Minggu, 30 November 2014

Bergumul Dengan Kecanduan


Eric sedang bergumul menghadapi kecanduan, dan ia menyadarinya. Para sahabat dan keluarga telah mendorongnya supaya berhenti. Ia tahu bahwa menghentikan kecanduannya adalah yang terbaik demi kesehatannya dan relasinya dengan sesama, tetapi ia merasa tidak berdaya. Ketika orang-orang menceritakan kepada Eric bagaimana mereka dapat berhenti dari kebiasaan buruk mereka, ia menjawab, “Aku senang kalian bisa berhenti, tetapi sepertinya aku takkan bisa berhenti! Andai saja aku tak tergoda sebelumnya. Aku ingin sekali Allah melenyapkan hasratku saat ini juga.”


Memang ada orang yang dapat lepas dari kecanduan dengan seketika, tetapi kebanyakan dari kita terus bergumul dari hari ke hari. Meskipun kita tidak selalu mengerti mengapa godaan itu tidak pergi juga, kita dapat datang kepada Allah bagaimanapun keadaan kita. Mungkin itulah aspek yang terpenting dari pergumulan kita. Kita belajar mengganti usaha kita yang sia-sia untuk berubah dengan sikap yang sepenuhnya bergantung kepada Allah.


Yesus juga dicobai, sama seperti kita, sehingga Dia memahami apa yang kita rasakan (Mrk. 1:13). Dia ikut merasakan pergumulan-pergumulan kita (Ibr. 4:15), dan kita dapat “dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (ay.16). Dia juga memakai orang lain, termasuk para konselor yang terampil, untuk menolong kita di tengah pergumulan.


Apa pun pergumulan yang kita hadapi hari ini, kita tahu bahwa Allah mengasihi kita jauh melebihi yang dapat kita bayangkan, dan Dia selalu siap untuk menolong kita.



Untuk Direnungkan

Baca Matius 4:1-11 tentang cara Yesus mengatasi pencobaan. Baca juga 1 Korintus 10:11-13 untuk mengenali bagaimana Tuhan dapat menolong kita ketika kita dicobai.


Kita dicobai bukan karena kita jahat; kita dicobai karena kita hanyalah manusia biasa.






from Santapan Rohani http://santapanrohani.org/2014/12/01/bergumul-dengan-kecanduan/

via IFTTT

Senin, 24 November 2014

Mengandalkan Allah

Info

Selasa, 25 November 2014


Mengandalkan Allah



4:16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, –


4:17 seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" –di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.


4:18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."


4:19 Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.


4:20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah,


4:21 dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.


4:22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.



Ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah . . . dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. —Roma 4:20-21


Mengandalkan Allah


Waktu itu adalah liburan keluarga kami yang terakhir sebelum putra sulung kami pergi untuk menempuh kuliahnya. Ketika kami duduk di barisan belakang dalam sebuah gereja kecil di tepi pantai, hati saya begitu terharu ketika saya melirik ke arah lima anak saya yang sedang duduk di dekat kami. “Tolong jaga iman mereka dan dekatkan mereka selalu kepada-Mu, ya Tuhan.” Saya berdoa dalam keheningan, sambil memikirkan beragam tekanan dan tantangan yang akan dihadapi oleh mereka masing-masing.


Refrain dari himne terakhir yang kami nyanyikan dengan penuh semangat didasarkan pada 2 Timotius 1:12, “Namun ‘ku tahu yang kupercaya dan aku yakin ‘kan kuasa-Nya, Ia menjaga yang kutaruhkan hingga hari-Nya kelak!” Pujian itu memberi saya damai sejahtera karena saya diyakinkan bahwa Allah akan selalu menjaga jiwa mereka.


Tahun demi tahun telah berlalu setelah peristiwa itu. Ada di antara anak-anak saya yang pernah menyimpang dari iman, dan ada juga yang pernah memberontak. Ada kalanya saya bertanya-tanya tentang kesetiaan Allah. Namun kemudian saya ingat pada Abraham. Abraham pernah tersandung, tetapi ia tidak pernah gagal mempercayai janji yang diterimanya (Kej. 15:5-6; Rm. 4:20-21). Sepanjang tahun-tahun penuh penantian yang diwarnai dengan usahanya yang gagal untuk memperbaiki keadaan, Abraham tetap bertahan dan memegang janji Allah sampai akhirnya Ishak lahir.


Pengalaman Abraham yang mengingatkan untuk tetap percaya itu sungguh telah menguatkan saya. Kita memberi tahu permohonan kita kepada Allah. Kita ingat bahwa Dia peduli. Kita tahu Dia sungguh berkuasa. Kita bersyukur kepada Allah atas kesetiaan-Nya. —MS


Ya Tuhan, aku sering kurang sabar dan rencanaku sering tidak sesuai

dengan kehendak-Mu. Ampunilah aku atas kebimbanganku,

dan tolonglah aku untuk lebih mempercayai-Mu.

Terima kasih atas kesetiaan-Mu.


Kesabaran adalah mata pelajaran untuk jangka panjang.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Kamis, 20 November 2014

Mengatasi Gangguan


Seorang pemilik restoran di desa Abu Ghosh, yang terletak di pinggir kota Yerusalem, menawarkan potongan harga sebesar 50 persen bagi para pelanggan yang bersedia mematikan telepon genggam mereka. Jawdat Ibrahim percaya bahwa penggunaan telepon pintar pada saat jamuan makan telah menggeser perhatian seseorang dari menikmati percakapan dan keakraban menjadi kegiatan menjelajah dunia maya, kirim-mengirim pesan singkat, dan menjawab telepon untuk membahas urusan bisnis. “Teknologi itu sangat baik,” kata Ibrahim. “Namun pada saat Anda sedang bersama keluarga dan teman-teman Anda, seharusnya Anda bisa menahan diri selama setengah jam, lalu menikmati makanan yang terhidang serta menikmati kebersamaan dengan mereka.”


Betapa mudahnya perhatian kita teralihkan oleh banyak hal yang mengganggu, baik dalam hubungan kita dengan sesama maupun dengan Tuhan.


Yesus mengatakan kepada para pengikut-Nya bahwa gangguan rohani itu dimulai dari hati yang menjadi semakin bebal, telinga yang semakin enggan untuk mendengar, dan mata yang melekat tertutup (Mat. 13:15). Dengan menggunakan perumpamaan tentang seorang penabur benih, Yesus membandingkan benih yang jatuh di semak duri dengan seseorang yang mendengarkan firman Tuhan tetapi yang hatinya terpaut pada hal-hal lain. “Kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah” (ay.22).


Alangkah besar manfaat dari waktu yang kita habiskan hari demi hari ketika kita menghalau segala hal yang mengusik pikiran dan hati kita untuk memusatkan perhatian kita sepenuhnya pada Tuhan.



Ya Tuhan, tolong aku untuk menghalau semua gangguan di sekitarku dan hanya berfokus kepada-Mu.

Kiranya hatiku menjadi tanah yang subur untuk menerima taburan benih firman-Mu hari ini.


Memusatkan perhatian pada Kristus akan menempatkan segala sesuatu pada perspektif yang seharusnya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1yvE8fr

via IFTTT

Mengatasi Gangguan

Info

Jumat, 21 November 2014


KomikStrip-WarungSateKamu-20141121-Mengatasi-Gangguan



13:14 Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap.


13:15 Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.


13:16 Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.


13:17 Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.


13:18 Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.


13:19 Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.


13:20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.


13:21 Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.


13:22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.



Kekuatiran dunia ini . . . menghimpit firman itu. —Matius 13:22


Mengatasi Gangguan


Seorang pemilik restoran di desa Abu Ghosh, yang terletak di pinggir kota Yerusalem, menawarkan potongan harga sebesar 50 persen bagi para pelanggan yang bersedia mematikan telepon genggam mereka. Jawdat Ibrahim percaya bahwa penggunaan telepon pintar pada saat jamuan makan telah menggeser perhatian seseorang dari menikmati percakapan dan keakraban menjadi kegiatan menjelajah dunia maya, kirim-mengirim pesan singkat, dan menjawab telepon untuk membahas urusan bisnis. “Teknologi itu sangat baik,” kata Ibrahim. “Namun pada saat kamu sedang bersama keluarga dan teman-temanmu, seharusnya kamu bisa menahan diri selama setengah jam, lalu menikmati makanan yang terhidang serta menikmati kebersamaan dengan mereka.”


Betapa mudahnya perhatian kita teralihkan oleh banyak hal yang mengganggu, baik dalam hubungan kita dengan sesama maupun dengan Tuhan.


Yesus mengatakan kepada para pengikut-Nya bahwa gangguan rohani itu dimulai dari hati yang menjadi semakin bebal, telinga yang semakin enggan untuk mendengar, dan mata yang melekat tertutup (Mat. 13:15). Dengan menggunakan perumpamaan tentang seorang penabur benih, Yesus membandingkan benih yang jatuh di semak duri dengan seseorang yang mendengarkan firman Tuhan tetapi yang hatinya terpaut pada hal-hal lain. “Kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah” (ay.22).


Alangkah besar manfaat dari waktu yang kita habiskan hari demi hari ketika kita menghalau segala hal yang mengusik pikiran dan hati kita untuk memusatkan perhatian kita sepenuhnya pada Tuhan. —DCM


Ya Tuhan, tolong aku untuk menghalau semua gangguan

di sekitarku dan hanya berfokus kepada-Mu.

Kiranya hatiku menjadi tanah yang subur

untuk menerima taburan benih firman-Mu hari ini.


Memusatkan perhatian pada Kristus akan menempatkan segala sesuatu pada perspektif yang seharusnya.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Komik Strip, Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Selasa, 18 November 2014

Selamat Tinggal


Ketika Max Lucado berpartisipasi dalam suatu perlombaan separuh triatlon, ia mengalami pengaruh negatif dari keluh-kesah. Ia berkisah, “Setelah berenang sekitar 2 KM dan bersepeda sejauh 90 KM, aku tak punya banyak tenaga lagi untuk berlari sejauh 21 KM. Demikian juga halnya dengan orang yang berlari di sampingku. Orang itu berkata, ‘Ini sangat memuakkan. Mengikuti lomba ini adalah keputusan terbodoh yang pernah kulakukan.’ Aku berkata kepadanya, ‘Selamat tinggal.’” Max tahu, jika ia terlalu lama mendengarkan keluh-kesah itu, tidak lama kemudian ia akan menyetujui orang tersebut. Oleh karena itu, ia mengucapkan selamat tinggal dan terus berlari.


Di antara umat Israel, terlalu banyak orang yang sudah terlalu lama mendengarkan keluh-kesah yang beredar dan mulai menyetujui orang-orang yang mengeluh tersebut. Sikap itu tidak berkenan kepada Allah, dan pantaslah Allah marah. Allah telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan, dan berkenan untuk tinggal di tengah-tengah mereka, tetapi mereka tetap saja mengeluh. Selain kehidupan yang berat di tengah padang gurun, mereka juga tidak puas dengan manna yang disediakan Allah. Dengan berkeluh-kesah, orang Israel lupa bahwa manna itu adalah pemberian untuk mereka dari tangan Allah yang penuh kasih (Bil. 11:6). Karena berkeluh-kesah itu akan meracuni hati dengan sikap tidak tahu berterima kasih dan dapat menular, Allah harus menghakiminya.


Inilah cara yang pasti untuk mengucapkan “selamat tinggal” pada sikap keluh-kesah dan tidak tahu berterima kasih: Setiap hari, marilah mengingat kembali kesetiaan dan kebaikan Allah bagi diri kita.



Ya Tuhan, Engkau telah memberi kami begitu banyak. Ampunilah lemahnya ingatan kami dan buruknya perilaku kami. Tolong kami untuk mengingat dan bersyukur atas semua yang Engkau berikan. Tolong kami menceritakan kebaikan-Mu bagi kami kepada sesama.


Menyuarakan kesetiaan Allah akan membungkam ketidakpuasan.






from Santapan Rohani http://ift.tt/14HLVhl

via IFTTT

Selamat Tinggal

Info

Rabu, 19 November 2014


Selamat Tinggal



11:1 Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.


11:2 Lalu berteriaklah bangsa itu kepada Musa, dan Musa berdoa kepada TUHAN; maka padamlah api itu.


11:3 Sebab itu orang menamai tempat itu Tabera, karena telah menyala api TUHAN di antara mereka.


11:4 Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: "Siapakah yang akan memberi kita makan daging?


11:5 Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih.


11:6 Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat."


11:7 Adapun manna itu seperti ketumbar dan kelihatannya seperti damar bedolah.


11:8 Bangsa itu berlari kian ke mari untuk memungutnya, lalu menggilingnya dengan batu kilangan atau menumbuknya dalam lumpang. Mereka memasaknya dalam periuk dan membuatnya menjadi roti bundar; rasanya seperti rasa panganan yang digoreng.


11:9 Dan apabila embun turun di tempat perkemahan pada waktu malam, maka turunlah juga manna di situ.


11:10 Ketika Musa mendengar bangsa itu, yaitu orang-orang dari setiap kaum, menangis di depan pintu kemahnya, bangkitlah murka TUHAN dengan sangat, dan hal itu dipandang jahat oleh Musa.



Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya. —Bilangan 11:1


Selamat Tinggal


Ketika Max Lucado berpartisipasi dalam suatu perlombaan separuh triatlon, ia mengalami pengaruh negatif dari keluh-kesah. Ia berkisah, “Setelah berenang sekitar 2 KM dan bersepeda sejauh 90 km, aku tak punya banyak tenaga lagi untuk berlari sejauh 21 km. Demikian juga halnya dengan orang yang berlari di sampingku. Orang itu berkata, ‘Ini sangat memuakkan. Mengikuti lomba ini adalah keputusan terbodoh yang pernah kulakukan.’ Aku berkata kepadanya, ‘Selamat tinggal.’” Max tahu, jika ia terlalu lama mendengarkan keluh-kesah itu, tidak lama kemudian ia akan menyetujui orang tersebut.


Oleh karena itu, ia mengucapkan selamat tinggal dan terus berlari.


Di antara umat Israel, terlalu banyak orang yang sudah terlalu lama mendengarkan keluh-kesah yang beredar dan mulai menyetujui orang-orang yang mengeluh tersebut. Sikap itu tidak berkenan kepada Allah, dan pantaslah Allah marah. Allah telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan, dan berkenan untuk tinggal di tengah-tengah mereka, tetapi mereka tetap saja mengeluh. Selain kehidupan yang berat di tengah padang gurun, mereka juga tidak puas dengan manna yang disediakan Allah. Dengan berkeluh-kesah, orang Israel lupa bahwa manna itu adalah pemberian untuk mereka dari tangan Allah yang penuh kasih (Bil. 11:6). Karena berkeluh-kesah itu akan meracuni hati dengan sikap tidak tahu berterima kasih dan dapat menular, Allah harus menghakiminya.


Inilah cara yang pasti untuk mengucapkan “selamat tinggal” pada sikap keluh-kesah dan tidak tahu berterima kasih: Setiap hari, marilah mengingat kembali kesetiaan dan kebaikan Allah bagi diri kita. —MLW


Ya Tuhan, Engkau telah memberi kami begitu banyak. Ampunilah

lemahnya ingatan kami dan buruknya perilaku kami. Tolong kami

untuk mengingat dan bersyukur atas semua yang Engkau berikan.

Tolong kami menceritakan kebaikan-Mu bagi kami kepada sesama.


Menyuarakan kesetiaan Allah akan membungkam ketidakpuasan.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Senin, 17 November 2014

Kasih Yang Berakar


Ketika memikirkan tentang seluruh keajaiban dari karya ciptaan Allah yang luar biasa, secara khusus saya terkagum dengan pohon sequoia berukuran raksasa. Raksasa hutan yang mengagumkan itu dapat tumbuh mencapai ketinggian sekitar 90 meter dengan diameter lebih dari 6 meter. Pohon sequoia bisa hidup hingga lebih dari 3.000 tahun dan tahan terhadap api. Bahkan kebakaran hutan dapat membuat buah-buah sequoia pecah dan menyebarkan benih-benihnya di atas daratan hutan yang telah terpupuk oleh abu. Mungkin fakta yang paling mengagumkan dari sequoia adalah bahwa pepohonan tersebut dapat tumbuh di atas tanah sedalam 1 meter saja dan batangnya yang tinggi dapat bertahan terhadap tiupan angin kencang. Kekuatan pepohonan itu terletak pada kenyataan bahwa akar-akar dari setiap pohon sequoia terjalin satu sama lain, dan jalinan itu memberikan kekuatan dan sumber daya yang dinikmati bersama oleh setiap batang pohon.


Rencana Allah bagi kita adalah sama seperti itu. Kemampuan kita untuk tetap teguh berdiri, di tengah segala terpaan angin kehidupan, berhubungan langsung dengan kasih dan dukungan yang kita dapatkan dari Allah dan sesama. Dan kemudian, seperti yang dikatakan oleh penulis kitab Ibrani, kita harus “berbuat baik dan memberi bantuan” (13:16). Bayangkan beratnya derita yang kita hadapi apabila tidak ada seorang pun yang membagikan akar kekuatannya dengan kita.


Alangkah besarnya kekuatan yang terjalin dalam untaian kata-kata yang memberikan dorongan, doa-doa syafaat, berbagi kesedihan, saling memperhatikan, dan juga kehadiran kita untuk mau mendampingi seseorang yang kita kasihi.



Ya Tuhan, terima kasih atas jalinan kekuatan-Mu dalam hidupku. Arahkanlah aku hari ini kepada seseorang yang membutuhkan kasih berupa kekuatan dari segala sumber daya yang telah Engkau berikan kepadaku.


Kiranya akar dari kasih Allah dalam hidup Anda terjalin dengan mereka yang membutuhkan dukungan Anda.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1t0hUid

via IFTTT

Kasih Yang Berakar

Info

Selasa, 18 November 2014


Kasih Yang Berakar



13:15 Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya.


13:16 Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.


13:17 Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.


13:18 Berdoalah terus untuk kami; sebab kami yakin, bahwa hati nurani kami adalah baik, karena di dalam segala hal kami menginginkan suatu hidup yang baik.


13:19 Dan secara khusus aku menasihatkan kamu, agar kamu melakukannya, supaya aku lebih lekas dikembalikan kepada kamu.


13:20 Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita,


13:21 kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.


13:22 Dan aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kata-kata nasihat ini kamu sambut dengan rela hati, sekalipun pendek saja suratku ini kepada kamu.


13:23 Ketahuilah, bahwa Timotius, saudara kita, telah berangkat. Segera sesudah ia datang, aku akan mengunjungi kamu bersama-sama dengan dia.


13:24 Sampaikanlah salam kepada semua pemimpin kamu dan semua orang kudus. Terimalah salam dari saudara-saudara di Italia.


13:25 Kasih karunia menyertai kamu sekalian.



Janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan. —Ibrani 13:16


Kasih Yang Berakar


Ketika memikirkan tentang seluruh keajaiban dari karya ciptaan Allah yang luar biasa, secara khusus saya terkagum dengan pohon sequoia berukuran raksasa. Raksasa hutan yang mengagumkan itu dapat tumbuh mencapai ketinggian sekitar 90 meter dengan diameter lebih dari 6 meter. Pohon sequoia bisa hidup hingga lebih dari 3.000 tahun dan tahan terhadap api. Bahkan kebakaran hutan dapat membuat buah-buah sequoia pecah dan menyebarkan benih-benihnya di atas daratan hutan yang telah terpupuk oleh abu. Mungkin fakta yang paling mengagumkan dari sequoia adalah bahwa pepohonan tersebut dapat tumbuh di atas tanah sedalam 1 meter saja dan batangnya yang tinggi dapat bertahan terhadap tiupan angin kencang. Kekuatan pepohonan itu terletak pada kenyataan bahwa akar-akar dari setiap pohon sequoia terjalin satu sama lain, dan jalinan itu memberikan kekuatan dan sumber daya yang dinikmati bersama oleh setiap batang pohon.


Rencana Allah bagi kita adalah sama seperti itu. Kemampuan kita untuk tetap teguh berdiri, di tengah segala terpaan angin kehidupan, berhubungan langsung dengan kasih dan dukungan yang kita dapatkan dari Allah dan sesama. Dan kemudian, seperti yang dikatakan oleh penulis kitab Ibrani, kita harus “berbuat baik dan memberi bantuan” (13:16). Bayangkan beratnya derita yang kita hadapi apabila tidak ada seorang pun yang membagikan akar kekuatannya dengan kita.


Alangkah besarnya kekuatan yang terjalin dalam untaian kata-kata yang memberikan dorongan, doa-doa syafaat, berbagi kesedihan, saling memperhatikan, dan juga kehadiran kita untuk mau mendampingi seseorang yang kita kasihi. —JMS


Ya Tuhan, terima kasih atas jalinan kekuatan-Mu dalam hidupku.

Arahkanlah aku hari ini kepada seseorang

yang membutuhkan kasih berupa kekuatan dari segala

sumber daya yang telah Engkau berikan kepadaku.


Kiranya akar dari kasih Allah dalam hidupmu terjalin dengan mereka yang membutuhkan dukunganmu.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Minggu, 16 November 2014

Lawan Yang Telah Takluk


Singa yang mengaum-aum adalah “sang raja hutan” yang legendaris. Namun singa-singa yang pernah dilihat oleh sebagian besar dari kita hanyalah berupa kucing besar yang lesu dan tinggal di kebun-kebun binatang. Hari-hari mereka dipenuhi dengan waktu istirahat yang sangat banyak, dan mereka menikmati makan malam yang diberikan kepada mereka tanpa perlu menggunakan cakarnya sedikitpun.


Namun di habitat asli mereka, para singa tidak selalu menjalani hidup yang santai. Rasa lapar mendorong mereka untuk pergi berburu, dan dalam perburuan itu mereka mencari mangsa yang muda, lemah, sakit, atau terluka. Sembari meringkuk di balik rerumputan yang tinggi, mereka merangkak maju dengan perlahan. Kemudian, dengan mendadak, singa itu menerkam dan mencengkeramkan cakar-cakarnya ke tubuh si mangsa.


Petrus menggunakan seekor “singa yang mengaum-aum” sebagai suatu metafora untuk Iblis. Iblis adalah pemangsa yang penuh keyakinan diri dan terus mencari mangsa-mangsa yang mudah dilahapnya (1Ptr. 5:8). Dalam menghadapi lawan itu, anak-anak Allah harus senantiasa waspada dengan mengenakan “seluruh perlengkapan senjata Allah” sehingga mereka dapat menjadi “kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya” (Ef. 6:10-11).


Kabar baiknya, Iblis adalah lawan yang telah ditaklukkan. Walaupun Iblis adalah musuh yang hebat, tetapi orang-orang yang dilindungi oleh keselamatan, doa, dan firman Allah tidak perlu dilumpuhkan oleh rasa takut terhadap singa yang mengaum-aum itu. Kita “dipelihara dalam kekuatan Allah” (1Ptr. 1:5). Yakobus 4:7 menyakinkan kita: “Lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”



Ya Tuhan, kami tahu si musuh berusaha melahap kami. Tolong lindungi kami darinya. Kami mempercayai firman-Mu yang menyatakan bahwa Roh yang ada dalam diri kami jauh lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia.


Tidak ada panah Iblis yang dapat menembus perisai Allah.






from Santapan Rohani http://ift.tt/11h1Il0

via IFTTT

Jumat, 14 November 2014

Rejeki Nomplok


Pada tahun 2002, setelah memenangi lotere sebesar 314 juta dolar, seorang pengusaha yang bergembira itu mengungkapkan keinginan hatinya yang mulia. Ia menyatakan niatnya untuk mendirikan sebuah yayasan amal, mempekerjakan orang-orang yang telah kehilangan pekerjaan, dan berbuat hal-hal yang indah bagi keluarganya. Karena memang sudah kaya-raya, ia mengatakan kepada wartawan bahwa kemenangan besar tersebut tidak akan mengubah dirinya.


Beberapa tahun kemudian, sebuah artikel yang mengikuti jejak si pengusaha menyingkapkan suatu perkembangan yang berbeda. Sejak memenangi lotere besar-besaran itu, ia justru terjerumus ke dalam masalah-masalah hukum, nama baiknya rusak, dan ia kehabisan seluruh uangnya karena perjudian.


Seorang lelaki dengan pengamatan tajam bernama Agur menuliskan kata-kata yang mengantisipasi kehancuran hati seperti yang dialami pria di atas. Setelah menyadari keadaan dirinya yang tidak berarti (Ams. 30:2-3), Agur melihat bahaya dari hidup yang memiliki harta terlalu banyak atau justru terlalu sedikit. Jadi, ia berdoa, “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku” (ay.8-9).


Agur melihat tantangan yang didatangkan oleh kekayaan maupun kemiskinan, serta oleh kecenderungan hati kita. Setiap hal tersebut mendorong kita untuk berhati-hati. Seluruh tantangan itu menunjukkan kebutuhan kita akan Pribadi yang mengajar kita berdoa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.”



Ya Tuhan, saat kami meminta kepada-Mu atas apa yang kami perlu, tolong kami mengingat bahwa Engkau bijaksana dalam memberi ataupun tidak memberi yang kami minta. Kami bersyukur Engkau telah sering melepaskan kami dari niat kami yang berdosa.


Ketidakpuasan membuat orang kaya menjadi miskin, kepuasan membuat orang miskin menjadi kaya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1wB2Atq

via IFTTT

Kamis, 13 November 2014

Hati Yang Hancur Dan Harapan


Ketika George Jones, penyanyi country asal Amerika Serikat, meninggal dunia pada usia 81 tahun, para penggemarnya mengenang suaranya yang luar biasa, perjuangan hidupnya yang keras serta pergumulan-pergumulan pribadinya. Banyak lagunya yang mencerminkan persis penderitaan serta kerinduan yang dialaminya. Namun yang sangat menyentuh banyak orang adalah cara Jones menyanyikan lagu-lagu tersebut. Greg Kot, seorang kritikus musik dari harian Chicago Tribune, berkata, “Suara Jones diciptakan untuk menyuarakan hati yang hancur.”


Kitab Ratapan mencatat tentang penderitaan mendalam yang dirasakan Nabi Yeremia atas kebebalan bangsa Yehuda yang menolak untuk menaati Allah. Yeremia, yang sering disebut sebagai “nabi peratap”, telah menyaksikan kehancuran Yerusalem dan melihat orang-orang sebangsanya itu dibawa ke pembuangan. Ia berkelana di tengah jalan-jalan kota, dengan perasaan yang diliputi oleh kedukaan (Rat. 1:1-5).


Namun demikian, di saat-saat tergelap yang dialaminya, Yeremia berkata, “Hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (3:21-23).


Entah kita menderita sebagai akibat dari pilihan-pilihan kita sendiri atau oleh karena perlakuan orang lain, rasa putus asa mungkin mengancam untuk menguasai kita. Pada saat semuanya terasa musnah, kita dapat berpegang pada kesetiaan Tuhan. “‘Tuhan adalah bagianku,’ kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya” (ay.24).





Aku bersyukur atas kesetiaan-Mu, Bapa, bahkan di masa-masa ketika aku tidak setia. Tolong aku untuk selalu mengingat, sama seperti Yeremia, bahwa pengharapanku berasal dari-Mu, dan bukan dari keadaan-keadaan di sekitarku.


Kesetiaan Allah bagaikan jangkar yang tertanam kokoh di tengah terjangan badai hidup yang terdahsyat.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1wuTJth

via IFTTT

Rabu, 12 November 2014

Natal Yang Menyusup?


Saya menyukai Natal. Perayaan hari kelahiran Kristus dan suasananya yang indah dan mengagumkan membuat Natal menjadi “saat terindah di sepanjang tahun” bagi saya. Namun belakangan ini, suasana indah itu disertai dengan rasa jengkel yang makin menjadi-jadi. Setiap tahun “pernak-pernik Natal” muncul semakin awal—perlahan-lahan menyusup dari awal musim gugur.


Masa Natal biasanya hanya dirasakan pada bulan Desember, tetapi kini kita mendengar lagu Natal diputar stasiun-stasiun radio sejak awal November. Toko-toko mulai mengiklankan promosi spesial Natal di bulan Oktober, dan permen Natal dijual sejak akhir September. Jika kita tidak berhati-hati, semua kehebohan yang datang bertubi-tubi itu dapat membuat kita mati rasa—bahkan hati kita dapat dipenuhi rasa jengkel di tengah suasana yang seharusnya membangkitkan ucapan syukur dan kekaguman kita.


Ketika rasa jengkel tersebut mulai menguasai jiwa saya, saya berusaha melakukan satu hal: Mengingat. Saya mengingatkan diri saya akan makna Natal yang sejati, siapa diri Yesus, dan mengapa Dia lahir. Saya mengingat kasih dan anugerah Allah yang Maha Pengampun yang telah mengirimkan pertolongan bagi kita dalam diri Anak-Nya. Saya mengingat bahwa, pada akhirnya, hanya satu pemberian yang benar-benar berarti—“karunia [Allah] yang tak terkatakan itu!” (2Kor. 9:15). Saya mengingat bahwa keselamatan yang diberikan melalui kedatangan Kristus merupakan pemberian yang tidak dapat dipisahkan dari Allah yang memberikan keselamatan itu.


Yesus adalah hidup kita untuk sepanjang tahun, dan Dialah keajaiban yang terbesar. “Datang dan sembah Dia!”



Ya Allah yang hidup, aku bersyukur kepada-Mu atas Putra-Mu sebagai karunia yang tak terkatakan. Dekatkan hatiku kepada hati-Mu, sehingga ibadahku dan ucapan syukurku atas Putra-Mu takkan pernah pudar oleh tawaran-tawaran dunia di sekelilingku.


Yesus adalah hidup kita untuk sepanjang tahun.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1pSJJxe

via IFTTT

Selasa, 11 November 2014

Gambaran Besarnya


Yang semula hanyalah sebuah tanah kosong seluas 4,5 hektar di kawasan Belfast, Irlandia Utara, akhirnya berubah menjadi lukisan tanah terbesar di Kepulauan Inggris. Lukisan bertajuk Wish, karya seniman Jorge Rodriguez-Gerada, dibuat dari 30.000 pasak kayu, 2.000 ton tanah, 2.000 ton pasir, dan beragam bahan seperti rumput, bebatuan, dan tali-temali.


Awalnya hanya sang seniman yang mengetahui hasil akhir dari karya seni tersebut nantinya. Ia lalu menyewa tenaga para pekerja dan merekrut para sukarelawan untuk mengangkat bahan-bahan tersebut dan menempatkannya pada posisinya masing-masing. Pada saat bekerja, mereka mungkin tidak menyangka bahwa sesuatu yang luar biasa akan muncul dari pekerjaan mereka. Namun akhirnya itulah yang terjadi. Dari atas tanah, karya itu tidak terlalu terlihat. Namun ketika dilihat dari atas, orang dapat melihat sebuah potret yang sangat besar—gambar wajah seorang gadis cilik yang sedang tersenyum.


Allah sedang mengerjakan sesuatu yang luar biasa agung di dunia ini. Dialah Sang Seniman yang telah melihat hasil akhirnya. Kita adalah “kawan sekerja Allah” (1Kor. 3:9) yang sedang menolong Dia mewujudkannya. Melalui Nabi Yesaya, Allah mengingatkan umat-Nya bahwa Dialah “yang bertakhta di atas bulatan bumi” dan “membentangkan langit seperti kain” (Yes. 40:22). Kita tidak dapat melihat gambaran akhirnya, tetapi kita terus melangkah dalam iman, dengan menyadari bahwa kita merupakan bagian dari suatu karya seni yang mengagumkan—karya yang sedang diciptakan di atas bumi tetapi yang kelak akan terlihat paling indah dari surga.



Saat terkadang aku berpikir bisa melihat seluruh maksud-Mu, Tuhan, hatiku tahu aku hanya bisa melihat secuil saja. Aku bersyukur karena Engkau sedang menggenapi kehendak-Mu yang indah di dunia ini, dan aku bisa mempercayai-Mu.


Allah sedang memakai kita untuk menolong-Nya menciptakan suatu mahakarya.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1xg2Wei

via IFTTT

Senin, 10 November 2014

The Drinking Gourd

Info

Selasa, 11 November 2014


The Drinking Gourd



2:12 Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,


2:13 karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.


2:14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,


2:15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,


2:16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.


2:17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.


2:18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.



Sehingga kamu bercahaya . . . seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan. —Filipi 2:15-16


The Drinking Gourd


Sebelum meletusnya Perang Saudara Amerika Serikat (1861-1865), para budak pelarian dapat menemukan kebebasan mereka dengan cara menelusuri “jalur kereta bawah tanah”, suatu istilah yang digunakan untuk menyebut rute-rute rahasia yang terbentang dari wilayah Selatan ke Utara serta kaum penentang perbudakan yang menolong mereka di sepanjang perjalanan. Para budak itu biasanya bepergian pada malam hari hingga berkilo-kilometer, dan mereka bertahan pada jalur tersebut dengan mengikuti cahaya yang terpancar dari “The Drinking Gourd”. Itulah nama sandi untuk suatu rasi bintang yang dikenal sebagai The Big Dipper, yang dapat menuntun kita kepada Bintang Utara. Sejumlah kalangan percaya bahwa para pelarian itu juga menggunakan petunjuk yang telah disandikan dalam lirik lagu Follow the Drinking Gourd (Ikuti The Drinking Gourd) supaya mereka tidak tersesat dalam perjalanan.


Para penentang perbudakan dan rasi bintang “The Drinking Gourd” sama-sama berfungsi sebagai titik terang yang membawa para budak tersebut menuju kebebasan. Rasul Paulus berkata bahwa orang percaya hendaknya bercahaya “seperti bintang-bintang di dunia” guna menunjukkan jalan bagi mereka yang sedang mencari kebenaran, penebusan, dan kebebasan rohani dari Allah (Flp. 2:15).


Kita tinggal di tengah kegelapan dunia yang sangat butuh untuk melihat terang Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk memancarkan cahaya kebenaran Allah agar orang lain dapat diarahkan kepada satu Pribadi yang menebus manusia dan menjadi jalan menuju kebebasan dan kehidupan sejati. Kita menuntun mereka kepada Yesus yang merupakan jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh. 14:6). —HDF


Ya Tuhanku, terima kasih Engkau telah menebusku dan memberikan

hidup baru bagiku. Beriku belas kasihan bagi mereka yang jiwanya

masih terhilang dalam kegelapan. Pakailah aku untuk menjadi terang

yang mengarahkan orang lain kepada-Mu, Sang Terang Dunia.


Terangi duniamu dengan memancarkan terang Yesus.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

The Drinking Gourd


Sebelum meletusnya Perang Saudara Amerika Serikat (1861–1865), para budak pelarian dapat menemukan kebebasan mereka dengan cara menelusuri “jalur kereta bawah tanah”, suatu istilah yang digunakan untuk menyebut rute-rute rahasia yang terbentang dari wilayah Selatan ke Utara serta kaum penentang perbudakan yang menolong mereka di sepanjang perjalanan. Para budak itu biasanya bepergian pada malam hari hingga berkilo-kilometer, dan mereka bertahan pada jalur tersebut dengan mengikuti cahaya yang terpancar dari “The Drinking Gourd”. Itulah nama sandi untuk suatu rasi bintang yang dikenal sebagai The Big Dipper, yang dapat menuntun kita kepada Bintang Utara. Sejumlah kalangan percaya bahwa para pelarian itu juga menggunakan petunjuk yang telah disandikan dalam lirik lagu Follow the Drinking Gourd (Ikuti The Drinking Gourd) supaya mereka tidak tersesat dalam perjalanan.


Para penentang perbudakan dan rasi bintang “The Drinking Gourd” sama-sama berfungsi sebagai titik terang yang membawa para budak tersebut menuju kebebasan. Rasul Paulus berkata bahwa orang percaya hendaknya bercahaya “seperti bintang-bintang di dunia” guna menunjukkan jalan bagi mereka yang sedang mencari kebenaran, penebusan, dan kebebasan rohani dari Allah (Flp. 2:15).


Kita tinggal di tengah kegelapan dunia yang sangat butuh untuk melihat terang Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk memancarkan cahaya kebenaran Allah agar orang lain dapat diarahkan kepada satu Pribadi yang menebus manusia dan menjadi jalan menuju kebebasan dan kehidupan sejati. Kita menuntun mereka kepada Yesus yang merupakan jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh. 14:6).



Ya Tuhanku, terima kasih Engkau telah menebusku dan memberikan hidup baru bagiku. Beriku belas kasihan bagi mereka yang jiwanya masih terhilang dalam kegelapan. Pakailah aku untuk menjadi terang yang mengarahkan orang lain kepada-Mu, Sang Terang Dunia.


Terangi dunia Anda dengan memancarkan terang Yesus.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1xmkUcz

via IFTTT

Minggu, 09 November 2014

Kehormatan Untuk Mengikuti


Dalam kunjungannya ke Yerusalem, seorang teman melihat seorang rabi yang telah lanjut usia sedang berjalan melewati Tembok Ratapan. Yang menarik dari sang rabi tua tersebut adalah adanya lima pemuda yang ikut berjalan di belakangnya. Mereka juga berjalan dengan membungkuk dan terseok-seok, sama seperti yang dilakukan oleh rabi mereka. Seorang penganut agama Yahudi Ortodoks yang memperhatikan mereka pasti segera tahu persis mengapa mereka meniru gerak-gerik guru mereka. Mereka adalah “para pengikut”.


Sepanjang sejarah agama Yahudi, salah satu kedudukan yang paling dijunjung oleh seorang pria Yahudi adalah hak istimewa untuk menjadi “pengikut” dari seorang rabi di daerahnya. Para pengikut biasanya duduk di kaki sang rabi saat ia mengajar. Mereka akan mempelajari kata-katanya dan memperhatikan bagaimana ia bertindak dan menanggapi hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Seorang pengikut melihat dirinya mendapat kehormatan besar apabila ia dapat melayani rabinya, sekalipun yang dilakukannya adalah sesuatu yang sepele. Karena kekaguman mereka, mereka pun bertekad untuk menjadi sama seperti sang rabi.


Ketika Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk mengikut Dia (Mat. 4:19), itulah undangan agar hidup mereka diubahkan oleh-Nya, menjadi sama seperti Dia, dan menghayati kerinduan-Nya untuk menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan Juruselamat. Kehormatan besar untuk menjadi pengikut-Nya haruslah juga terlihat nyata dalam hidup kita. Kita pun telah dipanggil untuk menarik perhatian dunia melalui ucapan, pikiran, dan tindakan kita yang meneladan Yesus—Sang Rabi dan Guru bagi jiwa kita.



Terima kasih, Tuhan, atas kehormatan besar mendapat panggilan untuk mengikut-Mu. Kiranya hidupku dapat meneladan-Mu sehingga orang lain akan tahu bahwa Engkaulah tujuan hidupku dan guru bagi jiwaku.


Ikutilah Yesus dan biarlah dunia tahu bahwa Dialah guru Anda.






from Santapan Rohani http://ift.tt/1GEEJkM

via IFTTT

Kehormatan Untuk Mengikuti

Info

Senin, 10 November 2014


Kehormatan Untuk Mengikuti



4:18 Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan.


4:19 Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."


4:20 Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.


4:21 Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka


4:22 dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.



Yesus berkata kepada mereka: ”Mari, ikutlah Aku.” —Matius 4:19


Kehormatan Untuk Mengikuti


Dalam kunjungannya ke Yerusalem, seorang teman melihat seorang rabi yang telah lanjut usia sedang berjalan melewati Tembok Ratapan. Yang menarik dari sang rabi tua tersebut adalah adanya lima pemuda yang ikut berjalan di belakangnya. Mereka juga berjalan dengan membungkuk dan terseok-seok, sama seperti yang dilakukan oleh rabi mereka. Seorang penganut agama Yahudi Ortodoks yang memperhatikan mereka pasti segera tahu persis mengapa mereka meniru gerak-gerik guru mereka. Mereka adalah “para pengikut”.


Sepanjang sejarah agama Yahudi, salah satu kedudukan yang paling dijunjung oleh seorang pria Yahudi adalah hak istimewa untuk menjadi “pengikut” dari seorang rabi di daerahnya. Para pengikut biasanya duduk di kaki sang rabi saat ia mengajar. Mereka akan mempelajari kata-katanya dan memperhatikan bagaimana ia bertindak dan menanggapi hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Seorang pengikut melihat dirinya mendapat kehormatan besar apabila ia dapat melayani rabinya, sekalipun yang dilakukannya adalah sesuatu yang sepele. Karena kekaguman mereka, mereka pun bertekad untuk menjadi sama seperti sang rabi.


Ketika Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk mengikut Dia (Mat. 4:19), itulah undangan agar hidup mereka diubahkan oleh-Nya, menjadi sama seperti Dia, dan menghayati kerinduan-Nya untuk menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan Juruselamat. Kehormatan besar untuk menjadi pengikut-Nya haruslah juga terlihat nyata dalam hidup kita. Kita pun telah dipanggil untuk menarik perhatian dunia melalui ucapan, pikiran, dan tindakan kita yang meneladan Yesus—Sang Rabi dan Guru bagi jiwa kita. —JMS


Terima kasih, Tuhan, atas kehormatan besar mendapat

panggilan untuk mengikut-Mu. Kiranya hidupku dapat

meneladan-Mu sehingga orang lain akan tahu bahwa

Engkaulah tujuan hidupku dan guru bagi jiwaku.


Ikutilah Yesus dan biarlah dunia tahu bahwa Dialah gurumu.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Sabtu, 08 November 2014

Merobohkan Tembok

Info

Minggu, 9 November 2014


Merobohkan Tembok



50:15 Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: "Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."


50:16 Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf: "Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan:


50:17 Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya.


50:18 Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu."


50:19 Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?


50:20 Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.


50:21 Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.



Ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya. —Kejadian 50:21


Merobohkan Tembok


Masa-masa setelah berakhirnya Perang Dunia II disebut sebagai masa Perang Dingin, dimana negara-negara saling melontarkan ancaman dan berebut kekuasaan. Tembok Berlin, yang dibangun pada bulan Agustus 1961, pernah berdiri selama hampir 3 dekade sebagai salah satu simbol yang paling kuat dari permusuhan yang membara. Kemudian, pada 9 November 1989, tersebar pengumuman bahwa warga Berlin Timur dapat menyeberang dengan bebas ke Berlin Barat. Seluruh tembok itu akhirnya dirobohkan pada tahun berikutnya.


Kisah Yusuf yang terkenal dalam Perjanjian Lama mengisahkan tentang seorang anak kesayangan yang dibenci oleh saudara-saudaranya (Kej. 37-50). Meski demikian, Yusuf menolak untuk mendirikan tembok kebencian yang memisahkan dirinya dengan saudara-saudaranya yang telah menjualnya sebagai budak. Ketika bertahun-tahun kemudian bencana kelaparan mempertemukan mereka, Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya dengan kebaikan hati, dan mengatakan, “Kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, . . . Ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya” (50:20-21), dan sikapnya itu menolong memulihkan hubungan kedua belah pihak.


Hari ini, dua puluh lima tahun yang lalu, sebuah tembok penindas buatan manusia telah dirobohkan, sehingga kemerdekaan bisa dirasakan dan para anggota keluarga serta sahabat dapat bersatu kembali.


Jika kita telah mendirikan tembok kemarahan yang memisahkan kita dari sesama, Tuhan bersedia dan sanggup menolong kita untuk mulai merobohkannya hari ini. —DCM


Bapa Surgawi, selidikilah hatiku; nyatakan padaku di mana saja

aku telah mendirikan tembok dalam semua relasiku dengan sesama.

Tunjukkanlah kepadaku cara untuk mulai merobohkannya

agar terjalin kembali perdamaian dengan mereka.


Amarah akan mendirikan tembok; tetapi kasih akan merobohkannya.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Jumat, 07 November 2014

Jeruk Atau Susu?

Info

Sabtu, 8 November 2014


Jeruk Atau Susu?



5:5 Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini",


5:6 sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: "Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek."


5:7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.


5:8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,


5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,


5:10 dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.


5:11 Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.


5:12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.


5:13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.


5:14 Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.



Makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa. —Ibrani 5:14


Jeruk Atau Susu?


Saat saya memberi tahu putri saya yang masih kecil bahwa seorang bayi laki-laki berusia 3 bulan akan datang berkunjung ke rumah kami, ia merasa sangat gembira. Dalam kepolosannya, putri saya menyarankan agar kami menyajikan makanan yang kami punya untuk bayi tersebut; dan ia mengira si bayi akan menyukai jus jeruk dari mangkuk yang ada di atas meja dapur kami. Saya menjelaskan kepadanya bahwa untuk saat ini bayi itu hanya dapat minum susu, tetapi mungkin ia akan menyukai jus jeruk ketika sudah lebih besar nanti.


Alkitab menggunakan konsep yang serupa untuk menjelaskan tentang kebutuhan orang percaya akan makanan rohani. Kebenaran-kebenaran dasar dari Kitab Suci adalah seperti susu—berguna untuk menolong orang-orang yang baru percaya supaya bertumbuh dan berkembang (1Ptr. 2:2-3). Sebaliknya, “Makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa” (Ibr. 5:14). Orang percaya yang sudah memiliki waktu untuk mencerna dan memahami kebenaran-kebenaran dasar dapat beranjak untuk mencermati konsep-konsep alkitabiah lainnya dan mulai mengajarkan kebenaran itu kepada orang lain. Buah dari kedewasaan rohani adalah kebijaksanaan untuk membedakan yang baik dan yang jahat (ay.14), hikmat ilahi (1Kor. 2:6), dan kemampuan untuk menyampaikan kebenaran Allah kepada sesama (Ibr. 5:12).


Seperti orangtua yang penuh kasih, Allah ingin supaya iman kita bertumbuh. Dia tahu bahwa menikmati susu rohani saja tidak akan membawa kebaikan untuk kita. Allah menghendaki kita untuk terus melangkah maju agar kita dapat menikmati santapan rohani yang lebih keras. —JBS


Ya Tuhanku, tolong aku untuk memperdalam pemahamanku

akan firman-Mu. Biarlah Roh Kudus menuntunku

dan menerangi hatiku pada saat aku mencari kebenaran-Mu

sehingga aku dapat hidup menurut kehendak-Mu.


Pertumbuhan rohani terjadi ketika iman dipupuk.


facebook google_plus


Artikel ini termasuk dalam kategori Santapan Rohani, SaTe Kamu







from WarungSateKaMu.org

via IFTTT

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari