristus Sang Penulis (1Kor. 2:16) sehingga melalui pengajaran Roh Kudus, kita akan dapat memahami keagungan dari anugerah yang telah Dia berikan kepada kita secara cuma-cuma (ay.12).



Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau sedang menemuiku saat ini. Aku ingin diajar oleh-Mu. Aku tidak ingin hanya mengetahui lebih banyak tentang diri-Mu; aku ingin mengenal-Mu hingga sampai ke kedalaman hatiku.


Ketika Anda membuka Alkitab, mintalah Penulisnya untuk membuka hati dan pikiran Anda.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1w9ALPf

via IFTTT

Bertanya Kepada Penulisnya

Info

Minggu, 22 Februari 2015


Bertanya Kepada Penulisnya



2:9 Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."


2:10 Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.


2:11 Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.


2:12 Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.


2:13 Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh.


2:14 Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.


2:15 Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain.


2:16 Sebab: "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?" Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.



Kami memiliki pikiran Kristus. —1 Korintus 2:16


Bertanya Kepada Penulisnya


Sudah bertahun-tahun saya menjadi bagian dari beragam klub buku. Biasanya, beberapa teman sepakat untuk membaca sebuah judul buku dan kemudian kami berkumpul untuk mendiskusikan ide yang diajukan oleh penulis buku tersebut. Selalu saja ada seorang anggota kelompok yang mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh anggota lainnya. Kemudian seseorang akan berkata, “Andai saja kita bisa bertanya kepada penulisnya.” Sebuah tren baru yang populer di kota New York membuat itu mungkin terjadi. Sejumlah penulis, dengan bayaran yang besar, menyediakan diri untuk bertemu berbagai klub buku.


Alangkah berbedanya dengan kita yang berkumpul untuk mempelajari Alkitab. Yesus menjumpai kita setiap kali kita berkumpul. Tidak perlu biaya. Tidak ada jadwal yang bentrok. Tidak ada biaya perjalanan. Lebih dari itu, kita memiliki Roh Kudus untuk membimbing pemahaman kita. Salah satu janji terakhir yang Yesus ucapkan kepada murid-murid-Nya adalah bahwa Allah akan mengirimkan Roh Kudus untuk mengajar mereka (Yoh. 14:26).


Sang Penulis Alkitab tidaklah dibatasi oleh ruang dan waktu. Dia dapat menemui kita kapan pun dan di mana pun. Jadi kapan pun kita memiliki pertanyaan, kita dapat bertanya dengan jaminan bahwa Dia akan menjawabnya—meskipun mungkin tidak sesuai dengan waktu yang kita kehendaki.


Allah ingin supaya kita memiliki pikiran Kristus Sang Penulis (1Kor. 2:16) sehingga melalui pengajaran Roh Kudus, kita akan dapat memahami keagungan dari anugerah yang telah Dia berikan kepada kita secara cuma-cuma (ay.12). —JAL


Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau sedang menemuiku

saat ini. Aku ingin diajar oleh-Mu. Aku tidak ingin

hanya mengetahui lebih banyak tentang diri-Mu; aku ingin

mengenal-Mu hingga sampai ke kedalaman hatiku.


Ketika kamu membuka Alkitab, mintalah Penulisnya untuk membuka hati dan pikiranmu.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 4-6; Markus 4:1-20


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Jumat, 20 Februari 2015

Mendekati Allah

Info

Sabtu, 21 Februari 2015


Mendekati Allah



6:1 Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.


6:2 Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang.


6:3 Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"


6:4 Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itupun penuhlah dengan asap.


6:5 Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."


6:6 Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah.


6:7 Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni."


6:8 Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"



Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya! —Yesaya 6:3


Mendekati Allah


Dahulu saya sempat terusik ketika merasa semakin berdosa justru pada saat saya semakin dekat kepada Allah dalam perjalanan iman saya. Lalu sebuah fenomena di kamar telah menyadarkan saya. Sebuah celah kecil pada tirai yang menutupi jendela meloloskan seberkas cahaya ke dalam kamar saya. Saat mengamatinya, saya melihat partikel-partikel debu yang beter-bangan dalam jalan cahaya itu. Tanpa seberkas cahaya itu, kamar saya terlihat bersih, tetapi kini partikel debu tersebut dapat terlihat jelas.


Pengamatan itu memberikan pencerahan bagi kehidupan rohani saya. Semakin saya mendekat kepada Allah Sang Terang, semakin jelas saya melihat diri sendiri. Saat terang Kristus menyinari gelapnya hidup kita, terang itu akan menyingkapkan dosa kita—bukan untuk mengecilkan hati kita, tetapi untuk merendahkan diri kita agar percaya kepada-Nya. Kita tidak bisa mengandalkan kebenaran kita sendiri, karena kita adalah orang berdosa dan gagal mencapai standar Allah (Rm. 3:23). Saat bersikap sombong, terang itu menyingkapkan isi hati dan kita pun berseru seperti Yesaya, “Celakalah aku! . . . Sebab aku ini seorang yang najis bibir, . . . namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam” (Yes. 6:5).


Allah mutlak sempurna dalam segala hal. Untuk mendekat kepada-Nya, kita dituntut untuk rendah hati, percaya sepenuhnya bagaikan seorang anak, tidak meninggikan diri sendiri dan tidak sombong. Karena hanya oleh anugerah, Allah menarik kita kepada-Nya. Baiklah kita merasa tidak layak saat mendekatkan diri kepada Allah, karena itulah yang membuat kita berserah dan bersandar kepada Dia saja. —LD


Suci, suci, suci, walau tersembunyi

Walau yang berdosa tak nampak wajah-Mu.

Kau tetap Yang Suci, tiada terimbangi,

Kau Mahakuasa, murni kasih-Mu. —Heber

(Kidung Jemaat, No. 2)


Kesombongan tidak mendapat tempat jika kita hidup dekat kepada Allah.


Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 1-3; Markus 3


Photo credit: Nathan Congleton / Foter / CC BY-NC-SA


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Mendekati Allah


Dahulu saya sempat terusik ketika merasa semakin berdosa justru pada saat saya semakin dekat kepada Allah dalam perjalanan iman saya. Lalu sebuah fenomena di kamar telah menyadarkan saya. Sebuah celah kecil pada tirai yang menutupi jendela meloloskan seberkas cahaya ke dalam kamar saya. Saat mengamatinya, saya melihat partikel-partikel debu yang beter-bangan dalam jalan cahaya itu. Tanpa seberkas cahaya itu, kamar saya terlihat bersih, tetapi kini partikel debu tersebut dapat terlihat jelas.


Pengamatan itu memberikan pencerahan bagi kehidupan rohani saya. Semakin saya mendekat kepada Allah Sang Terang, semakin jelas saya melihat diri sendiri. Saat terang Kristus menyinari gelapnya hidup kita, terang itu akan menyingkapkan dosa kita—bukan untuk mengecilkan hati kita, tetapi untuk merendahkan diri kita agar percaya kepada-Nya. Kita tidak bisa mengandalkan kebenaran kita sendiri, karena kita adalah orang berdosa dan gagal mencapai standar Allah (Rm. 3:23). Saat bersikap sombong, terang itu menyingkapkan isi hati dan kita pun berseru seperti Yesaya, “Celakalah aku! . . . Sebab aku ini seorang yang najis bibir, . . . namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam” (Yes. 6:5).


Allah mutlak sempurna dalam segala hal. Untuk mendekat kepada-Nya, kita dituntut untuk rendah hati, percaya sepenuhnya bagaikan seorang anak, tidak meninggikan diri sendiri dan tidak sombong. Karena hanya oleh anugerah, Allah menarik kita kepada-Nya. Baiklah kita merasa tidak layak saat mendekatkan diri kepada Allah, karena itulah yang membuat kita berserah dan bersandar kepada Dia saja.



Suci, suci, suci, walau tersembunyi

Walau yang berdosa tak nampak wajah-Mu.

Kau tetap Yang Suci, tiada terimbangi,

Kau Mahakuasa, murni kasih-Mu. —Heber

(Kidung Jemaat, No. 2)


Kesombongan tidak mendapat tempat jika kita hidup dekat kepada Allah.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1LlPB8w

via IFTTT

Kamis, 19 Februari 2015

Terbebani


Tanggal 10 Agustus 1628 adalah hari yang kelam dalam sejarah angkatan laut. Pada hari itu, sebuah kapal perang kerajaan Swedia, Vasa, diluncurkan untuk menjalani pelayaran perdananya. Setelah menempuh proses pembangunan selama 2 tahun, dengan dilengkapi hiasan yang megah dan membawa persenjataan sebanyak 64 buah meriam, kapal perang kebanggaan angkatan laut Swedia itu tenggelam hanya dalam jarak satu mil setelah bertolak ke laut. Apa yang salah? Beban yang berlebihan menyebabkan kapal itu terlalu berat untuk layak berlayar. Kelebihan beban telah membuat Vasa karam di dasar laut.


Kehidupan iman sebagai seorang Kristen juga dapat terbebani oleh beban yang terlalu berat. Untuk mendorong kita terus maju dalam perjalanan iman kita, kitab Ibrani mengatakan: “Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (12:1-2).


Sama seperti kapal yang dihias dengan megah itu, kita memang dapat menunjukkan kepada orang lain penampilan luar yang mengesankan. Namun jika hati kita masih terbebani oleh dosa, hal itu akan dapat menggagalkan ketekunan iman kita. Meskipun demikian, masih ada jalan keluar. Dengan mengandalkan bimbingan Allah dan kesanggupan dari Roh Kudus, beban kita dapat diringankan dan semangat kita untuk bertekun kembali melambung.


Pengampunan dan anugerah senantiasa tersedia bagi orang beriman di sepanjang perjalanan rohaninya.



Bapa di surga, terlalu sering aku mencoba untuk menutupi beban

dan tekanan dosa dalam hidupku dengan berbagai aktivitas rohani. Ampuni aku. Tolong aku untuk menyingkirkan hal-hal yang menghalangiku untuk menjalani perlombaan dengan baik.


Ketekunan tidak hanya mencakup kemauan yang kuat, melainkan juga penyangkalan diri yang kuat.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1AoKO16

via IFTTT

Terbebani

Info

Jumat, 20 Februari 2015


KomikStrip-WarungSateKamu-20150220-Terbebani



12:1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.


12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.


12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.


12:4 Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.


12:5 Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;



Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. —Ibrani 12:1


Terbebani


Tanggal 10 Agustus 1628 adalah hari yang kelam dalam sejarah angkatan laut. Pada hari itu, sebuah kapal perang kerajaan Swedia, Vasa, diluncurkan untuk menjalani pelayaran perdananya. Setelah menempuh proses pembangunan selama 2 tahun, dengan dilengkapi hiasan yang megah dan membawa persenjataan sebanyak 64 buah meriam, kapal perang kebanggaan angkatan laut Swedia itu tenggelam hanya dalam jarak satu mil setelah bertolak ke laut. Apa yang salah? Beban yang berlebihan menyebabkan kapal itu terlalu berat untuk layak berlayar. Kelebihan beban telah membuat Vasa karam di dasar laut.


Kehidupan iman sebagai seorang Kristen juga dapat terbebani oleh beban yang terlalu berat. Untuk mendorong kita terus maju dalam perjalanan iman kita, kitab Ibrani mengatakan: “Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (12:1-2).


Sama seperti kapal yang dihias dengan megah itu, kita memang dapat menunjukkan kepada orang lain penampilan luar yang mengesankan. Namun jika hati kita masih terbebani oleh dosa, hal itu akan dapat menggagalkan ketekunan iman kita. Meskipun demikian, masih ada jalan keluar. Dengan mengandalkan bimbingan Allah dan kesanggupan dari Roh Kudus, beban kita dapat diringankan dan semangat kita untuk bertekun kembali melambung.


Pengampunan dan anugerah senantiasa tersedia bagi orang beriman di sepanjang perjalanan rohaninya. —HDF


Bapa di surga, terlalu sering aku mencoba untuk menutupi beban

dan tekanan dosa dalam hidupku dengan berbagai aktivitas rohani.

Ampuni aku. Tolong aku untuk menyingkirkan hal-hal yang

menghalangiku untuk menjalani perlombaan dengan baik.


Ketekunan tidak hanya mencakup kemauan yang kuat, melainkan juga penyangkalan diri yang kuat.


Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 26-27; Markus 2


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari