Selasa, 30 November 2010

2 Des - Yes 26:1-6; Mat 7:21.24-27

"Dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga."

(Yes 26:1-6; Mat 7:21.24-27)

 

"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Mat 7: 21.24-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Keunggulan hidup beriman atau beragama adalah dalam perilaku atau tindakan bukan wacana atau omongan. "Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga", demikian sabda Yesus. Maka marilah kita mawas diri perihal penghayatan iman atau agama kita masing-masing. Jika masing-masing dari kita berani mawas diri dengan rendah hati dan terbuka kiranya kita akan mengetahui dan mengakui bahwa sampai kini kita telah menerima aneka macam nasihat, petuah, saran atau ajaran yang baik dan benar secara melimpah ruah, entah melalui orangtua kita masing-masing, para guru, rekan dst… Namun demikian dengan jujur kita harus mengakui bahwa kurang dalam pelaksanaan  atau penghayatan, maka baiklah kita memperbaiki diri alias bertobat. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaharui diri atau bertobat. Kami berharap para orangtua, guru atau pendidik dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan. Keteladanan atau kesaksian merupakan cara utama dan pertama dalam pewartaan iman, pendidikan atau pembinaan, yang tak tergantikan dengan cara lainnya. Kepada anak-anak atau remaja dan generasi muda kami harapkan membuka diri terhadap aneka teladan dan kesaksian hidup baik dan berbudi pekerti luhur dari orangtua, guru atau pendidik, seniors dst. Hendaknya juga lebih mengimani dan menghayati aneka nasihat, saran, ajaran yang baik daripada melihat cara hidup dan cara bertindak orang yang bersangkutan, karena memang orangtua, guru atau pendidik kita tak akan lepas dari kelemahan, kerapuhan dan keterbatasan. Laksanakan atau lakukan apa yang mereka ajarkan tetapi jangan ikuti perilaku mereka yang tidak baik.


·   "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal. Sebab Ia sudah menundukkan penduduk tempat tinggi; kota yang berbenteng telah direndahkan-Nya, direndahkan-Nya sampai ke tanah dan dicampakkan-Nya sampai ke debu." (Yes 26:4-5), demikian seruan atau peringatan Yesaya kepada bangsanya, kepada kita semua umat beriman. Kita berasal dari Allah dan harus kembali kepada Allah, kita diciptakan oleh Allah sesuai dengan gambar dan citraNya dan hanya dapat hidup baik, berbahagia dan damai sejahtera jika kita setia pada kehendak Allah serta melaksanakan perintah Allah dalam hidup sehari-hari.  Perintah Allah yang utama dan pertama adalah kasih dan kasih merupakan benteng yang kuat dalam menghadapi aneka godaan. Segala sesuatu didekati, diperlakukan dan disikapi dalam dan oleh kasih pasti akan takluk dan menjadi sahabat.  Ingatlah bahwa binatang buas pun ketika disikapi, didekati dan diperlakukan dalam dan oleh kasih dapat menjadi sahabat, apalagi manusia. Menjadi Tuhan Allah sebagai gunung batu yang kekal berarti senantiasa hidup dan bertindak dalam dan oleh kasih, hidup saling mengasihi kapanpun dan dimanapun, dengan siapapun dan apapun. Ingatlah dan hayati juga bahwa masing-masing dari kita adalah yang terkasih atau buah kasih alias kasih, maka bertemu dengan orang lain berarti yang terkasih bertemu dengan yang terkasih dan dengan demikian otomatis saling mengasihi. Maka penghayatan iman bahwa diri kita adalah yang terkasih merupakan benteng atau gunung batu yang kekal dan kuat kuasa. Jika kita berani menghayati diri sebagai yang terkasih, maka kita akan mampu mengatasi aneka hambatan, tantangan, masalah dan godaan dalam hidup kita. Hadapi, sikapi, perlakukan segala sesuatu dalam dan oleh kasih, dan barangsiapa tidak saling mengasihi berarti tidak beriman, tidak kenal Allah.

 

"Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan  Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada TUHAN. Inilah pintu gerbang TUHAN, orang-orang benar akan masuk ke dalamnya. Aku bersyukur kepada-Mu, sebab Engkau telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku" (Mzm 118:8-9.19-21).

Jakarta, 2 Desember 2010

.  

  .        


2 Des - Yes 26:1-6; Mat 7:21.24-27

"Dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga."

(Yes 26:1-6; Mat 7:21.24-27)

 

"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Mat 7: 21.24-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Keunggulan hidup beriman atau beragama adalah dalam perilaku atau tindakan bukan wacana atau omongan. "Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga", demikian sabda Yesus. Maka marilah kita mawas diri perihal penghayatan iman atau agama kita masing-masing. Jika masing-masing dari kita berani mawas diri dengan rendah hati dan terbuka kiranya kita akan mengetahui dan mengakui bahwa sampai kini kita telah menerima aneka macam nasihat, petuah, saran atau ajaran yang baik dan benar secara melimpah ruah, entah melalui orangtua kita masing-masing, para guru, rekan dst… Namun demikian dengan jujur kita harus mengakui bahwa kurang dalam pelaksanaan  atau penghayatan, maka baiklah kita memperbaiki diri alias bertobat. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaharui diri atau bertobat. Kami berharap para orangtua, guru atau pendidik dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan. Keteladanan atau kesaksian merupakan cara utama dan pertama dalam pewartaan iman, pendidikan atau pembinaan, yang tak tergantikan dengan cara lainnya. Kepada anak-anak atau remaja dan generasi muda kami harapkan membuka diri terhadap aneka teladan dan kesaksian hidup baik dan berbudi pekerti luhur dari orangtua, guru atau pendidik, seniors dst. Hendaknya juga lebih mengimani dan menghayati aneka nasihat, saran, ajaran yang baik daripada melihat cara hidup dan cara bertindak orang yang bersangkutan, karena memang orangtua, guru atau pendidik kita tak akan lepas dari kelemahan, kerapuhan dan keterbatasan. Laksanakan atau lakukan apa yang mereka ajarkan tetapi jangan ikuti perilaku mereka yang tidak baik.


·   "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal. Sebab Ia sudah menundukkan penduduk tempat tinggi; kota yang berbenteng telah direndahkan-Nya, direndahkan-Nya sampai ke tanah dan dicampakkan-Nya sampai ke debu." (Yes 26:4-5), demikian seruan atau peringatan Yesaya kepada bangsanya, kepada kita semua umat beriman. Kita berasal dari Allah dan harus kembali kepada Allah, kita diciptakan oleh Allah sesuai dengan gambar dan citraNya dan hanya dapat hidup baik, berbahagia dan damai sejahtera jika kita setia pada kehendak Allah serta melaksanakan perintah Allah dalam hidup sehari-hari.  Perintah Allah yang utama dan pertama adalah kasih dan kasih merupakan benteng yang kuat dalam menghadapi aneka godaan. Segala sesuatu didekati, diperlakukan dan disikapi dalam dan oleh kasih pasti akan takluk dan menjadi sahabat.  Ingatlah bahwa binatang buas pun ketika disikapi, didekati dan diperlakukan dalam dan oleh kasih dapat menjadi sahabat, apalagi manusia. Menjadi Tuhan Allah sebagai gunung batu yang kekal berarti senantiasa hidup dan bertindak dalam dan oleh kasih, hidup saling mengasihi kapanpun dan dimanapun, dengan siapapun dan apapun. Ingatlah dan hayati juga bahwa masing-masing dari kita adalah yang terkasih atau buah kasih alias kasih, maka bertemu dengan orang lain berarti yang terkasih bertemu dengan yang terkasih dan dengan demikian otomatis saling mengasihi. Maka penghayatan iman bahwa diri kita adalah yang terkasih merupakan benteng atau gunung batu yang kekal dan kuat kuasa. Jika kita berani menghayati diri sebagai yang terkasih, maka kita akan mampu mengatasi aneka hambatan, tantangan, masalah dan godaan dalam hidup kita. Hadapi, sikapi, perlakukan segala sesuatu dalam dan oleh kasih, dan barangsiapa tidak saling mengasihi berarti tidak beriman, tidak kenal Allah.

 

"Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan  Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada TUHAN. Inilah pintu gerbang TUHAN, orang-orang benar akan masuk ke dalamnya. Aku bersyukur kepada-Mu, sebab Engkau telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku" (Mzm 118:8-9.19-21).

Jakarta, 2 Desember 2010

.  

  .        


Berlaku Ramah

Kisah Para Rasul 28:7
“Tidak jauh dari tempat itu ada tanah milik gubernur pulau itu. Gubernur itu namanya Publius. Ia menyambut kami dan menjamu kami dengan ramahnya selama tiga hari”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 140; Yohanes 17; Ezra 3-4

Pekan lalu, Indonesia kedatangan seorang tamu istimewa dari Amerika Serikat. Presiden ke-44 negara adidaya tersebut, Barack Obama yang sebelumnya telah dua kali meng-cancel kedatangannya sebanyak dua kali akhirnya menapakkan kakinya juga ke Republik ini. Meski hanya berada di Indonesia kurang dari 24 jam, tetapi banyak masyarakat yang memuji pria berkarisma ini.

Salah satu yang membuat rakyat di negeri ini terkesima dengan Obama adalah keramahannya seperti ditunjukkannya saat seusai memberikan kuliah umum di depan civitas akademika Universitas Indonesia. Ketika suami dari Michelle Obama turun dari podium, ia tidak berjalan lalu saja ke tempat duduk yang disediakan panitia, tetapi dengan sambil tersenyum ia menyalami orang-orang yang dilewatinya satu per satu.

Keramahan adalah hal yang penting di dunia ini. Dengan berlaku ramah, orang lain akan senang dekat Anda. Bukan itu saja, lewat keramahan yang Anda tunjukkan, mereka akan memperlakukan Anda secara baik layaknya sahabat atau saudara mereka.

Begitu banyak hal positif yang didapat karena Anda memperlihatkan sikap ini. Bahkan perlu Anda ketahui bahwa saat Anda ramah kepada orang lain, Allah Bapa di Surga tersenyum bahagia melihat perbuatan Anda tersebut. Maukah Anda membuat-Nya tersenyum setiap hari? Jadilah orang yang ramah !

Berlaku ramah kepada orang lain adalah ciri-ciri nyata pengikut Kristus sejati.

Renungan terkait
* Dare to discipline
* 4 Prinsip hidup
* Apakah saya menarik
* Telur dan balon
* Pusatkan pikiran pada yang baik

From RHO-ers: “Konek” sama TUHAN

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Keluaran 34:29
--------------------------------

“Ketika Musa turun dari gunung Sinai – kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu – tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”

Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang wajahnya seperti “bersinar”? Saya pernah, orang itu adalah seorang hamba Tuhan (Pendeta) sederhana di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Kudus nama kota itu. Pertama kali saya bertemu dengannya adalah di tahun 2002 ketika ia sedang melayani di gereja saya, di Jakarta. Penampilan-nya sederhana, rambutnya berwarna putih ke-abu-abu-an, menyiratkan usia-nya yang sudah tidak muda lagi, ditambah dengan senyum simpul-nya yang men-transfer kehangatan pada setiap orang yang melihatnya, genggaman tangan-nya mantap ketika memberikan salam kepada jemaat, dan yang paling mengesankan saya ialah: di dalam pemberitaan firman, ia sungguh-sungguh memancarkan “cahaya” kemuliaan Tuhan. Bahkan ketika ia sudah berhenti memberitakan firman, “cahaya” itu masih bersinar di wajahnya!

Saya percaya ia tidak menyadari sama sekali bahwa wajahnya memancarkan “sinar” kemuliaan Tuhan. Sama seperti Musa yang tidak mengetahui bahwa “kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN”. Di sinilah sebenarnya “kunci” jawaban mengapa ia dan Musa bisa bercahaya wajahnya; “oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”

Baik Pendeta ini maupun Musa, mereka adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Tinggi, mereka tidak merindukan apapun di dunia ini, selain merindukan berada di dekat Tuhan. Berada di dekat Tuhan dan Tuhan berada di dekat mereka adalah hal yang utama dalam hidup ini bagi mereka. Keberadaan mereka di dekat Tuhan dan keberadaan Tuhan di dekat mereka, seolah-olah membuat mereka “kenyang” dengan hal-hal yang jasmani dan fana. Alkitab mencatat, “Musa ada di sana [di gunung Sinai] bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman [the Ten Commandments].” (Keluaran 34:28)

Luar biasa! 40 hari dan 40 malam tanpa roti untuk dimakan dan tanpa air untuk diminum, hanya ia dan Tuhan – alone with God! – di gunung itu menikmati kebersamaan, dan Musa kenyang! Sungguh indah ketika kita bisa memiliki bobot relasi yang sedemikian dalam dan intimnya dengan Tuhan. Daud berkata, “Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu. Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada sumber hayat [fountain of life], di dalam terang-Mu kami melihat terang.” (Mazmur 36:8-10)

Mari kenyangkan jiwamu, datanglah mendekat pada-Nya, jalinlah relasi dengan-Nya, dan nikmatilah limpah anugerah-Nya bagimu dan bagiku! Bagaimana caranya? Sebuah lirik lagu Sekolah Minggu menjawabnya: “Baca kitab Suci, doa tiap hari, kalau mau tumbuh”. Amin.

Westminster Larger Catechism (Katekismus Besar Westminster)
Q. 1. What is the chief and highest end of man?
(P.1. Apakah pencapaian terpuncak dan terutama dari seorang manusia?)

A. Man’s chief and highest end is to glorify God, and fully to
enjoy him forever.
(J. Pencapaian terutama dan terpuncak manusia adalah untuk memuliakan Tuhan, dan sepenuh-penuhnya menikmati Tuhan selama-lamanya.)

From RHO-ers: “Konek” sama TUHAN

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Keluaran 34:29
--------------------------------

“Ketika Musa turun dari gunung Sinai – kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu – tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”

Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang wajahnya seperti “bersinar”? Saya pernah, orang itu adalah seorang hamba Tuhan (Pendeta) sederhana di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Kudus nama kota itu. Pertama kali saya bertemu dengannya adalah di tahun 2002 ketika ia sedang melayani di gereja saya, di Jakarta. Penampilan-nya sederhana, rambutnya berwarna putih ke-abu-abu-an, menyiratkan usia-nya yang sudah tidak muda lagi, ditambah dengan senyum simpul-nya yang men-transfer kehangatan pada setiap orang yang melihatnya, genggaman tangan-nya mantap ketika memberikan salam kepada jemaat, dan yang paling mengesankan saya ialah: di dalam pemberitaan firman, ia sungguh-sungguh memancarkan “cahaya” kemuliaan Tuhan. Bahkan ketika ia sudah berhenti memberitakan firman, “cahaya” itu masih bersinar di wajahnya!

Saya percaya ia tidak menyadari sama sekali bahwa wajahnya memancarkan “sinar” kemuliaan Tuhan. Sama seperti Musa yang tidak mengetahui bahwa “kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN”. Di sinilah sebenarnya “kunci” jawaban mengapa ia dan Musa bisa bercahaya wajahnya; “oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”

Baik Pendeta ini maupun Musa, mereka adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Tinggi, mereka tidak merindukan apapun di dunia ini, selain merindukan berada di dekat Tuhan. Berada di dekat Tuhan dan Tuhan berada di dekat mereka adalah hal yang utama dalam hidup ini bagi mereka. Keberadaan mereka di dekat Tuhan dan keberadaan Tuhan di dekat mereka, seolah-olah membuat mereka “kenyang” dengan hal-hal yang jasmani dan fana. Alkitab mencatat, “Musa ada di sana [di gunung Sinai] bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman [the Ten Commandments].” (Keluaran 34:28)

Luar biasa! 40 hari dan 40 malam tanpa roti untuk dimakan dan tanpa air untuk diminum, hanya ia dan Tuhan – alone with God! – di gunung itu menikmati kebersamaan, dan Musa kenyang! Sungguh indah ketika kita bisa memiliki bobot relasi yang sedemikian dalam dan intimnya dengan Tuhan. Daud berkata, “Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu. Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada sumber hayat [fountain of life], di dalam terang-Mu kami melihat terang.” (Mazmur 36:8-10)

Mari kenyangkan jiwamu, datanglah mendekat pada-Nya, jalinlah relasi dengan-Nya, dan nikmatilah limpah anugerah-Nya bagimu dan bagiku! Bagaimana caranya? Sebuah lirik lagu Sekolah Minggu menjawabnya: “Baca kitab Suci, doa tiap hari, kalau mau tumbuh”. Amin.

Westminster Larger Catechism (Katekismus Besar Westminster)
Q. 1. What is the chief and highest end of man?
(P.1. Apakah pencapaian terpuncak dan terutama dari seorang manusia?)

A. Man’s chief and highest end is to glorify God, and fully to
enjoy him forever.
(J. Pencapaian terutama dan terpuncak manusia adalah untuk memuliakan Tuhan, dan sepenuh-penuhnya menikmati Tuhan selama-lamanya.)

Senin, 29 November 2010

1 Des - Yes 25:6-10a; Mat 15:29-37

"HatiKu tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu".

(Yes 25:6-10a; Mat 15:29-37)


"Setelah meninggalkan daerah itu, Yesus menyusur pantai danau Galilea dan naik ke atas bukit lalu duduk di situ. Kemudian orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya membawa orang lumpuh, orang timpang, orang buta, orang bisu dan banyak lagi yang lain, lalu meletakkan mereka pada kaki Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel. Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan." Kata murid-murid-Nya kepada-Nya: "Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?" Kata Yesus kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" "Tujuh," jawab mereka, "dan ada lagi beberapa ikan kecil." Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya pula kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, tujuh bakul penuh." (Mat 15:29-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta B.Dionisius dan Redemptus, biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Orang-orang miskin dan berkekurangan kiranya masih cukup banyak di masyarakat atau Negara kita, apalagi dengan adanya musibah atau bencana alam yang menghancurkan berbagai macam sarana dan harta benda akhir-akhir ini, entah itu gempa bumi, tsunami, banjir, gunung berapi meletus, dst.. Dalam perjalanan melakasanakan tugasNya Yesus menghadapi ribuan orang yang kelaparan dan kelelahan dan HatiNya pun tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Hati tergerak oleh belas kasihan kepada orang-orang yang lapar, haus, menderita atau menjadi korban bencana alam atau musibah rasanya untuk masa kini juga merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran hidup iman atau agama kita.  Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk dengan rendah hati 'membuka hati' bagi mereka yang miskin, berkekurangan atau menjadi korban bencana alam. 'Membuka hati' berarti memberi perhatian, dan perhatian yang dimaksudkan bukan sekedar omongan atau kata-kata belaka, melainkan menjadi nyata dalam perbuatan atau tindakan pengorbanan. Marilah kita sisihkan sebagian harta benda atau kekayaan kita dan kemudian kita sumbangkan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan atau menjadi korban bencana alam atau musibah. Jika kita tidak mungkin menyalurkan secara langsung sumbangan tersebut, kiranya kita dapat menyalurkan melalui aneka macam LSM yang bergerak dalam pelayanan bagi mereka yang miskin dan berkekurangan atau menjadi korban bencana alam/musibah.


·   "Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!" (Yes 25:9), demikian kata orang-orang menanggapi ramalan Yesaya perihal kedatangan Penyelamat Dunia. Segala macam bentuk perhatian kita kepada sesama, lebih-lebih mereka yang miskin dan berkekurangan, kiranya akan membangkitkan hati mereka sehingga mereka pun akan berkata sebagaimana saya kutipkan di atas ini: "Inilah Tuhan yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakanNya". Keselamatan dari Tuhan antara lain dapat terwujud melalui perhatian kita kepada saudara-saudari kita, maka marilah kita saling memperhatikan, dan secara khusus kita perhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan di lingkungan hidup kita masing-masing, di masyarakat atau tempat kerja kita. Marilah kita perhatikan mereka yang sedih, murung atau frustrasi agar mereka bersedia untuk bersorak-sorai dan bersukacita; kita boroskan waktu dan tenaga kita bagi mereka yang sedih, murung dan frustrasi sebagai tanda kasih atau perhatian kita. Pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih atau terperhatikan merupakan bentuk kasih atau perhatian yang mulia dan luar biasa, maka dengan ini kami juga mengingatkan kita semua untuk dengan rendah hati memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih, misalnya suami atau isteri kita, anak-anak kita, rekan sekomunitas/kerja dst.. Biarlah di hari Natal nanti kita semua dapat bersorak-sorai dan bersukaria dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga.

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa"

(Mzm 23)

Jakarta, 1 Desember 2010


1 Des - Yes 25:6-10a; Mat 15:29-37

"HatiKu tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu".

(Yes 25:6-10a; Mat 15:29-37)


"Setelah meninggalkan daerah itu, Yesus menyusur pantai danau Galilea dan naik ke atas bukit lalu duduk di situ. Kemudian orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya membawa orang lumpuh, orang timpang, orang buta, orang bisu dan banyak lagi yang lain, lalu meletakkan mereka pada kaki Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel. Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan." Kata murid-murid-Nya kepada-Nya: "Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?" Kata Yesus kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" "Tujuh," jawab mereka, "dan ada lagi beberapa ikan kecil." Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya pula kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, tujuh bakul penuh." (Mat 15:29-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta B.Dionisius dan Redemptus, biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Orang-orang miskin dan berkekurangan kiranya masih cukup banyak di masyarakat atau Negara kita, apalagi dengan adanya musibah atau bencana alam yang menghancurkan berbagai macam sarana dan harta benda akhir-akhir ini, entah itu gempa bumi, tsunami, banjir, gunung berapi meletus, dst.. Dalam perjalanan melakasanakan tugasNya Yesus menghadapi ribuan orang yang kelaparan dan kelelahan dan HatiNya pun tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Hati tergerak oleh belas kasihan kepada orang-orang yang lapar, haus, menderita atau menjadi korban bencana alam atau musibah rasanya untuk masa kini juga merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran hidup iman atau agama kita.  Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk dengan rendah hati 'membuka hati' bagi mereka yang miskin, berkekurangan atau menjadi korban bencana alam. 'Membuka hati' berarti memberi perhatian, dan perhatian yang dimaksudkan bukan sekedar omongan atau kata-kata belaka, melainkan menjadi nyata dalam perbuatan atau tindakan pengorbanan. Marilah kita sisihkan sebagian harta benda atau kekayaan kita dan kemudian kita sumbangkan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan atau menjadi korban bencana alam atau musibah. Jika kita tidak mungkin menyalurkan secara langsung sumbangan tersebut, kiranya kita dapat menyalurkan melalui aneka macam LSM yang bergerak dalam pelayanan bagi mereka yang miskin dan berkekurangan atau menjadi korban bencana alam/musibah.


·   "Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!" (Yes 25:9), demikian kata orang-orang menanggapi ramalan Yesaya perihal kedatangan Penyelamat Dunia. Segala macam bentuk perhatian kita kepada sesama, lebih-lebih mereka yang miskin dan berkekurangan, kiranya akan membangkitkan hati mereka sehingga mereka pun akan berkata sebagaimana saya kutipkan di atas ini: "Inilah Tuhan yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakanNya". Keselamatan dari Tuhan antara lain dapat terwujud melalui perhatian kita kepada saudara-saudari kita, maka marilah kita saling memperhatikan, dan secara khusus kita perhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan di lingkungan hidup kita masing-masing, di masyarakat atau tempat kerja kita. Marilah kita perhatikan mereka yang sedih, murung atau frustrasi agar mereka bersedia untuk bersorak-sorai dan bersukacita; kita boroskan waktu dan tenaga kita bagi mereka yang sedih, murung dan frustrasi sebagai tanda kasih atau perhatian kita. Pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih atau terperhatikan merupakan bentuk kasih atau perhatian yang mulia dan luar biasa, maka dengan ini kami juga mengingatkan kita semua untuk dengan rendah hati memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih, misalnya suami atau isteri kita, anak-anak kita, rekan sekomunitas/kerja dst.. Biarlah di hari Natal nanti kita semua dapat bersorak-sorai dan bersukaria dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga.

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa"

(Mzm 23)

Jakarta, 1 Desember 2010


Pengorbanan

Efesus 5:1-2
“Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 139; Yohanes 16; Ezra 1-2

Menjadi seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya bukanlah perkara yang mudah, setidaknya itulah yang saya lihat dari Bapak saya. Selain harus mencari nafkah bagi keluarga, beliau juga harus merelakan tubuhnya kecapaian ketika saya dan saudara-saudara saya mengalami sakit.

Saya ingat sekali dengan peristiwa 12 tahun yang lalu dimana saya waktu itu menderita gejala demam berdarah. Dengan kondisi daerah Jakarta yang masih rawan ketika itu karena baru saja terjadi kerusuhan, Bapak saya membawa saya ke Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta menggunakan motor Vespa milik beliau. Bukan hanya sampai situ juga, beliau adalah orang yang menjagai saya selama satu minggu ketika saya terbaring di rumah sakit.

Saya tahu bahwa Bapak saya lelah mengurusi saya ketika itu, tetapi beliau tidak pernah menunjukkannya kepada saya. Beliau tetap merawat saya dengan baik. Perbuatan yang bapak saya perlihatkan kepada saya saat itu akan terus teringat dalam benak saya karena lewat peristiwa itulah saya memahami apa artinya berkorban.

Beribu-ribu tahun yang lalu sebenarnya sudah ada seorang Pribadi yang telah menunjukkan hal ini kepada manusia. Dia yang tidak pernah mengenal dosa, namun karena untuk menyelamatkan hidup kita, Dia merelakan diri-Nya menjadi korban tebusan. Dia Suci dan Agung, bahkan Dia adalah Anak yang sangat dikasihi oleh Bapa. Tentu Anda sudah mengenal-Nya karena nama-Nya begitu terkenal di seantero jagat raya. Ya benar, Dia adalah Yesus.

Oleh karena kasih-Nya kepada manusia, Dia mau merendahkan diri-Nya menjadi sama seperti Anda dan saya. Ini adalah pengorbanan terbesar yang pernah terjadi di dunia ini dan tidak ada satu pun yang akan dapat menyamainya.

Sebagai pengikut Yesus, kita patut meneladani sikap Yesus yang satu ini. Berkorban bukan berarti harus mati bagi orang lain saja, tetapi juga bisa lewat membantu kehidupan orang lain yang membutuhkan secara suka rela. Sudahkah Anda memberikan waktu, tenaga, pikiran, dan harta kekayaan Anda untuk menolong kehidupan orang di sekitar Anda saat ini? Jika belum, lakukanlah sekarang karena ini adalah bukti Anda mengasihi Tuhan Yesus.

Satu-satunya motif berkorban yang benar adalah kasih. Di luar ini, salah !

Renungan terkait
* Pengorbanan seorang Ibu
* Berkorban itu Indah
* Kasih Allah tidak bersyarat
* Berkat kasih karunia
* Sebuah pengorbanan

From RHO-ers: Tuhan Yang Menanam

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan:
Keluaran 35:34-35a
------------------------------------

“Dan TUHAN menanam dalam hatinya [Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda – ay. 30], dan dalam hati Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar. Ia (TUHAN) telah memenuhi mereka dengan keahlian. . .”

Bacaan Alkitab hari ini membuat saya mau gak mau langsung merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena saya diingatkan bahwa segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki semua asalnya adalah dari Tuhan. Jadi, tidak ada “ruang”, seharusnya, bagi saya untuk memegahkan diri – walaupun sesaat – karena segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki saat ini. Tetapi di saat yang sama, seharusnya juga tidak ada “ruang” bagi saya untuk menjadi minder – walaupun sesaat – karena sebenarnya di dalam diri ini ada sesuatu yang baik yang Tuhan tanam.

Bacaan Alkitab hari ini juga mengingatkan saya akan pesan Kakak KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) saya ketika dulu ia memimpin kami. Ia pernah mengatakan, “Ketika kamu dipuji oleh orang lain karena kecakapan-mu di dalam melayani, ingat! Segera kembalikan pujian itu kepada Tuhan. Sebab hanya Dia yang layak menerima pujian tersebut.” – Pujian, hormat, dan kekaguman semuanya adalah untuk Tuhan dan bukan untuk kita. Jangan biarkan diri kita “mencuri” kemuliaan Tuhan. Demikian pesan-nya yang masih terngiang di benak saya hingga saat ini.

Bezaleel dan Aholiab pada dasarnya adalah manusia biasa, sama seperti saya dan Anda. Tetapi mereka menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa dan dicatat namanya di dalam Alkitab adalah semata-mata karena “Tuhan yang menanam”-kan kepandaian dan keahlian yang luar biasa itu di dalam hati mereka. Jadi, pusat kekaguman kita yang utama ketika membaca perikop ini seharusnya bukan pada pribadi Bezaleel dan Aholiab tetapi pada pribadi Allah yang sanggup “meniupkan” Roh-Nya (ay. 31) ke dalam pribadi mereka sehingga mereka dapat menjadi orang-orang yang sangat ahli, baik dalam hal mengajar maupun dalam hal pembangunan Kemah Suci pada waktu itu.

Fenomena yang terjadi saat ini justru adalah kebalikan-nya. Jaman ini – menurut pengamatan saya – adalah jaman “Narcissistic”; yaitu jaman dimana semua orang ingin “unjuk gigi” bahwa dirinya itu adalah “something”. Itu sebab lahir acara-acara seperti “Indonesian Idol”, “Kid’s Idol”, dan berbagai acara-acara lain-nya yang intinya menawarkan kepada manusia – kecil-besar, tua-muda, kaya-miskin, cakep-jelek, kurus-gemuk, pintar-bodoh – untuk berani “unjuk gigi” dengan menampilkan potensi diri yang ada di dalam diri mereka. Dan tujuan dari acara seperti ini – selain komersil – adalah untuk mencari popularitas diri sendiri. Kemuliaan Tuhan menjadi nomor dua atau mungkin nomor tiga. Kemuliaan diri menjadi nomor satu.

Ayat bacaan hari ini sekali lagi mengingatkan kita semua bahwa apapun kepandaian dan keahlian yang kita miliki, semua itu adalah “Tuhan yang menanam”. Jadi sudah seharusnya dan sepantasnyalah segala usaha kita menggali potensi diri ini adalah bukan untuk kepuasaan diri kita, melainkan untuk kepuasaan dan keharuman nama Tuhan. Kita hanyalah “seonggok daging” biasa jika Tuhan tidak menanamkan kepandaian dan keahlian-Nya di dalam hati kita. Marilah “dengan takut dan gentar kita mengerjakan keselamatan yang Tuhan sudah berikan kepada kita” (Filipi 2:12), karena “Allahlah yang (sebenarnya) mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi 2:13)

Doa: Tuhan ingatkanlah aku untuk menjadi rendah hati jika aku menyombongkan diri dengan segala kepandaian dan keahlian yang asalnya dari-Mu, tetapi juga ingatkanlah aku untuk menjadi percaya diri jika aku terlalu memandang rendah diriku sendiri sehingga aku lupa melihat segala hal yang baik yang Engkau tanam di dalam hatiku. Dalam nama Yesus. Amin.

From RHO-ers: Tuhan Yang Menanam

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan:
Keluaran 35:34-35a
------------------------------------

“Dan TUHAN menanam dalam hatinya [Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda – ay. 30], dan dalam hati Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar. Ia (TUHAN) telah memenuhi mereka dengan keahlian. . .”

Bacaan Alkitab hari ini membuat saya mau gak mau langsung merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena saya diingatkan bahwa segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki semua asalnya adalah dari Tuhan. Jadi, tidak ada “ruang”, seharusnya, bagi saya untuk memegahkan diri – walaupun sesaat – karena segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki saat ini. Tetapi di saat yang sama, seharusnya juga tidak ada “ruang” bagi saya untuk menjadi minder – walaupun sesaat – karena sebenarnya di dalam diri ini ada sesuatu yang baik yang Tuhan tanam.

Bacaan Alkitab hari ini juga mengingatkan saya akan pesan Kakak KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) saya ketika dulu ia memimpin kami. Ia pernah mengatakan, “Ketika kamu dipuji oleh orang lain karena kecakapan-mu di dalam melayani, ingat! Segera kembalikan pujian itu kepada Tuhan. Sebab hanya Dia yang layak menerima pujian tersebut.” – Pujian, hormat, dan kekaguman semuanya adalah untuk Tuhan dan bukan untuk kita. Jangan biarkan diri kita “mencuri” kemuliaan Tuhan. Demikian pesan-nya yang masih terngiang di benak saya hingga saat ini.

Bezaleel dan Aholiab pada dasarnya adalah manusia biasa, sama seperti saya dan Anda. Tetapi mereka menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa dan dicatat namanya di dalam Alkitab adalah semata-mata karena “Tuhan yang menanam”-kan kepandaian dan keahlian yang luar biasa itu di dalam hati mereka. Jadi, pusat kekaguman kita yang utama ketika membaca perikop ini seharusnya bukan pada pribadi Bezaleel dan Aholiab tetapi pada pribadi Allah yang sanggup “meniupkan” Roh-Nya (ay. 31) ke dalam pribadi mereka sehingga mereka dapat menjadi orang-orang yang sangat ahli, baik dalam hal mengajar maupun dalam hal pembangunan Kemah Suci pada waktu itu.

Fenomena yang terjadi saat ini justru adalah kebalikan-nya. Jaman ini – menurut pengamatan saya – adalah jaman “Narcissistic”; yaitu jaman dimana semua orang ingin “unjuk gigi” bahwa dirinya itu adalah “something”. Itu sebab lahir acara-acara seperti “Indonesian Idol”, “Kid’s Idol”, dan berbagai acara-acara lain-nya yang intinya menawarkan kepada manusia – kecil-besar, tua-muda, kaya-miskin, cakep-jelek, kurus-gemuk, pintar-bodoh – untuk berani “unjuk gigi” dengan menampilkan potensi diri yang ada di dalam diri mereka. Dan tujuan dari acara seperti ini – selain komersil – adalah untuk mencari popularitas diri sendiri. Kemuliaan Tuhan menjadi nomor dua atau mungkin nomor tiga. Kemuliaan diri menjadi nomor satu.

Ayat bacaan hari ini sekali lagi mengingatkan kita semua bahwa apapun kepandaian dan keahlian yang kita miliki, semua itu adalah “Tuhan yang menanam”. Jadi sudah seharusnya dan sepantasnyalah segala usaha kita menggali potensi diri ini adalah bukan untuk kepuasaan diri kita, melainkan untuk kepuasaan dan keharuman nama Tuhan. Kita hanyalah “seonggok daging” biasa jika Tuhan tidak menanamkan kepandaian dan keahlian-Nya di dalam hati kita. Marilah “dengan takut dan gentar kita mengerjakan keselamatan yang Tuhan sudah berikan kepada kita” (Filipi 2:12), karena “Allahlah yang (sebenarnya) mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi 2:13)

Doa: Tuhan ingatkanlah aku untuk menjadi rendah hati jika aku menyombongkan diri dengan segala kepandaian dan keahlian yang asalnya dari-Mu, tetapi juga ingatkanlah aku untuk menjadi percaya diri jika aku terlalu memandang rendah diriku sendiri sehingga aku lupa melihat segala hal yang baik yang Engkau tanam di dalam hatiku. Dalam nama Yesus. Amin.

30 Nov - Rm 10:9-18; Mat 4:18-22

"Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."

(Rm 10:9-18; Mat 4:18-22)

 

"Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia." (Mat 4:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka merayakan pesta St.Andreas, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Menjadi rasul berarti dikumpulkan di sekitar Yesus, mengikuti Yesus kemanapun Ia pergi atau dimanapun Ia berada, dan dengan demikian mau tak mau hidup dan bertindak meneladan Yesus atau melaksanakan perintah atau sabdaNya. Sabda Yesus kepada Andreas hari ini adalah "Mari, ikutilah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia". Yang dimaksudkan dengan menjadi 'penjala manusia' antara lain adalah hidup dan bertindak lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain, yang kita layani. Sebagai umat beriman kita memiliki panggilan menjadi rasul juga, maka marilah kita hayati dimensi rasuli hidup kita di dalam berbagai cara hidup dan bertindak kita setiap hari. Dalam cara hidup dan cara bertindak apapun dan dimanapun hendaknya keselamatan jiwa manusia menjadi barometer atau pedoman usaha dan keberhasilan kita. Dengan kata lain hendaknya kita sendiri senantiasa mengusahakan hidup baik dan berbudi pekerti luhur dan kemudian membantu orang lain untuk hidup baik dan berbudi pekerti luhur. Untuk itu kita perlu 'meninggalkan perahu dan orangtua' kita artinya melepaskan diri dari ketergantungan pada aneka macam jenis harta benda maupun orangtua kita masing-masing. Dengan jiwa lepas bebas kita ikuti kehendak Tuhan kapanpun dan dimanapun, kita tinggalkan cara hidup dan cara bertindak yang hanya mengikuti selera pribadi atau kemauan sendiri. Hendaknya kita juga siap sedia untuk diutus kemanapun dan dimanapun, lebih-lebih dimana semakin banyak jiwa manusia dapat diselamatkan.

·   "Bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Rm 10:14-15). "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik", inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Sebagai umat beriman kita dipanggil untuk menjadi pembawa kabar baik, sehingga dimanapun berada atau kemanapun pergi kita senantiasa membawa kabar baik, terdengar dan tersiarkan segala sesuatu yang baik. Memang untuk itu kita sendiri harus senantiasa dalam keadaan baik serta suka berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun tanpa pandang bulu. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku universal, kapan saja dan dimana saja, maka hemat saya yang paling baik adalah keselamatan jiwa manusia. Maka baiklah jika kita sungguh mengutamakan dan memperjuangkan keselamatan jiwa manusia, hendaknya tidak takut dan tidak gentar menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan, mengingat dan memperhatikan bahwa untuk mengusahakan keselamatan jiwa pada masa kini sungguh berat karena sikap mental materialistis begitu merasuki banyak orang dalam berbagai macam bidang kehidupan bersama di tengah masyarakat. Namun percayalah jika kita sungguh berkehendak baik serta mengusahakan apa yang baik pasti akan memperoleh dukungan dari banyak orang, karena mereka yang berkehendak baik lebih banyak daripada mereka yang berkehendak jahat. Tanda baik kita berkehendak baik serta mengusahakan apa yang baik antara lain cukup banyak orang tergerak untuk mendekat dan bersahabat dengan kita, karena cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menarik, mempesona serta memikat. Marilah kita saling membantu dan mendukung agar semakin banyak orang semakin percaya kepada Tuhan, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari.

 

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (Mzm 19:2-5)

Jakarta, 30 November 2010         


30 Nov - Rm 10:9-18; Mat 4:18-22

"Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."

(Rm 10:9-18; Mat 4:18-22)

 

"Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia." (Mat 4:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka merayakan pesta St.Andreas, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Menjadi rasul berarti dikumpulkan di sekitar Yesus, mengikuti Yesus kemanapun Ia pergi atau dimanapun Ia berada, dan dengan demikian mau tak mau hidup dan bertindak meneladan Yesus atau melaksanakan perintah atau sabdaNya. Sabda Yesus kepada Andreas hari ini adalah "Mari, ikutilah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia". Yang dimaksudkan dengan menjadi 'penjala manusia' antara lain adalah hidup dan bertindak lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain, yang kita layani. Sebagai umat beriman kita memiliki panggilan menjadi rasul juga, maka marilah kita hayati dimensi rasuli hidup kita di dalam berbagai cara hidup dan bertindak kita setiap hari. Dalam cara hidup dan cara bertindak apapun dan dimanapun hendaknya keselamatan jiwa manusia menjadi barometer atau pedoman usaha dan keberhasilan kita. Dengan kata lain hendaknya kita sendiri senantiasa mengusahakan hidup baik dan berbudi pekerti luhur dan kemudian membantu orang lain untuk hidup baik dan berbudi pekerti luhur. Untuk itu kita perlu 'meninggalkan perahu dan orangtua' kita artinya melepaskan diri dari ketergantungan pada aneka macam jenis harta benda maupun orangtua kita masing-masing. Dengan jiwa lepas bebas kita ikuti kehendak Tuhan kapanpun dan dimanapun, kita tinggalkan cara hidup dan cara bertindak yang hanya mengikuti selera pribadi atau kemauan sendiri. Hendaknya kita juga siap sedia untuk diutus kemanapun dan dimanapun, lebih-lebih dimana semakin banyak jiwa manusia dapat diselamatkan.

·   "Bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Rm 10:14-15). "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik", inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Sebagai umat beriman kita dipanggil untuk menjadi pembawa kabar baik, sehingga dimanapun berada atau kemanapun pergi kita senantiasa membawa kabar baik, terdengar dan tersiarkan segala sesuatu yang baik. Memang untuk itu kita sendiri harus senantiasa dalam keadaan baik serta suka berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun tanpa pandang bulu. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku universal, kapan saja dan dimana saja, maka hemat saya yang paling baik adalah keselamatan jiwa manusia. Maka baiklah jika kita sungguh mengutamakan dan memperjuangkan keselamatan jiwa manusia, hendaknya tidak takut dan tidak gentar menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan, mengingat dan memperhatikan bahwa untuk mengusahakan keselamatan jiwa pada masa kini sungguh berat karena sikap mental materialistis begitu merasuki banyak orang dalam berbagai macam bidang kehidupan bersama di tengah masyarakat. Namun percayalah jika kita sungguh berkehendak baik serta mengusahakan apa yang baik pasti akan memperoleh dukungan dari banyak orang, karena mereka yang berkehendak baik lebih banyak daripada mereka yang berkehendak jahat. Tanda baik kita berkehendak baik serta mengusahakan apa yang baik antara lain cukup banyak orang tergerak untuk mendekat dan bersahabat dengan kita, karena cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menarik, mempesona serta memikat. Marilah kita saling membantu dan mendukung agar semakin banyak orang semakin percaya kepada Tuhan, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari.

 

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (Mzm 19:2-5)

Jakarta, 30 November 2010         


Minggu, 28 November 2010

From RHO-ers: Penundaan

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Amsal 21:25
---------------------------

“Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.”

Ada sebuah legenda tua dari seorang puteri yang kalah karena ia MENUNDA membuat sebuah keputusan. Menurut ceritanya, sang puteri diperbolehkan untuk berjalan-jalan di sebuah padang yang dipenuhi dengan perhiasan yang indah; dan ia diperkenankan untuk mengambil satu, tetapi hanya satu yang boleh ia simpan.

Ia diperbolehkan untuk berjalan melalui padang itu hanya untuk SEKALI saja. Dan ia hanya dapat berjalan maju dan tidak boleh mundur lagi (demikian juga dengan kehidupan).

Saat ia memulai perjalanan-nya, ia melihat berlian, rubi, permata dan safir yang bersinar di bawah sinar matahari. Ia juga melihat mutiara sebesar buah ceri. Di mana pun ia melihat, ia melihat perhiasan bersinar dengan indahnya. Namun, ia berpikir bahwa ia tidak seharusnya memilih terlalu cepat karena tentunya mereka [perhiasan tersebut] akan makin bersinar dan besar.

Tetapi, sambil ia meneruskan perjalanan, keindahan perhiasan itu semakin memudar. Mereka [perhiasan itu] juga tampak semakin mengecil. Jadi, ia menunda pilihannya. Ia mengharapkan sesuatu yang lebih besar. Setelah beberapa saat, ia sudah mendekati ujung daripada padang itu. Namun, sekarang yang tampak hanyalah kaca-kaca murahan dan tidak berharga untuk dimiliki. Jadi, ia tidak memilih satu pun. Sebelum ia mengetahuinya, sang puteri keluar dari Padang Perhiasan, dan ia belum memilih satu pun [!] Dan, saat itu semuanya sudah terlambat.

Kehidupan bisa menjadi seperti kisah legenda di atas bagi para penunda. Besok, dan besok. Namun, besok mungkin tidak akan pernah datang. Seekor burung di tangan sebenarnya lebih berharga daripada dua ekor burung di semak-semak.

Diambil dari: "Saya akan melakukannya... BESOK!", Karya: Jerry & Kirsti Newcombe

From RHO-ers: Penundaan

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Amsal 21:25
---------------------------

“Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.”

Ada sebuah legenda tua dari seorang puteri yang kalah karena ia MENUNDA membuat sebuah keputusan. Menurut ceritanya, sang puteri diperbolehkan untuk berjalan-jalan di sebuah padang yang dipenuhi dengan perhiasan yang indah; dan ia diperkenankan untuk mengambil satu, tetapi hanya satu yang boleh ia simpan.

Ia diperbolehkan untuk berjalan melalui padang itu hanya untuk SEKALI saja. Dan ia hanya dapat berjalan maju dan tidak boleh mundur lagi (demikian juga dengan kehidupan).

Saat ia memulai perjalanan-nya, ia melihat berlian, rubi, permata dan safir yang bersinar di bawah sinar matahari. Ia juga melihat mutiara sebesar buah ceri. Di mana pun ia melihat, ia melihat perhiasan bersinar dengan indahnya. Namun, ia berpikir bahwa ia tidak seharusnya memilih terlalu cepat karena tentunya mereka [perhiasan tersebut] akan makin bersinar dan besar.

Tetapi, sambil ia meneruskan perjalanan, keindahan perhiasan itu semakin memudar. Mereka [perhiasan itu] juga tampak semakin mengecil. Jadi, ia menunda pilihannya. Ia mengharapkan sesuatu yang lebih besar. Setelah beberapa saat, ia sudah mendekati ujung daripada padang itu. Namun, sekarang yang tampak hanyalah kaca-kaca murahan dan tidak berharga untuk dimiliki. Jadi, ia tidak memilih satu pun. Sebelum ia mengetahuinya, sang puteri keluar dari Padang Perhiasan, dan ia belum memilih satu pun [!] Dan, saat itu semuanya sudah terlambat.

Kehidupan bisa menjadi seperti kisah legenda di atas bagi para penunda. Besok, dan besok. Namun, besok mungkin tidak akan pernah datang. Seekor burung di tangan sebenarnya lebih berharga daripada dua ekor burung di semak-semak.

Diambil dari: "Saya akan melakukannya... BESOK!", Karya: Jerry & Kirsti Newcombe

Mengikut Yesus Dari Kejauhan

Lukas 23:49
Semua orang yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea, berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 138; Yohanes 15; 2 Tawarikh 36:22-23

Ada orang banyak yang mengikuti Yesus kemanapun Ia pergi – ke kota-kota, desa-desa, perbukitan, danau bahkan sinagoga. Mungkin mereka mengikuti-Nya karena mukjizat yang telah dibuat-Nya, atau tertarik dengan ajaran-Nya, namun satu hal, hanya beberapa gelintir orang yang berkomitmen terhadap-Nya. Mereka adalah ke dua belas murid-Nya.

Namun bagaimana ketika Yesus menghadapi jalan salib itu. Para murid tercerai berai. Satu orang mengkhianati-Nya, satu lagi menyangkal-Nya dan yang lainnya hanya melihat Yesus dari kejauhan. Namun sekalipun demikian, Yesus tetap mengasihi mereka. Dia datang menguatkan mereka kembali setelah kebangkitan-Nya. Mereka bisa di yakinkan dengan kehadiran Yesus. Mereka tahu bahwa Tuhan yang mereka ikuti cukup dekat dengan mereka untuk mereka sentuh, dan percayai. Mereka kembali menaruh kepercayaan dan pengharapan mereka pada Yesus, bahkan lebih dari komitmen, mereka rela memberikan nyawa mereka untuk memberitakan nama Yesus itu. Mereka yakin apapun keadaan mereka, ada pengharapan dan hidup kekal di dalam Yesus.

Anda dan saya memiliki pilihan yang sama hari ini. Apakah kita akan mengikuti Yesus seperti orang banyak itu, melihat Yesus dari kejauhan, atau mengikuti jejak Yesus dan berada bersama-Nya bahkan ketika harus berhadapan dengan maut?

Hari ini marilah kita jangan jadi pengikut yang pasif, yang hanya mengenal Yesus dari jauh. Namun mari kita mengikuti Yesus dengan komitmen. Pada dasarnya, mengikuti Yesus memiliki berbagai kelebihan: Pertama, kita mendapatkan hidup kekal; Kedua kita mengalami rahmat dan pengampunan dari-Nya setiap hari; Ketiga, Allah merancangkan kehidupan yang penuh harapan, dan Dia selalu bersama kita; Kelima, tidak ada sesuatu pun yang terjadi tanpa ijin-Nya; Ke enam, Dia memberi kita kekuatan-Nya, otoritas dan kuasa-Nya; Ketujuh, Ia memberikan perlindungan sempurna atas hidup kita.

Apa lagi yang Anda butuhkan dalam hidup ini? Bukankah mengikut Yesus itu adalah sebuah keuntungan?

Ingatlah bahwa Anda tidak akan pernah kehilangan upah ketika mengiring Yesus.

Renungan terkait
* Berkomitmen pada Tuhan Yesus
* Ketika di tangkap Tuhan
* Motif yang benar
* Mengasihi musuh mungkinkah
* Pede aja lagi

29 Nov - Yes 2:1-5; Mat 8:5-11

"Aku akan datang menyembuhkannya."

(Yes 2:1-5; Mat 8:5-11)

 

"Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga," (Mat 8:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Masa adven adalah masa menyongsong kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia dengan penuh harapan, maka baiklah kita mawas diri sejauh masa kita layak menyongsong kedatanganNya. Seorang perwira yang dengan rendah hati menghadap Yesus, sebagaimana dikisahkan dalam warta gembira hari ini, kiranya dapat menjadi cermin refleksi atau permenungan kita. Keterbukaan bagi mereka yang sedang sakit dan menderita serta usaha untuk mencari penyembuhan atau pembebasan bagi mereka, itulah yang hendaknya kita hayati dan sebarluaskan di masa adven ini. Dalam masa adven biasanya juga ada kegiatan pengumpulan kolekte khusus atau barang/harta benda, yang kemudian dipersembahkan kepada Tuhan dengan diberikan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, sebaga aksi Natal. Hal itu dilakukan dengan harapan kebahagiaan damai Natal dapat dialami atau dinikmati oleh sebanyak mungkin umat manusia di bumi ini. Maka baiklah saya mengajak dan mengingatkan kita semua untuk 'turba'/turun ke bawah, 'menunduk' atau sungguh membumi untuk melihat kenyataan yang ada di lingkungan hidup kita. Apakah ada di antara saudara-saudari kita yang sedang sakit, menderita atau kurang diperhatikan? Kami berharap kita menyisihkan sebagai kekayaan, uang atau harta benda kita untuk kita sumbangkan kepada mereka yang miskin dan kekurangan di lingkungan hidup kita maupun di tempat lain yang sungguh membutuhkan. Marilah wujudkan kesiap-siaga kita dalam menyongsong kedatangan Penyelamat Dunia dengan membuka hati, budi, jiwa dan tubuh atau segala milik dan kekayaan kita bagi orang lain, dengan kata lain kita usahakan dan perdalam keutamaan solidaritas, simpati serta empati.


·   "Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang." (Yes 2:4), demikian ramalan nabi Yesaya perihal Penyelamat Dunia yang kita songsong kedatanganNya. Yang mungkin baik kita renungkan atau refleksikan adalah bahwa 'mereka tidak akan lagi belajar perang'. Apa yang disebut perang bagaimanapun membuahkan penderitaan atau kesengsaraan, menghambur-hamburkan uang atau harta benda tiada guna, bahkan untuk menghancurkan yang lain. Namun perang dalam arti mengalahkan godaan setan atau kejahatan kiranya baik dipelajari atau diperdalam, mengingat godaan setan pada masa kini juga semakin canggih. Pembelajaran perang melawan godaan setan antara lain dapat dilakukan dengan berdoa atau membaca dan merenungkan sabda Tuhan. Pada masa adven biasanya juga ada kegiatan pendalaman iman umat atau doa lingkungan mingguan bersama-sama, maka baiklah kebiasaan ini kita selenggarakan atau ikuti bersama. Jika tidak mungkin berpartisipasi dalam pertemuan lingkungan, baiknya entah secara pribadi atau dalam keluarga diselenggarakan sendiri. Kebiasaan berdoa dengan baik serta membaca dan merenungkan sabda Tuhan merupakan pelatihan perang melawan godaan setan, karena entah berdoa maupun merenungkan sabda Tuhan mau tak mau kita pasti akan dikuasai atau dirajai oleh Tuhan, dan dengan demikian kita senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita dapat mengalahkan semua godaan setan. Marilah kita wujudkan kesiap-siagaan kita dalam menyongsong kedatangan Penyelamat Dunia dengan berdoa dan berkontemplasi atau meditasi.

 

"Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!" Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu." (Mzm 122:6-9)

 

Jakarta, 29 November 2010

      


29 Nov - Yes 2:1-5; Mat 8:5-11

"Aku akan datang menyembuhkannya."

(Yes 2:1-5; Mat 8:5-11)

 

"Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga," (Mat 8:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Masa adven adalah masa menyongsong kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia dengan penuh harapan, maka baiklah kita mawas diri sejauh masa kita layak menyongsong kedatanganNya. Seorang perwira yang dengan rendah hati menghadap Yesus, sebagaimana dikisahkan dalam warta gembira hari ini, kiranya dapat menjadi cermin refleksi atau permenungan kita. Keterbukaan bagi mereka yang sedang sakit dan menderita serta usaha untuk mencari penyembuhan atau pembebasan bagi mereka, itulah yang hendaknya kita hayati dan sebarluaskan di masa adven ini. Dalam masa adven biasanya juga ada kegiatan pengumpulan kolekte khusus atau barang/harta benda, yang kemudian dipersembahkan kepada Tuhan dengan diberikan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, sebaga aksi Natal. Hal itu dilakukan dengan harapan kebahagiaan damai Natal dapat dialami atau dinikmati oleh sebanyak mungkin umat manusia di bumi ini. Maka baiklah saya mengajak dan mengingatkan kita semua untuk 'turba'/turun ke bawah, 'menunduk' atau sungguh membumi untuk melihat kenyataan yang ada di lingkungan hidup kita. Apakah ada di antara saudara-saudari kita yang sedang sakit, menderita atau kurang diperhatikan? Kami berharap kita menyisihkan sebagai kekayaan, uang atau harta benda kita untuk kita sumbangkan kepada mereka yang miskin dan kekurangan di lingkungan hidup kita maupun di tempat lain yang sungguh membutuhkan. Marilah wujudkan kesiap-siaga kita dalam menyongsong kedatangan Penyelamat Dunia dengan membuka hati, budi, jiwa dan tubuh atau segala milik dan kekayaan kita bagi orang lain, dengan kata lain kita usahakan dan perdalam keutamaan solidaritas, simpati serta empati.


·   "Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang." (Yes 2:4), demikian ramalan nabi Yesaya perihal Penyelamat Dunia yang kita songsong kedatanganNya. Yang mungkin baik kita renungkan atau refleksikan adalah bahwa 'mereka tidak akan lagi belajar perang'. Apa yang disebut perang bagaimanapun membuahkan penderitaan atau kesengsaraan, menghambur-hamburkan uang atau harta benda tiada guna, bahkan untuk menghancurkan yang lain. Namun perang dalam arti mengalahkan godaan setan atau kejahatan kiranya baik dipelajari atau diperdalam, mengingat godaan setan pada masa kini juga semakin canggih. Pembelajaran perang melawan godaan setan antara lain dapat dilakukan dengan berdoa atau membaca dan merenungkan sabda Tuhan. Pada masa adven biasanya juga ada kegiatan pendalaman iman umat atau doa lingkungan mingguan bersama-sama, maka baiklah kebiasaan ini kita selenggarakan atau ikuti bersama. Jika tidak mungkin berpartisipasi dalam pertemuan lingkungan, baiknya entah secara pribadi atau dalam keluarga diselenggarakan sendiri. Kebiasaan berdoa dengan baik serta membaca dan merenungkan sabda Tuhan merupakan pelatihan perang melawan godaan setan, karena entah berdoa maupun merenungkan sabda Tuhan mau tak mau kita pasti akan dikuasai atau dirajai oleh Tuhan, dan dengan demikian kita senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita dapat mengalahkan semua godaan setan. Marilah kita wujudkan kesiap-siagaan kita dalam menyongsong kedatangan Penyelamat Dunia dengan berdoa dan berkontemplasi atau meditasi.

 

"Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" Oleh karena saudara-saudaraku dan teman-temanku aku hendak mengucapkan: "Semoga kesejahteraan ada di dalammu!" Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu." (Mzm 122:6-9)

 

Jakarta, 29 November 2010

      


Sabtu, 27 November 2010

From RHO-ers: Tergerak, Lalu Bergerak

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan:
Keluaran 35:21a
-------------------------------

“Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN. . .”

Prinsip utama dari persembahan yang sejati adalah lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan si pemberi persembahan tidak ingin menonjolkan nama-nya melalui persembahan tersebut (baca: Matius 6:3-4 – “[J]ika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat oleh tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”). Persembahan yang sejati bukan lahir dari keterpaksaan, bukan juga lahir dari motif terselubung, dan yang lebih penting bukan lahir dari keangkuhan.

Dulu ketika saya masih kuliah, saya suka menyisihkan uang jajan mingguan untuk saya berikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Setiap akhir bulan, uang jajan mingguan yang saya sudah sisihkan saya masukkan ke dalam amplop, lalu di dalam amplop itu saya juga masukkan traktat Kristen + waktu itu saya juga masukkan foto Tuhan Yesus  - Konsep yang ada di benak saya pada waktu itu sederhana; saya hanya ingin bisa jadi perpanjangan tangan Tuhan buat orang lain yang membutuhkan, tetapi saya juga ingin orang yang menerima bantuan dari saya itu mengetahui bahwa bantuan itu datang-nya dari Tuhan Yesus bukan dari saya, tetapi kebetulan “orang suruhan” (messenger) yang Tuhan Yesus pilih ialah saya.

Bagaimana saya melakukannya? Saya melakukannya dengan cara memilih acak (random choosing) “target” yang akan saya berikan amplop setiap bulannya. Jadi, setiap pulang kuliah saya dalam hati berdoa kepada Tuhan sambil mengendarai motor, saya bilang sama Tuhan: “Tuhan, tunjukkanlah siapa orang yang Engkau ingin agar dia menerima amplop ini, bimbing aku ya Tuhan.” Demikian doa saya dalam hati.

Nah, biasanya nanti Tuhan condongkan hati saya kepada orang tertentu setelah saya berdoa. Jika dorongan itu makin kuat, maka saya segera menepi lalu men-stop motor saya, dan kemudian saya memanggil orang tersebut – orang itu bisa seorang tukang parkir, seorang tukang sapu jalanan, anak kecil yang sedang mengamen, orang lansia yang sedang terhuyung-huyung berjalan kaki di sore hari, atau ibu-ibu tua yang sedang menenteng bawaannya, dll. – setelah saya memanggil orang tersebut, saya lalu mengatakan demikian kepadanya: “Pak / Bu, ini amplop buat Bapak / Ibu. Di dalamnya ada uang ala kadarnya, silahkan Bapak / Ibu pakai untuk keperluan Bapak / Ibu. Ini dari Tuhan Yesus buat Bapak / Ibu. Terima ya, Tuhan Yesus mengasihi Bapak / Ibu.” Lalu saya tutup dengan senyum simpul dan kemudian saya langsung tancap gas dan perlahan-lahan saya melihat orang itu lewat kaca spion. Ada yang menunjukkan ekspresi bingung, ada yang ekspresinya senang, ada yang ekspresinya kaget, ada yang gabungan dari bingung, senang dan kaget. Tetapi tahukah Anda siapakah orang yang paling senang? Orang yang paling bahagia adalah saya! Bahagia rasanya bisa jadi perpanjangan tangan kasih Tuhan buat orang lain yang saya tidak kenal sama sekali. Sungguh benar apa yang Yesus katakan, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisah Rasul 20:35)

Saya yakin, demikian juga orang-orang yang hatinya tergerak dan yang jiwanya terdorong untuk membawa persembahan khusus bagi Tuhan, yang dicatat di kitab Keluaran, pasti mereka sangat berbahagia! Mereka dengan rela dan sukacita datang membawa “anting-anting hidung”, “anting-anting telinga”, “cincin meterai”, dan “kerongsang” (kalung), serta “segala macam barang emas” ke hadapan Tuhan (Keluaran 35:22). Mereka tergerak – di ayat 21 – lalu mereka bergerak – di ayat 22.

Tetapi melihat kondisi umat Tuhan pada jaman ini sangat disayangkan. Ketika manusia semakin matrelialistis, maka manusia pun semakin dingin untuk memberi bagi orang lain atau bagi pekerjaan Tuhan. Pusat utama mereka bukan lagi apa yang menyenangkan hati Tuhan, melainkan apa yang menyenangkan dan memanjakan hati mereka. Mereka lupa bahwa segala kekayaan mereka datang-nya adalah dari Tuhan. Salomo – seorang raja Israel yang terkaya di sepanjang sejarah para raja-raja Israel – pernah berkata, “Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22)

Kiranya Tuhan membuat hati kita “tergerak” (bentuk pasif) dan kemudian tangan ini “bergerak” (bentuk aktif) meresponi panggilan Tuhan untuk menjadi perpanjangan tangan kasih-Nya bagi sesama dan bagi pekerjaan-Nya di dunia ini. Amin.

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari