Sabtu, 31 Januari 2015

Dipersatukan


Janet, istri saya, memberikan hadiah gitar baru tipe Dreadnought D-35 untuk ulang tahun saya yang ke-65. Gitar Dreadnought yang diproduksi pertama kalinya pada awal abad ke-20 itu berukuran lebih besar dari-pada gitar-gitar yang umumnya diproduksi pada masa itu. Gitar Dreadnought juga terkenal karena bunyi dentingnya yang mantap dan keras. Nama gitar tersebut diambil dari nama kapal perang utama milik Kerajaan Inggris pada Perang Dunia I, yaitu HMS Dreadnought. Ada yang unik pada sisi belakang gitar D-35 itu. Karena langkanya kayu rosewood berkualitas tinggi yang berukuran lebar, para pengrajin secara inovatif menggabungkan tiga potongan kecil kayu menjadi satu, sehingga dihasilkan suatu bunyi yang terdengar lebih kaya.


Karya ciptaan Allah ternyata banyak memiliki kesamaan dengan rancangan gitar yang inovatif itu. Yesus mengambil beragam potongan kecil dan mempersatukan semua itu dengan maksud untuk memuliakan-Nya. Yesus merekrut para pemungut cukai, pejuang Yahudi garis keras, nelayan, dan yang lain untuk menjadi pengikut-Nya. Bahkan, dari abad ke abad, Kristus terus memanggil orang-orang dari beragam latar belakang kehidupan. Rasul Paulus mengatakan, “Dari pada-Nyalah seluruh tubuh,—yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota—menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef. 4:16).


Di tangan Sang Ahli, banyak orang dipersatukan dan dibentuk menjadi karya-Nya yang pasti akan membawa kemuliaan kepada Allah dan berguna dalam pelayanan bagi sesama.



Terima kasih Tuhan, karena Engkau telah menempatkan kami dalam keluarga-Mu—bahwa Engkau memakai kami masing-masing dan bersama-sama untuk memuliakan-Mu. Tolonglah kami untuk hidup dalam kuasa-Mu.


Kita dapat mencapai lebih banyak dengan bergotong-royong daripada melakukannya sendiri.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1ySSfd1

via IFTTT

Dipersatukan

Info

Minggu, 1 Februari 2015


Dipersatukan



4:5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,


4:6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.


4:7 Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.


4:8 Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."


4:9 Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?


4:10 Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.


4:11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,


4:12 untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,


4:13 sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,


4:14 sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,


4:15 tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.


4:16 Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, –yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota–menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.



Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik. —Efesus 2:10


Dipersatukan


Janet, istri saya, memberikan hadiah gitar baru tipe Dreadnought D-35 untuk ulang tahun saya yang ke-65. Gitar Dreadnought yang diproduksi pertama kalinya pada awal abad ke-20 itu berukuran lebih besar daripada gitar-gitar yang umumnya diproduksi pada masa itu. Gitar Dreadnought juga terkenal karena bunyi dentingnya yang mantap dan keras. Nama gitar tersebut diambil dari nama kapal perang utama milik Kerajaan Inggris pada Perang Dunia I, yaitu HMS Dreadnought. Ada yang unik pada sisi belakang gitar D-35 itu. Karena langkanya kayu rosewood berkualitas tinggi yang berukuran lebar, para pengrajin secara inovatif menggabungkan tiga potongan kecil kayu menjadi satu, sehingga dihasilkan suatu bunyi yang terdengar lebih kaya.


Karya ciptaan Allah ternyata banyak memiliki kesamaan dengan rancangan gitar yang inovatif itu. Yesus mengambil beragam potongan kecil dan mempersatukan semua itu dengan maksud untuk memuliakan-Nya. Yesus merekrut para pemungut cukai, pejuang Yahudi garis keras, nelayan, dan yang lain untuk menjadi pengikut-Nya. Bahkan, dari abad ke abad, Kristus terus memanggil orang-orang dari beragam latar belakang kehidupan. Rasul Paulus mengatakan, “Dari pada-Nyalah seluruh tubuh,—yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota—menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef. 4:16).


Di tangan Sang Ahli, banyak orang dipersatukan dan dibentuk menjadi karya-Nya yang pasti akan membawa kemuliaan kepada Allah dan berguna dalam pelayanan bagi sesama. —HDF


Terima kasih Tuhan, karena Engkau telah menempatkan kami

dalam keluarga-Mu—bahwa Engkau memakai kami

masing-masing dan bersama-sama untuk memuliakan-Mu.

Tolonglah kami untuk hidup dalam kuasa-Mu.


Kita dapat mencapai lebih banyak dengan bergotong-royong daripada melakukannya sendiri.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 27-28; Matius 21:1-22


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Jumat, 30 Januari 2015

Pintu Yang Menutup

Info

Sabtu, 31 Januari 2015


Pintu Yang Menutup



5:18 Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.


5:19 Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.


5:20 Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.


5:21 Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.


6:1 Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima.


6:2 Sebab Allah berfirman: "Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau." Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu.



Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu. —2 Korintus 6:2


Pintu Yang Menutup


Bip, bip, bip, bip. Bunyi peringatan dan lampu yang berkedip memberitahukan para penumpang bahwa pintu kereta akan segera menutup. Namun demikian, ada saja beberapa orang yang sudah terlambat tetapi ingin tetap berusaha menerobos dan masuk ke dalam kereta dengan terburu-buru. Pintu itu pun menjepit salah satu dari mereka. Untunglah pintunya terbuka kembali, dan penumpang itu dapat masuk ke gerbong dengan aman. Saya terkadang heran mengapa orang mengambil risiko semacam itu, padahal kereta berikutnya akan tiba hanya dalam waktu 4 menit kemudian.


Ada sebuah pintu yang jauh lebih penting, yang harus kita masuki sebelum pintu itu menutup. Itulah pintu belas kasihan Allah. Rasul Paulus mengatakan kepada kita, “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu” (2Kor. 6:2). Kristus telah datang, mati untuk dosa-dosa kita, dan telah bangkit dari kubur. Dia telah membuka jalan bagi kita untuk diperdamaikan dengan Allah dan telah menyatakan hari penyelamatan itu kepada kita.


Hari ini adalah hari penyelamatan itu. Suatu hari nanti, pintu belas kasihan itu akan menutup. Bagi mereka yang menerima dan melayani Kristus, Dia akan berkata, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:34). Namun mereka yang tidak mengenal Dia akan mendapatkan hukuman kekal (ay.46).


Respons kita terhadap Yesus Kristus menentukan akhir hidup kita. Hari ini Yesus mengundang kita, “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat” (Yoh. 10:9). —PFC


Hari ini gerbang-Mu terbuka,

Dan semua yang memasukinya

Akan mendapat sambutan dari Bapa,

Dan pengampunan atas dosa mereka. —Allen


Tiada hari yang lebih baik selain hari ini untuk bergabung dalam keluarga Allah.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 25-26, Matius 20:17-34


Photo credit: Keoki Seu / Foter / CC BY-NC-SA


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Pintu Yang Menutup


Bip, bip, bip, bip. Bunyi peringatan dan lampu yang berkedip memberitahukan para penumpang bahwa pintu kereta akan segera menutup. Namun demikian, ada saja beberapa orang yang sudah terlambat tetapi ingin tetap berusaha menerobos dan masuk ke dalam kereta dengan terburu-buru. Pintu itu pun menjepit salah satu dari mereka. Untunglah pintunya terbuka kembali, dan penumpang itu dapat masuk ke gerbong dengan aman. Saya terkadang heran mengapa orang mengambil risiko semacam itu, padahal kereta berikutnya akan tiba hanya dalam waktu 4 menit kemudian.


Ada sebuah pintu yang jauh lebih penting, yang harus kita masuki sebelum pintu itu menutup. Itulah pintu belas kasihan Allah. Rasul Paulus mengatakan kepada kita, “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu” (2Kor. 6:2). Kristus telah datang, mati untuk dosa-dosa kita, dan telah bangkit dari kubur. Dia telah membuka jalan bagi kita untuk diperdamaikan dengan Allah dan telah menyatakan hari penyelamatan itu kepada kita.


Hari ini adalah hari penyelamatan itu. Suatu hari nanti, pintu belas kasihan itu akan menutup. Bagi mereka yang menerima dan melayani Kristus, Dia akan berkata, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:34). Namun mereka yang tidak mengenal Dia akan mendapatkan hukuman kekal (ay.46).


Respons kita terhadap Yesus Kristus menentukan akhir hidup kita. Hari ini Yesus mengundang kita, “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat” (Yoh. 10:9).



Hari ini gerbang-Mu terbuka,

Dan semua yang memasukinya

Akan mendapat sambutan dari Bapa,

Dan pengampunan atas dosa mereka. —Allen






from Santapan Rohani http://ift.tt/1zeIPh7

via IFTTT

Kamis, 29 Januari 2015

Berseluncur Dan Berdoa


Ketika salju turun di Michigan, Amerika Serikat, saya suka mengajak cucu-cucu saya berseluncur di halaman belakang rumah dengan seluncuran plastik. Kami berseluncur menuruni bukit sekitar 10 detik, naik kembali ke atas bukit, lalu berseluncur ke bawah lagi, hingga berulang-ulang.


Ketika saya pergi ke Alaska bersama sekelompok remaja, kami juga biasa akan berseluncur. Kami diangkut bus sampai hampir tiba di puncak sebuah gunung. Kami melompat ke atas papan seluncur, dan selama 10 sampai 20 menit kemudian (tergantung pada tingkat keberanian masing-masing orang), kami berseluncur menuruni gunung itu dengan kecepatan sangat tinggi, seakan-akan kami sedang mempertaruhkan nyawa.


Sepuluh detik di halaman belakang rumah saya versus 10 menit menuruni gunung di Alaska. Keduanya sama-sama disebut berseluncur, tetapi jelas jauh sekali bedanya.


Saya sedang memikirkan tentang hal itu dalam kaitannya dengan doa. Terkadang kita berdoa bagaikan “berseluncur 10 detik di halaman belakang rumah”—doa-doa yang singkat, spontan, atau sebuah ucapan syukur yang pendek sebelum makan. Di saat-saat yang lain, kita didorong untuk berdoa seperti “berseluncur menuruni gunung”—doa-doa panjang yang membutuhkan konsentrasi dan kesungguhan yang mengobarkan hubungan kita dengan Allah. Kedua doa itu memiliki tempatnya masing-masing dan sama-sama penting bagi kehidupan kita.


Yesus sering berdoa dan terkadang Dia berdoa dengan waktu yang lama (Luk. 6:12; Mrk. 14:32-42). Bagaimanapun bentuknya, marilah kita mengungkapkan kerinduan hati kita kepada Allah, baik dalam doa yang singkat maupun doa yang panjang.



Tuhan, tolong tantang kami untuk senantiasa berdoa—singkat ataupun panjang doa itu. Saat kami menjalani naik-turunnya kehidupan kami, kiranya kami senantiasa mencurahkan isi hati dan pikiran kami kepada-Mu dengan tidak bosan-bosannya.


Yang terpenting dari doa adalah doa itu keluar dari hati.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1A2P6Oc

via IFTTT

Berseluncur Dan Berdoa

Info

Jumat, 30 Januari 2015


Berseluncur Dan Berdoa



14:32 Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku berdoa."


14:33 Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar,


14:34 lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah."


14:35 Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya.


14:36 Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki."


14:37 Setelah itu Ia datang kembali, dan mendapati ketiganya sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?


14:38 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah."


14:39 Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.


14:40 Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat dan mereka tidak tahu jawab apa yang harus mereka berikan kepada-Nya.


14:41 Kemudian Ia kembali untuk ketiga kalinya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa.


14:42 Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."



Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. —Lukas 6:12


Berseluncur Dan Berdoa


Ketika salju turun di Michigan, Amerika Serikat, saya suka mengajak cucu-cucu saya berseluncur di halaman belakang rumah dengan seluncuran plastik. Kami berseluncur menuruni bukit sekitar 10 detik, naik kembali ke atas bukit, lalu berseluncur ke bawah lagi, hingga berulang-ulang.


Ketika saya pergi ke Alaska bersama sekelompok remaja, kami juga biasa akan berseluncur. Kami diangkut bus sampai hampir tiba di puncak sebuah gunung. Kami melompat ke atas papan seluncur, dan selama 10 sampai 20 menit kemudian (tergantung pada tingkat keberanian masing-masing orang), kami berseluncur menuruni gunung itu dengan kecepatan sangat tinggi, seakan-akan kami sedang mempertaruhkan nyawa.


Sepuluh detik di halaman belakang rumah saya versus 10 menit menuruni gunung di Alaska. Keduanya sama-sama disebut berseluncur, tetapi jelas jauh sekali bedanya.


Saya sedang memikirkan tentang hal itu dalam kaitannya dengan doa. Terkadang kita berdoa bagaikan “berseluncur 10 detik di halaman belakang rumah”—doa-doa yang singkat, spontan, atau sebuah ucapan syukur yang pendek sebelum makan. Di saat-saat yang lain, kita didorong untuk berdoa seperti “berseluncur menuruni gunung”—doa-doa panjang yang membutuhkan konsentrasi dan kesungguhan yang mengobarkan hubungan kita dengan Allah. Kedua doa itu memiliki tempatnya masing-masing dan sama-sama penting bagi kehidupan kita.


Yesus sering berdoa dan terkadang Dia berdoa dengan waktu yang lama (Luk. 6:12; Mrk. 14:32-42). Bagaimanapun bentuknya, marilah kita mengungkapkan kerinduan hati kita kepada Allah, baik dalam doa yang singkat maupun doa yang panjang. —JDB


Tuhan, tolong tantang kami untuk senantiasa berdoa—singkat

ataupun panjang doa itu. Saat kami menjalani naik-turunnya

kehidupan kami, kiranya kami senantiasa mencurahkan isi hati

dan pikiran kami kepada-Mu dengan tidak bosan-bosannya.


Yang terpenting dari doa adalah doa itu keluar dari hati.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 23-24, Matius 20:1-16


Photo credit: adwriter / Foter / CC BY-NC


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Rabu, 28 Januari 2015

Sumber Pertolongan Kita


Lygon Stevens, pemudi berusia 20 tahun, adalah seorang pendaki gunung yang telah kenyang pengalaman. Ia telah berhasil mendaki sampai ke puncak Gn. McKinley, Gn. Rainier, empat puncak Andes di Ekuador, dan 39 dari gunung tertinggi yang ada di Colorado, Amerika Serikat. “Aku mendaki karena mencintai pegunungan,” katanya, “dan aku bertemu Allah di sana.” Pada Januari 2008, Lygon meninggal karena bencana longsor saat mendaki Little Bear Peak di wilayah selatan Colorado bersama kakaknya, Nicklis, yang selamat dari bencana itu.


Saat orangtua Lygon menemukan catatan hariannya, mereka begitu tersentuh oleh kedekatan Lygon dengan Kristus. “Lygon selalu menjadi terang yang bersinar bagi-Nya,” kata sang ibu, “dan hubungannya dengan Tuhan sangatlah mendalam dan jujur, dalam kedekatan yang bahkan didambakan oleh mereka yang telah lama beriman.”


Dalam tulisan terakhir Lygon, yang ia tulis di dalam tendanya 3 hari sebelum bencana longsor, ia mengatakan: “Allah itu baik, dan Dia memiliki rencana bagi hidup kita yang jauh lebih besar dan lebih indah daripada kehidupan yang kita pilih untuk diri kita sendiri, dan aku sangat bersyukur untuk itu. Terima kasih, Tuhan, karena telah membawaku sejauh ini dan sampai ke tempat ini. Kuserahkan sisa hidupku—masa depanku—ke dalam tangan-Mu juga dan kuucapkan terima kasih.”


Lygon telah menggemakan kata-kata sang pemazmur berikut ini: “Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi” (Mzm. 121:2).



Kau, Allah, benteng yang baka,

Suaka yang teguh,

Dahulu dan selamanya

Harapan umat-Mu. —Watts

(Kidung Jemaat, No. 330)


Kita dapat mempercayai Allah kita yang Mahatahu untuk menghadapi masa depan yang tidak kita ketahui.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1yxLxIY

via IFTTT

Selasa, 27 Januari 2015

Mengatasi Pengalih Perhatian


Setiap hari saya berkendara di jalan raya yang sama dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Dari hari ke hari saya melihat semakin bertambahnya jumlah pengemudi yang teralihkan perhatiannya. Biasanya mereka sedang berbicara di telepon atau mengirim/membaca SMS, tetapi saya juga pernah melihat pengemudi yang membaca koran, merias wajah, dan makan semangkuk sereal sambil berusaha mengemudikan mobil yang melaju dengan kecepatan lebih dari 110 km per jam! Dalam keadaan tertentu, pengalih perhatian itu akan berlalu dengan cepat dan tidak membahayakan. Namun dalam sebuah kendaraan yang sedang melaju, pengalih perhatian bisa mematikan.


Terkadang pengalih perhatian dapat membawa masalah dalam hubungan kita dengan Allah. Bahkan, hal itulah yang menjadi keprihatinan Yesus terhadap sahabat-Nya, Marta. Marta “sibuk sekali dengan pekerjaan rumah tangganya” dalam menyiapkan hidangan (Luk. 10:40 BIS). Ketika Marta mengeluh tentang Maria, saudara perempuannya, yang tidak membantunya (tampaknya karena pengabdian Maria kepada Kristus dan ajaran-Nya), Yesus berkata kepadanya, “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” (ay.41-42).


Meski teralihkan perhatiannya, Marta sebenarnya bertujuan baik. Namun ia kehilangan kesempatan untuk mendengarkan Yesus dan menikmati kehadiran-Nya. Yesus layak mendapatkan pengabdian kita yang tertinggi, dan hanya Dia yang dapat sepenuhnya memampukan kita untuk mengatasi setiap pengalih perhatian dalam hidup ini.



Tuhan, aku ingin punya hati seperti Maria—yang menyediakan waktu untuk duduk di kaki-Mu agar belajar dari-Mu dan berada dekat dengan-Mu. Dan aku ingin punya hati seperti Marta—yang menyediakan waktu untuk melayani-Mu, satu-satunya yang kukasihi.


Jika ingin merasa sedih, lihat diri sendiri; ingin teralihkan, lihat sekeliling; ingin damai, lihat ke atas.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1CvfkID

via IFTTT

Mengatasi Pengalih Perhatian

Info

Rabu, 28 Januari 2015


Mengatasi Pengalih Perhatian



10:38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.


10:39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,


10:40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."


10:41 Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,


10:42 tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."



Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya. —Lukas 10:42


Mengatasi Pengalih Perhatian


Setiap hari saya berkendara di jalan raya yang sama dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Dari hari ke hari saya melihat semakin bertambahnya jumlah pengemudi yang teralihkan perhatiannya. Biasanya mereka sedang berbicara di telepon atau mengirim/membaca SMS, tetapi saya juga pernah melihat pengemudi yang membaca koran, merias wajah, dan makan semangkuk sereal sambil berusaha mengemudikan mobil yang melaju dengan kecepatan lebih dari 110 km per jam! Dalam keadaan tertentu, pengalih perhatian itu akan berlalu dengan cepat dan tidak membahayakan. Namun dalam sebuah kendaraan yang sedang melaju, pengalih perhatian bisa mematikan.


Terkadang pengalih perhatian dapat membawa masalah dalam hubungan kita dengan Allah. Bahkan, hal itulah yang menjadi keprihatinan Yesus terhadap sahabat-Nya, Marta. Marta “sibuk sekali dengan pekerjaan rumah tangganya” dalam menyiapkan hidangan (Luk. 10:40 BIS). Ketika Marta mengeluh tentang Maria, saudara perempuannya, yang tidak membantunya (tampaknya karena pengabdian Maria kepada Kristus dan ajaran-Nya), Yesus berkata kepadanya, “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” (ay.41-42).


Meski teralihkan perhatiannya, Marta sebenarnya bertujuan baik. Namun ia kehilangan kesempatan untuk mendengarkan Yesus dan menikmati kehadiran-Nya. Yesus layak mendapatkan pengabdian kita yang tertinggi, dan hanya Dia yang dapat sepenuhnya memampukan kita untuk mengatasi setiap pengalih perhatian dalam hidup ini. —WEC


Tuhan, aku ingin punya hati seperti Maria—yang menyediakan waktu

untuk duduk di kaki-Mu agar belajar dari-Mu dan berada dekat

dengan-Mu. Dan aku ingin punya hati seperti Marta—yang

menyediakan waktu untuk melayani-Mu, satu-satunya yang kukasihi.


Jika ingin merasa sedih, lihat diri sendiri; ingin teralihkan, lihat sekeliling; ingin damai, lihat ke atas.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 19-20, Matius 18:21-35


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Dia Hadir … dan Memberi Anugerah!

Info

Oleh: Leokristi


dia-hadir


Mungkin kamu merasa hari-harimu adalah hari-hari biasa. Tidak ada yang istimewa. Kamu bangun pagi, siap-siap ke sekolah (atau kerja), mengerjakan tugas, ngobrol dengan temen, begitu seterusnya tiap hari. Semua yang terjadi ya memang sudah sewajarnya terjadi.


Itulah yang kurasakan selama bertahun-tahun. Masa sekolahku adalah masa yang tak jauh berbeda seperti anak-anak pada umumnya. Sejak TK, SD, SMP hingga SMA aku bersekolah di sekolah swasta bersama dengan kakak perempuanku, putri dari saudara perempuan ibuku. Usia kami sama, hanya saja aku dua bulan lebih muda darinya. Saat TK, SD, dan SMP kami satu sekolah, bahkan satu kelas, hanya saja saat SMP kami berbeda kelas. Hingga akhirnya Ujian Nasional untuk SMP tiba. Kami lulus bersama, namun dengan hasil yang berbeda. Nilai kakakku ada jauh di atas nilaiku. Hal ini yang membuatnya dapat bersekolah di SMA Negeri, sedangkan aku hanya dapat bersekolah di SMA swasta. Mungkin kelihatannya sepele. Tetapi tidak bagiku. Aku cukup terpukul dan merasa minder saat itu. Selama ini aku merasa lebih baik dari kakakku. Nilai-nilai ujian harianku biasanya selalu di atas kakak perempuanku. Namun, kali ini, aku kalah. Aku tidak bisa meraih apa yang aku inginkan.


Hari-hari awalku di SMA terasa sangat berat. Suatu hari aku membaca Alkitab, dan aku sampai pada firman Tuhan yang berkata “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.” (Matius 21:22). Setiap malam aku membaca ayat ini, aku tulis dalam secarik kertas, aku ucapkan dengan mulutku. Aku seperti mensugesti diriku sendiri berdasarkan ayat firman Tuhan ini dengan mengatakan, “aku akan memperoleh apa yang aku minta kepada Tuhan asalkan aku berdoa dengan penuh kepercayaan kepada Allah”. Setiap malam, sebelum aku tidur aku berdoa “Tuhan izinkanlah aku untuk masuk sekolah negeri”. Aku bahkan pernah menulis impianku ini dalam catatan harianku.


Hari pun berlalu. Dan aku mulai melupakan doa yang pernah aku ucapkan di awal masuk SMA itu. Bertahun-tahun tumbuh di lingkungan sekolah berlatar belakang Kristen dan Katolik, aku tentu saja percaya bahwa Tuhan itu ada. Aku berdoa dan membaca Alkitab. Tetapi, apakah Tuhan benar-benar mendengarkan? Entahlah… Aku tidak berani berharap banyak. Masa SMA-ku pun berjalan seperti biasa, normal seperti anak SMA pada umumnya. Pada tahun terakhir, aku mendapat tawaran dan dorongan dari guru BP-ku untuk mengisi sebuah formulir pendaftaran dan membuat surat lamaran untuk masuk universitas melalui jalur PMDK atau masa itu disebut PSSB. Sekali lagi aku tidak berani berharap banyak. Takut kecewa.


Namun, Tuhan memakai momen itu untuk mengajarku bahwa Dia sungguh ada, Dia memegang kendali atas hidupku, dan Dia memperhatikan kerinduan hatiku.


Beberapa waktu kemudian, di luar dugaan, aku diberitahu bahwa aku diterima di sebuah universitas negeri di Semarang. Aku tertegun. Rasanya sangat luar biasa. Ini anugerah! Hadiah yang tak terbayangkan! Pemberian yang sangat hebat! Saat teman-teman lain masih bingung harus meneruskan ke mana, aku sudah dinyatakan diterima masuk ke universitas negeri yang pernah kuimpikan. Betapa hatiku melimpah dengan ucapan syukur.


Ya, hari-hari kita bisa saja terasa datar. Kita menaikkan doa-doa kita setiap hari tanpa ada sesuatu yang istimewa terjadi. Kita lalu ragu apakah Tuhan benar menyertai dan memperhatikan hidup kita. Sebagian orang bahkan mungkin berhenti berdoa dan akhirnya meninggalkan Tuhan. Kenyataannya, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Memang tak selalu Dia menjawab doa menurut waktu dan cara yang kita tentukan. Itu karena Dia Tuhan! Dia tahu apa yang dilakukan-Nya! Kita saja yang kadang-kadang merasa lebih tahu dari Tuhan, dan bahkan mungkin mencoba mengatur Tuhan kapan dan bagaimana Dia harus menjawab doa-doa kita. Lucu ya? Padahal, Allah kita adalah Allah yang Mahabijak dan Mahakuasa, Mahabaik dan Mahapemurah. Jelas Dia tahu hal terbaik yang kita perlukan!


Seandainya Tuhan langsung memberikan apa yang aku inginkan, mungkin saja sampai hari ini aku tidak memahami apa artinya anugerah. Mungkin aku akan merasa sudah sewajarnya aku meraih semua yang aku peroleh, karena aku berusaha keras untuk itu. Mungkin aku akan selalu merasa diri lebih baik dari orang lain dan tidak mengandalkan Tuhan. Mungkin aku akan menjalani hari-hariku begitu saja tanpa ucapan syukur dari hati. Namun, dengan mengizinkanku mengalami kegagalan dan kekecewaan, Tuhan mengajarku untuk melihat setiap hari dan setiap kesempatan sebagai anugerah yang tak ternilai dari-Nya.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori 01 - Januari 2015: Awal yang Baru, Artikel, Pena Kamu, Tema 2015







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Senin, 26 Januari 2015

Tangan Allah

Info

Selasa, 27 Januari 2015


KomikStrip-WarungSateKamu-20150127-Payung



63:2 Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.


63:3 Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.


63:4 Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau.


63:5 Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu.


63:6 Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji.


63:7 Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, –


63:8 sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.


63:9 Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.



Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. —Mazmur 63:9


Tangan Allah


Ketika NASA (Lembaga Aeronautik dan Ruang Angkasa Amerika Serikat) mulai menggunakan sebuah teleskop ruang angkasa jenis baru untuk menangkap spektrum-spektrum cahaya yang berbeda, para peneliti dikejutkan oleh salah satu foto yang dihasilkannya. Foto itu menunjukkan sesuatu yang tampak seperti jari-jari tangan, sebuah jempol, dan telapak tangan yang terbuka dengan perpaduan warna biru, ungu, hijau, dan emas yang sangat spektakuler. Beberapa orang menyebutnya sebagai “Tangan Allah”.


Pemikiran bahwa Allah akan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong kita pada saat kita membutuhkan adalah tema utama dari Kitab Suci. Dalam Mazmur 63 kita membaca: “Sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku” (ay.8-9). Pemazmur merasakan pertolongan dari Allah itu bagaikan tangan kanan yang menopangnya. Sejumlah pengajar Alkitab percaya bahwa Raja Daud menulis mazmur itu di tengah padang gurun Yehuda sepanjang masa-masa kelam dari pemberontakan Absalom, putranya. Absalom telah bersekongkol untuk menggulingkan sang ayah, dan Daud pun melarikan diri ke padang gurun (2Sam. 15-16). Bahkan sepanjang masa sulit itu, Allah hadir dan Daud percaya kepada-Nya. Ia berkata, “Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau” (Mzm. 63:4).


Terkadang hidup ini memang bisa terasa menyakitkan, tetapi Allah terus mengulurkan tangan-Nya yang memberikan penghiburan di tengah masa-masa sulit tersebut. Kita tidak pernah jauh dari jangkauan tangan-Nya. —HDF


Di bawah pengawasan mata-Nya

Umat-Nya yang kudus aman berdiam;

Tangan yang menopang seluruh alam

Akan sanggup menjaga anak-anak-Nya. —Doddridge


Allah menanggung beban dunia di atas bahu-Nya, tetapi memegang anak-anak-Nya dengan telapak tangan-Nya.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 16-18, Matius 18:1-20


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Tangan Allah


Ketika NASA (Lembaga Aeronautik dan Ruang Angkasa Amerika Serikat) mulai menggunakan sebuah teleskop ruang angkasa jenis baru untuk menangkap spektrum-spektrum cahaya yang berbeda, para peneliti dikejutkan oleh salah satu foto yang dihasilkannya. Foto itu menunjukkan sesuatu yang tampak seperti jari-jari tangan, sebuah jempol, dan telapak tangan yang terbuka dengan perpaduan warna biru, ungu, hijau, dan emas yang sangat spektakuler. Beberapa orang menyebutnya sebagai “Tangan Allah”.


Pemikiran bahwa Allah akan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong kita pada saat kita membutuhkan adalah tema utama dari Kitab Suci. Dalam Mazmur 63 kita membaca: “Sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku” (ay.8-9). Pemazmur merasakan pertolongan dari Allah itu bagaikan tangan kanan yang menopangnya. Sejumlah pengajar Alkitab percaya bahwa Raja Daud menulis mazmur itu di tengah padang gurun Yehuda sepanjang masa-masa kelam dari pemberontakan Absalom, putranya. Absalom telah bersekongkol untuk menggulingkan sang ayah, dan Daud pun melarikan diri ke padang gurun (2Sam. 15–16). Bahkan sepanjang masa sulit itu, Allah hadir dan Daud percaya kepada-Nya. Ia berkata, “Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau” (Mzm. 63:4).


Terkadang hidup ini memang bisa terasa menyakitkan, tetapi Allah terus mengulurkan tangan-Nya yang memberikan penghiburan di tengah masa-masa sulit tersebut. Kita tidak pernah jauh dari jangkauan tangan-Nya.



Di bawah pengawasan mata-Nya

Umat-Nya yang kudus aman berdiam;

Tangan yang menopang seluruh alam

Akan sanggup menjaga anak-anak-Nya. —Doddridge


Allah menanggung beban dunia di atas bahu-Nya, tetapi memegang anak-anak-Nya dengan telapak tangan-Nya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1zioLfj

via IFTTT

Minggu, 25 Januari 2015

Kuatkanlah Aku

Info

Senin, 26 Januari 2015


Kuatkanlah Aku



6:1 Ketika Sanbalat dan Tobia dan Gesyem, orang Arab itu dan musuh-musuh kami yang lain mendengar, bahwa aku telah selesai membangun kembali tembok, sehingga tidak ada lagi lobang, walaupun sampai waktu itu di pintu-pintu gerbang belum kupasang pintunya,


6:2 maka Sanbalat dan Gesyem mengutus orang kepadaku dengan pesan: "Mari, kita mengadakan pertemuan bersama di Kefirim, di lembah Ono!" Tetapi mereka berniat mencelakakan aku.


6:3 Lalu aku mengirim utusan kepada mereka dengan balasan: "Aku tengah melakukan suatu pekerjaan yang besar. Aku tidak bisa datang! Untuk apa pekerjaan ini terhenti oleh sebab aku meninggalkannya dan pergi kepada kamu!"


6:4 Sampai empat kali mereka mengirim pesan semacam itu kepadaku dan setiap kali aku berikan jawaban yang sama kepada mereka.


6:5 Lalu dengan cara yang sama untuk kelima kalinya Sanbalat mengirim seorang anak buahnya kepadaku yang membawa surat yang terbuka.


6:6 Dalam surat itu tertulis: "Ada desas-desus di antara bangsa-bangsa dan Gasymu membenarkannya, bahwa engkau dan orang-orang Yahudi berniat untuk memberontak, dan oleh sebab itu membangun kembali tembok. Lagipula, menurut kabar itu, engkau mau menjadi raja mereka.


6:7 Bahkan engkau telah menunjuk nabi-nabi yang harus memberitakan tentang dirimu di Yerusalem, demikian: Ada seorang raja di Yehuda! Sekarang, berita seperti itu akan didengar raja. Oleh sebab itu, mari, kita sama-sama berunding!"


6:8 Tetapi aku mengirim orang kepadanya dengan balasan: "Hal seperti yang kausebut itu tidak pernah ada. Itu isapan jempolmu belaka!"


6:9 Karena mereka semua mau menakut-nakutkan kami, pikirnya: "Mereka akan membiarkan pekerjaan itu, sehingga tak dapat diselesaikan." Tetapi aku justru berusaha sekuat tenaga.


6:15 Maka selesailah tembok itu pada tanggal dua puluh lima bulan Elul, dalam waktu lima puluh dua hari.



Aku berdoa, “Ya Allah, kuatkanlah aku!” —Nehemia 6:9 BIS


Kuatkanlah Aku


Perdana Menteri pertama Singapura, Lee Kuan Yew, adalah tokoh yang dipuji karena telah membawa Singapura hingga menjadi seperti sekarang ini. Di bawah kepemimpinannya, Singapura bertumbuh menjadi kaya dan makmur serta menjadi salah satu negara yang paling maju di Asia. Ketika ditanya apakah ia pernah merasa ingin menyerah ketika dihadapkan pada kritik dan tantangan selama bertahun-tahun melayani masyarakat, ia pun menjawab, “Semua ini adalah komitmen seumur hidup.”


Nehemia, yang memimpin pembangunan kembali tembok Yerusalem, juga menolak untuk menyerah. Ia menghadapi penghinaan dan intimidasi dari musuh-musuh di sekelilingnya serta ketidakadilan dari bangsanya sendiri (Neh. 4-5). Para musuhnya bahkan secara tidak langsung menuduh bahwa Nehemia mempunyai kepentingan pribadi (6:6-7). Nehemia mencari pertolongan Allah sembari mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan diri.


Meski menghadapi banyak tantangan, tembok Yerusalem selesai dikerjakan dalam 52 hari (6:15). Namun pekerjaan Nehemia belumlah selesai. Ia mendorong bangsa Israel untuk mempelajari Kitab Suci, beribadah, dan memelihara hukum Allah. Setelah menyelesaikan 12 tahun jabatannya sebagai gubernur (5:14 BIS), ia datang kembali untuk memastikan bahwa perubahan yang dibawanya terus berlanjut (13:6). Nehemia berkomitmen seumur hidup untuk memimpin bangsanya.


Kita semua menghadapi beragam tantangan dan kesulitan dalam hidup. Namun sama seperti Allah menolong Nehemia, Dia juga akan menguatkan kita (6:9) di sepanjang hidup kita dalam tugas apa pun yang dipercayakan-Nya kepada kita. —CPH


Ya Tuhan, terkadang aku mudah menjadi kecewa ketika aku

menghadapi kritik atau tantangan. Tolong aku untuk bertahan

dan berikanlah kepadaku kekuatan untuk tetap setia dan taat

pada panggilan yang Engkau mau untuk kulakukan.


Tantangan hidup tidaklah untuk menghancurkan kita, melainkan untuk menuntun kita kepada Allah.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 14-15, Matius 17


Photo credit: Sharon Drummond / Foter / CC BY-NC-SA


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Kuatkanlah Aku


Perdana Menteri pertama Singapura, Lee Kuan Yew, adalah tokoh yang dipuji karena telah membawa Singapura hingga menjadi seperti sekarang ini. Di bawah kepemimpinannya, Singapura bertumbuh menjadi kaya dan makmur serta menjadi salah satu negara yang paling maju di Asia. Ketika ditanya apakah ia pernah merasa ingin menyerah ketika dihadapkan pada kritik dan tantangan selama bertahun-tahun melayani masyarakat, ia pun menjawab, “Semua ini adalah komitmen seumur hidup.”


Nehemia, yang memimpin pembangunan kembali tembok Yerusalem, juga menolak untuk menyerah. Ia menghadapi penghinaan dan intimidasi dari musuh-musuh di sekelilingnya serta ketidakadilan dari bangsanya sendiri (Neh. 4–5). Para musuhnya bahkan secara tidak langsung menuduh bahwa Nehemia mempunyai kepentingan pribadi (6:6-7). Nehemia mencari pertolongan Allah sembari mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan diri.


Meski menghadapi banyak tantangan, tembok Yerusalem selesai dikerjakan dalam 52 hari (6:15). Namun pekerjaan Nehemia belumlah selesai. Ia mendorong bangsa Israel untuk mempelajari Kitab Suci, beribadah, dan memelihara hukum Allah. Setelah menyelesaikan 12 tahun jabatannya sebagai gubernur (5:14 BIS), ia datang kembali untuk memastikan bahwa perubahan yang dibawanya terus berlanjut (13:6). Nehemia berkomitmen seumur hidup untuk memimpin bangsanya.


Kita semua menghadapi beragam tantangan dan kesulitan dalam hidup. Namun sama seperti Allah menolong Nehemia, Dia juga akan menguatkan kita (6:9) di sepanjang hidup kita dalam tugas apa pun yang dipercayakan-Nya kepada kita.



Ya Tuhan, terkadang aku mudah menjadi kecewa ketika aku menghadapi kritik atau tantangan. Tolong aku untuk bertahan dan berikanlah kepadaku kekuatan untuk tetap setia dan taat pada panggilan yang Engkau mau untuk kulakukan.


Tantangan hidup tidaklah untuk menghancurkan kita, melainkan untuk menuntun kita kepada Allah.






from Santapan Rohani http://ift.tt/18g1Mph

via IFTTT

Sabtu, 24 Januari 2015

Istirahat Yang Tenang


Beberapa tahun lalu, saya dan Brian, putra saya, sepakat untuk bersama-sama mengangkut beberapa peralatan untuk seorang teman yang tinggal di suatu peternakan terpencil di Idaho, Amerika Serikat. Tidak ada jalan menuju ke wilayah tersebut yang dapat dilewati truk saya. Jadi Ralph, anak muda yang menjadi manajer di peternakan itu, berencana menemui kami di ujung jalan dengan sebuah gerobak kecil yang ditarik sepasang keledai.


Dalam perjalanan menuju peternakan itu, Ralph dan saya mulai mengobrol dan saya mengetahui bahwa ia tinggal di peternakan itu sepanjang tahun. “Apa yang kau lakukan pada musim dingin?” tanya saya, karena saya tahu bahwa musim dingin di pegunungan tersebut berlangsung lama dan cukup parah. Peternakan itu juga tidak memiliki aliran listrik atau saluran telepon; yang ada hanyalah sebuah radio satelit. “Bagaimana kau bisa bertahan?”


“Sebenarnya,” jawab Ralph dengan pelan, “Aku merasa tempat itu begitu damai.”


Di tengah hari-hari kita yang penuh dengan tekanan, terkadang kita mendambakan kedamaian dan ketenangan. Ada terlalu banyak suara bising dan terlalu banyak orang di sekitar kita. Kita ingin “pergi ke tempat yang sunyi, di mana kita… dapat beristirahat sebentar” (Mrk. 6:31 BIS). Adakah tempat sunyi untuk kita dapat beristirahat sebentar?


Ya, tempat itu memang ada. Ketika kita menyediakan waktu sejenak untuk merenungkan kasih dan rahmat Allah, serta menyerahkan beban kita kepada-Nya, di tempat yang tenang bersama Tuhan itulah kita akan menerima damai sejahtera yang selama ini telah direnggut oleh dunia ini.



Tempat abadi yang permai,

Di dalam Tuhanku,

Penuh senang serta damai,

Di dalam Tuhanku. —McAfee

(Nyanyian Pujian, No. 274)


Waktu teduh yang dilalui bersama Allah akan membawa ketenangan yang memberi kedamaian.






from Santapan Rohani http://ift.tt/15rEieO

via IFTTT

Istirahat Yang Tenang

Info

Minggu, 25 Januari 2015


Istirahat Yang Tenang



Markus 6:30 Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan.


6:31 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!" Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat.


6:32 Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi.


Mazmur 4:8 Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur.


4:9 Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.



Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9


Istirahat Yang Tenang


Beberapa tahun lalu, saya dan Brian, putra saya, sepakat untuk bersama-sama mengangkut beberapa peralatan untuk seorang teman yang tinggal di suatu peternakan terpencil di Idaho, Amerika Serikat. Tidak ada jalan menuju ke wilayah tersebut yang dapat dilewati truk saya. Jadi Ralph, anak muda yang menjadi manajer di peternakan itu, berencana menemui kami di ujung jalan dengan sebuah gerobak kecil yang ditarik sepasang keledai.


Dalam perjalanan menuju peternakan itu, Ralph dan saya mulai mengobrol dan saya mengetahui bahwa ia tinggal di peternakan itu sepanjang tahun. “Apa yang kau lakukan pada musim dingin?” tanya saya, karena saya tahu bahwa musim dingin di pegunungan tersebut berlangsung lama dan cukup parah. Peternakan itu juga tidak memiliki aliran listrik atau saluran telepon; yang ada hanyalah sebuah radio satelit. “Bagaimana kau bisa bertahan?”


“Sebenarnya,” jawab Ralph dengan pelan, “Aku merasa tempat itu begitu damai.”


Di tengah hari-hari kita yang penuh dengan tekanan, terkadang kita mendambakan kedamaian dan ketenangan. Ada terlalu banyak suara bising dan terlalu banyak orang di sekitar kita. Kita ingin “pergi ke tempat yang sunyi, di mana kita . . . dapat beristirahat sebentar” (Mrk. 6:31 bis). Adakah tempat sunyi untuk kita dapat beristirahat sebentar?


Ya, tempat itu memang ada. Ketika kita menyediakan waktu sejenak untuk merenungkan kasih dan rahmat Allah, serta menyerahkan beban kita kepada-Nya, di tempat yang tenang bersama Tuhan itulah kita akan menerima damai sejahtera yang selama ini telah direnggut oleh dunia ini. —DHR


Tempat abadi yang permai,

Di dalam Tuhanku,

Penuh senang serta damai,

Di dalam Tuhanku. —McAfee

(Nyanyian Pujian, No. 274)


Waktu teduh yang dilalui bersama Allah akan membawa ketenangan yang memberi kedamaian.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 12-13, Matius 16


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Jumat, 23 Januari 2015

Menjawab Seruan


Ketika cucu-cucu saya masih kecil, putra saya membawa mereka untuk menyaksikan sandiwara The Lion King (Singa Sang Raja Rimba). Dalam salah satu adegan, Simba sang singa muda tengah berdiri di atas jasad ayahnya, Raja Mufasa, yang telah dibunuh oleh pamannya yang jahat. Karena ketakutan dan sendirian, si kecil Simba pun berseru, “Tolong, Tolong, Tolong!” Pada saat itu, cucu saya yang masih berusia 3 tahun berdiri dari bangkunya dalam gedung pertunjukan yang sunyi senyap itu dan berseru, “Mengapa tak ada yang menolongnya?”


Perjanjian Lama mengandung banyak catatan tentang umat Allah yang berseru meminta pertolongan. Meskipun masalah yang mereka alami sering kali disebabkan oleh ketidaktaatan mereka sendiri, Allah masih tetap bersedia memberi mereka pertolongan.


Dalam tugasnya, Nabi Yesaya harus menyampaikan banyak berita buruk. Akan tetapi, di antara banyaknya berita buruk itu, ia meyakinkan umat Israel bahwa “Tuhan menanti-nantikan saatnya untuk menunjukkan belas kasihan-Nya kepadamu, Ia siap sedia untuk mengasihani kamu. . . . Tuhan berbelaskasihan, dan segera menjawab kamu bila kamu berseru minta tolong kepada-Nya” (Yes. 30:18-19 BIS). Namun Allah sering mengharapkan umat-Nya sendiri untuk menjadi jawaban atas seruan minta tolong itu (lihat Yes. 58:10 BIS).


Hari ini, orang-orang di sekitar kita membutuhkan seseorang yang mau bertindak untuk menolong mereka. Kini kita mendapat kehormatan untuk menjadi perpanjangan tangan Allah dengan menanggapi seruan mereka yang meminta pertolongan.



Tuhan, ingatkan aku bahwa Engkau rindu menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang sedang membutuhkan. Engkau juga sering memanggil kami untuk menjadi alat-Mu. Beriku kesempatan hari ini untuk menunjukkan kasih-Mu kepada satu orang yang membutuhkan.


Tunjukkan kepedulian Allah melalui uluran tangan Anda.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1AZdGL6

via IFTTT

Kamis, 22 Januari 2015

Saat Orang Tak Mau Mengampuni

Info

Jumat, 23 Januari 2015


Saat Orang Tak Mau Mengampuni



3:12 Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.


3:13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,


3:14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.


3:15 Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.


3:16 Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh.



Aku melupakan apa yang telah di belakangku . . . dan berlari-lari kepada tujuan. —Filipi 3:13-14


Saat Orang Tak Mau Mengampuni


Saya pernah makan siang bersama dua pria yang telah menerima Kristus saat mereka mendekam di penjara. Pria yang lebih muda merasa kecewa setelah mengetahui bahwa keluarga yang telah ia curi hartanya ternyata tidak bersedia mengampuninya.


“Kejahatan yang kulakukan memang kejam,” kata pria yang lebih tua. “Hal itu terus menghantui dan mempengaruhi keluarga itu sampai sekarang. Mereka tidak bersedia mengampuniku, . . . karena mereka begitu menderita. Awalnya, aku dibuat tidak berdaya oleh kerinduanku yang besar untuk menerima pengampunan mereka.” Ia pun melanjutkan ceritanya: “Lalu suatu hari aku sadar bahwa aku telah menambahkan keegoisan pada keterpurukanku. Nyaris mustahil keluarga itu akan mengampuniku. Aku telah berfokus pada apa yang kupikir memang kubutuhkan untuk pulih dari masa laluku. Perlu waktu lama untuk menyadari bahwa pengampunan mereka bagiku sebenarnya adalah urusan antara mereka dengan Allah.”


“Bagaimana Anda bisa bertahan?” tanya pria yang lebih muda.


Pria yang lebih tua itu menjelaskan bahwa Allah telah melakukan baginya sesuatu yang tidak layak diterimanya dan yang tidak mungkin dilakukan oleh orang lain: Dia mati demi dosa-dosa kita, dan Dia memegang janji-Nya untuk menjauhkan dosa-dosa kita “sejauh timur dari barat” (Mzm. 103:12) dan “tidak mengingat-ingat dosa [kita]” (Yes. 43:25).


Setelah menerima kasih yang sedemikian ajaib, kita dapat memuliakan Allah dengan menyadari bahwa pengampunan-Nya itu sudah cukup bagi kita. Kita harus melupakan apa yang telah di belakang kita dan terus mengejar tujuan di hadapan kita (Flp. 3:13-14). —RKK


Terima kasih, Bapa, atas karya Kristus di kayu salib. Tolong aku

untuk memahami dan menerima apa artinya hal itu bagiku,

dan agar aku menjadi pembawa berita pengampunan tersebut

kepada orang-orang yang kutemui di sepanjang jalan hidupku.


Karya Kristus cukup untuk menutupi setiap dosa.


Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 7-8, Matius 15:1-20


Photo credit: Thomas Hawk / Foter / CC BY-NC


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSaTeKaMu.org

via IFTTT

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari