Minggu, 31 Juli 2011

Kesegaran Bagi Jiwa

Ayat bacaan: Mazmur 19:8
==================
"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman."

kesegaran bagi jiwaSetelah lelah bekerja sepanjang hari dan panas-panasan di tengah kemacetan luar biasa di jalan raya dalam perjalanan pulang, tidakkah anda merindukan sesuatu yang menyegarkan untuk dinikmati begitu anda tiba di rumah? Bentuk dari kata "segar" ini bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang langsung membayangkan segelas teh dingin, sirup, sejuknya air mengenai muka atau seluruh tubuh dengan mandi, berbaring di ruangan ber-AC atau sekedar duduk di sofa yang empuk. Ada yang menganggap bermain dengan anak-anak sepulang kerja merupakan sesuatu yang terasa sangat menyegarkan dan bisa memulihkan keletihan dengan cepat, menonton televisi dan sebagainya. Atau bahkan memilih beberapa dari yang saya sebutkan itu sekaligus atau dalam urutan tertentu. Yang pasti, di saat kita lelah sesuatu yang menyegarkan itu akan terasa sangat indah. Bahkan ketika itu masih kita pikirkan saja kita bisa tersenyum sendiri membayangkannya. We need a refreshment, we need to be restored. Semua orang butuh itu.

Tidak hanya tubuh, tapi kondisi spiritual pun sama. Setiap hari ketahanan spiritual atau rohani kita terus berhadapan dengan berbagai kondisi yang melelahkan. Berperang baik melawan berbagai keinginan daging dari diri sendiri maupun berbagai godaan iblis yang terus berusaha untuk menjatuhkan kita, menghadapi tawaran-tawaran yang sekilas terlihat menjanjikan namun di balik itu tersimpan banyak penyesatan dan sebagainya. Kondisi ini kita hadapi setiap hari, dan jika tidak dijaga, keadaan rohani kita pun bisa kehabisan energi, mengering, drained out. Betapa berbahayanya jika kita membiarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tidak lagi punya daya tahan kuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang bisa melemahkan bahkan menghancurkan kondisi spiritual kita. Seperti halnya tubuh kita yang lelah butuh sesuatu yang menyegarkan, secara rohani kita pun butuh hal yang sama agar tidak keburu kering dan terkapar lemas. Just like our body, our spirit needs to be restored and refreshed as well.

Kesegaran secara jasmani bisa kita peroleh dari berbagai hal yang saya sebutkan dalam paragraf pembuka renungan hari ini. Tidakkah semua itu rasanya menyegarkan? Tetapi kesegaran rohani tidak bisa kita peroleh lewat semua itu. Kesegaran rohani kita akan sangat tergantung dari asupan Firman Tuhan. Firman Tuhan akan selalu menguatkan, meneguhkan, memberi kelegaan dan menyegarkan. Dan jiwa kita, seperti halnya tubuh kita butuh penyegaran setiap saat. Dan itu tertulis jelas dalam kitab Mazmur. "Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman." (Mazmur 19:8). Firman Tuhan mampu menjawab kebutuhan akan kesegaran jiwa. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "The law of the Lord is perfect, restoring the whole person."

Restoring. Memulihkan. Bayangkan jika anda penggemar game dan tokoh yang anda mainkan tengah berada dalam keadaan sekarat akibat terus digempur musuh. Tidakkah anda akan senang sekali jika bertemu dengan item-item yang bisa kembali merestorasi atau mengembalikan "health-bar" dari tokoh anda itu kepada kondisi sempurna? Seperti itu pula Firman Tuhan mampu merestorasi atau mengembalikan kesegaran dari jiwa dan roh kita yang sudah lelah akibat terus digempur berbagai hal negatif setiap harinya. Hidup di dunia yang sulit ini akan membuat stamina rohani kita dengan cepat terkuras. Karenanya kita sangat membutuhkan "a splash of fresh cold water", percikan air yang akan mengembalikan kesegaran jiwa kita. Dalam Yesaya kita bisa melihat janji Tuhan yang begitu indah buat kita: "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu. Mereka akan tumbuh seperti rumput di tengah-tengah air, seperti pohon-pohon gandarusa di tepi sungai." (Yesaya 44:3-4). Pengenalan yang kontinu, terus menerus akan Tuhan pun akan memberikan kita kesegaran seperti ini seperti yang tertulis dalam Hosea. "Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3) Betapa menyegarkannya hujan yang turun di saat kemarau, dan itulah janji Tuhan untuk kita yang mau bersungguh-sungguh mau mengenalNya.

Sungguh sangat penting bagi kita untuk terus membekali dan menjaga kesegaran jiwa kita dengan firman Tuhan. Daud tahu bagaimana bahagianya jika ia tetap berada dekat dengan firman Tuhan yang penuh dengan kuasa. Bacalah Mazmur 119 dimana Daud mendeskripsikan dengan panjang lebar dan lengkap mengenai bahagianya orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Semua itu tentu terasa sangat menyegarkan bagi jiwa. Berkali-kali pula Daud memberikan testimoni dari pengalamannya hidup dekat dengan firman Tuhan. Salah satunya berbunyi seperti ini: "Aku mendapatkan kebahagiaan dalam mentaati perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:55). Dalam bahasa Inggris (amplified)nya kita bisa menemukan kalimat yang lebih detail: "This I have had [as the gift of Your grace and as my reward]: that I have kept Your precepts [hearing, receiving, loving, and obeying them]." Jangan biarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tetaplah dekat dengan firman Tuhan agar jiwa kita tetap segar dengan daya tahan yang kuat sehingga kita bisa menghadapi segala tantangan dan kesulitan setiap hari dengan teguh.

Segarkan jiwa dengan Firman Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kesegaran Bagi Jiwa

Ayat bacaan: Mazmur 19:8
==================
"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman."

kesegaran bagi jiwaSetelah lelah bekerja sepanjang hari dan panas-panasan di tengah kemacetan luar biasa di jalan raya dalam perjalanan pulang, tidakkah anda merindukan sesuatu yang menyegarkan untuk dinikmati begitu anda tiba di rumah? Bentuk dari kata "segar" ini bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang langsung membayangkan segelas teh dingin, sirup, sejuknya air mengenai muka atau seluruh tubuh dengan mandi, berbaring di ruangan ber-AC atau sekedar duduk di sofa yang empuk. Ada yang menganggap bermain dengan anak-anak sepulang kerja merupakan sesuatu yang terasa sangat menyegarkan dan bisa memulihkan keletihan dengan cepat, menonton televisi dan sebagainya. Atau bahkan memilih beberapa dari yang saya sebutkan itu sekaligus atau dalam urutan tertentu. Yang pasti, di saat kita lelah sesuatu yang menyegarkan itu akan terasa sangat indah. Bahkan ketika itu masih kita pikirkan saja kita bisa tersenyum sendiri membayangkannya. We need a refreshment, we need to be restored. Semua orang butuh itu.

Tidak hanya tubuh, tapi kondisi spiritual pun sama. Setiap hari ketahanan spiritual atau rohani kita terus berhadapan dengan berbagai kondisi yang melelahkan. Berperang baik melawan berbagai keinginan daging dari diri sendiri maupun berbagai godaan iblis yang terus berusaha untuk menjatuhkan kita, menghadapi tawaran-tawaran yang sekilas terlihat menjanjikan namun di balik itu tersimpan banyak penyesatan dan sebagainya. Kondisi ini kita hadapi setiap hari, dan jika tidak dijaga, keadaan rohani kita pun bisa kehabisan energi, mengering, drained out. Betapa berbahayanya jika kita membiarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tidak lagi punya daya tahan kuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang bisa melemahkan bahkan menghancurkan kondisi spiritual kita. Seperti halnya tubuh kita yang lelah butuh sesuatu yang menyegarkan, secara rohani kita pun butuh hal yang sama agar tidak keburu kering dan terkapar lemas. Just like our body, our spirit needs to be restored and refreshed as well.

Kesegaran secara jasmani bisa kita peroleh dari berbagai hal yang saya sebutkan dalam paragraf pembuka renungan hari ini. Tidakkah semua itu rasanya menyegarkan? Tetapi kesegaran rohani tidak bisa kita peroleh lewat semua itu. Kesegaran rohani kita akan sangat tergantung dari asupan Firman Tuhan. Firman Tuhan akan selalu menguatkan, meneguhkan, memberi kelegaan dan menyegarkan. Dan jiwa kita, seperti halnya tubuh kita butuh penyegaran setiap saat. Dan itu tertulis jelas dalam kitab Mazmur. "Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman." (Mazmur 19:8). Firman Tuhan mampu menjawab kebutuhan akan kesegaran jiwa. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "The law of the Lord is perfect, restoring the whole person."

Restoring. Memulihkan. Bayangkan jika anda penggemar game dan tokoh yang anda mainkan tengah berada dalam keadaan sekarat akibat terus digempur musuh. Tidakkah anda akan senang sekali jika bertemu dengan item-item yang bisa kembali merestorasi atau mengembalikan "health-bar" dari tokoh anda itu kepada kondisi sempurna? Seperti itu pula Firman Tuhan mampu merestorasi atau mengembalikan kesegaran dari jiwa dan roh kita yang sudah lelah akibat terus digempur berbagai hal negatif setiap harinya. Hidup di dunia yang sulit ini akan membuat stamina rohani kita dengan cepat terkuras. Karenanya kita sangat membutuhkan "a splash of fresh cold water", percikan air yang akan mengembalikan kesegaran jiwa kita. Dalam Yesaya kita bisa melihat janji Tuhan yang begitu indah buat kita: "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu. Mereka akan tumbuh seperti rumput di tengah-tengah air, seperti pohon-pohon gandarusa di tepi sungai." (Yesaya 44:3-4). Pengenalan yang kontinu, terus menerus akan Tuhan pun akan memberikan kita kesegaran seperti ini seperti yang tertulis dalam Hosea. "Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3) Betapa menyegarkannya hujan yang turun di saat kemarau, dan itulah janji Tuhan untuk kita yang mau bersungguh-sungguh mau mengenalNya.

Sungguh sangat penting bagi kita untuk terus membekali dan menjaga kesegaran jiwa kita dengan firman Tuhan. Daud tahu bagaimana bahagianya jika ia tetap berada dekat dengan firman Tuhan yang penuh dengan kuasa. Bacalah Mazmur 119 dimana Daud mendeskripsikan dengan panjang lebar dan lengkap mengenai bahagianya orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Semua itu tentu terasa sangat menyegarkan bagi jiwa. Berkali-kali pula Daud memberikan testimoni dari pengalamannya hidup dekat dengan firman Tuhan. Salah satunya berbunyi seperti ini: "Aku mendapatkan kebahagiaan dalam mentaati perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:55). Dalam bahasa Inggris (amplified)nya kita bisa menemukan kalimat yang lebih detail: "This I have had [as the gift of Your grace and as my reward]: that I have kept Your precepts [hearing, receiving, loving, and obeying them]." Jangan biarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tetaplah dekat dengan firman Tuhan agar jiwa kita tetap segar dengan daya tahan yang kuat sehingga kita bisa menghadapi segala tantangan dan kesulitan setiap hari dengan teguh.

Segarkan jiwa dengan Firman Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sabtu, 30 Juli 2011

Bedtime Story

Ayat bacaan: Ulangan 11:19
====================
"Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun"

bedtime storyJika kita menonton film dari luar maka kita sering melihat anak-anak mereka dibacakan bedtime story alias dongeng sebelum tidur. Anak-anak itu akan mendengarkan kisah-kisah yang dibacakan oleh ibu atau ayah mereka hingga terlelap. Kebiasaan ini mungkin sudah semakin jarang dilakukan oleh para orang tua di negara kita seiring dengan kesibukan yang terus menyita waktu. Sebagian lain beranggapan bahwa dongeng sebelum tidur itu buang-buang waktu dan tidak bermanfaat apa-apa bagi anak mereka, selain menyusahkan diri mereka saja yang sudah lelah bekerja sepanjang hari. Saya termasuk satu dari sekian anak yang beruntung sempat merasakan indahnya mendengar berbagai kisah menjelang tidur baik dari ibu maupun nenek saya. Sampai hari ini ketika usia saya sudah dewasa saya masih mengingat betul bagaimana rasanya mendengar cerita demi cerita hampir setiap malam. Sebagian besar cerita itu bahkan masih saya ingat betul hingga hari ini.

Benarkah membacakan dongeng sebelum tidur itu tidak berguna? Berkaca dari pengalaman saya, saya berani menjawab tidak. Waktu di malam hari sebelum tidur sesungguhnya merupakan waktu yang paling tepat untuk membangun hubungan yang dekat dan intim dengan anak-anak kita. Di siang hari mereka sibuk bermain dan kita sibuk bekerja, maka menjelang tidur merupakan waktu yang sangat indah untuk dipakai terhubung sangat dekat dengan anak-anak kita. Di saat seperti itu kita bisa mengajarkan banyak kebijaksanaan kepada mereka lewat dongeng-dongeng yang akan melekat dalam hidup mereka hingga waktu yang sangat lama. Itu akan sangat berguna sebagai bekal bagi mereka. Alangkah indahnya apabila momen-momen seperti itu dipakai untuk mengenalkan mereka kepada Firman Tuhan, menceritakan kisah-kisah tokoh Alkitab yang mudah mereka cerna, menjelaskan pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya dengan bahasa yang sederhana sehingga mereka sejak kecil sudah mulai mengenal Tuhan dan segala kebaikanNya. Ini akan menjadi bekal yang sangat berguna bagi mereka untuk menjalani kehidupan yang akan semakin berat kedepannya.

Alkitab pun menganjurkan kita, para orang tua untuk mengenalkan pribadi Tuhan sedini mungkin. Dalam kitab Ulangan dikatakan: "Kamu tahu sekarang--kukatakan bukan kepada anak-anakmu, yang tidak mengenal dan tidak melihat hajaran TUHAN, Allahmu--kebesaran-Nya, tangan-Nya yang kuat dan lengan-Nya yang teracung...Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 11:2,19). Mengacu kepada ayat ini kita bisa melihat bahwa apa yang kita ketahui mengenai Tuhan, bagaimana karya-karyaNya dalam hidup kita, kuasaNya yang menaungi kita, segala sesuatu yang telah Dia lakukan kepada umatNya tidaklah boleh berhenti hanya sampai pada diri kita saja, melainkan harus kita teruskan kepada anak-anak kita, generasi-generasi selanjutnya yang akan tumbuh menjadi dewasa di masa depan. Dan salah satu cara yang sangat baik adalah dengan menceritakan kisah-kisah dalam Alkitab kepada mereka sejak dini secara terus menerus atau berulang-ulang. Alkitab mengandung kebenaran kekal tentu dapat membentuk karakter mereka agar bisa bertumbuh dengan pengenalan yang baik akan Tuhan.

Dalam Mazmur dikatakan "Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang." (Mazmur 127:4-5). Ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat baik. Kita harus mampu mengarahkan anak-anak kita, seperti halnya kita mengarahkan anak-anak panah untuk menuju kepada sasaran yang tepat, tidak melenceng ke kiri dan ke kanan. Jika kita mampu melakukan hal itu, maka pada suatu saat nanti kita akan puas dan bangga melihat bagaimana anak-anak yang telah kita persiapkan sejak awal dengan firman Tuhan ini tumbuh menjadi sosok-sosok yang sanggup menjadi teladan yang menginspirasi banyak orang. Semua tergantung dari kemauan dan kepedulian kita, apakah kita mau meluangkan waktu untuk anak-anak kita atau membiarkan mereka terserak tanpa arah. Ada begitu banyak kisah di dalam Alkitab yang akan sanggup membekali mereka dengan baik dan mengenalkan pribadi Yesus sejak dini yang siap dipakai untuk itu.

Kembali kepada kitab Ulangan 11 di atas, selanjutnya dikatakan: "engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 20). Tidak saja kita harus membekali mereka secara berulang-ulang akan kebenaran Firman Tuhan sejak dini, termasuk di dalamnya pada saat mereka menjelang tidur, tetapi kita pun dituntut untuk menjadi contoh hidup dari segala sesuatu yang kita ajarkan. Anak akan cenderung meniru sikap dan perilaku orang tuanya, karena itu kita tidak boleh berhenti hanya sampai mengajarkan berulang-ulang, tetapi juga menjadi contoh langsung dari semua itu. Alangkah tidak adilnya apabila kita menghukum mereka atas kesalahan yang dilakukan sementara kita bisa melakukan semua itu di depan mereka bukan?

Evaluasi-evaluasi dan membangun nilai-nilai kehidupan bagi anak-anak kita pada jam-jam menjelang tidur akan sangat efektif untuk dilakukan. Dan cara lewat membacakan kisah-kisah Alkitab yang mengandung kebenaran Firman Tuhan ini merupakan cara yang disukai oleh anak-anak. Hikmat kebijaksanaan dan kebenaran Firman akan bisa meresap di hati mereka dan tinggal untuk waktu yang lama disana. Paulus menyampaikan dalam surat Korintus: "Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." (1 Korintus 10:11). Segala kisah yang terkandung di dalam Alkitab bisa menjadi contoh yang baik untuk mengajarkan anak-anak atau adik-adik kita sejak kecil untuk mengetahui mana yang benar dan salah, termasuk pula menyadari konsekuensi-konsekuensi dari setiap tindakan. Baik dari tokoh yang berhasil dan gagal, kisah-kisah yang dialami secara nyata oleh para tokoh Alkitab akan mampu memberikan pelajaran berharga yang pastinya sangat berguna sebagai bekal bagi kehidupan mereka di masa depan. Di waktu santai seperti itu pula anda akan mendapatkan waktu yang paling indah dan strategis untuk membangun hubungan yang dekat dengan anak-anak anda. Masa depan mereka ada pada kita, dan sangat tergantung dari apa yang kita ajarkan atau contohkan. Bagi teman-teman yang mempunyai anak-anak kecil, manfaatkanlah waktu-waktu di malam hari sekarang juga untuk menanamkan kebenaran Firman Tuhan kepada mereka. Jangan tunda lagi karena pada suatu ketika mereka sudah bertumbuh besar dan semua itu bisa jadi sudah terlambat.

Bagaimana kita mengarahkan anak-anak kita sejak kecil akan sangat menentukan masa depan mereka

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Bedtime Story

Ayat bacaan: Ulangan 11:19
====================
"Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun"

bedtime storyJika kita menonton film dari luar maka kita sering melihat anak-anak mereka dibacakan bedtime story alias dongeng sebelum tidur. Anak-anak itu akan mendengarkan kisah-kisah yang dibacakan oleh ibu atau ayah mereka hingga terlelap. Kebiasaan ini mungkin sudah semakin jarang dilakukan oleh para orang tua di negara kita seiring dengan kesibukan yang terus menyita waktu. Sebagian lain beranggapan bahwa dongeng sebelum tidur itu buang-buang waktu dan tidak bermanfaat apa-apa bagi anak mereka, selain menyusahkan diri mereka saja yang sudah lelah bekerja sepanjang hari. Saya termasuk satu dari sekian anak yang beruntung sempat merasakan indahnya mendengar berbagai kisah menjelang tidur baik dari ibu maupun nenek saya. Sampai hari ini ketika usia saya sudah dewasa saya masih mengingat betul bagaimana rasanya mendengar cerita demi cerita hampir setiap malam. Sebagian besar cerita itu bahkan masih saya ingat betul hingga hari ini.

Benarkah membacakan dongeng sebelum tidur itu tidak berguna? Berkaca dari pengalaman saya, saya berani menjawab tidak. Waktu di malam hari sebelum tidur sesungguhnya merupakan waktu yang paling tepat untuk membangun hubungan yang dekat dan intim dengan anak-anak kita. Di siang hari mereka sibuk bermain dan kita sibuk bekerja, maka menjelang tidur merupakan waktu yang sangat indah untuk dipakai terhubung sangat dekat dengan anak-anak kita. Di saat seperti itu kita bisa mengajarkan banyak kebijaksanaan kepada mereka lewat dongeng-dongeng yang akan melekat dalam hidup mereka hingga waktu yang sangat lama. Itu akan sangat berguna sebagai bekal bagi mereka. Alangkah indahnya apabila momen-momen seperti itu dipakai untuk mengenalkan mereka kepada Firman Tuhan, menceritakan kisah-kisah tokoh Alkitab yang mudah mereka cerna, menjelaskan pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya dengan bahasa yang sederhana sehingga mereka sejak kecil sudah mulai mengenal Tuhan dan segala kebaikanNya. Ini akan menjadi bekal yang sangat berguna bagi mereka untuk menjalani kehidupan yang akan semakin berat kedepannya.

Alkitab pun menganjurkan kita, para orang tua untuk mengenalkan pribadi Tuhan sedini mungkin. Dalam kitab Ulangan dikatakan: "Kamu tahu sekarang--kukatakan bukan kepada anak-anakmu, yang tidak mengenal dan tidak melihat hajaran TUHAN, Allahmu--kebesaran-Nya, tangan-Nya yang kuat dan lengan-Nya yang teracung...Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 11:2,19). Mengacu kepada ayat ini kita bisa melihat bahwa apa yang kita ketahui mengenai Tuhan, bagaimana karya-karyaNya dalam hidup kita, kuasaNya yang menaungi kita, segala sesuatu yang telah Dia lakukan kepada umatNya tidaklah boleh berhenti hanya sampai pada diri kita saja, melainkan harus kita teruskan kepada anak-anak kita, generasi-generasi selanjutnya yang akan tumbuh menjadi dewasa di masa depan. Dan salah satu cara yang sangat baik adalah dengan menceritakan kisah-kisah dalam Alkitab kepada mereka sejak dini secara terus menerus atau berulang-ulang. Alkitab mengandung kebenaran kekal tentu dapat membentuk karakter mereka agar bisa bertumbuh dengan pengenalan yang baik akan Tuhan.

Dalam Mazmur dikatakan "Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang." (Mazmur 127:4-5). Ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat baik. Kita harus mampu mengarahkan anak-anak kita, seperti halnya kita mengarahkan anak-anak panah untuk menuju kepada sasaran yang tepat, tidak melenceng ke kiri dan ke kanan. Jika kita mampu melakukan hal itu, maka pada suatu saat nanti kita akan puas dan bangga melihat bagaimana anak-anak yang telah kita persiapkan sejak awal dengan firman Tuhan ini tumbuh menjadi sosok-sosok yang sanggup menjadi teladan yang menginspirasi banyak orang. Semua tergantung dari kemauan dan kepedulian kita, apakah kita mau meluangkan waktu untuk anak-anak kita atau membiarkan mereka terserak tanpa arah. Ada begitu banyak kisah di dalam Alkitab yang akan sanggup membekali mereka dengan baik dan mengenalkan pribadi Yesus sejak dini yang siap dipakai untuk itu.

Kembali kepada kitab Ulangan 11 di atas, selanjutnya dikatakan: "engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 20). Tidak saja kita harus membekali mereka secara berulang-ulang akan kebenaran Firman Tuhan sejak dini, termasuk di dalamnya pada saat mereka menjelang tidur, tetapi kita pun dituntut untuk menjadi contoh hidup dari segala sesuatu yang kita ajarkan. Anak akan cenderung meniru sikap dan perilaku orang tuanya, karena itu kita tidak boleh berhenti hanya sampai mengajarkan berulang-ulang, tetapi juga menjadi contoh langsung dari semua itu. Alangkah tidak adilnya apabila kita menghukum mereka atas kesalahan yang dilakukan sementara kita bisa melakukan semua itu di depan mereka bukan?

Evaluasi-evaluasi dan membangun nilai-nilai kehidupan bagi anak-anak kita pada jam-jam menjelang tidur akan sangat efektif untuk dilakukan. Dan cara lewat membacakan kisah-kisah Alkitab yang mengandung kebenaran Firman Tuhan ini merupakan cara yang disukai oleh anak-anak. Hikmat kebijaksanaan dan kebenaran Firman akan bisa meresap di hati mereka dan tinggal untuk waktu yang lama disana. Paulus menyampaikan dalam surat Korintus: "Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." (1 Korintus 10:11). Segala kisah yang terkandung di dalam Alkitab bisa menjadi contoh yang baik untuk mengajarkan anak-anak atau adik-adik kita sejak kecil untuk mengetahui mana yang benar dan salah, termasuk pula menyadari konsekuensi-konsekuensi dari setiap tindakan. Baik dari tokoh yang berhasil dan gagal, kisah-kisah yang dialami secara nyata oleh para tokoh Alkitab akan mampu memberikan pelajaran berharga yang pastinya sangat berguna sebagai bekal bagi kehidupan mereka di masa depan. Di waktu santai seperti itu pula anda akan mendapatkan waktu yang paling indah dan strategis untuk membangun hubungan yang dekat dengan anak-anak anda. Masa depan mereka ada pada kita, dan sangat tergantung dari apa yang kita ajarkan atau contohkan. Bagi teman-teman yang mempunyai anak-anak kecil, manfaatkanlah waktu-waktu di malam hari sekarang juga untuk menanamkan kebenaran Firman Tuhan kepada mereka. Jangan tunda lagi karena pada suatu ketika mereka sudah bertumbuh besar dan semua itu bisa jadi sudah terlambat.

Bagaimana kita mengarahkan anak-anak kita sejak kecil akan sangat menentukan masa depan mereka

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Jumat, 29 Juli 2011

Minggu Biasa XVIII - Yes 55:1-3; Rm 8:35.37-39; Mat 14:13-21


"Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit."

Mg Biasa XVIII: Yes 55:1-3; Rm 8:35.37-39; Mat 14:13-21

Dalam perjalanan ke luar negeri sendirian, dari Jakarta ke Eropa, secara kebetulan dengan pesawat KLM. Di dalam pesawat saya memperoleh tempat duduk dekat gang sedangkan di samping saya adalah seorang anak kecil bersama dengan ibunya di dekat jendela. Kami sempat omong-omong sebentar, saling memberi salam dan ceritera kesana-kemari dengan sang ibu (kebetulan berkewarnegaraan Prancis dan dapat berbahasa Inggris). Di tengah perjalanan sang anak minta diambilkan tas yang berada di bagasi kabin, dan setelah tas  dibuka ia  mengeluarkan bungkunan potongan-potongan kue. Begitu bungkusan terbuka sang anak, yang kurang lebih usia 10 th tersebut, berkata kepada saya "Sir, please take one". Saya sungguh tersentuh dan terharu menyaksikan anak ini dan dalam hati saya bertanya "anak ini pasti menerima pendidikan yang baik dari ibunya perihal kepekaan terhadap orang lain, kepedulian terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan". Saya teringat akan pengalaman tersebut setelah merenungkan warta gembira hari ini dimana "Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.". Maka baiklah kita yang beriman kepada Yesus Kristus meneladan semangat atau sikap mentalNya.

 

"Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit." (Mat 14:14)

Pertama-tama marilah kita renungkan kata 'mendarat': mendarat antara lain berarti menyentuh tanah, menapakkan kakinya di atas tanah. Mendarat dapat berasal dari laut atau udara, yang berarti berasal dari suatu tempat yang monoton dan kurang variasi sebagaimana di daratan. Berjalan di atas air dengan perahu atau udara dengan pesawat terbang yang dilihat ya hanya itu-itu saja, sedangkan berjalan di daratan akan melihat aneka macam benda, orang, peristiwa dst.. Di dalam perahu atau pesawat terbang pada umumnya tidak akan ada orang yang menderita kelaparan atau kehausan, sementara itu di daratan dapat kita lihat dan temukan orang-orang yang menderita kelaparan, sakit atau miskin.

Marilah kita meneladan Yesus, yang mendarat dan berkeliling dari desa ke desa alias 'turba', turun ke bawah. Saya percaya jika kita sungguh turun ke bawah alias melihat ke bawah pasti akan melihat orang yang banyak jumlahnya, yang mengharapkan belas kasihan karena menderita, miskin atau kelaparan. Saya percaya jika kita sungguh beriman, maka hati kita akan tergerak untuk membantu mereka yang menderita, miskin, kelaparan atau berkekurangan. Marilah kita menjadi 'man or woman with/for others' serta buka hati kita terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan dalam berbagai hal di lingkungan hidup kita masing-masing atau di mana kita berada atau ke mana kita bepergian.  

"Allah menghendaki, supaya  bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cintakasih" (Vatikan II: GS no 69). Aneka jenis harta benda pada dasarnya bersifat sosial, maka semakin kaya akan aneka harta benda seharusnya semakin sosial.  Dengan rendah hati kami mengajak dan mengingatkan siapa saja yang kaya akan harta benda atau uang untuk hidup dan bertindak sosial. Tentu saja tidak hanya mereka yang berkelebihan atau  kaya yang harus sosial, tetapi kita semua umat beriman diharapkan  hidup dan bertindak sosial. Marilah kita bersikap mental memberi; memberi dari kekurangan atau keterbatasan kita. Ingat memberi dari kelebihan atau kelimpahan berarti membuang sampah, dengan kata lain menjadikan mereka yang menerima pemberian kita sebagai kotak sampah. Pemberian atau sumbangan sejati memang disertai oleh pengorbanan. Kami percaya jika kita semua hidup dan bertindak sosial, maka tidak akan ada lagi orang yang menderita, sakit, miskin dan berkekurangan. Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian iman Paulus di bawah ini.

"Aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Rm 8:38-39)

Beriman kepada Yesus Kristus berarti mempersembahkan diri kepadaNya, sehingga mau tak mau cara hidup dan cara bertindak kita akan dijiwai atau dipengaruhiNya alias kita hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabdaNya serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Itulah kiranya arti dari " segala sesuatu tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita".  Kasih senantiasa berarti saling mengasihi, maka kasih Allah kepada kita berarti relasi kita dengan Allah saling mengasihi, dan karena Allah Maha Kasih, maka mau tak mau kasih Allah akan menguasai dan menjiwai kita, sehingga tak ada bentuk kasih, sapaan, sentuhan atau perlakuan makhluk lain yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah.

Kasih hendaknya tidak berhenti dalam wacana atau omongan, melainkan menjadi nyata dalam perilaku atau tindakan. Bukti atau tanda bahwa kasih Allah menguasai kita berarti kita akan senantiasa hidup saling mengasihi. Karena kasih itu bebas dan tak terbatas, maka dalam hidup saling mengasihi kita juga tak mungkin dibatasi oleh SARA, usia, jabatan, kedudukan, fungsi dst.. Kasih akan sungguh menjadi nyata ketika kasih itu kita berikan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, apalagi dalam bentuk harta benda atau uang, karena mereka tak akan mungkin mengembalikan apa yang telah mereka terima tersebut. Sementara itu memberi kepada mereka yang kaya atau berlebihan sering diperlakukan secara bisnis, karena ada kemungkinan mereka yang menerima pemberian akan mengembalikan lagi dalam suatu kesempatan dalam jumlah yang lebih besar.  Memberi dengan rela, iklas dan penuh kasih tanpa mengharapkan kembali itulah kasih sejati, sebagaimana sering kita dengar dalam lagu "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia".

Tanda bermaksud merendahkan rekan-rekan laki-laki, kiranya rekan-rekan perempuan lebih mampu menghayati kasih daripada laki-laki, sebagaimana tercermin dalam lagu di atas. Rekan perempuan, khususnya para ibu memang telah memiliki pengalaman mendalam akan kasih yang penuh pengorbanan ketika mengandung, melahirkan dan mendampingi anaknya. Hal ini kiranya sesuai dengan jati diri perempuan yang memiliki rahim, dimana di dalam rahim tumbuh berkembang kehidupan, yang terkasih, dalam dan oleh kasih atau kerahiman. Karena memiliki rahim maka hemat kami rekan-rekan perempuan lebih mudah tergerak hatinya untuk mengasihi atau melakukan kerahiman alias belas kasih. Rekan-rekan perempuan lebih peka terhadap hal-hal kecil dan sederhana, apa-apa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Para ibu kiranya juga dengan mudah melelehkan air mata ketika harus berpisah dengan anak, yang pernah dikandung dan dilahirkannya; seolah-olah kasih itu tak mungkin dipisahkan. Kami berharap rekan-rekan perempuan dapat menjadi teladan kasih, kerahiman, belas kasih atau kepekaan terhadap yang lain, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.

"Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkau pun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup.TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan" (Mzm 145: 15-18)

Ign 31 Juli 2011


Minggu Biasa XVIII - Yes 55:1-3; Rm 8:35.37-39; Mat 14:13-21


"Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit."

Mg Biasa XVIII: Yes 55:1-3; Rm 8:35.37-39; Mat 14:13-21

Dalam perjalanan ke luar negeri sendirian, dari Jakarta ke Eropa, secara kebetulan dengan pesawat KLM. Di dalam pesawat saya memperoleh tempat duduk dekat gang sedangkan di samping saya adalah seorang anak kecil bersama dengan ibunya di dekat jendela. Kami sempat omong-omong sebentar, saling memberi salam dan ceritera kesana-kemari dengan sang ibu (kebetulan berkewarnegaraan Prancis dan dapat berbahasa Inggris). Di tengah perjalanan sang anak minta diambilkan tas yang berada di bagasi kabin, dan setelah tas  dibuka ia  mengeluarkan bungkunan potongan-potongan kue. Begitu bungkusan terbuka sang anak, yang kurang lebih usia 10 th tersebut, berkata kepada saya "Sir, please take one". Saya sungguh tersentuh dan terharu menyaksikan anak ini dan dalam hati saya bertanya "anak ini pasti menerima pendidikan yang baik dari ibunya perihal kepekaan terhadap orang lain, kepedulian terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan". Saya teringat akan pengalaman tersebut setelah merenungkan warta gembira hari ini dimana "Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.". Maka baiklah kita yang beriman kepada Yesus Kristus meneladan semangat atau sikap mentalNya.

 

"Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit." (Mat 14:14)

Pertama-tama marilah kita renungkan kata 'mendarat': mendarat antara lain berarti menyentuh tanah, menapakkan kakinya di atas tanah. Mendarat dapat berasal dari laut atau udara, yang berarti berasal dari suatu tempat yang monoton dan kurang variasi sebagaimana di daratan. Berjalan di atas air dengan perahu atau udara dengan pesawat terbang yang dilihat ya hanya itu-itu saja, sedangkan berjalan di daratan akan melihat aneka macam benda, orang, peristiwa dst.. Di dalam perahu atau pesawat terbang pada umumnya tidak akan ada orang yang menderita kelaparan atau kehausan, sementara itu di daratan dapat kita lihat dan temukan orang-orang yang menderita kelaparan, sakit atau miskin.

Marilah kita meneladan Yesus, yang mendarat dan berkeliling dari desa ke desa alias 'turba', turun ke bawah. Saya percaya jika kita sungguh turun ke bawah alias melihat ke bawah pasti akan melihat orang yang banyak jumlahnya, yang mengharapkan belas kasihan karena menderita, miskin atau kelaparan. Saya percaya jika kita sungguh beriman, maka hati kita akan tergerak untuk membantu mereka yang menderita, miskin, kelaparan atau berkekurangan. Marilah kita menjadi 'man or woman with/for others' serta buka hati kita terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan dalam berbagai hal di lingkungan hidup kita masing-masing atau di mana kita berada atau ke mana kita bepergian.  

"Allah menghendaki, supaya  bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cintakasih" (Vatikan II: GS no 69). Aneka jenis harta benda pada dasarnya bersifat sosial, maka semakin kaya akan aneka harta benda seharusnya semakin sosial.  Dengan rendah hati kami mengajak dan mengingatkan siapa saja yang kaya akan harta benda atau uang untuk hidup dan bertindak sosial. Tentu saja tidak hanya mereka yang berkelebihan atau  kaya yang harus sosial, tetapi kita semua umat beriman diharapkan  hidup dan bertindak sosial. Marilah kita bersikap mental memberi; memberi dari kekurangan atau keterbatasan kita. Ingat memberi dari kelebihan atau kelimpahan berarti membuang sampah, dengan kata lain menjadikan mereka yang menerima pemberian kita sebagai kotak sampah. Pemberian atau sumbangan sejati memang disertai oleh pengorbanan. Kami percaya jika kita semua hidup dan bertindak sosial, maka tidak akan ada lagi orang yang menderita, sakit, miskin dan berkekurangan. Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian iman Paulus di bawah ini.

"Aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Rm 8:38-39)

Beriman kepada Yesus Kristus berarti mempersembahkan diri kepadaNya, sehingga mau tak mau cara hidup dan cara bertindak kita akan dijiwai atau dipengaruhiNya alias kita hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabdaNya serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Itulah kiranya arti dari " segala sesuatu tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita".  Kasih senantiasa berarti saling mengasihi, maka kasih Allah kepada kita berarti relasi kita dengan Allah saling mengasihi, dan karena Allah Maha Kasih, maka mau tak mau kasih Allah akan menguasai dan menjiwai kita, sehingga tak ada bentuk kasih, sapaan, sentuhan atau perlakuan makhluk lain yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah.

Kasih hendaknya tidak berhenti dalam wacana atau omongan, melainkan menjadi nyata dalam perilaku atau tindakan. Bukti atau tanda bahwa kasih Allah menguasai kita berarti kita akan senantiasa hidup saling mengasihi. Karena kasih itu bebas dan tak terbatas, maka dalam hidup saling mengasihi kita juga tak mungkin dibatasi oleh SARA, usia, jabatan, kedudukan, fungsi dst.. Kasih akan sungguh menjadi nyata ketika kasih itu kita berikan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, apalagi dalam bentuk harta benda atau uang, karena mereka tak akan mungkin mengembalikan apa yang telah mereka terima tersebut. Sementara itu memberi kepada mereka yang kaya atau berlebihan sering diperlakukan secara bisnis, karena ada kemungkinan mereka yang menerima pemberian akan mengembalikan lagi dalam suatu kesempatan dalam jumlah yang lebih besar.  Memberi dengan rela, iklas dan penuh kasih tanpa mengharapkan kembali itulah kasih sejati, sebagaimana sering kita dengar dalam lagu "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia".

Tanda bermaksud merendahkan rekan-rekan laki-laki, kiranya rekan-rekan perempuan lebih mampu menghayati kasih daripada laki-laki, sebagaimana tercermin dalam lagu di atas. Rekan perempuan, khususnya para ibu memang telah memiliki pengalaman mendalam akan kasih yang penuh pengorbanan ketika mengandung, melahirkan dan mendampingi anaknya. Hal ini kiranya sesuai dengan jati diri perempuan yang memiliki rahim, dimana di dalam rahim tumbuh berkembang kehidupan, yang terkasih, dalam dan oleh kasih atau kerahiman. Karena memiliki rahim maka hemat kami rekan-rekan perempuan lebih mudah tergerak hatinya untuk mengasihi atau melakukan kerahiman alias belas kasih. Rekan-rekan perempuan lebih peka terhadap hal-hal kecil dan sederhana, apa-apa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Para ibu kiranya juga dengan mudah melelehkan air mata ketika harus berpisah dengan anak, yang pernah dikandung dan dilahirkannya; seolah-olah kasih itu tak mungkin dipisahkan. Kami berharap rekan-rekan perempuan dapat menjadi teladan kasih, kerahiman, belas kasih atau kepekaan terhadap yang lain, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.

"Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkau pun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup.TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan" (Mzm 145: 15-18)

Ign 31 Juli 2011


30 Juli


"Tidak halal engkau mengambil Herodias!"

(Im 25:1.8-17; Mat 14:1-12)

" Pada masa itu sampailah berita-berita tentang Yesus kepada Herodes, raja wilayah. Lalu ia berkata kepada pegawai-pegawainya: "Inilah Yohanes Pembaptis; ia sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya." Sebab memang Herodes telah menyuruh menangkap Yohanes, membelenggunya dan memenjarakannya, berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya. Karena Yohanes pernah menegornya, katanya: "Tidak halal engkau mengambil Herodias!" Herodes ingin membunuhnya, tetapi ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi. Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyukakan hati Herodes, sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya. Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: "Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam." Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya. Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara dan kepala Yohanes itu pun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya. Kemudian datanglah murid-murid Yohanes Pembaptis mengambil mayatnya dan menguburkannya. Lalu pergilah mereka memberitahukannya kepada Yesus." (Mat 14:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·    Dalam Warta Gembira hari ini ditampilkan tokoh Herodes dan Yohanes Pembaptis: Herodes dikenal sebagai orang yang gila terhadap kuasa, harta, hormat dan perempuan, sedangkan Yohanes Pembaptis dikenal sebagai seorang nabi yang berani berkorban demi kebenaran, maka ia berani menegor raja Herodes "Tidak halal engkau mengambil Herodias". Herodias adalah isteri Filipus, saudara Herodes. Memang orang yang kaya akan harta benda, terhormat dan berkuasa mudah tergoda untuk kawin-cerai, termasuk merebut isteri otang lain atau suadaranya atau berselingkuh seenaknya. Sebagai orang beriman kita memiliki tugas kenabian, maka marilah kita hayati kenabian kita dengan meneladan Yohanes Pembaptis. Hendaknya tidak takut dan tidak gentar memberantas aneka bentuk kejahatan, korupsi serta perselingkuhan. Maka secara khusus kami mengajak para penegak dan pejuang kebenaran untuk dengan tegas memberantas kejahatan, korupsi dan perselingkuhan. Kami harapkan para penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi dst..tidak 'tebang pilih' dalam memberantas kejahatan dan korupsi. Para pejabat dan petinggi hidup bermasyarakat, bernegara dan berbangsa hendaknya menjadi teladan hidup jujur, tidak korupsi dan tidak berbuat jahat. Demikian juga para wakil rakyat yang duduk di DPR maupun DPRD; ingatlah anda adalah wakil rakyat yang harus memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau golongan/organisasi. Ketua anda adalah rakyat, maka sebagai wakil rakyat jika tidak melaksanakan kehendak rakyat, tahu akibatnya: anda akan dipecat oleh rakyat dengan cara rakyat. Marilah kita hayati iman dan ajaran agama kita di dalam hidup sehari-hari dengan hidup baik, berbudi pekerti luhur atau bermoral; hendaknya jangan mengambil milik orang lain tanpa izin pemilik yang bersangkutan.

·   "Janganlah kamu merugikan satu sama lain, tetapi engkau harus takut akan Allahmu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu" (Im 25;17), demikian kutipan Firman Allah kepada Musa berkenaan dengan tahun Yobel. Marilah firman ini kita renungkan dan hayati, sebagai bukti bahwa kita sungguh beriman, memepersembahkan diri seutuhnya kepada Allah. "Janganlah kamu merugikan satu sama lain, sebaliknya hendaknya kamu saling menguntungkan satu sama lain". "Win-win solution" itulah pedoman atau acuan ketika harus menyelesaikan aneka masalah atau pertentangan. Secara khusus kami berharap kepada para pengusaha atau memperkerjakan orang, hendaknya memberi imbal jasa atau gaji yang memadai, sehingga mereka yang membantu usaha anda sungguh dapat hidup sejahtera. Para pengusaha hendaknya ingat bahwa para buruh atau pegawai yang membantu keberhasilan usahanya. Jika anda tidak mensejahterakan buruh atau pegawai anda, maka ada kemungkinan mereka akan bekerja seenaknya serta melakukan korupsi. Jika pengusaha pelit dalam mensejaherakan buruh atau pegawainya, maka para buruh atau pegawai juga akan pelit menyumbangkan tenaga dan waktunya dalam bekerja. Tahun Yobel juga merupakan tahun pengampunan, maka baiklah kami mengajak anda yang memberi hutang kepada orang lain untuk memberi pengampunan, entah membebaskan semua hutangnya atau sebagian dari hutangnya. Kepada mereka yang bermusuhan kami harapkan untuk berdamai dan saling mengampuni.

" Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya,  supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi." (Mzm 67:2-3.5)

Ign 30 Juli 2011


30 Juli


"Tidak halal engkau mengambil Herodias!"

(Im 25:1.8-17; Mat 14:1-12)

" Pada masa itu sampailah berita-berita tentang Yesus kepada Herodes, raja wilayah. Lalu ia berkata kepada pegawai-pegawainya: "Inilah Yohanes Pembaptis; ia sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya." Sebab memang Herodes telah menyuruh menangkap Yohanes, membelenggunya dan memenjarakannya, berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya. Karena Yohanes pernah menegornya, katanya: "Tidak halal engkau mengambil Herodias!" Herodes ingin membunuhnya, tetapi ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi. Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyukakan hati Herodes, sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya. Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: "Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam." Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya. Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara dan kepala Yohanes itu pun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya. Kemudian datanglah murid-murid Yohanes Pembaptis mengambil mayatnya dan menguburkannya. Lalu pergilah mereka memberitahukannya kepada Yesus." (Mat 14:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·    Dalam Warta Gembira hari ini ditampilkan tokoh Herodes dan Yohanes Pembaptis: Herodes dikenal sebagai orang yang gila terhadap kuasa, harta, hormat dan perempuan, sedangkan Yohanes Pembaptis dikenal sebagai seorang nabi yang berani berkorban demi kebenaran, maka ia berani menegor raja Herodes "Tidak halal engkau mengambil Herodias". Herodias adalah isteri Filipus, saudara Herodes. Memang orang yang kaya akan harta benda, terhormat dan berkuasa mudah tergoda untuk kawin-cerai, termasuk merebut isteri otang lain atau suadaranya atau berselingkuh seenaknya. Sebagai orang beriman kita memiliki tugas kenabian, maka marilah kita hayati kenabian kita dengan meneladan Yohanes Pembaptis. Hendaknya tidak takut dan tidak gentar memberantas aneka bentuk kejahatan, korupsi serta perselingkuhan. Maka secara khusus kami mengajak para penegak dan pejuang kebenaran untuk dengan tegas memberantas kejahatan, korupsi dan perselingkuhan. Kami harapkan para penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi dst..tidak 'tebang pilih' dalam memberantas kejahatan dan korupsi. Para pejabat dan petinggi hidup bermasyarakat, bernegara dan berbangsa hendaknya menjadi teladan hidup jujur, tidak korupsi dan tidak berbuat jahat. Demikian juga para wakil rakyat yang duduk di DPR maupun DPRD; ingatlah anda adalah wakil rakyat yang harus memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau golongan/organisasi. Ketua anda adalah rakyat, maka sebagai wakil rakyat jika tidak melaksanakan kehendak rakyat, tahu akibatnya: anda akan dipecat oleh rakyat dengan cara rakyat. Marilah kita hayati iman dan ajaran agama kita di dalam hidup sehari-hari dengan hidup baik, berbudi pekerti luhur atau bermoral; hendaknya jangan mengambil milik orang lain tanpa izin pemilik yang bersangkutan.

·   "Janganlah kamu merugikan satu sama lain, tetapi engkau harus takut akan Allahmu, sebab Akulah TUHAN, Allahmu" (Im 25;17), demikian kutipan Firman Allah kepada Musa berkenaan dengan tahun Yobel. Marilah firman ini kita renungkan dan hayati, sebagai bukti bahwa kita sungguh beriman, memepersembahkan diri seutuhnya kepada Allah. "Janganlah kamu merugikan satu sama lain, sebaliknya hendaknya kamu saling menguntungkan satu sama lain". "Win-win solution" itulah pedoman atau acuan ketika harus menyelesaikan aneka masalah atau pertentangan. Secara khusus kami berharap kepada para pengusaha atau memperkerjakan orang, hendaknya memberi imbal jasa atau gaji yang memadai, sehingga mereka yang membantu usaha anda sungguh dapat hidup sejahtera. Para pengusaha hendaknya ingat bahwa para buruh atau pegawai yang membantu keberhasilan usahanya. Jika anda tidak mensejahterakan buruh atau pegawai anda, maka ada kemungkinan mereka akan bekerja seenaknya serta melakukan korupsi. Jika pengusaha pelit dalam mensejaherakan buruh atau pegawainya, maka para buruh atau pegawai juga akan pelit menyumbangkan tenaga dan waktunya dalam bekerja. Tahun Yobel juga merupakan tahun pengampunan, maka baiklah kami mengajak anda yang memberi hutang kepada orang lain untuk memberi pengampunan, entah membebaskan semua hutangnya atau sebagian dari hutangnya. Kepada mereka yang bermusuhan kami harapkan untuk berdamai dan saling mengampuni.

" Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya,  supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi." (Mzm 67:2-3.5)

Ign 30 Juli 2011


Matius

Ayat bacaan: Matius 9:9
======================
"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia."

Bagaimana kita menanggapi orang yang bagi dunia sudah dianggap terhilang? Ada banyak orang yang seperti itu. Bagi dunia mereka hanya dianggap sampah masyarakat, orang dari kelompok yang berlumur dosa, orang-orang yang tidak mendapat tempat dalam masyarakat, bahkan seringkali mereka ini dihujat, dihina atau dipukuli seenaknya oleh sekelompok orang yang menganggap dirinya paling suci dan bersih di muka bumi ini. Di gereja kita pun tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang mungkin kita ketahui belum lurus-lurus benar hidupnya. Mereka masih banyak melakukan kesalahan yang nyata terlihat di mata orang banyak. Bagaimana kita menghadapi mereka? Apakah bergunjing, bersikap sinis, membuang muka atau mengelak dan membiarkan mereka sendirian, atau kita mengulurkan tangan persaudaraan dan berusaha membantu mereka untuk bisa mengenal Kristus dan meneladaniNya dalam kehidupan mereka secara benar? Ada banyak orang yang memilih alternatif pertama, yaitu bersikap memusuhi. Ada banyak gereja bukan lagi tempat bersahabat untuk menjangkau jiwa terhilang, tetapi sudah menjadi sebuah komunitas dimana isinya orang-orang yang merasa paling benar dan punya hak untuk menghakimi.Jika Yesus yang bertahta di dalam gereja itu masih ada di dunia dan sedang duduk disana, akankah Yesus bersikap memusuhi? Pasti tidak. Saya yakin 100% Yesus akan menghampiri, menyambut dan memeluk mereka mengajak untuk bertobat.

Dalam banyak kesempatan di dalam Alkitab kita bisa menemukan fakta bagaimana Yesus memperlakukan orang-orang berdosa ini. Tuhan membenci dosa, tetapi Dia tidak membenci orang berdosa. Bahkan di antara murid-muridNya ada satu yang berasal dari kelompok hina di mata masyarakat, dari kelompok pemungut cukai yang namanya sangat terkenal, yaitu Matius

Matius awalnya bukanlah orang yang baik di mata masyarakat. Profesinya adalah sebagai pemungut cukai. Artinya ia bekerja untuk kepentingan Roma, bangsa penjajah. Pemungut cukai digolongkan ke dalam orang berdosa pada masa itu dan dikucilkan masyarakat karena dianggap musuh. Pada suatu hari Yesus bertemu dengan Matius."Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia." (Matius 9:9). Yesus tidak melewatkan Matius begitu saja. Dia orang berdosa, ia adalah musuh orang Yahudi. Tapi lihatlah bahwa Yesus tidak melewatinya apalagi memusuhi tapi malah menghampiri Matius dan mengajaknya ikut. Lalu kita tahu bahwa Matius memilih untuk berdiri dan mengikut Yesus. Sebuah pilihan yang sangat tepat. Yesus berkunjung dan makan di rumah Matius. Lihatlah saat itu ternyata kedatangan Yesus berkunjung ke rumah Matius terdengar oleh pemungut cukai dan orang-orang berdosa di mata masyarakat lainnya. Mereka pun berbondong-bondong datang. Mumpung Yesus berada di rumah salah seorang dari mereka, mungkin itu yang mereka pikirkan. Dari satu kemudian berkembang menjadi banyak. Orang Farisi pun kaget melihat itu dan segera bertanya kepada para murid, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ay 11). Yesus ternyata mendengar itu dan kemudian berkata: "Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 12-13). Jawaban ini sesungguhnya jelas menggambarkan seperti apa hati Yesus itu. Yesus menyatakan bahwa tugasNya ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Meski hanya satu jiwa saja, itupun berharga bagiNya. Kita tahu apa yang terjadi kemudian. Matius bertobat dan menjadi murid Yesus. Tidak hanya murid biasa, tapi ia pun termasuk dalam satu dari empat penulis Injil yang bisa kita baca hingga hari ini. Itu semua bermula ketika Yesus tidak memandang jumlah dan mau repot-repot mengurusi orang berdosa, bahkan satu orang saja sekalipun.

Satu orang, sepuluh, seratus, seribu, itu tidaklah masalah di mata Tuhan. Semakin banyak semakin baik, tetapi satu pun tetap penting di mata Tuhan untuk diselamatkan. Yesus sendiri berkata: "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (Lukas 15:4). Satu jiwa sekalipun itu berharga di mata Tuhan, dan Dia tidak menimbang-nimbang sebesar apa dosa yang pernah kita lakukan. Datang kepadaNya mengikuti panggilanNya dengan hati yang sungguh-sungguh akan selalu Dia sambut dengan penuh sukacita.

Tuhan tidak pernah membenci orang berdosa. Dia bahkan mau bersikap proaktif untuk mendatangi dan menjangkau orang per orang. Bukankah Yesus pun datang untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang? Selalu terbuka kesempatan bagi siapapun untuk bertobat, kembali kepadaNya dan dilayakkan untuk masuk ke dalam kehidupan kekal yang penuh dengan sukacita. Jika Tuhan seperti itu, mengapa kita sebagai manusia malah tega menghakimi dan menganggap diri kita berhak untuk itu? Mari teladani Yesus lewat sikap, tindakan dan perbuatan kita. Jangkaulah jiwa-jiwa terhilang, jangan musuhi dan abaikan mereka, karena Yesus pun akan berbuat tepat seperti itu.

Yesus mengasihi manusia tanpa memandang berat ringannya dosa dan menawarkan keselamatan kepada semuanya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Matius

Ayat bacaan: Matius 9:9
======================
"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia."

Bagaimana kita menanggapi orang yang bagi dunia sudah dianggap terhilang? Ada banyak orang yang seperti itu. Bagi dunia mereka hanya dianggap sampah masyarakat, orang dari kelompok yang berlumur dosa, orang-orang yang tidak mendapat tempat dalam masyarakat, bahkan seringkali mereka ini dihujat, dihina atau dipukuli seenaknya oleh sekelompok orang yang menganggap dirinya paling suci dan bersih di muka bumi ini. Di gereja kita pun tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang mungkin kita ketahui belum lurus-lurus benar hidupnya. Mereka masih banyak melakukan kesalahan yang nyata terlihat di mata orang banyak. Bagaimana kita menghadapi mereka? Apakah bergunjing, bersikap sinis, membuang muka atau mengelak dan membiarkan mereka sendirian, atau kita mengulurkan tangan persaudaraan dan berusaha membantu mereka untuk bisa mengenal Kristus dan meneladaniNya dalam kehidupan mereka secara benar? Ada banyak orang yang memilih alternatif pertama, yaitu bersikap memusuhi. Ada banyak gereja bukan lagi tempat bersahabat untuk menjangkau jiwa terhilang, tetapi sudah menjadi sebuah komunitas dimana isinya orang-orang yang merasa paling benar dan punya hak untuk menghakimi.Jika Yesus yang bertahta di dalam gereja itu masih ada di dunia dan sedang duduk disana, akankah Yesus bersikap memusuhi? Pasti tidak. Saya yakin 100% Yesus akan menghampiri, menyambut dan memeluk mereka mengajak untuk bertobat.

Dalam banyak kesempatan di dalam Alkitab kita bisa menemukan fakta bagaimana Yesus memperlakukan orang-orang berdosa ini. Tuhan membenci dosa, tetapi Dia tidak membenci orang berdosa. Bahkan di antara murid-muridNya ada satu yang berasal dari kelompok hina di mata masyarakat, dari kelompok pemungut cukai yang namanya sangat terkenal, yaitu Matius

Matius awalnya bukanlah orang yang baik di mata masyarakat. Profesinya adalah sebagai pemungut cukai. Artinya ia bekerja untuk kepentingan Roma, bangsa penjajah. Pemungut cukai digolongkan ke dalam orang berdosa pada masa itu dan dikucilkan masyarakat karena dianggap musuh. Pada suatu hari Yesus bertemu dengan Matius."Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia." (Matius 9:9). Yesus tidak melewatkan Matius begitu saja. Dia orang berdosa, ia adalah musuh orang Yahudi. Tapi lihatlah bahwa Yesus tidak melewatinya apalagi memusuhi tapi malah menghampiri Matius dan mengajaknya ikut. Lalu kita tahu bahwa Matius memilih untuk berdiri dan mengikut Yesus. Sebuah pilihan yang sangat tepat. Yesus berkunjung dan makan di rumah Matius. Lihatlah saat itu ternyata kedatangan Yesus berkunjung ke rumah Matius terdengar oleh pemungut cukai dan orang-orang berdosa di mata masyarakat lainnya. Mereka pun berbondong-bondong datang. Mumpung Yesus berada di rumah salah seorang dari mereka, mungkin itu yang mereka pikirkan. Dari satu kemudian berkembang menjadi banyak. Orang Farisi pun kaget melihat itu dan segera bertanya kepada para murid, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ay 11). Yesus ternyata mendengar itu dan kemudian berkata: "Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 12-13). Jawaban ini sesungguhnya jelas menggambarkan seperti apa hati Yesus itu. Yesus menyatakan bahwa tugasNya ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Meski hanya satu jiwa saja, itupun berharga bagiNya. Kita tahu apa yang terjadi kemudian. Matius bertobat dan menjadi murid Yesus. Tidak hanya murid biasa, tapi ia pun termasuk dalam satu dari empat penulis Injil yang bisa kita baca hingga hari ini. Itu semua bermula ketika Yesus tidak memandang jumlah dan mau repot-repot mengurusi orang berdosa, bahkan satu orang saja sekalipun.

Satu orang, sepuluh, seratus, seribu, itu tidaklah masalah di mata Tuhan. Semakin banyak semakin baik, tetapi satu pun tetap penting di mata Tuhan untuk diselamatkan. Yesus sendiri berkata: "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (Lukas 15:4). Satu jiwa sekalipun itu berharga di mata Tuhan, dan Dia tidak menimbang-nimbang sebesar apa dosa yang pernah kita lakukan. Datang kepadaNya mengikuti panggilanNya dengan hati yang sungguh-sungguh akan selalu Dia sambut dengan penuh sukacita.

Tuhan tidak pernah membenci orang berdosa. Dia bahkan mau bersikap proaktif untuk mendatangi dan menjangkau orang per orang. Bukankah Yesus pun datang untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang? Selalu terbuka kesempatan bagi siapapun untuk bertobat, kembali kepadaNya dan dilayakkan untuk masuk ke dalam kehidupan kekal yang penuh dengan sukacita. Jika Tuhan seperti itu, mengapa kita sebagai manusia malah tega menghakimi dan menganggap diri kita berhak untuk itu? Mari teladani Yesus lewat sikap, tindakan dan perbuatan kita. Jangkaulah jiwa-jiwa terhilang, jangan musuhi dan abaikan mereka, karena Yesus pun akan berbuat tepat seperti itu.

Yesus mengasihi manusia tanpa memandang berat ringannya dosa dan menawarkan keselamatan kepada semuanya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kamis, 28 Juli 2011

Zakheus di antara Yesus dan Ahli Taurat

Ayat bacaan: Lukas 19:7
====================
"Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa."

ZakheusSemua orang ingin terus lebih baik lagi dari hari ke hari. Terus belajar dan mendalami Firman Tuhan, menjauhi kejahatan, menghindari berbuat dosa dan menjaga kekudusan, terus berubah menjadi semakin baik, itu semua tentu saja sangat baik untuk dilakukan. Jika itu sudah atau sedang anda lakukan hari ini maka anda sedang terus semakin mendekati dan mencerminkan pribadi Kristus. Tetapi berhati-hatilah, karena di balik proses itu apabila kita tidak hati-hati maka kita bisa dengan gampang dirasuk dosa kesombongan. Kita bisa terjerumus ke dalam sebuah perasaan yang menganggap diri kita paling suci, paling bersih, paling benar dan kemudian merasa punya hak untuk menghakimi orang lain. Kita bisa menjadi orang yang merasa diri paling sempurna dan dengan cepatnya menjatuhkan "vonis" kepada orang lain. Jika dibiarkan, maka kita pun akan menjadi komentator-komentator cerewet yang penuh kesinisan dan kenegatifan. Si A berdosa ini, si B dosanya itu, gereja itu sesat, gereja ini tidak benar dan sebagainya. Begitu mudahnya kita memvonis orang, bahkan dengan berani menyatakan siapa yang ke surga atau neraka. Semakin banyak yang kita kritik maka rasanya semakin hebat pula diri kita. Bahkan di kalangan hamba-hamba Tuhan gejala seperti inipun bisa saja terjadi. Ini bukanlah hasil yang diharapkan dari sebuah pertobatan dan usaha menguduskan diri. Alih-alih menjadi garam dan terang dunia, kita malah bisa terperangkap dalam sikap yang cenderung menjauhi mereka yang sebetulnya sedang butuh pertolongan agar tidak binasa. Dan disisi lain itu sama saja seperti kita sedang membinasakan diri sendiri. 

Terjebak dalam sikap merasa diri paling berhak, layak dan benar ini sudah dipertontonkan sejak lama oleh para orang Farisi. Mereka ini adalah tokoh-tokoh pemuka agama yang berhak memutuskan segala sesuatu, haram dan halal pada masa itu. Mereka merasa superior karena mengetahui dan hafal terhadap hukum Taurat dan menganggap diri mereka sebagai representatif Tuhan di muka bumi ini, sehingga merasa punya hak untuk menghakimi orang lain sesuai pendapat atau keinginan mereka. Orang-orang Yahudi pun sama saja, mengikuti sikap yang salah dari para pemimpin agama mereka ini. Sementara di sisi lain, Yesus datang ke muka bumi ini justru untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang, atau sebagai tabib yang menyembuhkan orang sakit, seperti apa yang dikatakan Yesus dalam Lukas 5:31, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." Dan Yesus tidak pandang bulu dalam menyelamatkan orang. Ia bertemu dan bersinggungan dengan begitu banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda dan masalah berbeda-beda, tetapi semua sama layaknya untuk menerima keselamatan, karena Tuhan mengasihi semua manusia tanpa terkecuali. Dia tetap membuka kesempatan untuk bertobat bagi siapapun tanpa menimbang terlebih dahulu berat ringannya dosa atau pantas tidaknya seseorang untuk diselamatkan. Antara orang Farisi dan Yesus terdapat perbedaan yang sungguh nyata mengenai sikap dalam menghadapi orang berdosa.

Salah satu contoh nyata yang menggambarkan perbandingan kontras mengenai sikap atau cara pandang antara Farisi dan Yesus ini bisa kita lihat dalam kisah perjumpaanNya dengan Zakheus sang pemungut cukai. Sosok Zakheus cukup jelas digambarkan di dalam Alkitab: "Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek." (Lukas 19:2-3). Zakheus yang berbadan pendek ini adalah seorang pemungut cukai yang kaya. Pada masa itu orang Yahudi terutama para ahli Taurat menggolongkan para pemungut cukai ini sebagai orang berdosa. Dicap sampah masyarakat, pendosa, bahkan digolongkan dalam satu kelas bersama orang lalim, penzinah dan perampok (Lukas 18:11). Para pemungut cukai ini biasanya dicemooh dan dipandang hina, bahkan uang mereka tidak diterima sebagai persembahan. Zakheus ada dalam kelompok ini. Tapi sepertinya Zakheus punya kerinduan yang sangat besar untuk dapat bertemu Yesus yang ia idolakan. Sayang badannya pendek, sehingga sulit baginya untuk bisa melewati orang-orang lain yang berpostur lebih tinggi darinya. Tapi ia tidak menyerah, ia pun berusaha sedemikian rupa dengan memanjat pohon ara. (Lukas 19:4). Usahanya berhasil. "Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Yesus melihatnya dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (ay 5). Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Zakheus. Tidak saja melihat dan berbicara kepadanya, tapi Yesus bahkan berkenan untuk masuk dan menumpang dirumahnya. Tentu saja hal ini disambut Zakheus dengan sukacita. Tapi lihatlah apa yang dikatakan kerumunan orang Yahudi dan orang-orang Farisi. "Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." (ay 7). Mereka beranggapan bahwa Zakheus itu sangat hina sehingga Yesus seharusnya tidaklah pantas sama sekali untuk mendatangi rumah orang sehina dia. Kontroversial? Jelas. Tapi perhatikanlah bahwa cara pandang mereka ini sesungguhnya menutup pintu dari orang lain yang berkesempatan untuk diselamatkan. Mereka hanya dengan mudah menghakimi dan memberi cap tanpa mau berbuat apa-apa. Apa yang terjadi kemengharukangguh luar biasa. Tuhan Yesus menganugerahkan keselamatan kepada Zakheus sebagai buah pertobatannya. Bukan saja kepada diri Zakheus sendiri, namun seluruh anggota keluarganya pun turut diselamatkan. Yesus pun menutup jawaban terhadap protes kerumunan orang-orang yang merasa lebih benar ini dengan "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (ay 10).

Dari kisah ini, siapa yang ingin kita teladani? Yesus atau para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa dirinya sudah lebih baik dari orang lain? Adakah hak kita memvonis atau menjatuhkan penghakiman terhadap orang lain dan merasa kita lebih hebat dari mereka? Kalau Yesus saja mengasihi tanpa pandang bulu dan memberi kesempatan yang sama bagi siapapun untuk bertobat tanpa menimbang berat ringannya dosa yang pernah dibuat, siapalah kita yang merasa jauh lebih berhak untuk menilai orang lain dan menentukan kemana mereka nanti bakal ditempatkan. Tanpa sadar manusia sering membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain agar diri mereka terlihat hebat. Itu bukanlah cerminan pribadi Kristus. Membuang muka, mencibir, menghina, menjaga jarak juga merupakan bentuk-bentuk penghakiman yang seharusnya bukan menjadi hak kita. Padahal mungkin Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk berbalik kembali ke jalan yang benar lewat kita. Dengan sikap yang salah, kita pun menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi berkat bagi mereka yang butuh pertolongan.Kita gagal untuk memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah dan dengan demikian gagal untuk melakukan tugas yang telah diamanatkan oleh Yesus sendiri.

Ingatlah bahwa perkara menghakimi adalah mutlak milik Tuhan. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Yesus datang justru untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, dan kepada kita pun telah diberikan amanat agung disertai pesan untuk menjadi terang dan garam di dunia ini. Semua itu tidak akan pernah bisa kita laksanakan apabila kita masih memiliki hati yang angkuh yang merasa berhak menghakimi, menilai, mencap, atau memvonis orang lain sesuka kita. Oleh karena itu, jauhilah perilaku seperti para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa diri mereka begitu benar sehingga layak untuk menghakimi dan menjauhi orang lain. Seperti Yesus yang tetap mengasihi dan mau mengulurkan tanganNya, kasihilah mereka, karena mereka pun layak beroleh kesempatan untuk selamat!

Jangan menghakimi agar tidak dihakimi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Zakheus di antara Yesus dan Ahli Taurat

Ayat bacaan: Lukas 19:7
====================
"Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa."

ZakheusSemua orang ingin terus lebih baik lagi dari hari ke hari. Terus belajar dan mendalami Firman Tuhan, menjauhi kejahatan, menghindari berbuat dosa dan menjaga kekudusan, terus berubah menjadi semakin baik, itu semua tentu saja sangat baik untuk dilakukan. Jika itu sudah atau sedang anda lakukan hari ini maka anda sedang terus semakin mendekati dan mencerminkan pribadi Kristus. Tetapi berhati-hatilah, karena di balik proses itu apabila kita tidak hati-hati maka kita bisa dengan gampang dirasuk dosa kesombongan. Kita bisa terjerumus ke dalam sebuah perasaan yang menganggap diri kita paling suci, paling bersih, paling benar dan kemudian merasa punya hak untuk menghakimi orang lain. Kita bisa menjadi orang yang merasa diri paling sempurna dan dengan cepatnya menjatuhkan "vonis" kepada orang lain. Jika dibiarkan, maka kita pun akan menjadi komentator-komentator cerewet yang penuh kesinisan dan kenegatifan. Si A berdosa ini, si B dosanya itu, gereja itu sesat, gereja ini tidak benar dan sebagainya. Begitu mudahnya kita memvonis orang, bahkan dengan berani menyatakan siapa yang ke surga atau neraka. Semakin banyak yang kita kritik maka rasanya semakin hebat pula diri kita. Bahkan di kalangan hamba-hamba Tuhan gejala seperti inipun bisa saja terjadi. Ini bukanlah hasil yang diharapkan dari sebuah pertobatan dan usaha menguduskan diri. Alih-alih menjadi garam dan terang dunia, kita malah bisa terperangkap dalam sikap yang cenderung menjauhi mereka yang sebetulnya sedang butuh pertolongan agar tidak binasa. Dan disisi lain itu sama saja seperti kita sedang membinasakan diri sendiri. 

Terjebak dalam sikap merasa diri paling berhak, layak dan benar ini sudah dipertontonkan sejak lama oleh para orang Farisi. Mereka ini adalah tokoh-tokoh pemuka agama yang berhak memutuskan segala sesuatu, haram dan halal pada masa itu. Mereka merasa superior karena mengetahui dan hafal terhadap hukum Taurat dan menganggap diri mereka sebagai representatif Tuhan di muka bumi ini, sehingga merasa punya hak untuk menghakimi orang lain sesuai pendapat atau keinginan mereka. Orang-orang Yahudi pun sama saja, mengikuti sikap yang salah dari para pemimpin agama mereka ini. Sementara di sisi lain, Yesus datang ke muka bumi ini justru untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang, atau sebagai tabib yang menyembuhkan orang sakit, seperti apa yang dikatakan Yesus dalam Lukas 5:31, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." Dan Yesus tidak pandang bulu dalam menyelamatkan orang. Ia bertemu dan bersinggungan dengan begitu banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda dan masalah berbeda-beda, tetapi semua sama layaknya untuk menerima keselamatan, karena Tuhan mengasihi semua manusia tanpa terkecuali. Dia tetap membuka kesempatan untuk bertobat bagi siapapun tanpa menimbang terlebih dahulu berat ringannya dosa atau pantas tidaknya seseorang untuk diselamatkan. Antara orang Farisi dan Yesus terdapat perbedaan yang sungguh nyata mengenai sikap dalam menghadapi orang berdosa.

Salah satu contoh nyata yang menggambarkan perbandingan kontras mengenai sikap atau cara pandang antara Farisi dan Yesus ini bisa kita lihat dalam kisah perjumpaanNya dengan Zakheus sang pemungut cukai. Sosok Zakheus cukup jelas digambarkan di dalam Alkitab: "Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek." (Lukas 19:2-3). Zakheus yang berbadan pendek ini adalah seorang pemungut cukai yang kaya. Pada masa itu orang Yahudi terutama para ahli Taurat menggolongkan para pemungut cukai ini sebagai orang berdosa. Dicap sampah masyarakat, pendosa, bahkan digolongkan dalam satu kelas bersama orang lalim, penzinah dan perampok (Lukas 18:11). Para pemungut cukai ini biasanya dicemooh dan dipandang hina, bahkan uang mereka tidak diterima sebagai persembahan. Zakheus ada dalam kelompok ini. Tapi sepertinya Zakheus punya kerinduan yang sangat besar untuk dapat bertemu Yesus yang ia idolakan. Sayang badannya pendek, sehingga sulit baginya untuk bisa melewati orang-orang lain yang berpostur lebih tinggi darinya. Tapi ia tidak menyerah, ia pun berusaha sedemikian rupa dengan memanjat pohon ara. (Lukas 19:4). Usahanya berhasil. "Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Yesus melihatnya dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (ay 5). Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Zakheus. Tidak saja melihat dan berbicara kepadanya, tapi Yesus bahkan berkenan untuk masuk dan menumpang dirumahnya. Tentu saja hal ini disambut Zakheus dengan sukacita. Tapi lihatlah apa yang dikatakan kerumunan orang Yahudi dan orang-orang Farisi. "Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." (ay 7). Mereka beranggapan bahwa Zakheus itu sangat hina sehingga Yesus seharusnya tidaklah pantas sama sekali untuk mendatangi rumah orang sehina dia. Kontroversial? Jelas. Tapi perhatikanlah bahwa cara pandang mereka ini sesungguhnya menutup pintu dari orang lain yang berkesempatan untuk diselamatkan. Mereka hanya dengan mudah menghakimi dan memberi cap tanpa mau berbuat apa-apa. Apa yang terjadi kemengharukangguh luar biasa. Tuhan Yesus menganugerahkan keselamatan kepada Zakheus sebagai buah pertobatannya. Bukan saja kepada diri Zakheus sendiri, namun seluruh anggota keluarganya pun turut diselamatkan. Yesus pun menutup jawaban terhadap protes kerumunan orang-orang yang merasa lebih benar ini dengan "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (ay 10).

Dari kisah ini, siapa yang ingin kita teladani? Yesus atau para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa dirinya sudah lebih baik dari orang lain? Adakah hak kita memvonis atau menjatuhkan penghakiman terhadap orang lain dan merasa kita lebih hebat dari mereka? Kalau Yesus saja mengasihi tanpa pandang bulu dan memberi kesempatan yang sama bagi siapapun untuk bertobat tanpa menimbang berat ringannya dosa yang pernah dibuat, siapalah kita yang merasa jauh lebih berhak untuk menilai orang lain dan menentukan kemana mereka nanti bakal ditempatkan. Tanpa sadar manusia sering membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain agar diri mereka terlihat hebat. Itu bukanlah cerminan pribadi Kristus. Membuang muka, mencibir, menghina, menjaga jarak juga merupakan bentuk-bentuk penghakiman yang seharusnya bukan menjadi hak kita. Padahal mungkin Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk berbalik kembali ke jalan yang benar lewat kita. Dengan sikap yang salah, kita pun menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi berkat bagi mereka yang butuh pertolongan.Kita gagal untuk memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah dan dengan demikian gagal untuk melakukan tugas yang telah diamanatkan oleh Yesus sendiri.

Ingatlah bahwa perkara menghakimi adalah mutlak milik Tuhan. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Yesus datang justru untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, dan kepada kita pun telah diberikan amanat agung disertai pesan untuk menjadi terang dan garam di dunia ini. Semua itu tidak akan pernah bisa kita laksanakan apabila kita masih memiliki hati yang angkuh yang merasa berhak menghakimi, menilai, mencap, atau memvonis orang lain sesuka kita. Oleh karena itu, jauhilah perilaku seperti para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang merasa diri mereka begitu benar sehingga layak untuk menghakimi dan menjauhi orang lain. Seperti Yesus yang tetap mengasihi dan mau mengulurkan tanganNya, kasihilah mereka, karena mereka pun layak beroleh kesempatan untuk selamat!

Jangan menghakimi agar tidak dihakimi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Rabu, 27 Juli 2011

28 Juli - Kel 40:16-21.34-38; Mat 13:47-53

"Mengertikah kamu semuanya itu?"

(Kel 40:16-21.34-38; Mat 13:47-53)

 "Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itu pun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. Mengertikah kamu semuanya itu?" Mereka menjawab: "Ya, kami mengerti." Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya." Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ" (Mat 13:47-53), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah, yang antara lain berarti Allah yang merajai, memang sulit difahami bagi orang yang kurang atau tidak beriman. Dengan aneka perumpamaan Yesus menyampaikan ajaran-ajaranNya dan menggunakan apa yang hidup dan ada sehari-hari dalam kehidupan kita serta sederhana, seperti garam, tepung, petani, dst.. Mereka yang cara hidup dan cara bertindaknya 'tidak mendarat' alias hanya duduk di kursi di kantotnya saja dan tidak berkeliling untuk mengunjungi semua yang menjadi tanggungjawabnya sampai di bawah, pasti tidak mampu memahami aneka perumpamnan yang disampaikan oleh Yesus. Maka dengan ini kami mengharapkan anda semua untuk 'mendarat' atau 'turun ke bawah', melepaskan aneka kebesaran atau atribut untuk menjadi sama dengan mereka yang paling rendah, seperti para buruh, tukang kebersihan, dst.. Orang-orang kota besar hendaknya sering pergi ke pelosok-pelosok desa atau pegunungan agar tidak asing terhadap realitas lingkungan hidup. Allah meraja melalui semua ciptaanNya: tanaman, binatang dan manusia, maka marilah kita kenali aneka jenis bianatang dan tanaman serta kepribadian manusia yang berbeda satu sama lain. Semakin mengenal dan memahami aneka macam ciptaan Allah akan semakin memahami karya Allah dalam semua ciptaanNya, dan dengan demikian hemat saya juga akan semakin beriman,  karena ia akan menayadari dan menghayati dirinya sebagai yang kecil dan sederhana dibandingkan dengan seluruh ciptaan yang begitu banyaknya. "Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya", demikian sabda Yesus.  Harta yang baru adalah aneka macam penemuan, sedangkan harta yang lama adalah aneka tradisi yang baik; dikeluarkan bersama-sama berarti diintegrasikan. Integrasi antara tradisi dan penemuan baru akan merupakan kebijakan yang fungsional menyelamatkan jiwa manusia.

·   "Musa mendirikan Kemah Suci itu, dipasangnyalah alas-alasnya, ditaruhnya papan-papannya, dipasangnya kayu-kayu lintangnya dan didirikannya tiang-tiangnya. Dikembangkannyalah atap kemah yang menudungi Kemah Suci dan diletakkannyalah tudung kemah di atasnya -- seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. Diambilnyalah loh hukum Allah dan ditaruhnya ke dalam tabut, dikenakannyalah kayu pengusung pada tabut itu dan diletakkannya tutup pendamaian di atas tabut itu. Dibawanyalah tabut itu ke dalam Kemah Suci, digantungkannyalah tabir penudung dan dipasangnya sebagai penudung di depan tabut hukum Allah -- seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa" (Kel 40:18-21). Loh hukum Allah , yang berisi perintah-perintah Allah, ditempatkan di tempat suci, agar dihormati dan dijunjung tinggi oleh umat Allah, itulah yang dikerjakan Musa sesuai dengan perintah Allah. Saya percaya kita semua juga memiliki kata-kata mutiara, yang kita sadari dan imani sebagai perintah Allah, entah diambil dari Kitab Suci atau kata-kata orang bijak. Baiklah kata-kata mutiara tersebut sungguh kita hormati dan junjung tinggi, artinya sungguh kita fahami dan hayati dalam cara hidup dan cara bertndak kita setiap hari. Pasang saja kata-kata mutiara tersebut di tempat-tempat dimana saya dapat melihat setiap saat, misalnya di meja kerja, di pintu kamar tidur/kamar mandi/WC, di atas kemudi mobil dst.. Setiap kali melihat dan membaca kata-kata mutiara tersebut langsung resapkan dan cecap dalam-dalam agar merasuk ke dalam hati sanubari dan menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Di jalan-jalan sering juga lihat lihat kata-kata mutiara yang dipasang, dengan harapan untuk dibaca dan diresapkan, maka baiklah tidak kita sia-siakan kata-kata mutiara tersebut.

"Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku! Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.  Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau" (Mzm 84:3-6a)

Ign 28 Juli 2011


Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari