Rabu, 30 Juni 2010

1Juli - Am 7:10-17; Mat 9:1-4

"Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?"

(Am 7:10-17; Mat 9:1-4)

 

"Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah." Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?" (Mat 9:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang ahli Taurat pada masa kini antara lain para ahli kitab suci, ahli hukum/aturan, dst… lebih-lebih para ahli hukum. Mengapa? Perhatikan saja dalam berbagai macam persidangan atau rapat dimana para ahli hukum senantiasa berusaha melihat dan mengangkat kekurangan, kejahatan dan kelemahan orang lain guna menjatuhkan orang lain dan memenangkan dirinya sendiri. Apalagi ahli hukum yang telah memperoleh pesan sponsor alias diberi uang pelicin atau sogokan pasti berusaha mati-matian, bekerja keras untuk berpikiran jahat terhadap yang lain. Apa yang terjadi di dalam persidangan memang saling menyalahkan, dan dengan demikian memang sungguh melelahkan serta memboroskan waktu, tenaga dan dana/uang. Kami harapkan di dalam hidup sehari-hari gaya hidup dan kerja di persidangan tersebut tidak terjadi, dimana orang senantiasa berpikiran jahat di dalam hatinya. Sabda Yesus hari ini kiranya baik kita renungkan dan refleksikan secara mendalam, artinya kita tanggapi dengan sepenuh hati. Marilah kita buang pikiran jahat di dalam hati kita masing-masing serta senantiasa berusaha berpikiran baik di dalam hati kita masing-masing. Orang yang berpikiran jahat berarti hidup bersama setan atau roh jahat, dan dengan demikian memang menjadi ahli kejahatan, sedangkan orang yang berpikiran baik berarti hidup bersama dengan Roh Kudus atau Tuhan, dan dengan demikian menjadi ahli atau pakar kebaikan, senang berbuat baik kepada sesamanya. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk senantiasa saling berbuat baik satu sama lain, dan hal itu antara lain dapat dimulai dan didasari oleh hati yang senantiasa berpikiran baik. Kami percaya di dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik daripada yang jahat, maka marilah kita saling mengangkat dan mewujudkan apa yang baik di dalam diri kita masing-masing.

·   "Aku harus mempersembahkan korban keselamatan, dan pada hari ini telah kubayar nazarku itu. Itulah sebabnya aku keluar menyongsong engkau, untuk mencari engkau dan sekarang kudapatkan engkau. Telah kubentangkan permadani di atas tempat tidurku, kain lenan beraneka warna dari Mesir. Pembaringanku telah kutaburi dengan mur, gaharu dan kayu manis" (Am 7:14-17), demikian ungkapan seorang perempuan sundal alias pelacur. Saya kira seorang pelacur yang baik senantiasa berusaha dengan keras membahagiakan dan menyenangkan tamu-tamunya atau mereka yang mendatanginya; ia akan memberi pelayanan dalam bentuk apapun kepada para tamunya. Maka dalam sebuah seminar yang saya hadiri ada seorang pembicara (ibu) yang dalam ceramahnya ada selingan dan saran :"Para ibu atau isteri hendaknya belajar dari para pelacur bagaimana cara membahagiakan dan menyenangkan suaminya". Tentu saja bukan saran atau nasihat bagi para ibu untuk melacurkan diri, melainkan gaya dan sikap hidup membahagiakan dan menyenangkan orang lain. Rasanya kita semua mendambakan dan merindukan hidup bahagia dan senang, maka marilah kita dengan segala upaya serta bantuan rahmat Tuhan berusaha saling membahagiakan dan menyenangkan satu sama lain dimanapun dan kapanpun serta dalam kondisi dan situasi apapun. Ingat bagi kita yang beriman kepada Yesus Kristus, Warta Gembira dan Pewarta Gembira, berarti kita dipanggil untuk meneladanNya dengan menjadi pawarta gembira. Kehadiran  dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun hendaknya menggembirakan dan menyenangkan, sehingga memberdayakan orang lain untuk semakin beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan atau Penyelenggaraan Ilahi. Tidak ada alasan untuk tidak gembira bagi yang beriman kepada Tuhan.

 

"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah" (Mzm 19:8-11)..

       

Jakarta, 1 Juli 2010


1Juli - Am 7:10-17; Mat 9:1-4

"Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?"

(Am 7:10-17; Mat 9:1-4)

 

"Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah." Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?" (Mat 9:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang ahli Taurat pada masa kini antara lain para ahli kitab suci, ahli hukum/aturan, dst… lebih-lebih para ahli hukum. Mengapa? Perhatikan saja dalam berbagai macam persidangan atau rapat dimana para ahli hukum senantiasa berusaha melihat dan mengangkat kekurangan, kejahatan dan kelemahan orang lain guna menjatuhkan orang lain dan memenangkan dirinya sendiri. Apalagi ahli hukum yang telah memperoleh pesan sponsor alias diberi uang pelicin atau sogokan pasti berusaha mati-matian, bekerja keras untuk berpikiran jahat terhadap yang lain. Apa yang terjadi di dalam persidangan memang saling menyalahkan, dan dengan demikian memang sungguh melelahkan serta memboroskan waktu, tenaga dan dana/uang. Kami harapkan di dalam hidup sehari-hari gaya hidup dan kerja di persidangan tersebut tidak terjadi, dimana orang senantiasa berpikiran jahat di dalam hatinya. Sabda Yesus hari ini kiranya baik kita renungkan dan refleksikan secara mendalam, artinya kita tanggapi dengan sepenuh hati. Marilah kita buang pikiran jahat di dalam hati kita masing-masing serta senantiasa berusaha berpikiran baik di dalam hati kita masing-masing. Orang yang berpikiran jahat berarti hidup bersama setan atau roh jahat, dan dengan demikian memang menjadi ahli kejahatan, sedangkan orang yang berpikiran baik berarti hidup bersama dengan Roh Kudus atau Tuhan, dan dengan demikian menjadi ahli atau pakar kebaikan, senang berbuat baik kepada sesamanya. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk senantiasa saling berbuat baik satu sama lain, dan hal itu antara lain dapat dimulai dan didasari oleh hati yang senantiasa berpikiran baik. Kami percaya di dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik daripada yang jahat, maka marilah kita saling mengangkat dan mewujudkan apa yang baik di dalam diri kita masing-masing.

·   "Aku harus mempersembahkan korban keselamatan, dan pada hari ini telah kubayar nazarku itu. Itulah sebabnya aku keluar menyongsong engkau, untuk mencari engkau dan sekarang kudapatkan engkau. Telah kubentangkan permadani di atas tempat tidurku, kain lenan beraneka warna dari Mesir. Pembaringanku telah kutaburi dengan mur, gaharu dan kayu manis" (Am 7:14-17), demikian ungkapan seorang perempuan sundal alias pelacur. Saya kira seorang pelacur yang baik senantiasa berusaha dengan keras membahagiakan dan menyenangkan tamu-tamunya atau mereka yang mendatanginya; ia akan memberi pelayanan dalam bentuk apapun kepada para tamunya. Maka dalam sebuah seminar yang saya hadiri ada seorang pembicara (ibu) yang dalam ceramahnya ada selingan dan saran :"Para ibu atau isteri hendaknya belajar dari para pelacur bagaimana cara membahagiakan dan menyenangkan suaminya". Tentu saja bukan saran atau nasihat bagi para ibu untuk melacurkan diri, melainkan gaya dan sikap hidup membahagiakan dan menyenangkan orang lain. Rasanya kita semua mendambakan dan merindukan hidup bahagia dan senang, maka marilah kita dengan segala upaya serta bantuan rahmat Tuhan berusaha saling membahagiakan dan menyenangkan satu sama lain dimanapun dan kapanpun serta dalam kondisi dan situasi apapun. Ingat bagi kita yang beriman kepada Yesus Kristus, Warta Gembira dan Pewarta Gembira, berarti kita dipanggil untuk meneladanNya dengan menjadi pawarta gembira. Kehadiran  dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun hendaknya menggembirakan dan menyenangkan, sehingga memberdayakan orang lain untuk semakin beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan atau Penyelenggaraan Ilahi. Tidak ada alasan untuk tidak gembira bagi yang beriman kepada Tuhan.

 

"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah" (Mzm 19:8-11)..

       

Jakarta, 1 Juli 2010


Terperangkap Lima Jam Dalam Perut Tanpa Air Ketuban

Ayat bacaan: Markus 9:23b
=====================
"Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

keajaiban Tuhan, kesaksianKemarin saya kaget ketika istri saya menelepon saat saya sedang berada di luar. Ternyata ia mengabarkan bahwa saat untuk melahirkan bagi anjing chihuahua betina kami sudah tiba. Bagi kami yang belum punya pengalaman, tentu ada perasaan khawatir dan bingung. Maka saya pun segera bergegas pulang agar istri saya tidak sendirian menghadapinya. Satu jam lebih berjuang, anak pertama pun lahir. Disusul sejam berikutnya anak kedua, yang bermasalah dengan pernafasan. Saya pun segera memberikan nafas bantuan langsung ke mulutnya, dan menyedot cairan yang masuk ke dalam hidungnya sesegera mungkin. Ia pun selamat. Masih ada satu lagi, menurut hasil rontgen, tetapi anak berikutnya itu tidak kunjung keluar. Semalaman kami tidak tidur dan terus menunggu, tapi Jazzel, anjing betina kami tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan lagi. Agaknya ia kecapaian setelah melahirkan dua anak, dan ia pun terkulai lemas. Tidak ada satupun dokter hewan yang bersedia datang, dan tidak ada satupun klinik hewan yang buka pada tengah malam seperti itu. Kami pun berdoa dan terus berdoa, menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan.

Setelah memutuskan untuk tidur satu jam, sekitar jam 7 pagi istri saya melihat bahwa di dalam kotak kardus tempatnya bersalin ada genangan air yang berwarna kehijauan. Itu tandanya air ketuban sudah pecah. Namun Jazzel tidak juga melakukan apa-apa. Praktek dokter hewan paling cepat buka pukul 9, dan kamipun harus menanti sampai waktunya. Secara normal, anjing yang masih tinggal di dalam perut tanpa air ketuban hanya akan mampu bertahan sekitar 15 menit, paling lama setengah jam. Lebih dari itu? Secara medis anjing akan mati. Jazzel mendapat giliran ditangani kurang lebih pukul sepuluh lebih. Artinya, anak anjing di dalam perutnya sudah tanpa air ketuban kurang lebih empat jam. Dokter pun sudah berkata bahwa anak dalam perutnya tidak ada harapan lagi. Setelah disuntik perangsang untuk kontraksi, dokter pun segera membantu untuk menarik anaknya keluar dari dalam perut. Kami terus berdoa sambil menenangkan Jazzel. Ternyata mukjizat ajaib Tuhan terjadi! Anaknya masih hidup, meski ia sudah tanpa air ketuban selama empat setengah hingga lima jam! Tidak saja masih hidup, malah masih sangat sehat. Dokter pun tercengang, kaget, bahkan sempat berkata, "it's a miracle!" Dan keajaiban berikutnya, ternyata ada "bonus" dengan kelahiran anak keempat yang juga sehat. Tuhan itu baik, kuasaNya tak terbatas, dan puji Tuhan, kami kembali menyaksikan sebuah keajaiban Tuhan sebagai sebuah kesaksian yang hari ini saya bagikan kepada teman-teman pembaca RHO.

Berbagai kondisi kesehatan, gejala penyakit dan lamanya orang bisa bertahan terhadap sakit yang dideritanya memang bisa diprediksi oleh para ahli secara medis. Kondisi-kondisi dalam melahirkan, ketahanan janin dalam kandungan setelah air ketuban pecah, itupun bisa diperkirakan secara ilmiah. Tetapi kita tidak boleh lupa, bahwa secanggih apapun manusia meneliti, Tuhan berkuasa lebih dari itu semua. Mukjizat Tuhan sudah, masih dan akan terus terjadi sebagai hadiah yang indah bagi anak-anakNya yang percaya dan berpegang kepadaNya. Yesus sudah menyatakan hal itu dengan jelas. "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23b). Mengapa bisa demikian? "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Apa yang kita perlukan adalah iman, walau sekecil biji sesawi sekalipun. Sesungguhnya kekurang percayaan dan lemahnya iman kitalah yang sering menjadi penghambat kita mengalami mukjizat-mukjizat Tuhan dalam hidup kita. Untuk hal ini Yesus juga sudah menegaskannya. "Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).

Berdoa disertai rasa percaya penuh pada Tuhan, itu juga merupakan kunci dari turunnya berkat-berkat Tuhan, termasuk mukjizatNya yang ajaib. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus sudah berkata "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Ada kuasa di dalam doa, dan agar itu tidak terhambat, kita harus terus berusaha sebaik-baiknya untuk hidup sebagai orang benar. Sebab firman Tuhan berkata: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Jangan lupa pula, bahwa apa yang kita minta dalam doa haruslah sesuatu yang benar-benar berguna, bukan untuk sekedar memuaskan hawa nafsu atau keinginan akan kemewahan saja. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3). Ingat juga bahwa kita tidak boleh statis, hanya berada di "tepi" saja, tetapi kita harus terus berusaha lebih dalam lagi dalam berhubungan dengan Tuhan, lebih mengenalNya dan mengetahui firman-firmanNya. Kepada Simon Petrus yang pada suatu hari tidak mendapatkan ikan tangkapan sama sekali, Yesus berkata: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Masuklah lebih dalam lagi, dan alamilah berbagai mukjizat Tuhan, sebab hanya di tempat dalam itulah berbagai keajaiban kuasa Tuhan terdapat.

Semua ini adalah kunci-kunci yang akan mampu membawa kita untuk mengalami banyak keajaiban Tuhan. Secara logika manusia, secara medis, secara teknis, manusia bisa memprediksi sesuatu, namun semua itu tidak berlaku ketika kita berbicara dalam konteks kuasa Tuhan yang tidak terbatas. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, dan semua itu disediakan Tuhan kepada orang-orang percaya yang selalu hidup benar. 5 jam dalam kandungan tanpa air ketuban, itu sama sekali mustahil secara medis, tetapi itu hanyalah satu dari milyaran keajaiban Tuhan yang siap Dia limpahkan kepada kita semua.

Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya yang mengandalkan kuasa Tuhan yang tidak terbatas

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Terperangkap Lima Jam Dalam Perut Tanpa Air Ketuban

Ayat bacaan: Markus 9:23b
=====================
"Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

keajaiban Tuhan, kesaksianKemarin saya kaget ketika istri saya menelepon saat saya sedang berada di luar. Ternyata ia mengabarkan bahwa saat untuk melahirkan bagi anjing chihuahua betina kami sudah tiba. Bagi kami yang belum punya pengalaman, tentu ada perasaan khawatir dan bingung. Maka saya pun segera bergegas pulang agar istri saya tidak sendirian menghadapinya. Satu jam lebih berjuang, anak pertama pun lahir. Disusul sejam berikutnya anak kedua, yang bermasalah dengan pernafasan. Saya pun segera memberikan nafas bantuan langsung ke mulutnya, dan menyedot cairan yang masuk ke dalam hidungnya sesegera mungkin. Ia pun selamat. Masih ada satu lagi, menurut hasil rontgen, tetapi anak berikutnya itu tidak kunjung keluar. Semalaman kami tidak tidur dan terus menunggu, tapi Jazzel, anjing betina kami tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan lagi. Agaknya ia kecapaian setelah melahirkan dua anak, dan ia pun terkulai lemas. Tidak ada satupun dokter hewan yang bersedia datang, dan tidak ada satupun klinik hewan yang buka pada tengah malam seperti itu. Kami pun berdoa dan terus berdoa, menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan.

Setelah memutuskan untuk tidur satu jam, sekitar jam 7 pagi istri saya melihat bahwa di dalam kotak kardus tempatnya bersalin ada genangan air yang berwarna kehijauan. Itu tandanya air ketuban sudah pecah. Namun Jazzel tidak juga melakukan apa-apa. Praktek dokter hewan paling cepat buka pukul 9, dan kamipun harus menanti sampai waktunya. Secara normal, anjing yang masih tinggal di dalam perut tanpa air ketuban hanya akan mampu bertahan sekitar 15 menit, paling lama setengah jam. Lebih dari itu? Secara medis anjing akan mati. Jazzel mendapat giliran ditangani kurang lebih pukul sepuluh lebih. Artinya, anak anjing di dalam perutnya sudah tanpa air ketuban kurang lebih empat jam. Dokter pun sudah berkata bahwa anak dalam perutnya tidak ada harapan lagi. Setelah disuntik perangsang untuk kontraksi, dokter pun segera membantu untuk menarik anaknya keluar dari dalam perut. Kami terus berdoa sambil menenangkan Jazzel. Ternyata mukjizat ajaib Tuhan terjadi! Anaknya masih hidup, meski ia sudah tanpa air ketuban selama empat setengah hingga lima jam! Tidak saja masih hidup, malah masih sangat sehat. Dokter pun tercengang, kaget, bahkan sempat berkata, "it's a miracle!" Dan keajaiban berikutnya, ternyata ada "bonus" dengan kelahiran anak keempat yang juga sehat. Tuhan itu baik, kuasaNya tak terbatas, dan puji Tuhan, kami kembali menyaksikan sebuah keajaiban Tuhan sebagai sebuah kesaksian yang hari ini saya bagikan kepada teman-teman pembaca RHO.

Berbagai kondisi kesehatan, gejala penyakit dan lamanya orang bisa bertahan terhadap sakit yang dideritanya memang bisa diprediksi oleh para ahli secara medis. Kondisi-kondisi dalam melahirkan, ketahanan janin dalam kandungan setelah air ketuban pecah, itupun bisa diperkirakan secara ilmiah. Tetapi kita tidak boleh lupa, bahwa secanggih apapun manusia meneliti, Tuhan berkuasa lebih dari itu semua. Mukjizat Tuhan sudah, masih dan akan terus terjadi sebagai hadiah yang indah bagi anak-anakNya yang percaya dan berpegang kepadaNya. Yesus sudah menyatakan hal itu dengan jelas. "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23b). Mengapa bisa demikian? "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Apa yang kita perlukan adalah iman, walau sekecil biji sesawi sekalipun. Sesungguhnya kekurang percayaan dan lemahnya iman kitalah yang sering menjadi penghambat kita mengalami mukjizat-mukjizat Tuhan dalam hidup kita. Untuk hal ini Yesus juga sudah menegaskannya. "Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).

Berdoa disertai rasa percaya penuh pada Tuhan, itu juga merupakan kunci dari turunnya berkat-berkat Tuhan, termasuk mukjizatNya yang ajaib. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus sudah berkata "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Ada kuasa di dalam doa, dan agar itu tidak terhambat, kita harus terus berusaha sebaik-baiknya untuk hidup sebagai orang benar. Sebab firman Tuhan berkata: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Jangan lupa pula, bahwa apa yang kita minta dalam doa haruslah sesuatu yang benar-benar berguna, bukan untuk sekedar memuaskan hawa nafsu atau keinginan akan kemewahan saja. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3). Ingat juga bahwa kita tidak boleh statis, hanya berada di "tepi" saja, tetapi kita harus terus berusaha lebih dalam lagi dalam berhubungan dengan Tuhan, lebih mengenalNya dan mengetahui firman-firmanNya. Kepada Simon Petrus yang pada suatu hari tidak mendapatkan ikan tangkapan sama sekali, Yesus berkata: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Masuklah lebih dalam lagi, dan alamilah berbagai mukjizat Tuhan, sebab hanya di tempat dalam itulah berbagai keajaiban kuasa Tuhan terdapat.

Semua ini adalah kunci-kunci yang akan mampu membawa kita untuk mengalami banyak keajaiban Tuhan. Secara logika manusia, secara medis, secara teknis, manusia bisa memprediksi sesuatu, namun semua itu tidak berlaku ketika kita berbicara dalam konteks kuasa Tuhan yang tidak terbatas. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, dan semua itu disediakan Tuhan kepada orang-orang percaya yang selalu hidup benar. 5 jam dalam kandungan tanpa air ketuban, itu sama sekali mustahil secara medis, tetapi itu hanyalah satu dari milyaran keajaiban Tuhan yang siap Dia limpahkan kepada kita semua.

Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya yang mengandalkan kuasa Tuhan yang tidak terbatas

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

KEPAHITAN MERUGIKAN DIRI SENDIRI

Pernahkah Anda dilukai oleh orang lain dimasa lalu?
Jika ya, sudahkah Anda telah terlepas dari rasa sakit ?
atau luka tersebut terus tertoreh di dalam hati Anda?

Disakiti atau diperlakukan tidak adil merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi diri kita bila hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita.
Saat disakiti kita dapat memilih untuk terus mencengkeram rasa sakit dan menjadi pahit hati. Hidup kita menjadi menderita, kita membenci dan menyalahkan orang yang menyakiti kita. Satu hal yang pasti bila pilihan ini yang kita ambil, maka orang yang menyakiti kita tidak akan tersakiti, tapi kita sedang menyakiti diri kita sendiri. Dan bila dibiarkan terus menerus akan menjadi akar pahit dalam hidup kita.
Kepahitan bisa menjadi sesuatu yang mematikan, tidak hanya merusak diri sendiri, tetapi juga ke orang lain (bahkan mungkin orang yang kita kasihi).
Adolf Hitler adalah contoh orang yang mempunyai luka batin dimasa lalu, dan seperti yang kita tahu akibat luka tersebut banyak orang yang menderita bahkan mati.
Jangan biarkan kehidupan kita dikotori oleh kepahitan, mulailah untuk mengampuni dan percaya bahwa Tuhan akan memulihkan Anda dan memberi keadilan bagi Anda. Hapus setiap kepahitan dihati Anda hingga ke akar-akarnya dan rasakan kelepasan sejati dari Tuhan.

Ibrani 12:15
"Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan dan mencemarkan banyak orang."a

Selasa, 29 Juni 2010

Mengampuni

Ayat bacaan: Matius 18:35
======================
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

mengampuniGara-gara sejumlah kecil uang orang bisa berkelahi bahkan bisa saling bunuh. Ini sering kita baca di berbagai surat kabar. Ada anak yang membunuh orang tuanya karena tidak diberikan uang rokok, tidak jarang pula orang berkelahi hanya karena selisih uang yang sungguh tidak sebanding dengan akibat yang akan timbul. Hanya berbeda 500 atau 1000 rupiah orang bisa ribut. Padahal perbedaan itu tidak akan membuat kita jatuh miskin mendadak bukan? Tapi itulah yang sering kita alami. Perasaan ditipu, ditekan dan sebagainya akan membuat kita kesal. Terlebih lagi jika orang yang merugikan kita itu tidak merasa bersalah sama sekali. "Bukan soal uangnya, tetapi caranya itu lho.." kata teman saya pada suatu kali ketika ia marah dimintai uang parkir lebih dari biasanya. Mungkin benar, kita dirugikan dengan hal itu. Benar pula bahwa tukang parkir itu memang bersalah jika ia meminta lebih dari yang seharusnya. Ketika saya berkata, "sudahlah, buat apa kesal gara-gara uang 1000 rupiah? Maafkan saja.." Seketika teman saya pun berkata "Enak saja! Minta maaf pun dia tidak, untuk apa saya memaafkannya?"

Kekesalan seringkali membuat kita membuat kasih yang ada di dalam diri kita semakincompang camping. Hampir setiap hari kita berhadapan dengan orang-orang sulit yang seakan sengaja membuat kita disulut amarah. Mengumpat, memaki bahkan mengutuk, menjadi "output" yang keluar dari diri kita. Bahkan dendam pun bisa timbul apabila kerugian yang kita alami terasa besar sekali. Sering berhadapan dengan situasi sulit, dengan orang-orang sulit akan membuat kita semakin sulit pula mengampuni. Ada yang dengan sadar tidak kita maafkan, ada pula yang secara tidak sengaja. Mungkin kita lupa karena hanya sepintas lalu, ketika disalip orang di jalan raya misalnya, atau ketika kecipratan genangan lumpur karena hujan dan sebagainya. Jika kita tidak mempertebal kasih dalam diri kita dan tidak menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, maka akan semakin banyak orang-orang yang tidak kita ampuni, dan akibatnya bisa fatal , karena hal itu akan menghambat pengampunan Tuhan untuk turun atas diri kita.

Sebuah perumpamaan tentang pengampunan pernah diberikan Yesus dalam Matius 18:21-35, yang menggambarkan betapa pentingnya bagi kita untuk membuka pintu pengampunan seluas-luasnya. Dalam perumpamaan itu digambarkan adanya seorang raja yang mau menyelesaikan hutang-hutang dari hamba-hambanya. Ada seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta. Si hamba pun memohon keringanan waktu untuk dapat membayar lunas hutangnya dengan memohon sambil berlutut. Sang raja pun merasa iba. "Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (ay 27). Bukan cuma diberi keringanan, tapi hutangnya dihapuskan! Betapa beruntungnya si hamba. Tapi yang terjadi selanjutnya sungguh ironis. Ketika si hamba keluar, ia bertemu dengan orang lain yang berhutang kepadanya, dengan jumlah yang jauh lebih kecil dari hutangnya kepada raja. Ia langsung mencekik dan memaksa orang itu untuk segera membayar hutangnya. Orang itu pun memohon dengan berlutut untuk meminta keringanan, sama seperti apa yang baru saja ia lakukan di hadapan raja. Tapi si hamba tidak mempedulikan hal itu. Ketika mendengar perbuatannya, marahlah raja. "Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (ay 32-33). "Jika aku mengampuni engkau bahkan menghapuskan hutangmu yang besar, masakan engkau tega melakukan itu kepada temanmu yang hanya berhutang sedikit?" Begitu kira-kira kata sang raja. "Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya." (ay 34). Dan Yesus pun menutup perumpamaan itu dengan sebuah peringatan penting: "Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (ay 35).

Terkadang memang tidak mudah bagi kita untuk mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita atau telah merugikan kita. Tapi pengampunan tanpa batas merupakan hal yang wajib diberikan oleh anak-anak Tuhan kepada orang yang telah menyakiti kita. Itu sebuah keharusan karena bukankah Tuhan sendiri tidak pernah berpelit pengampunan kepada kita? Coba pikir, ada berapa banyak kesalahan yang kita perbuat dalam hidup kita, dan seringkali pelanggaran-pelanggaran berat kita lakukan, yang seharusnya akan berakibat kebinasaan. Jika memakai standar kepantasan, ada banyak kesalahan yang rasanya tidak pantas dimaafkan. Tapi Tuhan begitu mengasihi kita dan selalu siap untuk mengampuni kita begitu kita bertobat. Itu bentuk kasih Tuhan yang luar biasa. Sebesar apapun dosa kita, Tuhan siap memutihkan bahkan berkata tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi. (Yesaya 43:25). Bayangkan apabila Tuhan sulit mengampuni kita, tidak mendengarkan pertobatan kita dan terus memutuskan untuk mengganjar kita dengan hukuman berat, apa jadinya dengan diri kita? Tapi Tuhan penuh kasih, belas kasihan dan kemurahan. Pengampunan akan segera diberikan kepada kita seketika begitu kita bertobat secara sungguh-sungguh. Jika kesalahan kita yang begitu banyak dan besar saja tidak henti-hentinya diampuni Tuhan, bukankah sudah sepantasnya kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita, yang mungkin ukurannya lebih kecil dari dosa-dosa kita kepada Tuhan, seperti apa yang diberikan Yesus dalam perumpamaan di atas?

Ada korelasi kuat antara diampuni dan mengampuni. Seperti apa yang dikatakan Yesus: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan, kita harus pula mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Jika dosa-dosa kita yang begitu banyak dan berat saja Tuhan mau ampuni, siapalah diri kita yang merasa lebih pantas untuk mendendam atau sulit mengampuni? Seringkali kita berlaku seperti si hamba dalam perumpamaan Yesus di atas. Tuhan tidak menuntut kita membayar hutang dosa yang begitu besar. Dia membebaskan kita, bahkan menganugerahkan AnakNya yang tunggal untuk menggantikan kita di atas kayu salib, menebus dosa-dosa kita agar kita tidak berakhir dalam kebinasaan. Itu sebuah kasih berukuran luar biasa. Tetapi kita tidak menyadari itu, bahkan terus saja tidak mau mengampuni orang-orang yang bersalah, menyinggung, menyakiti atau menipu kita. Apakah orang yang bersalah itu sudah minta maaf atau tidak, itu seharusnya tidak menjadi soal. Ingatlah bagaimana Tuhan menyatakan belas kasihanNya kepada kita. Ingatlah bagaimana Tuhan membebaskan kita, mengampuni kita secara total dan bukan setengah-setengah. Jika Tuhan saja mau berbuat itu mengapa kita tidak? Jika anda masih sulit melakukannya, berdoalah dan minta Roh Kudus untuk menguatkan anda dalam memberi pengampunan. Jika memakai perasaan sendiri mungkin sulit, tapi kita punya Roh Kudus yang akan memampukan. Tuhan sudah menyatakan belas kasihNya kepada kita, kini giliran kita untuk menunjukkan belas kasih kepada orang lain.

Ketika Tuhan sudah menghapuskan dosa kita yang terbesar sekalipun, kesalahan apa dari orang lain yang tidak bisa kita ampuni?

Mengampuni

Ayat bacaan: Matius 18:35
======================
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

mengampuniGara-gara sejumlah kecil uang orang bisa berkelahi bahkan bisa saling bunuh. Ini sering kita baca di berbagai surat kabar. Ada anak yang membunuh orang tuanya karena tidak diberikan uang rokok, tidak jarang pula orang berkelahi hanya karena selisih uang yang sungguh tidak sebanding dengan akibat yang akan timbul. Hanya berbeda 500 atau 1000 rupiah orang bisa ribut. Padahal perbedaan itu tidak akan membuat kita jatuh miskin mendadak bukan? Tapi itulah yang sering kita alami. Perasaan ditipu, ditekan dan sebagainya akan membuat kita kesal. Terlebih lagi jika orang yang merugikan kita itu tidak merasa bersalah sama sekali. "Bukan soal uangnya, tetapi caranya itu lho.." kata teman saya pada suatu kali ketika ia marah dimintai uang parkir lebih dari biasanya. Mungkin benar, kita dirugikan dengan hal itu. Benar pula bahwa tukang parkir itu memang bersalah jika ia meminta lebih dari yang seharusnya. Ketika saya berkata, "sudahlah, buat apa kesal gara-gara uang 1000 rupiah? Maafkan saja.." Seketika teman saya pun berkata "Enak saja! Minta maaf pun dia tidak, untuk apa saya memaafkannya?"

Kekesalan seringkali membuat kita membuat kasih yang ada di dalam diri kita semakincompang camping. Hampir setiap hari kita berhadapan dengan orang-orang sulit yang seakan sengaja membuat kita disulut amarah. Mengumpat, memaki bahkan mengutuk, menjadi "output" yang keluar dari diri kita. Bahkan dendam pun bisa timbul apabila kerugian yang kita alami terasa besar sekali. Sering berhadapan dengan situasi sulit, dengan orang-orang sulit akan membuat kita semakin sulit pula mengampuni. Ada yang dengan sadar tidak kita maafkan, ada pula yang secara tidak sengaja. Mungkin kita lupa karena hanya sepintas lalu, ketika disalip orang di jalan raya misalnya, atau ketika kecipratan genangan lumpur karena hujan dan sebagainya. Jika kita tidak mempertebal kasih dalam diri kita dan tidak menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, maka akan semakin banyak orang-orang yang tidak kita ampuni, dan akibatnya bisa fatal , karena hal itu akan menghambat pengampunan Tuhan untuk turun atas diri kita.

Sebuah perumpamaan tentang pengampunan pernah diberikan Yesus dalam Matius 18:21-35, yang menggambarkan betapa pentingnya bagi kita untuk membuka pintu pengampunan seluas-luasnya. Dalam perumpamaan itu digambarkan adanya seorang raja yang mau menyelesaikan hutang-hutang dari hamba-hambanya. Ada seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta. Si hamba pun memohon keringanan waktu untuk dapat membayar lunas hutangnya dengan memohon sambil berlutut. Sang raja pun merasa iba. "Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (ay 27). Bukan cuma diberi keringanan, tapi hutangnya dihapuskan! Betapa beruntungnya si hamba. Tapi yang terjadi selanjutnya sungguh ironis. Ketika si hamba keluar, ia bertemu dengan orang lain yang berhutang kepadanya, dengan jumlah yang jauh lebih kecil dari hutangnya kepada raja. Ia langsung mencekik dan memaksa orang itu untuk segera membayar hutangnya. Orang itu pun memohon dengan berlutut untuk meminta keringanan, sama seperti apa yang baru saja ia lakukan di hadapan raja. Tapi si hamba tidak mempedulikan hal itu. Ketika mendengar perbuatannya, marahlah raja. "Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (ay 32-33). "Jika aku mengampuni engkau bahkan menghapuskan hutangmu yang besar, masakan engkau tega melakukan itu kepada temanmu yang hanya berhutang sedikit?" Begitu kira-kira kata sang raja. "Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya." (ay 34). Dan Yesus pun menutup perumpamaan itu dengan sebuah peringatan penting: "Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (ay 35).

Terkadang memang tidak mudah bagi kita untuk mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita atau telah merugikan kita. Tapi pengampunan tanpa batas merupakan hal yang wajib diberikan oleh anak-anak Tuhan kepada orang yang telah menyakiti kita. Itu sebuah keharusan karena bukankah Tuhan sendiri tidak pernah berpelit pengampunan kepada kita? Coba pikir, ada berapa banyak kesalahan yang kita perbuat dalam hidup kita, dan seringkali pelanggaran-pelanggaran berat kita lakukan, yang seharusnya akan berakibat kebinasaan. Jika memakai standar kepantasan, ada banyak kesalahan yang rasanya tidak pantas dimaafkan. Tapi Tuhan begitu mengasihi kita dan selalu siap untuk mengampuni kita begitu kita bertobat. Itu bentuk kasih Tuhan yang luar biasa. Sebesar apapun dosa kita, Tuhan siap memutihkan bahkan berkata tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi. (Yesaya 43:25). Bayangkan apabila Tuhan sulit mengampuni kita, tidak mendengarkan pertobatan kita dan terus memutuskan untuk mengganjar kita dengan hukuman berat, apa jadinya dengan diri kita? Tapi Tuhan penuh kasih, belas kasihan dan kemurahan. Pengampunan akan segera diberikan kepada kita seketika begitu kita bertobat secara sungguh-sungguh. Jika kesalahan kita yang begitu banyak dan besar saja tidak henti-hentinya diampuni Tuhan, bukankah sudah sepantasnya kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita, yang mungkin ukurannya lebih kecil dari dosa-dosa kita kepada Tuhan, seperti apa yang diberikan Yesus dalam perumpamaan di atas?

Ada korelasi kuat antara diampuni dan mengampuni. Seperti apa yang dikatakan Yesus: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan, kita harus pula mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Jika dosa-dosa kita yang begitu banyak dan berat saja Tuhan mau ampuni, siapalah diri kita yang merasa lebih pantas untuk mendendam atau sulit mengampuni? Seringkali kita berlaku seperti si hamba dalam perumpamaan Yesus di atas. Tuhan tidak menuntut kita membayar hutang dosa yang begitu besar. Dia membebaskan kita, bahkan menganugerahkan AnakNya yang tunggal untuk menggantikan kita di atas kayu salib, menebus dosa-dosa kita agar kita tidak berakhir dalam kebinasaan. Itu sebuah kasih berukuran luar biasa. Tetapi kita tidak menyadari itu, bahkan terus saja tidak mau mengampuni orang-orang yang bersalah, menyinggung, menyakiti atau menipu kita. Apakah orang yang bersalah itu sudah minta maaf atau tidak, itu seharusnya tidak menjadi soal. Ingatlah bagaimana Tuhan menyatakan belas kasihanNya kepada kita. Ingatlah bagaimana Tuhan membebaskan kita, mengampuni kita secara total dan bukan setengah-setengah. Jika Tuhan saja mau berbuat itu mengapa kita tidak? Jika anda masih sulit melakukannya, berdoalah dan minta Roh Kudus untuk menguatkan anda dalam memberi pengampunan. Jika memakai perasaan sendiri mungkin sulit, tapi kita punya Roh Kudus yang akan memampukan. Tuhan sudah menyatakan belas kasihNya kepada kita, kini giliran kita untuk menunjukkan belas kasih kepada orang lain.

Ketika Tuhan sudah menghapuskan dosa kita yang terbesar sekalipun, kesalahan apa dari orang lain yang tidak bisa kita ampuni?

Orang Yang Paling Bahagia Di Dunia

Dalam sebuah artikel yang dimuat oleh koran Kompas pada 22 Maret 2008, sebuah pernyataan menarik diungkapkan oleh dewan pengamatan propinsi British Colombia, Kanada : "Sudah sering terdengar bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun itu kuno, karena pada nyatanya uang bisa membawa kebahagiaan." Menariknya lagi ada sebuah tulisan yang menyatakan bahwa, "uang sangat mungkin mendatangkan kebahagiaan sepanjang uang itu dipakai untuk tujuan sosial", tutur para ilmuwan di Vancouver yang diterbitkan majalah Science edisi Jumat, 21 Maret 2008.]

Menurut Elizabeth Dunn, psikolog dari University of British Columbia, "penelitian menunjukkan sikap memberi menghasilkan efek bahagia". Untuk menyimpulkan hal ini, ia bersama Lara Aknin dan Michael Norton, mahasiswa Harvard Bussines School, melakukan observasi dengan orang-orang yang menghasilkan 2 kategori :

Pertama, orang yang memiliki uang dengan kecenderungan berbelanja untuk kepentingan pribadi, selalu diwarnai dengan mengomel, tidak puas, adu mulut dengan kasir toko, memarahin anak dan para isteri kesal pada suaminya karena masih banyak barang yang tidak bisa dibeli.

Kedua, orang yang mengalokasikan sebagian uangnya untuk tujuan sosial seperti menyumbangkan ke yayasan-yayasan atau orang lain yang membutuhkan, hasilnya ternyata : kelompok orang seperti ini merasa lebih berbahagia dalam hidupnya.

Jika hari ini Anda ingin memilih hidup berbahagia dan terus mengalaminya sepanjang perjalanan hidup di dunia ini, Berbagilah. Semakin sering Anda memberi maka Anda akan menerima kebahagiaan yang lebih besar dari apa yang pernah terbayangkan oleh diri Anda sendiri.

Lebih baik memberi daripada menerima, Anda berani melakukanya? Jangan tunda-tunda lagi.

Senin, 28 Juni 2010

30 Juni - Am 5:14-15.21-24; Mat 8:28-34

"Suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu."

(Am 5:14-15.21-24; Mat 8:28-34)

 

"Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorang pun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka itu pun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?" Tidak jauh dari mereka itu sejumlah besar babi sedang mencari makan. Maka setan-setan itu meminta kepada-Nya, katanya: "Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu." Yesus berkata kepada mereka: "Pergilah!" Lalu keluarlah mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu. Maka terjunlah seluruh kawanan babi itu dari tepi jurang ke dalam danau dan mati di dalam air. Maka larilah penjaga-penjaga babi itu dan setibanya di kota, diceriterakannyalah segala sesuatu, juga tentang orang-orang yang kerasukan setan itu. Maka keluarlah seluruh kota mendapatkan Yesus dan setelah mereka berjumpa dengan Dia, mereka pun mendesak, supaya Ia meninggalkan daerah mereka" (Mat 8:28-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Para penjahat pada umumnya ketakutan ketika berjumpa dengan para petugas keamanan, maka sering terjadi perubahan ruman muka atau gerak-gerik, bahkan ketika terjebak mereka sering berteriak lebih dulu dengan gertakan keras guna membela diri. Begitulah juga yang terjadi dengan setan yang bertemu dengan Yesus dan berteriak "Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?...Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu". Apa yang diminta dikabulkan oleh Yesus dan setan-setan itupun masuk ke dalam babi-babi. Dua hal kiranya dapat saya angkat dari kisah ini. Pertama-tama adalah bahwa siapapun yang sedang berbuat jahat pada umumnya merasa diri tidak aman dan terancam terus menerus, serta senantiasa berusaha melindungi diri melalui berbagai cara. Semakin melindungi diri berarti semakin menyendiri dan juga semakin terancam, maka kepada para penjahat kami harapkan bertobat. Kedua perihal babi: rasanya jika rekan-rekan umat Islam menyikapi babi sebagai yang haram dan dengan demikian tidak boleh dikomsumsi merupakan kebiasaan yang sudah lama terjadi di Timur Tengah, sehingga para penginjil pun menggunakan 'babi' sebagai tempat berlindung setan. Mungkin karena babi mengandung lemak yang tinggi dan dengan demikian berbahaya untuk kesehatan tubuh (tentu saja jika mengkonsumsi berlebihan), maka diperlakukan sebagai tempat setan. Bercermin dari ini saya ingatkan: marilah kita mengkonsumsi aneka makanan dan minuman yang membuat tubuh kita sehat dan segar bugar.

·   "Segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya. Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri. Ia mati, karena tidak menerima didikan dan karena kebodohannya yang besar ia tersesat" (Am 5:21-23). Apa yang kita lakukan atau katakan, bahkan yang sedang kita pikirkan dan dambakan diketahui oleh Tuhan, tiada yang tersembunyi sedikitpun perihal diri kita di 'mata Tuhan'. Maka sebagai orang beriman kami mengajak anda sekalian untuk senantiasa jujur terhadap diri sendiri. Jika kita dapat setia jujur terhadap diri sendiri dalam kondisi dan situasi apapun dan dimanapun, maka dengan mudah kita bertindak jujur terhadap orang lain, sesama dan lingkungan hidup kita. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Didik dan biasakan anak-anak anda di dalam keluarga perihal kejujuran ini sedini mungkin serta jauhkan aneka macam bentuk kebohongan dan kecurangan; orangtua hendaknya menjadi teladan dalam hal kejujuran. Kami berharap juga kepada para pemimpin, atasan, pejabat dan petinggi di tingkat dan bidang kehidupan bersama dimanapun untuk menjadi teladan dalam hal kejujuran. Semoga para penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dll..juga dapat menjadi teladan dalam hal kejujuran; demikian juga para anggota DPR, entah di tingkat pusat maupun daerah. Hidup dan bertindak jujur di Negara kita masa kini sungguh up to date dan mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan mengingat dan memperhatikan aneka kebohongan dan korupsi masih marak di sana-sini, di berbagai bidang kehidupan bersama.

 

"Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak bersaksi terhadap kamu: Akulah Allah, Allahmu! Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku" (Mzm 50: 7-11).

           

Jakarta, 30 Juni 2010


30 Juni - Am 5:14-15.21-24; Mat 8:28-34

"Suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu."

(Am 5:14-15.21-24; Mat 8:28-34)

 

"Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorang pun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka itu pun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?" Tidak jauh dari mereka itu sejumlah besar babi sedang mencari makan. Maka setan-setan itu meminta kepada-Nya, katanya: "Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu." Yesus berkata kepada mereka: "Pergilah!" Lalu keluarlah mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu. Maka terjunlah seluruh kawanan babi itu dari tepi jurang ke dalam danau dan mati di dalam air. Maka larilah penjaga-penjaga babi itu dan setibanya di kota, diceriterakannyalah segala sesuatu, juga tentang orang-orang yang kerasukan setan itu. Maka keluarlah seluruh kota mendapatkan Yesus dan setelah mereka berjumpa dengan Dia, mereka pun mendesak, supaya Ia meninggalkan daerah mereka" (Mat 8:28-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Para penjahat pada umumnya ketakutan ketika berjumpa dengan para petugas keamanan, maka sering terjadi perubahan ruman muka atau gerak-gerik, bahkan ketika terjebak mereka sering berteriak lebih dulu dengan gertakan keras guna membela diri. Begitulah juga yang terjadi dengan setan yang bertemu dengan Yesus dan berteriak "Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?...Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu". Apa yang diminta dikabulkan oleh Yesus dan setan-setan itupun masuk ke dalam babi-babi. Dua hal kiranya dapat saya angkat dari kisah ini. Pertama-tama adalah bahwa siapapun yang sedang berbuat jahat pada umumnya merasa diri tidak aman dan terancam terus menerus, serta senantiasa berusaha melindungi diri melalui berbagai cara. Semakin melindungi diri berarti semakin menyendiri dan juga semakin terancam, maka kepada para penjahat kami harapkan bertobat. Kedua perihal babi: rasanya jika rekan-rekan umat Islam menyikapi babi sebagai yang haram dan dengan demikian tidak boleh dikomsumsi merupakan kebiasaan yang sudah lama terjadi di Timur Tengah, sehingga para penginjil pun menggunakan 'babi' sebagai tempat berlindung setan. Mungkin karena babi mengandung lemak yang tinggi dan dengan demikian berbahaya untuk kesehatan tubuh (tentu saja jika mengkonsumsi berlebihan), maka diperlakukan sebagai tempat setan. Bercermin dari ini saya ingatkan: marilah kita mengkonsumsi aneka makanan dan minuman yang membuat tubuh kita sehat dan segar bugar.

·   "Segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya. Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri. Ia mati, karena tidak menerima didikan dan karena kebodohannya yang besar ia tersesat" (Am 5:21-23). Apa yang kita lakukan atau katakan, bahkan yang sedang kita pikirkan dan dambakan diketahui oleh Tuhan, tiada yang tersembunyi sedikitpun perihal diri kita di 'mata Tuhan'. Maka sebagai orang beriman kami mengajak anda sekalian untuk senantiasa jujur terhadap diri sendiri. Jika kita dapat setia jujur terhadap diri sendiri dalam kondisi dan situasi apapun dan dimanapun, maka dengan mudah kita bertindak jujur terhadap orang lain, sesama dan lingkungan hidup kita. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Didik dan biasakan anak-anak anda di dalam keluarga perihal kejujuran ini sedini mungkin serta jauhkan aneka macam bentuk kebohongan dan kecurangan; orangtua hendaknya menjadi teladan dalam hal kejujuran. Kami berharap juga kepada para pemimpin, atasan, pejabat dan petinggi di tingkat dan bidang kehidupan bersama dimanapun untuk menjadi teladan dalam hal kejujuran. Semoga para penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dll..juga dapat menjadi teladan dalam hal kejujuran; demikian juga para anggota DPR, entah di tingkat pusat maupun daerah. Hidup dan bertindak jujur di Negara kita masa kini sungguh up to date dan mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan mengingat dan memperhatikan aneka kebohongan dan korupsi masih marak di sana-sini, di berbagai bidang kehidupan bersama.

 

"Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak bersaksi terhadap kamu: Akulah Allah, Allahmu! Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku" (Mzm 50: 7-11).

           

Jakarta, 30 Juni 2010


Jangan Meremehkan

Ayat bacaan: Matius 13:55
====================
"Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?"

meremehkan, merendahkanPada suatu kali saya membaca seorang artis di Inggris merasa tersinggung ketika ditolak masuk ke dalam sebuah pusat perbelanjaan. Alasannya cukup lucu, karena si artis dianggap memakai piyama alias baju tidur. Padahal menurut si artis, itu adalah sebuah kreasi desain yang hanya menyerupai piyama. Pada sebuah pelabuhan di negara tetangga pun saya pernah melihat hal yang kurang lebih mirip. Para pendatang yang kebetulan berbaju lusuh disuruh tetap tinggal di kapal dan akan dilayani terakhir karena mereka dianggap tenaga kerja atau buruh rendahan yang mencari nafkah di negara mereka. Ini potret kecil dari apa yang menjadi kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan orang berdasarkan apa yang terlihat dari luar. Virus seperti ini ironisnya sudah menyebar hingga ke gereja. Saya terkejut ketika seorang teman saya bercerita bahwa ia disuruh pindah duduk ke belakang karena baris-baris di depan hanyalah untuk jemaat tertentu saja. Padahal saat itu bangku-bangku di depan sedang kosong. Pelayanan berbeda terhadap orang pun sering kita jumpai. Sebuah penghormatan akan diberikan kepada tamu/konsumen yang terlihat kaya, bermobil mewah, berdasi atau glamor, sebaliknya pandangan curiga, sinis dan meremehkan atau bahkan merendahkan akan diberikan kepada mereka yang terlihat biasa-biasa saja.

Betapa seringnya manusia menunjukkan perilaku seperti itu dari masa ke masa. Ketika Yesus hadir di dunia mengambil rupa orang biasa, Dia pun sempat menerima perlakuan seperti itu. Diremehkan, disepelekan, dipandang rendah. Dan itu pun terjadi di Nazaret, dimana Yesus dalam rupaNya sebagai manusia tumbuh besar. Ketika Yesus mengajar di sana pada suatu kali, cibiran sinis yang bernada meremehkan atau merendahkan pun dialamiNya. Lihatlah komentar orang-orang disana mengenai Yesus. "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?" (Matius 13:55). Mereka menilai dari apa yang terlihat dari luar. Akibatnya sungguh disayangkan. "Lalu mereka kecewa dan menolak Dia." (ay 57b). Mereka pun tidak percaya. "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (ay 58). Ironis, justru di 'rumah' sendiri Yesus mendapat penolakan. Mereka bisa melihat berbagai kuasa dan mukjizat yang dilakukan Yesus, namun karena mereka sibuk memandang apa yang terlihat dari luar mereka pun meremehkan perbuatan-perbuatan luar biasa Yesus.

Hingga hari ini manusia masih saja jatuh ke dalam hal yang sama. Lihatlah ada banyak orang yang ke gereja tergantung dari siapa yang akan kotbah. Terkenal atau tidak? Lucu atau tidak? Pintar bicara atau tidak? Atau siapa yang menjadi pemimpin pujian, siapa orang penting yang bakal hadir di sana dan sebagainya. Kalau perlu artis terkenal pun dihadirkan agar jemaat bisa bertambah. Gereja bagi mereka bukan lagi sebuah tempat dimana kita bisa bersekutu dengan Tuhan bersama-sama saudara seiman, bersama mengalami hadirat Tuhan, gereja bukan lagi tempat untuk mengundang Roh Kudus turun atas kita. Gereja bukan lagi dianggap sebagai Bait Allah, tetapi tidak lebih dari gedung hiburan atau tempat entertainment saja. Padahal itu bukanlah esensinya. Dan Tuhan pun sudah berkali-kali mengingatkan kita agar berhenti memandang segala sesuatu hanya berdasarkan penampilan luar yang dapat dilihat mata.

Perhatikan apa yang terjadi ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja. "Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." (1 Samuel 16:6). Samuel berpikir demikian dengan memandang penampilan luar. Ganteng, tinggi, berwibawa, kurang apa lagi? Itu menurut pikiran Samuel. Tapi Tuhan tidak memandang dengan cara demikian. Tuhan pun kemudian menegurnya. "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (ay 7). Lalu lihat pula ini: bukankah Tuhan pun telah berfirman: "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" ? (1 Korintus 1:27-28).

Dari renungan hari ini kita bisa melihat bahwa kecenderungan untuk meremehkan atau merendahkan orang lain merupakan sesuatu yang serius. Bukan hanya bisa menimpa orang biasa namun bisa juga menimpa orang-orang yang seharusnya menjadi teladan, panutan, orang-orang yang berada di barisan depan dalam melayani Tuhan bahkan nabi sekalipun. Kita harus mewaspadai agar jangan sampai perilaku seperti ini ada dalam diri kita. Ingatlah bahwa apa yang tampak hebat dari luar belum tentu sebaik apa yang terlihat, dan belum tentu hebat pula dalam pandangan Tuhan. Ingat pula bahwa orang yang terlihat tidak istimewa dalam pandangan kita pun bisa dipakai Tuhan secara luar biasa. Seperti apapun mereka terlihat, mereka sama berharganya di mata Tuhan. Janganlah kita menilai orang hanya dari kulit luarnya. Stop judging the book from its cover. Bersikaplah sama baik kepada semua orang tanpa memandang sisi luar mereka. Kasih yang diberikan Kristus kepada kita bukanlah sebentuk kasih yang membeda-bedakan. Sama seperti Dia mengasihi kita tanpa memandang status, fisik, penampilan, asal usul atau latar belakang kita, seperti itu pula kita harus memperlakukan sesama kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).

Tuhan bukan menilai penampilan luar, tetapi melihat hati

Jangan Meremehkan

Ayat bacaan: Matius 13:55
====================
"Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?"

meremehkan, merendahkanPada suatu kali saya membaca seorang artis di Inggris merasa tersinggung ketika ditolak masuk ke dalam sebuah pusat perbelanjaan. Alasannya cukup lucu, karena si artis dianggap memakai piyama alias baju tidur. Padahal menurut si artis, itu adalah sebuah kreasi desain yang hanya menyerupai piyama. Pada sebuah pelabuhan di negara tetangga pun saya pernah melihat hal yang kurang lebih mirip. Para pendatang yang kebetulan berbaju lusuh disuruh tetap tinggal di kapal dan akan dilayani terakhir karena mereka dianggap tenaga kerja atau buruh rendahan yang mencari nafkah di negara mereka. Ini potret kecil dari apa yang menjadi kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan orang berdasarkan apa yang terlihat dari luar. Virus seperti ini ironisnya sudah menyebar hingga ke gereja. Saya terkejut ketika seorang teman saya bercerita bahwa ia disuruh pindah duduk ke belakang karena baris-baris di depan hanyalah untuk jemaat tertentu saja. Padahal saat itu bangku-bangku di depan sedang kosong. Pelayanan berbeda terhadap orang pun sering kita jumpai. Sebuah penghormatan akan diberikan kepada tamu/konsumen yang terlihat kaya, bermobil mewah, berdasi atau glamor, sebaliknya pandangan curiga, sinis dan meremehkan atau bahkan merendahkan akan diberikan kepada mereka yang terlihat biasa-biasa saja.

Betapa seringnya manusia menunjukkan perilaku seperti itu dari masa ke masa. Ketika Yesus hadir di dunia mengambil rupa orang biasa, Dia pun sempat menerima perlakuan seperti itu. Diremehkan, disepelekan, dipandang rendah. Dan itu pun terjadi di Nazaret, dimana Yesus dalam rupaNya sebagai manusia tumbuh besar. Ketika Yesus mengajar di sana pada suatu kali, cibiran sinis yang bernada meremehkan atau merendahkan pun dialamiNya. Lihatlah komentar orang-orang disana mengenai Yesus. "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?" (Matius 13:55). Mereka menilai dari apa yang terlihat dari luar. Akibatnya sungguh disayangkan. "Lalu mereka kecewa dan menolak Dia." (ay 57b). Mereka pun tidak percaya. "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (ay 58). Ironis, justru di 'rumah' sendiri Yesus mendapat penolakan. Mereka bisa melihat berbagai kuasa dan mukjizat yang dilakukan Yesus, namun karena mereka sibuk memandang apa yang terlihat dari luar mereka pun meremehkan perbuatan-perbuatan luar biasa Yesus.

Hingga hari ini manusia masih saja jatuh ke dalam hal yang sama. Lihatlah ada banyak orang yang ke gereja tergantung dari siapa yang akan kotbah. Terkenal atau tidak? Lucu atau tidak? Pintar bicara atau tidak? Atau siapa yang menjadi pemimpin pujian, siapa orang penting yang bakal hadir di sana dan sebagainya. Kalau perlu artis terkenal pun dihadirkan agar jemaat bisa bertambah. Gereja bagi mereka bukan lagi sebuah tempat dimana kita bisa bersekutu dengan Tuhan bersama-sama saudara seiman, bersama mengalami hadirat Tuhan, gereja bukan lagi tempat untuk mengundang Roh Kudus turun atas kita. Gereja bukan lagi dianggap sebagai Bait Allah, tetapi tidak lebih dari gedung hiburan atau tempat entertainment saja. Padahal itu bukanlah esensinya. Dan Tuhan pun sudah berkali-kali mengingatkan kita agar berhenti memandang segala sesuatu hanya berdasarkan penampilan luar yang dapat dilihat mata.

Perhatikan apa yang terjadi ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja. "Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." (1 Samuel 16:6). Samuel berpikir demikian dengan memandang penampilan luar. Ganteng, tinggi, berwibawa, kurang apa lagi? Itu menurut pikiran Samuel. Tapi Tuhan tidak memandang dengan cara demikian. Tuhan pun kemudian menegurnya. "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (ay 7). Lalu lihat pula ini: bukankah Tuhan pun telah berfirman: "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" ? (1 Korintus 1:27-28).

Dari renungan hari ini kita bisa melihat bahwa kecenderungan untuk meremehkan atau merendahkan orang lain merupakan sesuatu yang serius. Bukan hanya bisa menimpa orang biasa namun bisa juga menimpa orang-orang yang seharusnya menjadi teladan, panutan, orang-orang yang berada di barisan depan dalam melayani Tuhan bahkan nabi sekalipun. Kita harus mewaspadai agar jangan sampai perilaku seperti ini ada dalam diri kita. Ingatlah bahwa apa yang tampak hebat dari luar belum tentu sebaik apa yang terlihat, dan belum tentu hebat pula dalam pandangan Tuhan. Ingat pula bahwa orang yang terlihat tidak istimewa dalam pandangan kita pun bisa dipakai Tuhan secara luar biasa. Seperti apapun mereka terlihat, mereka sama berharganya di mata Tuhan. Janganlah kita menilai orang hanya dari kulit luarnya. Stop judging the book from its cover. Bersikaplah sama baik kepada semua orang tanpa memandang sisi luar mereka. Kasih yang diberikan Kristus kepada kita bukanlah sebentuk kasih yang membeda-bedakan. Sama seperti Dia mengasihi kita tanpa memandang status, fisik, penampilan, asal usul atau latar belakang kita, seperti itu pula kita harus memperlakukan sesama kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).

Tuhan bukan menilai penampilan luar, tetapi melihat hati

29 Juni - Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19

"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya"

HR St Petrus dan St Paulus : Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19


 

"Uskup Gereja Roma, yang mewarisi secara tetap  tugas yang secara istimewa diberikan kepada Petrus, yang pertama di antara para rasul, dan harus diteruskan kepada para penggantinya, adalah kepala Dewan Para Uskup, Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini, yang karenanya berdasarkan tugasnya mempunyai kuasa jabatan, tertinggi, penuh, langsung dan universal dalam Gereja yang selalu dapat dijalankannya dengan bebas" (KHK kan 331)

"Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agara demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah, dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi" (KHK kan 573 $ 1).

Kutipan dari Kitab Hukum Kanonik di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi dalam rangka merayakan St.Petrus dan St.Paulus, paus pertama dan rasul agung/ulung: Petrus yang duduk di tahta kepausan dan Paulus yang berkeliling dunia untuk mewartakan kabar baik kepada segala bangsa.

 

"Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:19)

Kutipan di atas ini adalah sabda Yesus kepada Petrus, paus pertama. Paus sebagai "Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini" mengemban 'kunci Kerajaan Sorga', maka sungguh memiliki tugas mahaberat dan mulia. Meskipun Paus mempunyai kuasa jabatan tertinggi, Yang Mulia senantiasa menyatakan diri sebagai 'servus servorum' (hamba dari para hamba). Kepemimpinan di dalam Gereja memang kepemimpinan partisipatif, dimana sang pemimpin senantiasa mendengarkan yang dipimpin dengan rendah hati dan sepenuh hati agar pelayanannya sesuai kebutuhan yang dipimpin dalam rangka mengusahakan keselamatan jiwa. Maka meskipun memiliki kebebasan penuh, Paus tak pernah menggunakan kebebasan seenaknya, menurut keinginan pribadi, apalagi Paus adalah 'kepala Dewan para Uskup', yang berarti harus menghayati jabatan atau fungsinya dalam kolegialitas. Para Uskup juga memiliki kuasa tertinggi di wilayah keuskupannya, maka para Uskup mengambil bagian dalam jabatan kepemimpinan Paus, penerus.tahta St.Petrus. 

 

"Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya"

(2Tim 4:17)      

 

Kutipan di atas ini adalah pengalaman atau kesaksian Paulus yang disampaikan kepada Timotius dan kita semua. Paulus tergerak untuk meneladan Yesus 'yang berkeliling dari desa ke desa, kota ke kota' untuk mewartakan Injil atau Warta Gembira. Paulus tanpa kenal lelah mewartakan Warta Gembira ke seluruh dunia, tanpa takut dan gentar menghadapi aneka tantangan, masalah, ancaman serta kesulitan. Paulus percaya sepenuhnya bahwa "Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku", maka bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan dan kegentaran sedikitpun. Apa yang dikerjakan oleh Paulus ini dalam perjalanan sejarah Gereja sampai kini dilakukan oleh aneka lembaga hidup bakti, biarawan-biarawati, sesuai dengan charisma atau spiritualitas pendiri mereka masing-masing. Maka terjadilah keaneka-ragaman pelayanan pastoral di dalam mewartakan Warta Gembira.

 

Konggregasi Suci untuk Lembaga Hidup Bakti dan Institut Sekuler bersama dengan Konggregasi Suci untuk Para Uskup : "DIRECTIVES FOR THE MUTUAL RELATIONS BETWEEN BISHOPS AND RELIGIOUS IN THE CHURCH" (1978)

 

Di dalam sejarah Gereja pernah terjadi ketegangan antara uskup dan pemimpin lembaga hidup bakti setempat atau pastor paroki dan paguyuban gerejani seperti  Gerakan Kharismatik, Legio Mariae, Pemuda Katolik, PMKRI, dll.. Konggregasi Suci untuk Lembaga Hidup Bakti bersama Konggregasi Suci untuk Para Uskup pada tahun 1978 menerbitkan Arahan untuk Hubungan Timbal Balik ("Mutuae Relationis") antara para uskup dan lembaga hidup bakti. Isi  dokumen 'Mutuae Relationis' ini kiranya baik sekali kita hayati dalam rangka merayakan pesta St.Petrus dan St.Paulus, dua pribadi yang berbeda satu sama lain namun bekerjasama dengan baik.

 

Kerjasama kiranya merupakan keutamaan yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan semakin maraknya permusuhan, pertentangan, cekcok dst.. dalam kehidupan dan kerja bersama. Bekerjasama berarti saling memberi dan menerima, melayani, mendengarkan, memperhatikan, mengasihi dst.. , sebagaimana terjadi dalam umat Gereja Purba, dimana "semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah."(Kis 2:44-47)     

 

Cara hidup umat Gereja Purba tersebut kiranya dapat menjadi inspirasi atau teladan bagi kita semua pada masa kini dalam rangka memperkuat dan mengusahakan kerjasama baik dalam hidup bersama maupun kerja. Sikap mental kerjasama hemat saya sedini mungkin hendaknya dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga serta kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah. Kerjasama di tingkat paroki maupun keuskupan hendaknya juga diperkuat dan diperdalam terus menerus. Salah satu usaha memperkuat dan membangun kerjama antara lain dimulai dengan menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam bersama-sama, sehingga apa yang berbeda di antara kita akan fungsional memperteguh atau memperkuat kerjasama. Dengan kata lain hendaknya jangan membesar-besarkan perbedaan yang ada. Perbedaan yang ada di antara kita bersifat fungsional agar pelayanan pastoral Gereja dapat menjangkau semua kalangan atau tingkat kehidupan yang ada.  Marilah kita belajar bekerjasama dari anggota-anggota tubuh kita, yang bekerjasama dengan baik, dimana masing-masing anggota di tempat masing-masing dan fungsional sepenuhnya bagi kebutuhan seluruh tubuh. Tidak ada iri hati di antara anggota tubuh kita.

 

"Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mzm 34:2-7)

 

Jakarta, 29 Juni 2010


29 Juni - Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19

"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya"

HR St Petrus dan St Paulus : Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19


 

"Uskup Gereja Roma, yang mewarisi secara tetap  tugas yang secara istimewa diberikan kepada Petrus, yang pertama di antara para rasul, dan harus diteruskan kepada para penggantinya, adalah kepala Dewan Para Uskup, Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini, yang karenanya berdasarkan tugasnya mempunyai kuasa jabatan, tertinggi, penuh, langsung dan universal dalam Gereja yang selalu dapat dijalankannya dengan bebas" (KHK kan 331)

"Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agara demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah, dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi" (KHK kan 573 $ 1).

Kutipan dari Kitab Hukum Kanonik di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi dalam rangka merayakan St.Petrus dan St.Paulus, paus pertama dan rasul agung/ulung: Petrus yang duduk di tahta kepausan dan Paulus yang berkeliling dunia untuk mewartakan kabar baik kepada segala bangsa.

 

"Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:19)

Kutipan di atas ini adalah sabda Yesus kepada Petrus, paus pertama. Paus sebagai "Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini" mengemban 'kunci Kerajaan Sorga', maka sungguh memiliki tugas mahaberat dan mulia. Meskipun Paus mempunyai kuasa jabatan tertinggi, Yang Mulia senantiasa menyatakan diri sebagai 'servus servorum' (hamba dari para hamba). Kepemimpinan di dalam Gereja memang kepemimpinan partisipatif, dimana sang pemimpin senantiasa mendengarkan yang dipimpin dengan rendah hati dan sepenuh hati agar pelayanannya sesuai kebutuhan yang dipimpin dalam rangka mengusahakan keselamatan jiwa. Maka meskipun memiliki kebebasan penuh, Paus tak pernah menggunakan kebebasan seenaknya, menurut keinginan pribadi, apalagi Paus adalah 'kepala Dewan para Uskup', yang berarti harus menghayati jabatan atau fungsinya dalam kolegialitas. Para Uskup juga memiliki kuasa tertinggi di wilayah keuskupannya, maka para Uskup mengambil bagian dalam jabatan kepemimpinan Paus, penerus.tahta St.Petrus. 

 

"Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya"

(2Tim 4:17)      

 

Kutipan di atas ini adalah pengalaman atau kesaksian Paulus yang disampaikan kepada Timotius dan kita semua. Paulus tergerak untuk meneladan Yesus 'yang berkeliling dari desa ke desa, kota ke kota' untuk mewartakan Injil atau Warta Gembira. Paulus tanpa kenal lelah mewartakan Warta Gembira ke seluruh dunia, tanpa takut dan gentar menghadapi aneka tantangan, masalah, ancaman serta kesulitan. Paulus percaya sepenuhnya bahwa "Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku", maka bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan dan kegentaran sedikitpun. Apa yang dikerjakan oleh Paulus ini dalam perjalanan sejarah Gereja sampai kini dilakukan oleh aneka lembaga hidup bakti, biarawan-biarawati, sesuai dengan charisma atau spiritualitas pendiri mereka masing-masing. Maka terjadilah keaneka-ragaman pelayanan pastoral di dalam mewartakan Warta Gembira.

 

Konggregasi Suci untuk Lembaga Hidup Bakti dan Institut Sekuler bersama dengan Konggregasi Suci untuk Para Uskup : "DIRECTIVES FOR THE MUTUAL RELATIONS BETWEEN BISHOPS AND RELIGIOUS IN THE CHURCH" (1978)

 

Di dalam sejarah Gereja pernah terjadi ketegangan antara uskup dan pemimpin lembaga hidup bakti setempat atau pastor paroki dan paguyuban gerejani seperti  Gerakan Kharismatik, Legio Mariae, Pemuda Katolik, PMKRI, dll.. Konggregasi Suci untuk Lembaga Hidup Bakti bersama Konggregasi Suci untuk Para Uskup pada tahun 1978 menerbitkan Arahan untuk Hubungan Timbal Balik ("Mutuae Relationis") antara para uskup dan lembaga hidup bakti. Isi  dokumen 'Mutuae Relationis' ini kiranya baik sekali kita hayati dalam rangka merayakan pesta St.Petrus dan St.Paulus, dua pribadi yang berbeda satu sama lain namun bekerjasama dengan baik.

 

Kerjasama kiranya merupakan keutamaan yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan semakin maraknya permusuhan, pertentangan, cekcok dst.. dalam kehidupan dan kerja bersama. Bekerjasama berarti saling memberi dan menerima, melayani, mendengarkan, memperhatikan, mengasihi dst.. , sebagaimana terjadi dalam umat Gereja Purba, dimana "semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah."(Kis 2:44-47)     

 

Cara hidup umat Gereja Purba tersebut kiranya dapat menjadi inspirasi atau teladan bagi kita semua pada masa kini dalam rangka memperkuat dan mengusahakan kerjasama baik dalam hidup bersama maupun kerja. Sikap mental kerjasama hemat saya sedini mungkin hendaknya dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga serta kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah. Kerjasama di tingkat paroki maupun keuskupan hendaknya juga diperkuat dan diperdalam terus menerus. Salah satu usaha memperkuat dan membangun kerjama antara lain dimulai dengan menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam bersama-sama, sehingga apa yang berbeda di antara kita akan fungsional memperteguh atau memperkuat kerjasama. Dengan kata lain hendaknya jangan membesar-besarkan perbedaan yang ada. Perbedaan yang ada di antara kita bersifat fungsional agar pelayanan pastoral Gereja dapat menjangkau semua kalangan atau tingkat kehidupan yang ada.  Marilah kita belajar bekerjasama dari anggota-anggota tubuh kita, yang bekerjasama dengan baik, dimana masing-masing anggota di tempat masing-masing dan fungsional sepenuhnya bagi kebutuhan seluruh tubuh. Tidak ada iri hati di antara anggota tubuh kita.

 

"Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mzm 34:2-7)

 

Jakarta, 29 Juni 2010


Minggu, 27 Juni 2010

Doa Yang Dijawab

Ada seorang kakek yang sudah tua, tinggal di sebuah rumah di pinggiran desa. Kakek ini adalah seorang yang sangat saleh dan rajin beribadah kepada Tuhan. Si kakek dikenal di seluruh desa karena kebaikannya suka menolong orang dan taat beribadah.

Pada suatu hari turun hujan lebat di desa tersebut dan air dengan sangat cepatnya naik ke atas dan telah mencapai sebatas lutut. Orang-orang di desa tersebut telah diinstruksikan untuk mengungsi dan ramai-ramai mereka membawa barang-barangnya keluar dari rumah mereka masing-masing.

Si Kakek yang tinggal di pinggiran desa juga tidak luput dari situasi banjir tersebut dan menjadi cemas karenanya, tetapi sebagai orang yang beriman, dia berusaha berdoa memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan yang lebat tersebut agar seluruh orang di desa tersebut bisa diselamatkan.

Tak lama setelah dia berdoa, datanglah kepala desa hendak menjemputnya dengan kendaraan jipnya, tetapi si kakek menolak dengan halus dan dia berkata bahwa dia percaya bahwa Tuhan akan mendengarkan doanya dan segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Pergilah segera sang kepala desa dengan perasaan cemas, tetapi karena dia percaya bahwa dia memang orang yang saleh, tentunya Tuhan juga pasti akan menolongnya juga. Hujan turun semakin lebatnya dan telah mencapai ketinggian satu meter dan seluruh penduduk desa telah mengungsi ke luar dan si kakek pun sudah berjongkok di atas lemarinya, dengan perasaan yang semakin cemas akhirnya dia berdoa dengan lebih keras lagi memohon kepada Tuhan untuk segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Tak lama kemudian datanglah regu penyelamat dengan mengendarai perahu karet dan berteriak-teriak memanggil si kakek. Si kakek pun berteriak kepada regu penyelamat tersebut dan berkata bahwa dia telah berdoa kepada Tuhan dengan lebih bersungguh-sungguh dan Tuhan selama ini tidak pernah tidak mendengarkan doanya dan dia percaya bahwa kali inipun Tuhan pasti mendengarkan doanya.

Akhirnya perahu karet itupun pergi dengan perasaan yang sangat khawatir akan keselamatan si kakek, tetapi karena merekapun merasa bahwa sang kakek memang memiliki iman yang lebih tebal daripada mereka maka merekapun tidak berani memaksa lebih keras lagi. Sepeninggal regu penyelamat dengan perahu karet, hujan malah turun semakin lebatnya dan lebih lebat dari sebelumnya dan kali ini si kakek sudah berdiri di atas atap rumahnya dan berteriak-teriak dengan sangat kerasnya berdoa memohon kepada Tuhan untuk segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Dari atas terdengar deru helikopter dengan keras dengan lampu sorotnya dan tampak beberapa orang berteriak dari atas helikopter kepada sang kakek untuk segera menangkap tali yang dilemparkan ke bawah. Dan kali inipun sang kakek menolak dan berkata dengan yakinnya bahwa dia telah berdoa dengan sangat sungguh-sungguh dan kali ini Tuhan pasti akan menghentikan hujan tersebut dan menolong si kakek.

Dengan putus asa helikopter tersebut meninggalkan si kakek yang terus berteriak-teriak memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan lebat tersebut dan mereka berharap bahwa semoga doa kakek terkabul dan mereka juga tahu bahwa kakek adalah orang yang sangat beriman dan selalu menolong orang lain.

Akhir kata, hujan tidak juga berhenti dan menenggelamkan si kakek dan dia pun meninggal. Karena selama hidupnya kakek tersebut sangat beriman dan tidak pernah sekalipun berbuat yang tidak baik dihadapan Tuhan, maka si kakek diijinkan masuk ke dalam surga. Di surga, kakek bertemu dengan Tuhan dan lalu menyatakan kekecewaannya karena doanya yang terakhir tidak dikabulkan oleh-Nya.

Tuhan pun berfirman kepadanya, "Kakek yang baik, engkau adalah anak-Ku yang baik dan sepanjang hidupmu engkau selalu menuruti firman-Ku, dan Aku pun selalu mendengarkan doa-doamu dan mengabulkannya. Pada waktu engkau berdoa yang pertama kalinya, Aku telah mengirim kepala desa untuk menjemputmu dengan mobil jipnya tetapi engkau tolak, lalu doamu yang kedua, Aku mengirimkan regu penyelamat dengan perahu karetnya dan itupun kau tolak dan terakhir engkau berdoa kepadaKu, Aku mengirimkan sebuah helikopter untuk menjemputmu tetapi masih engkau tolak juga. Aku selalu mendengarkan doamu anakKu."

Inti cerita ini adalah mengenai sebuah kesempatan,
dan bagaimana kita mengerti jawaban Tuhan atas doa-doa kita.

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari