Senin, 31 Mei 2010

1 Juni - 2Ptr 3:12-15a.17-18; Mrk 12:13-17

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"

(2Ptr 3:12-15a.17-18; Mrk 12:13-17)


"Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia" (Mrk 12:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Martir adalah orang yang berani mati/mengorbakan dirinya karena kesetiaan atau ketaatan pada iman alias setia dan taat pada kehendak Tuhan, yang antara lain diterjemahkan ke dalam aneka aturan atau tatanan hidup dan kewajiban. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus berarti menghayati apa yang disabdakanNya : "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah". Kita semua sebagai orang beriman memiliki panggilan untuk menjadi martir juga; hemat saya menghayati apa yang disabdakan oleh Yesus di atas ini juga merupakan bentuk kemartiran masa kini, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak setia dan tidak taat kepada kewajibannya. Di Indonesia pada saat ini kiranya masih cukup ramai dibicarakan dan diberitakan perihal 'makelar pajak' alias penyelewengan perpajakan. Penyelewengan pajak dapat dilakukan oleh wajib pajak maupun para petugas penarik pajak alias pejabat pemerintah yang terkait, namun hemat saya akar penyelewengan ada pada para pejabat perpajakan. Rasanya jiga kewajiban membayar pajak dilakukan dengan setia dan tidak ada penyelewengan pajak, cita-cita bangsa kita akan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh  bangsa segera terwujud atau menjadi nyata. Sabda Yesus di atas mengajak dan mengingatkan kita untuk menjadi warganegara dan umat beriman yang baik (100% warganegara dan 100% beriman/katolik/islam/Kristen dst..). Kami berharap kepada para penegak hukum, pejabat pemerintah sungguh setia dalam menegakkan pemberlakuan hukum, aturan dan tatanan hidup bersama di semua bidang kehidupan bersama.

·   "Saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia" (2Ptr 3: 14). Kita semua menantikan atau mendambakan hidup dalam kebenaran alias kesejahteraan dan kebahagiaan sejati, dan untuk itu kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Pertama-tama dan terutama masing-masing dari kita sendiri hendaknya senantiasa 'kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapanNya'  alias suci. Memang untuk mengusahakan dan menjaga kesucian hidup pada masa kini sungguh berat, harus menghadapi aneka macam godaan, tantangan dan hambatan serta rayuan untuk berbuat jahat. Kita tak mungkin sendirikan mengusahakan dan menjaganya, maka baiklah kita bekerjasama dengan saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita. Marilah saling menolong dan mengingatkan: hendaknya ketika ada saudara-saudari kita ingin melakukan kejahatan segera kita ingatkan atau cegah, sebaliknya jika kita diingatkan oleh siapapun hendaknya ditanggapi dengan positif, tidak marah atau membenci terhadap mereka yang mengingatkan. Hidup suci berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan/Penyelenggaraan Ilahi. Diri kita tak pernah terlepas dari aneka macam sarana-prasarana dan lingkungan, maka kita juga dipanggil untuk mengusahakan dan menjaga kesucian sarana-prasarana maupun lingkungan hidup. Dengan kata lain marilah kita tingkatkan dan perdalam usaha perawatan terhadap aneka macam sarana-prasarana maupun lingkungan hidup, agar aneka macam sarana-prasarana maupun lingkungan hidup mendukung usaha kita untuk menjadi suci atau menjaga kesucian.

 

"Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam." (Mzm 90:2-4)

 

Jakarta, 1 Juni 2010      

  


1 Juni - 2Ptr 3:12-15a.17-18; Mrk 12:13-17

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"

(2Ptr 3:12-15a.17-18; Mrk 12:13-17)


"Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia" (Mrk 12:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Martir adalah orang yang berani mati/mengorbakan dirinya karena kesetiaan atau ketaatan pada iman alias setia dan taat pada kehendak Tuhan, yang antara lain diterjemahkan ke dalam aneka aturan atau tatanan hidup dan kewajiban. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus berarti menghayati apa yang disabdakanNya : "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah". Kita semua sebagai orang beriman memiliki panggilan untuk menjadi martir juga; hemat saya menghayati apa yang disabdakan oleh Yesus di atas ini juga merupakan bentuk kemartiran masa kini, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak setia dan tidak taat kepada kewajibannya. Di Indonesia pada saat ini kiranya masih cukup ramai dibicarakan dan diberitakan perihal 'makelar pajak' alias penyelewengan perpajakan. Penyelewengan pajak dapat dilakukan oleh wajib pajak maupun para petugas penarik pajak alias pejabat pemerintah yang terkait, namun hemat saya akar penyelewengan ada pada para pejabat perpajakan. Rasanya jiga kewajiban membayar pajak dilakukan dengan setia dan tidak ada penyelewengan pajak, cita-cita bangsa kita akan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh  bangsa segera terwujud atau menjadi nyata. Sabda Yesus di atas mengajak dan mengingatkan kita untuk menjadi warganegara dan umat beriman yang baik (100% warganegara dan 100% beriman/katolik/islam/Kristen dst..). Kami berharap kepada para penegak hukum, pejabat pemerintah sungguh setia dalam menegakkan pemberlakuan hukum, aturan dan tatanan hidup bersama di semua bidang kehidupan bersama.

·   "Saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia" (2Ptr 3: 14). Kita semua menantikan atau mendambakan hidup dalam kebenaran alias kesejahteraan dan kebahagiaan sejati, dan untuk itu kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Pertama-tama dan terutama masing-masing dari kita sendiri hendaknya senantiasa 'kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapanNya'  alias suci. Memang untuk mengusahakan dan menjaga kesucian hidup pada masa kini sungguh berat, harus menghadapi aneka macam godaan, tantangan dan hambatan serta rayuan untuk berbuat jahat. Kita tak mungkin sendirikan mengusahakan dan menjaganya, maka baiklah kita bekerjasama dengan saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita. Marilah saling menolong dan mengingatkan: hendaknya ketika ada saudara-saudari kita ingin melakukan kejahatan segera kita ingatkan atau cegah, sebaliknya jika kita diingatkan oleh siapapun hendaknya ditanggapi dengan positif, tidak marah atau membenci terhadap mereka yang mengingatkan. Hidup suci berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan/Penyelenggaraan Ilahi. Diri kita tak pernah terlepas dari aneka macam sarana-prasarana dan lingkungan, maka kita juga dipanggil untuk mengusahakan dan menjaga kesucian sarana-prasarana maupun lingkungan hidup. Dengan kata lain marilah kita tingkatkan dan perdalam usaha perawatan terhadap aneka macam sarana-prasarana maupun lingkungan hidup, agar aneka macam sarana-prasarana maupun lingkungan hidup mendukung usaha kita untuk menjadi suci atau menjaga kesucian.

 

"Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam." (Mzm 90:2-4)

 

Jakarta, 1 Juni 2010      

  


Berapa Perkataan Per Hari?

Ayat bacaan: Matius 12:36-37
========================
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."

perkataanSeorang teman di sebuah situs jejaring maya menulis di statusnya: "Katanya, wanita mengeluarkan kata-kata 16000-21000 per hari secara rata-rata, sedangkan laki2 hanya 5000-9000. Waduh, kebayang deh nanti setiap kata yang kita ucapkan akan diminta pertanggung jawabannya. Tiap hari, mana yang kira-kira yang mendominasi perkataan kita, kebaikan/keburukan?" Dia benar. Jika ada sebanyak itu kata-kata yang diucapkan setiap hari secara rata-rata, maka besar kemungkinan ada beberapa atau bahkan mungkin banyak dari jumlah itu yang berisikan hal-hal buruk. Gosip, hujatan, hinaan, cercaan, makian, kata-kata negatif, kebohongan, semua itu bagaikan kebiasaan yang mengisi perkataan kita setiap hari. Sebagai pria, mungkin saya bisa beranggapan bahwa saya relatif lebih tenang, karena jumlah kata-kata yang keluar dari pria "hanya" sepertiga dari wanita. Tapi bukankah jumlah itu pun sudah sangat banyak? Dalam sehari saja sudah begitu, bagaimana jika dikalikan jumlah hari dalam hidup kita? Perkataan yang keluar dari mulut kita seringkali tidak kita perhatikan. Kita sibuk menjaga perilaku kita, tidak korupsi, tidak curang dalam bekerja atau berdagang, tidak menyakiti orang lain secara fisik, tetapi lupa bahwa ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita pun tidak terlepas dari pertanggungjawaban kita nanti.

Yesus sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Itu artinya, segala kata yang keluar dari mulut kita, baik yang kita sadari maupun tidak haruslah kita pertanggungjawabkan kelak pada hari penghakiman. Ini jelas merupakan sesuatu yang serius yang harus kita sikapi dengan baik sejak dini. Yakobus sudah menggambarkan betapa buas dan liarnya lidah kita. Ia bahkan menggambarkannya sebagai sesuatu "yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan". (Yakobus 3:8). Mengapa Yakobus menggambarkannya dengan begitu ekstrim? Sebab ini merupakan hal yang serius. Bagaimana tidak, "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (ay 9-10).

Jauh sebelumnya kitab Amsal telah banyak memberikan peringatan akan pentingnya menjaga perkataan ini. Salah satunya berbunyi demikian:"Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Semakin banyak kita berbicara, semakin banyak pula peluang untuk mengeluarkan kata-kata yang sia-sia, yang mendatangkan pelanggaran. Jika kita tidak punya kendali sama sekali terhadap perkataan kita, maka berbagai ucapan yang mengarah pada dosa akan sangat mudah keluar dari mulut kita. Dan itu semua kelak biar bagaimanapun tetap harus kita pertanggungjawabkan.

Agur bin Yake pernah memberikan tips menarik. "Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!" (Amsal 30:32). Ini mengingatkan kita agar tetap waspada, baik dalam keadaan sadar atau tidak untuk menjaga perkataan kita. Sulit memang, tapi kita harus selalu berusaha untuk menjaga agar jangan sampai perkataan yang sia-sia, negatif dan sebagainya yang mengarah pada dosa keluar dari mulut kita. Untuk itu kita harus selalu menjaga hati kita, "karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34b).

Dari ribuan kata yang kita keluarkan perhari, apakah kita sudah mewaspadai bahwa semua itu tidak berisi hal-hal yang bisa mengancam keselamatan kita? Tidak saja untuk hari penghakiman kelak, tetapi dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita bisa dijauhkan dari resiko mendapat masalah karena ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita. Pepatah mengatakan "mulutmu adalah harimaumu", itu sungguh benar. Jika tidak hati-hati, kita bisa binasa diterkam oleh apa yang keluar dari mulut kita. Sekali lagi, memang tidak mudah. Namun kita bisa mulai belajar untuk mengendalikan omongan kita dan mengawasi segala sesuatu yang kita ucapkan hari ini juga. Ingatlah bahwa kelak semua harus kita pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, isilah hati kita dengan firman Tuhan dan pikiran-pikiran kita dengan segala sesuatu yang positif. Hiduplah terus bersama tuntunan Roh Kudus yang akan memampukan kita untuk menjaga mulut kita.

Pakailah mulut untuk memperkatakan firman Tuhan, bersyukur dan memberkati orang lain

Berapa Perkataan Per Hari?

Ayat bacaan: Matius 12:36-37
========================
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."

perkataanSeorang teman di sebuah situs jejaring maya menulis di statusnya: "Katanya, wanita mengeluarkan kata-kata 16000-21000 per hari secara rata-rata, sedangkan laki2 hanya 5000-9000. Waduh, kebayang deh nanti setiap kata yang kita ucapkan akan diminta pertanggung jawabannya. Tiap hari, mana yang kira-kira yang mendominasi perkataan kita, kebaikan/keburukan?" Dia benar. Jika ada sebanyak itu kata-kata yang diucapkan setiap hari secara rata-rata, maka besar kemungkinan ada beberapa atau bahkan mungkin banyak dari jumlah itu yang berisikan hal-hal buruk. Gosip, hujatan, hinaan, cercaan, makian, kata-kata negatif, kebohongan, semua itu bagaikan kebiasaan yang mengisi perkataan kita setiap hari. Sebagai pria, mungkin saya bisa beranggapan bahwa saya relatif lebih tenang, karena jumlah kata-kata yang keluar dari pria "hanya" sepertiga dari wanita. Tapi bukankah jumlah itu pun sudah sangat banyak? Dalam sehari saja sudah begitu, bagaimana jika dikalikan jumlah hari dalam hidup kita? Perkataan yang keluar dari mulut kita seringkali tidak kita perhatikan. Kita sibuk menjaga perilaku kita, tidak korupsi, tidak curang dalam bekerja atau berdagang, tidak menyakiti orang lain secara fisik, tetapi lupa bahwa ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita pun tidak terlepas dari pertanggungjawaban kita nanti.

Yesus sudah mengingatkan kita akan hal ini. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Itu artinya, segala kata yang keluar dari mulut kita, baik yang kita sadari maupun tidak haruslah kita pertanggungjawabkan kelak pada hari penghakiman. Ini jelas merupakan sesuatu yang serius yang harus kita sikapi dengan baik sejak dini. Yakobus sudah menggambarkan betapa buas dan liarnya lidah kita. Ia bahkan menggambarkannya sebagai sesuatu "yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan". (Yakobus 3:8). Mengapa Yakobus menggambarkannya dengan begitu ekstrim? Sebab ini merupakan hal yang serius. Bagaimana tidak, "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (ay 9-10).

Jauh sebelumnya kitab Amsal telah banyak memberikan peringatan akan pentingnya menjaga perkataan ini. Salah satunya berbunyi demikian:"Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Semakin banyak kita berbicara, semakin banyak pula peluang untuk mengeluarkan kata-kata yang sia-sia, yang mendatangkan pelanggaran. Jika kita tidak punya kendali sama sekali terhadap perkataan kita, maka berbagai ucapan yang mengarah pada dosa akan sangat mudah keluar dari mulut kita. Dan itu semua kelak biar bagaimanapun tetap harus kita pertanggungjawabkan.

Agur bin Yake pernah memberikan tips menarik. "Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut!" (Amsal 30:32). Ini mengingatkan kita agar tetap waspada, baik dalam keadaan sadar atau tidak untuk menjaga perkataan kita. Sulit memang, tapi kita harus selalu berusaha untuk menjaga agar jangan sampai perkataan yang sia-sia, negatif dan sebagainya yang mengarah pada dosa keluar dari mulut kita. Untuk itu kita harus selalu menjaga hati kita, "karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34b).

Dari ribuan kata yang kita keluarkan perhari, apakah kita sudah mewaspadai bahwa semua itu tidak berisi hal-hal yang bisa mengancam keselamatan kita? Tidak saja untuk hari penghakiman kelak, tetapi dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita bisa dijauhkan dari resiko mendapat masalah karena ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita. Pepatah mengatakan "mulutmu adalah harimaumu", itu sungguh benar. Jika tidak hati-hati, kita bisa binasa diterkam oleh apa yang keluar dari mulut kita. Sekali lagi, memang tidak mudah. Namun kita bisa mulai belajar untuk mengendalikan omongan kita dan mengawasi segala sesuatu yang kita ucapkan hari ini juga. Ingatlah bahwa kelak semua harus kita pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, isilah hati kita dengan firman Tuhan dan pikiran-pikiran kita dengan segala sesuatu yang positif. Hiduplah terus bersama tuntunan Roh Kudus yang akan memampukan kita untuk menjaga mulut kita.

Pakailah mulut untuk memperkatakan firman Tuhan, bersyukur dan memberkati orang lain

Minggu, 30 Mei 2010

31 Mei - Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu".

(Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56)


"Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya."(Luk 1:39-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas  bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rekan-rekan perempuan, lebih-lebih yang telah berkeluarga, ketika tahu bahwa dirinya hamil pertama kali pada umumnya sangat gembira dan dengan gairah memberitahukan kehamilannya kepada suaminya maupun saudara-saudarinya atau orangtuanya. Suasana itulah kiranya yang terjadi dalam diri Elisabet maupun Maria, yang sama-sama sedang mengandung/hamil karena Roh Kudus. Maria sebagai yang lebih muda tergerak untuk mengujungi Elisabet, yang dimana tuanya dianugerahi anak/sedang hamil. Dua pribadi yang penuh Roh Kudus itupun ketika saling bertemu lalu saling memuji: Elisabet memuji Maria, karena terpilih untuk mengandung Penyelamat Dunia. Terhadap pujian Elisabet, Maria tidak menjadi sombong, melainkan rendah hati dengan mengidungkan 'Magnificat', kidung populer bagi mereka yang telah dipilih oleh Tuhan. SP Maria adalah teladan umat beriman, maka kami berharap kita semua meneladan SP Maria, dan perkenankan secara khusus saya mengajak rekan-rekan perempuan untuk menjadi teladan keramahan dan kerendahan hati seperti SP Maria. Marilah kita hayati dengan konsekwen ketika kita saling bertemu juga saling mengucapakan 'selamat' (selamat pagi, selamat jumpa, dst..), yang berarti  kita saling mendambakan dan mengusahakan keselamatan, lebih-lebih keselamatan jiwa kita.


·   "Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!" (Rm 12:16), demikian peringatan atau nasihat Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Apa yang kita butuhkan untuk hidup sehari-hari adalah apa-apa yang sederhana, misalnya makanan, minuman, sapaan/sentuhan kasih, tidur, bercakap-cakap dst… Kami percaya bahwa rekan-rekan perempuan lebih peka akan apa-apa yang sederhana daripada rekan-rekan laki-laki. Memang mereka yang merasa diri pandai pada umumnya lebih memikirkan perkara-perkara tinggi daripada perkara sederhana. Hemat saya orang yang sungguh pandai sejati pada umumnya dapat membuat sederhana apa yang tinggi dan berbelit-belit, sehingga yang dikatakan dan diusahakan dimengerti oleh semua orang, bukan membuat yang sederhana menjadi sulit dan berbelit-belit. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang merasa pandai atau memiliki kepakaran dalam ilmu atau keterampilan tertentu untuk membagikan kepandaian, kepakaran dan keterampilan bagi orang lain tanpa pandang bulu; dan memang untuk itu harus menyederhanakan perkara-perkara tinggi dan berbelit-belit. Kepada rekan-rekan yang terbiasa memperhatikan perkara-perkara sederhana yang menjadi kebutuhan kita sehari-hari kami ucapkan banyak terima kasih. "Mengunjungi" hemat saya juga meruapakan perkara sederhana; mengunjungi berarti menghadirkan diri seutuhnya bagi yang lain. Ingat 'mengunjungi' bukan berarti harus banyak bicara atau omong-omong, melainkan yang utama dan pokok adalah hadir bersama.

 

"Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan. Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!"(Yes 12:2-5)

 

 Jakarta, 31 Mei 2010   

31 Mei - Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu".

(Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56)


"Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya."(Luk 1:39-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas  bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rekan-rekan perempuan, lebih-lebih yang telah berkeluarga, ketika tahu bahwa dirinya hamil pertama kali pada umumnya sangat gembira dan dengan gairah memberitahukan kehamilannya kepada suaminya maupun saudara-saudarinya atau orangtuanya. Suasana itulah kiranya yang terjadi dalam diri Elisabet maupun Maria, yang sama-sama sedang mengandung/hamil karena Roh Kudus. Maria sebagai yang lebih muda tergerak untuk mengujungi Elisabet, yang dimana tuanya dianugerahi anak/sedang hamil. Dua pribadi yang penuh Roh Kudus itupun ketika saling bertemu lalu saling memuji: Elisabet memuji Maria, karena terpilih untuk mengandung Penyelamat Dunia. Terhadap pujian Elisabet, Maria tidak menjadi sombong, melainkan rendah hati dengan mengidungkan 'Magnificat', kidung populer bagi mereka yang telah dipilih oleh Tuhan. SP Maria adalah teladan umat beriman, maka kami berharap kita semua meneladan SP Maria, dan perkenankan secara khusus saya mengajak rekan-rekan perempuan untuk menjadi teladan keramahan dan kerendahan hati seperti SP Maria. Marilah kita hayati dengan konsekwen ketika kita saling bertemu juga saling mengucapakan 'selamat' (selamat pagi, selamat jumpa, dst..), yang berarti  kita saling mendambakan dan mengusahakan keselamatan, lebih-lebih keselamatan jiwa kita.


·   "Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!" (Rm 12:16), demikian peringatan atau nasihat Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Apa yang kita butuhkan untuk hidup sehari-hari adalah apa-apa yang sederhana, misalnya makanan, minuman, sapaan/sentuhan kasih, tidur, bercakap-cakap dst… Kami percaya bahwa rekan-rekan perempuan lebih peka akan apa-apa yang sederhana daripada rekan-rekan laki-laki. Memang mereka yang merasa diri pandai pada umumnya lebih memikirkan perkara-perkara tinggi daripada perkara sederhana. Hemat saya orang yang sungguh pandai sejati pada umumnya dapat membuat sederhana apa yang tinggi dan berbelit-belit, sehingga yang dikatakan dan diusahakan dimengerti oleh semua orang, bukan membuat yang sederhana menjadi sulit dan berbelit-belit. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang merasa pandai atau memiliki kepakaran dalam ilmu atau keterampilan tertentu untuk membagikan kepandaian, kepakaran dan keterampilan bagi orang lain tanpa pandang bulu; dan memang untuk itu harus menyederhanakan perkara-perkara tinggi dan berbelit-belit. Kepada rekan-rekan yang terbiasa memperhatikan perkara-perkara sederhana yang menjadi kebutuhan kita sehari-hari kami ucapkan banyak terima kasih. "Mengunjungi" hemat saya juga meruapakan perkara sederhana; mengunjungi berarti menghadirkan diri seutuhnya bagi yang lain. Ingat 'mengunjungi' bukan berarti harus banyak bicara atau omong-omong, melainkan yang utama dan pokok adalah hadir bersama.

 

"Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan. Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!"(Yes 12:2-5)

 

 Jakarta, 31 Mei 2010   

Panggung Sandiwara

Ayat bacaan: 2 Korintus 4:2
=======================
"Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah."

panggung sandiwara"Dunia ini panggung sandiwara.." itu cuplikan awal dari satu lagu lawas berjudul Panggung Sandiwara yang pernah populer lewat Nicky Astria. Semakin lama hal seperti itu memang terlihat semakin jelas. Hampir setiap hari kita melihat di televisi bagaimana orang begitu mudahnya mempermainkan fakta. Mengatasnamakan rakyat, tapi sesungguhnya untuk kepentingan diri sendiri. Rakyat hanyalah boneka di panggung sandiwara mereka. Mereka tampil seolah-olah membela kepentingan orang banyak, tapi sebenarnya kepentingan diri sendiri dan golongan lah yang mereka perjuangkan. Tidaklah heran jika mereka bisa menjadi musuh hari ini, tapi bersekutu esok hari, karena apa yang mereka cari hanyalah segala sesuatu yang bisa menguntungkan diri mereka. Sungguh sulit mencari orang yang benar-benar tulus hari ini, karena hampir di setiap lini kehidupan kita akan berhadapan dengan orang-orang yang berlaku licik, penuh sandiwara, lain di muka dan lain di belakang. Ada banyak agenda tersembunyi di balik segala kebaikan mereka. Ironisnya, sikap seperti ini pun seperti wabah yang juga bisa menimpa anak-anak Tuhan.

Ikut-ikutan korupsi, melakukan suap menyuap, melakukan hal yang jahat secara sembunyi-sembunyi, penuh tipu muslihat dan sebagainya. Tampil luar biasa dalam pelayanan, tetapi kehidupannya tidak mencerminkan terang dan garam sama sekali. Terlihat sangat rohani, tetapi semua itu hanyalah di permukaan sementara di dalam penuh cela. Tidakkah kita masih mendapati perilaku seperti ini di kalangan orang percaya? Menyalam dengan penuh senyum, tetapi menghujat di dalam hati, atau menipu rekan bisnis. Bersikap baik kepada seseorang bukan karena mengasihi tetapi karena punya kepentingan, memberi iming-iming demi keuntungan pribadi, mark up harga, menaikkan harga jual agar mendapat untung yang lebih besar dan lain sebagainya. semua ini menunjukkan perilaku licik. Bukankah kita pernah melihat orang percaya yang terjerumus dalam perilaku ini? Atau jangan-jangan kita pun pernah melakukannya.

Sesungguhnya ketulusan dan kejujuran kita merupakan hal mutlak yang diinginkan Tuhan. Paulus paham akan hal itu. Itulah sebabnya ia menekankan: "Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah." (2 Korintus 4:2). Bagi Paulus dan rekan-rekan sepelayanannya hal ini merupakan hal penting. Tidak peduli resiko apapun yang harus mereka terima, mereka terus giat melayani dan itu mereka lakukan untuk Tuhan dengan ketulusan dan kesungguhan. Agenda-agenda tersembunyi, tipu daya atau tipu muslihat dan berbagai kelicikan lainnya tidak terdapat dalam pelayanan mereka. Mereka terus menjaga dan memastikan agar bisa terus fokus dan menjaga hati mereka untuk tetap bersih. Apa yang dilakukan Paulus dan rekan-rekan sekerjanya adalah sebuah keteladanan mengenai ketulusan yang seharusnya kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mari kita pikir sekali lagi. Kalaupun kita bisa mengelabui manusia dengan tipu muslihat atau berbagai kelicikan, apakah mungkin kita bisa mengelabui Tuhan? Jelas tidak. Dan firman Tuhan berkata: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Manusia bisa tertipu tapi Tuhan tidak. Dia yang menciptakan kita, Dia pasti tahu apapun yang kita sembunyikan tanpa peduli serapi apa kita mampu menyembunyikannya. Tulus atau tidak, itu Tuhan tahu. Sehebat atau serapat apapun kita menyembunyikan sesuatu, Tuhan tetap tahu apa yang menjadi isi hati kita. Topeng apapun yang kita pakai, Tuhan tetap mengenal apa yang ada di balik topeng itu. Berapa lama kita sanggup menyembunyikan tipu muslihat dibalik kebaikan kita? 10, 20, 70 tahun? Perjalanan hidup di dunia ini sesungguhnya singkat, sangat singkat dibandingkan kekekalan yang menjadi tujuan selanjutnya. Cepat atau lambat kita harus siap memberikan pertanggungjawaban di hadapan tahtaNya, dan itu akan sangat menentukan kemana kita akan "berlabuh" kelak.

Petrus mengingatkan dengan tegas menolak segala perbuatan tersembunyi. "Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah." (1 Petrus 2:1). Melihat bagaimana kejujuran dan ketulusan semakin sulit terdapat dalam dunia, kita seharusnya mampu tampil sebagai pribadi-pribadi yang berbeda, yang menjadi terang dan garam, yang mencerminkan Yesus. Jika tidak, bagaimana mungkin kita bisa mengklaim bahwa kita bukanlah termasuk orang percaya yang licik? Dalam memberi hadiah atau sedekah pun sama. Kita seharusnya memberikan dengan tulus, tetapi yang kerap kali terjadi adalah adanya agenda-agenda tersembunyi yang kita simpan di belakang kita. Melakukan pelayanan tapi tidak tulus, bukankah itu akan menjadikan kita batu sandungan bagi banyak jiwa yang masih belum selamat? Bayangkan bagaimana kecewanya Tuhan melihat kita apabila sikap kita masih seperti itu. Tuhan pun mengingatkan kita seperti ini: "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:1-2).

Mari kita sama-sama introspeksi dan merenung sejenak. Apakah kita masih melakukan bentuk-bentuk kecurangan atau kelicikan ini? Atau masih terlibat dalam berbagai penipuan? Jika masih ada benih-benih seperti ini dalam hidup kita, sudah saatnya bagi kita untuk berbalik. Bertobat sungguh-sungguh dan memegang komitmen untuk tidak lagi bersikap licik, itulah hal yang dinantikan Tuhan dari kita. Jika masih ada agenda tersembunyi atau berbagai rencana tipu muslihat dalam diri anda, buanglah segera dan gantikan dengan ketulusan serta kejujuran. Bukan soal penampilan luar yang utama, tetapi seberapa patuhnya kita terhadap firman Tuhan, itulah yang penting. Berbuat baiklah bukan karena mengharapkan imbalan atau karena memiliki agenda-agenda tersembunyi dibalik itu, tetapi lakukanlah dengan tulus ikhlas untuk memuliakan Tuhan dan membagi berkat kepada sesama. Dunia bisa saja menjadi panggung sandiwara, tapi janganlah kita ikut-ikutan sebagai sutradara disana. Marilah kita sama-sama memastikan diri kita untuk tetap bersih dan tulus agar kiranya kita bisa tetap berkenan di hadapan Tuhan.

Buanglah segala kelicikan, tipu muslihat, kemunafikan dan lain-lain dan segeralah ganti dengan hati yang tulus ikhlas melakukannya untuk Tuhan

Panggung Sandiwara

Ayat bacaan: 2 Korintus 4:2
=======================
"Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah."

panggung sandiwara"Dunia ini panggung sandiwara.." itu cuplikan awal dari satu lagu lawas berjudul Panggung Sandiwara yang pernah populer lewat Nicky Astria. Semakin lama hal seperti itu memang terlihat semakin jelas. Hampir setiap hari kita melihat di televisi bagaimana orang begitu mudahnya mempermainkan fakta. Mengatasnamakan rakyat, tapi sesungguhnya untuk kepentingan diri sendiri. Rakyat hanyalah boneka di panggung sandiwara mereka. Mereka tampil seolah-olah membela kepentingan orang banyak, tapi sebenarnya kepentingan diri sendiri dan golongan lah yang mereka perjuangkan. Tidaklah heran jika mereka bisa menjadi musuh hari ini, tapi bersekutu esok hari, karena apa yang mereka cari hanyalah segala sesuatu yang bisa menguntungkan diri mereka. Sungguh sulit mencari orang yang benar-benar tulus hari ini, karena hampir di setiap lini kehidupan kita akan berhadapan dengan orang-orang yang berlaku licik, penuh sandiwara, lain di muka dan lain di belakang. Ada banyak agenda tersembunyi di balik segala kebaikan mereka. Ironisnya, sikap seperti ini pun seperti wabah yang juga bisa menimpa anak-anak Tuhan.

Ikut-ikutan korupsi, melakukan suap menyuap, melakukan hal yang jahat secara sembunyi-sembunyi, penuh tipu muslihat dan sebagainya. Tampil luar biasa dalam pelayanan, tetapi kehidupannya tidak mencerminkan terang dan garam sama sekali. Terlihat sangat rohani, tetapi semua itu hanyalah di permukaan sementara di dalam penuh cela. Tidakkah kita masih mendapati perilaku seperti ini di kalangan orang percaya? Menyalam dengan penuh senyum, tetapi menghujat di dalam hati, atau menipu rekan bisnis. Bersikap baik kepada seseorang bukan karena mengasihi tetapi karena punya kepentingan, memberi iming-iming demi keuntungan pribadi, mark up harga, menaikkan harga jual agar mendapat untung yang lebih besar dan lain sebagainya. semua ini menunjukkan perilaku licik. Bukankah kita pernah melihat orang percaya yang terjerumus dalam perilaku ini? Atau jangan-jangan kita pun pernah melakukannya.

Sesungguhnya ketulusan dan kejujuran kita merupakan hal mutlak yang diinginkan Tuhan. Paulus paham akan hal itu. Itulah sebabnya ia menekankan: "Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah." (2 Korintus 4:2). Bagi Paulus dan rekan-rekan sepelayanannya hal ini merupakan hal penting. Tidak peduli resiko apapun yang harus mereka terima, mereka terus giat melayani dan itu mereka lakukan untuk Tuhan dengan ketulusan dan kesungguhan. Agenda-agenda tersembunyi, tipu daya atau tipu muslihat dan berbagai kelicikan lainnya tidak terdapat dalam pelayanan mereka. Mereka terus menjaga dan memastikan agar bisa terus fokus dan menjaga hati mereka untuk tetap bersih. Apa yang dilakukan Paulus dan rekan-rekan sekerjanya adalah sebuah keteladanan mengenai ketulusan yang seharusnya kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mari kita pikir sekali lagi. Kalaupun kita bisa mengelabui manusia dengan tipu muslihat atau berbagai kelicikan, apakah mungkin kita bisa mengelabui Tuhan? Jelas tidak. Dan firman Tuhan berkata: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Manusia bisa tertipu tapi Tuhan tidak. Dia yang menciptakan kita, Dia pasti tahu apapun yang kita sembunyikan tanpa peduli serapi apa kita mampu menyembunyikannya. Tulus atau tidak, itu Tuhan tahu. Sehebat atau serapat apapun kita menyembunyikan sesuatu, Tuhan tetap tahu apa yang menjadi isi hati kita. Topeng apapun yang kita pakai, Tuhan tetap mengenal apa yang ada di balik topeng itu. Berapa lama kita sanggup menyembunyikan tipu muslihat dibalik kebaikan kita? 10, 20, 70 tahun? Perjalanan hidup di dunia ini sesungguhnya singkat, sangat singkat dibandingkan kekekalan yang menjadi tujuan selanjutnya. Cepat atau lambat kita harus siap memberikan pertanggungjawaban di hadapan tahtaNya, dan itu akan sangat menentukan kemana kita akan "berlabuh" kelak.

Petrus mengingatkan dengan tegas menolak segala perbuatan tersembunyi. "Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah." (1 Petrus 2:1). Melihat bagaimana kejujuran dan ketulusan semakin sulit terdapat dalam dunia, kita seharusnya mampu tampil sebagai pribadi-pribadi yang berbeda, yang menjadi terang dan garam, yang mencerminkan Yesus. Jika tidak, bagaimana mungkin kita bisa mengklaim bahwa kita bukanlah termasuk orang percaya yang licik? Dalam memberi hadiah atau sedekah pun sama. Kita seharusnya memberikan dengan tulus, tetapi yang kerap kali terjadi adalah adanya agenda-agenda tersembunyi yang kita simpan di belakang kita. Melakukan pelayanan tapi tidak tulus, bukankah itu akan menjadikan kita batu sandungan bagi banyak jiwa yang masih belum selamat? Bayangkan bagaimana kecewanya Tuhan melihat kita apabila sikap kita masih seperti itu. Tuhan pun mengingatkan kita seperti ini: "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:1-2).

Mari kita sama-sama introspeksi dan merenung sejenak. Apakah kita masih melakukan bentuk-bentuk kecurangan atau kelicikan ini? Atau masih terlibat dalam berbagai penipuan? Jika masih ada benih-benih seperti ini dalam hidup kita, sudah saatnya bagi kita untuk berbalik. Bertobat sungguh-sungguh dan memegang komitmen untuk tidak lagi bersikap licik, itulah hal yang dinantikan Tuhan dari kita. Jika masih ada agenda tersembunyi atau berbagai rencana tipu muslihat dalam diri anda, buanglah segera dan gantikan dengan ketulusan serta kejujuran. Bukan soal penampilan luar yang utama, tetapi seberapa patuhnya kita terhadap firman Tuhan, itulah yang penting. Berbuat baiklah bukan karena mengharapkan imbalan atau karena memiliki agenda-agenda tersembunyi dibalik itu, tetapi lakukanlah dengan tulus ikhlas untuk memuliakan Tuhan dan membagi berkat kepada sesama. Dunia bisa saja menjadi panggung sandiwara, tapi janganlah kita ikut-ikutan sebagai sutradara disana. Marilah kita sama-sama memastikan diri kita untuk tetap bersih dan tulus agar kiranya kita bisa tetap berkenan di hadapan Tuhan.

Buanglah segala kelicikan, tipu muslihat, kemunafikan dan lain-lain dan segeralah ganti dengan hati yang tulus ikhlas melakukannya untuk Tuhan

Sabtu, 29 Mei 2010

OKB = Orang Kaya Baru

Ayat bacaan: 2 Tawarikh 12:12a
==============================
"Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali."

Istilah OKB atau Orang Kaya Baru sering disematkan kepada seseorang yang tiba-tiba berubah sikap dan tingkah lakunya di mata masyarakat. Ketika dulu mereka ramah, kini mereka menjadi angkuh. Jangankan menyapa, melihat saja tidak mau. Dagu terangkat ke atas, omongan menjadi tinggi dan cenderung merendahkan orang lain. Ini sesuatu yang mungkin sering kita lihat langsung di tengah-tengah kita. Harta dan kekuasaan memang bisa membuat perubahan instan dalam hidup seseorang. Adalah baik jika itu semua membuat seseorang malah menjadi semakin rendah hati dan semakin rajin membantu sesama, tapi yang sering terjadi malah sebaliknya. Kesombongan timbul, bertambah pelit dan tidak lagi peduli terhadap orang lain. Hal seperti ini bukan hanya terjadi bagi orang-orang dunia, di kalangan orang percaya pun kita bisa menjumpai hal ini. Betapa ironisnya, ketika kita berdoa meminta pertolongan Tuhan di kala kita hidup berkekurangan, lalu Tuhan menurunkan berkatNya, kita bukannya bersyukur dan memuliakanNya dengan menjadi saluran berkat bagi orang lain, tapi kita malah tergoda untuk bersikap sombong. Saat dalam keadaan pas-pasan manusia rajin beribadah dan berdoa, tetapi ketika dipulihkan secepat itu pula manusia berubah dan menggantikan prioritasnya dengan harta. Tuhan tidak lagi ada di posisi teratas dalam hidupnya. Seorang teman saya pernah sambil tertawa berkata "Lebih baik begini saja.. soalnya kalau saya menjadi kaya saya takut berubah menjadi sombong." Haruskah kekayaan, jabatan, status, kekuasaan dan sebagainya membuat kita berubah menjadi sombong? Seharusnya tidak. Tapi kita memang melihat banyak kasus dalam Alkitab mengenai perubahan sikap seseorang ketika mereka tengah mengalami kesuksesan. Salah satunya adalah raja Rehabeam, anak Salomo, seorang raja Yehuda.

Dalam kitab 2 Tawarikh dikatakan demikian: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1). Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia tidak merasa butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya. Ini adalah sesuatu yang sangat salah di mata Tuhan, karena firmanNya berkata "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Maka apa yang terjadi adalah datangnya serangan dari Mesir dan aliansinya yaitu orang Libia, Suki dan Etiopia yang dipimpin oleh raja Sisak. Serangan ini segera memporakporandakan Yehuda. Nabi Semaya pun kemudian datang untuk menyampaikan teguran Tuhan kepada Rehabeam. "Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak." (2 Tawarikh 12:5). Untunglah Rehabeam lekas sadar bahwa tanpa campur tangan Tuhan ia tidaklah ada apa-apanya. Lalu ia segera datang merendahkan dirinya dan bertobat. Melihat kesungguhan hati Rehabeam tersebut, Tuhan yang penuh belas kasih pun segera mengurungkan niatnya untuk menghukum Rehabeam dan rakyatnya. "Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat hal-hal yang baik di Yehuda." (ay 12).

Kesombongan tidaklah pernah mendapat tempat di mata Tuhan. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jauh sebelumnya, ayah Rehabeam sendiri yaitu Salomo mengatakan "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5), juga "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (ay 8). Sangat disayangkan justru sang anak sendiri yang kemudian melanggar hikmat dari ayahnya dan mengalami sendiri bagaimana hukuman Tuhan jatuh atas diri dan bangsanya. Untunglah kita punya Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih yang akan segera mengampuni kita begitu kita datang kepadaNya membawa pertobatan sungguh-sungguh kita. Janganlah lupa bahwa kita hanyalah berasal dari debu (Mazmur 103:14), tidak ada apapun yang bisa kita banggakan, karena semua yang kita miliki berasal dari Tuhan (Ulangan 8:14-18). Mari kita periksa diri kita hari ini, apakah bentuk-bentuk kesombongan, keangkuhan, kepongahan, sikap tinggi hati dan sebagainya masih ada dalam diri kita? Apakah kita masih menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama atau tidak? Jika masih ada, bereskanlah segera. Datanglah merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh, sebelum kehancuran menerpa diri kita.

Hiduplah dengan sikap rendah hati, tetaplah tinggikan Tuhan di atas segalanya

OKB = Orang Kaya Baru

Ayat bacaan: 2 Tawarikh 12:12a
==============================
"Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali."

Istilah OKB atau Orang Kaya Baru sering disematkan kepada seseorang yang tiba-tiba berubah sikap dan tingkah lakunya di mata masyarakat. Ketika dulu mereka ramah, kini mereka menjadi angkuh. Jangankan menyapa, melihat saja tidak mau. Dagu terangkat ke atas, omongan menjadi tinggi dan cenderung merendahkan orang lain. Ini sesuatu yang mungkin sering kita lihat langsung di tengah-tengah kita. Harta dan kekuasaan memang bisa membuat perubahan instan dalam hidup seseorang. Adalah baik jika itu semua membuat seseorang malah menjadi semakin rendah hati dan semakin rajin membantu sesama, tapi yang sering terjadi malah sebaliknya. Kesombongan timbul, bertambah pelit dan tidak lagi peduli terhadap orang lain. Hal seperti ini bukan hanya terjadi bagi orang-orang dunia, di kalangan orang percaya pun kita bisa menjumpai hal ini. Betapa ironisnya, ketika kita berdoa meminta pertolongan Tuhan di kala kita hidup berkekurangan, lalu Tuhan menurunkan berkatNya, kita bukannya bersyukur dan memuliakanNya dengan menjadi saluran berkat bagi orang lain, tapi kita malah tergoda untuk bersikap sombong. Saat dalam keadaan pas-pasan manusia rajin beribadah dan berdoa, tetapi ketika dipulihkan secepat itu pula manusia berubah dan menggantikan prioritasnya dengan harta. Tuhan tidak lagi ada di posisi teratas dalam hidupnya. Seorang teman saya pernah sambil tertawa berkata "Lebih baik begini saja.. soalnya kalau saya menjadi kaya saya takut berubah menjadi sombong." Haruskah kekayaan, jabatan, status, kekuasaan dan sebagainya membuat kita berubah menjadi sombong? Seharusnya tidak. Tapi kita memang melihat banyak kasus dalam Alkitab mengenai perubahan sikap seseorang ketika mereka tengah mengalami kesuksesan. Salah satunya adalah raja Rehabeam, anak Salomo, seorang raja Yehuda.

Dalam kitab 2 Tawarikh dikatakan demikian: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1). Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia tidak merasa butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya. Ini adalah sesuatu yang sangat salah di mata Tuhan, karena firmanNya berkata "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Maka apa yang terjadi adalah datangnya serangan dari Mesir dan aliansinya yaitu orang Libia, Suki dan Etiopia yang dipimpin oleh raja Sisak. Serangan ini segera memporakporandakan Yehuda. Nabi Semaya pun kemudian datang untuk menyampaikan teguran Tuhan kepada Rehabeam. "Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak." (2 Tawarikh 12:5). Untunglah Rehabeam lekas sadar bahwa tanpa campur tangan Tuhan ia tidaklah ada apa-apanya. Lalu ia segera datang merendahkan dirinya dan bertobat. Melihat kesungguhan hati Rehabeam tersebut, Tuhan yang penuh belas kasih pun segera mengurungkan niatnya untuk menghukum Rehabeam dan rakyatnya. "Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat hal-hal yang baik di Yehuda." (ay 12).

Kesombongan tidaklah pernah mendapat tempat di mata Tuhan. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jauh sebelumnya, ayah Rehabeam sendiri yaitu Salomo mengatakan "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5), juga "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (ay 8). Sangat disayangkan justru sang anak sendiri yang kemudian melanggar hikmat dari ayahnya dan mengalami sendiri bagaimana hukuman Tuhan jatuh atas diri dan bangsanya. Untunglah kita punya Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih yang akan segera mengampuni kita begitu kita datang kepadaNya membawa pertobatan sungguh-sungguh kita. Janganlah lupa bahwa kita hanyalah berasal dari debu (Mazmur 103:14), tidak ada apapun yang bisa kita banggakan, karena semua yang kita miliki berasal dari Tuhan (Ulangan 8:14-18). Mari kita periksa diri kita hari ini, apakah bentuk-bentuk kesombongan, keangkuhan, kepongahan, sikap tinggi hati dan sebagainya masih ada dalam diri kita? Apakah kita masih menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama atau tidak? Jika masih ada, bereskanlah segera. Datanglah merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh, sebelum kehancuran menerpa diri kita.

Hiduplah dengan sikap rendah hati, tetaplah tinggikan Tuhan di atas segalanya

30 Mei - Hari Raya TRITUNGGAL MAHAKUDUS

"Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku."

Hari Raya TRITUNGGAL MAHAKUDUS : Ams 8: 22-31; Rm 5:1-5; Yoh 16:12-15


Ketika saya masih belajar di tingkat dasar, Sekolah Rakyat/Dasar, setiap pagi saya pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sendirian, kurang lebih berjarak 2,5 km. Saya belajar di sekolah katolik, Kanisius, dan di perjalanan ke sekolah saya sering berpapasan dengan anak-anak dari sekolah Islam, mereka tahu bahwa saya belajar di sekolah katolik. Ketika berpapasan saya sering menerima ejekan dalam bahasa Jawa demikian "Konjuk ing asmo Dalem Hyang Romo, Hyang Putro, Hyang Suci, yang-yangan, yangmu dhewe" (= Dalam nama Bapa, Putera, Roh Kudus, berpacaran, pacarmu sendiri). Mendengarkan ejekan tersebut tentu saja saya diam saja, antara takut dan juga tak mungkin menanggapi atau menjawab. Memang sebagai orang Kristen atau Katolik kita sering menerima ejekan atau sindiran perihal Tri Tunggal Mahakudus, dan sering menerima tuduhan juga bahwa kita tidak monotheis. Kita juga sering menerima serangan perihal ke Allah-an Yesus. Tritunggal Mahakudus secara implisit diajarkan oleh Yesus dan menjadi dogma Gereja, maka baiklah pada hari raya/pesta Tritunggal Mahakudus hari ini saya sampaikan refleksi sederhana perihal ajaran atau dogma tersebut.

 

"Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku."(Yoh 16:14-15)

 

"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1Yoh 4:8). Allah adalah kasih, demikian kata Yohanes dalam suratnya, maka hanya dalam dan oleh kasih kita dapat memahami dan mengimani Tritunggal Mahakudus. Dari kutipan sabda Yesus di atas ini dapat kita fahami bahwa kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus atau Tritunggal Mahakudus berada dalam kasih. Kasih itu tak terbatas, dengan kata lain kita tak mungkin memahami dan menjelaskan kasih sedemikian rupa sehingga dapat difahami oleh akal sehat. Kasih melampaui segala usaha, pikiran dan daya tangkap kita, sehingga Paulus kepada umat di Efesus berani berkata: "Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Ef 3:18).

 

"Inti pokok iman akan Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus. Ajaran mengenal Allah Tritunggal pertama-tama berbicara bukan mengenai hidup Allah dalam diriNya sendiri, melainkan mengenai misteri Allah yang memberikan diri kepada manusia" (KWI: IMAN KATOLIK, Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 311-312). Pemahaman dan iman pada Tritunggal Mahakudus erat kaitannya dengan kasih Kristus, yang rasanya sulit difahami dan diimani  bagi sebagian orang. Kasih Kristus antara lain menjadi nyata dalam persembahan DiriNya di kayu salib demi keselamatan seluruh dunia. AjaranNya perihal kasih dengan mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang membenci rasanya juga sulit difahami dan diimani oleh sebagian orang. Kami percaya jika kita juga mengimani dan menghayati persembahan Diri Yesus di kayu salib serta ajaranNya perihal kasih, maka kita juga dapat mengimani dan menghayati Tritunggal Mahakudus, yang menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak saling mengasihi satu sama lain. Misteri atau dogma tentang Tritunggal Mahakudus kiranya juga tidak terlalu jauh dengan hidup saling mengasihi antar suami-isteri sampai mati maupun hidup terpanggil sebagai imam, bruder atau suster, yang sering juga sulit dimengerti oleh sebagian orang.       

 

"Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu",  demikian sabda Yesus. Yang dimaksudkan dengan "Ia" di sini adalah Roh Kudus, yang terus menerus berkarya tiada henti, kapan saja dan dimana saja untuk memberitakan kasih Kristus, segala sesuatu yang dimiliki oleh Yesus Kristus, yang telah diterima dari Bapa. Dengan kata lain hanya yang hidup dari dan oleh Roh Kudus dapat memahami dan mengimani Tritunggal Mahakudus, dan siapapun hidup dari dan oleh Roh Kudus akan menghayati keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23).

"Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita" (Rm 5:3-5)

 

Kesengsaraan yang lahir dari kesetiaan pada iman, panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan sejati, sebagaimana telah dialami oleh Yesus yang setia kepada Bapa yang mengutusNya. Maka baiklah kita renungkan peringatan atau pesan Paulus kepada umat di Roma di atas, bahwa "kesengsaraan menimbulkan ketekunan, ketekunan menimbulkan tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan akah kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus":

1)                  Yang dimaksudkan dengan sengsara tentu saja secara phisik, sosial dan psikologis, tetapi tidak secara spiritual, sebagaimana dua pribadi, laki-laki dan perempuan, yang sedang saling mengasihi (entah dalam berpacaran, tunangan atau sebagai suami-isteri), pada umumnya tidak akan terlepas dari kesengsaraan, namun kesengsaraan tersebut dihayati dengan gembira dan tekun, sehingga membuahkan ketekunan dalam saling mengasihi.

2)                    "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu"(Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27). Tekun dalam saling mengasihi berarti dalam kondisi dan situasi apapun dan dimanapun senantiasa saling mengasihi dengan penuh semangat dan gairah. Ia menghayati kasih Allah dalam kondisi dan situasi apapun dengan hidup dan bertindak saling mengasihi.

3)                   Tahan uji berarti ada harapan lulus dalam ujian atau berhasil dalam usaha dan upaya. Meskipun harus menderita dan sengsara orang tetap ceria dan gembira, itulah pengharapan. Apa yang diharapkan belum kelihatan atau terwujud, namun menggairahkan dan memberdayakan, karena yang menjadi pengharapan adalah kasih karunia Allah. Iman terhadap Tritunggal Mahakudus hendaknya juga ditandai dengan pengharapan, artinya dengan gembira, ceria, bergairah orang menghayati iman tersebut meskipun harus menghadapi aneka tantangan, kesulitan dan masalah.       

 

"Aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; aku bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku" (Ams 8:30-31) . Kutipan dari kitab Amsal ini kiranya memperkuat dan memperteguh kita yang  beriman pada Tritunggal Mahakudus yang sedang menghadapi tantangan atau masalah atau menderita. Marilah kita menjadi anak kesayangan Tuhan, sehingga setiap hari menjadi kesenanganNya karena kita senantiasa bermain di dalam Dia alias hidup dan bertindak di dalam Tuhan.  Beriman kepada Tritunggal Mahakudus berarti hidup dan bertindak dalam Tuhan atau bermain-main di hadapanNya, menjadi kesenangan Tuhan alias hidup baik dan berbudi pekerti luhur.

 

"Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan".

(Mzm 8:4-9)

 

Jakarta, 30 Mei 2010 


30 Mei - Hari Raya TRITUNGGAL MAHAKUDUS

"Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku."

Hari Raya TRITUNGGAL MAHAKUDUS : Ams 8: 22-31; Rm 5:1-5; Yoh 16:12-15


Ketika saya masih belajar di tingkat dasar, Sekolah Rakyat/Dasar, setiap pagi saya pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sendirian, kurang lebih berjarak 2,5 km. Saya belajar di sekolah katolik, Kanisius, dan di perjalanan ke sekolah saya sering berpapasan dengan anak-anak dari sekolah Islam, mereka tahu bahwa saya belajar di sekolah katolik. Ketika berpapasan saya sering menerima ejekan dalam bahasa Jawa demikian "Konjuk ing asmo Dalem Hyang Romo, Hyang Putro, Hyang Suci, yang-yangan, yangmu dhewe" (= Dalam nama Bapa, Putera, Roh Kudus, berpacaran, pacarmu sendiri). Mendengarkan ejekan tersebut tentu saja saya diam saja, antara takut dan juga tak mungkin menanggapi atau menjawab. Memang sebagai orang Kristen atau Katolik kita sering menerima ejekan atau sindiran perihal Tri Tunggal Mahakudus, dan sering menerima tuduhan juga bahwa kita tidak monotheis. Kita juga sering menerima serangan perihal ke Allah-an Yesus. Tritunggal Mahakudus secara implisit diajarkan oleh Yesus dan menjadi dogma Gereja, maka baiklah pada hari raya/pesta Tritunggal Mahakudus hari ini saya sampaikan refleksi sederhana perihal ajaran atau dogma tersebut.

 

"Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku."(Yoh 16:14-15)

 

"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1Yoh 4:8). Allah adalah kasih, demikian kata Yohanes dalam suratnya, maka hanya dalam dan oleh kasih kita dapat memahami dan mengimani Tritunggal Mahakudus. Dari kutipan sabda Yesus di atas ini dapat kita fahami bahwa kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus atau Tritunggal Mahakudus berada dalam kasih. Kasih itu tak terbatas, dengan kata lain kita tak mungkin memahami dan menjelaskan kasih sedemikian rupa sehingga dapat difahami oleh akal sehat. Kasih melampaui segala usaha, pikiran dan daya tangkap kita, sehingga Paulus kepada umat di Efesus berani berkata: "Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Ef 3:18).

 

"Inti pokok iman akan Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus. Ajaran mengenal Allah Tritunggal pertama-tama berbicara bukan mengenai hidup Allah dalam diriNya sendiri, melainkan mengenai misteri Allah yang memberikan diri kepada manusia" (KWI: IMAN KATOLIK, Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 311-312). Pemahaman dan iman pada Tritunggal Mahakudus erat kaitannya dengan kasih Kristus, yang rasanya sulit difahami dan diimani  bagi sebagian orang. Kasih Kristus antara lain menjadi nyata dalam persembahan DiriNya di kayu salib demi keselamatan seluruh dunia. AjaranNya perihal kasih dengan mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang membenci rasanya juga sulit difahami dan diimani oleh sebagian orang. Kami percaya jika kita juga mengimani dan menghayati persembahan Diri Yesus di kayu salib serta ajaranNya perihal kasih, maka kita juga dapat mengimani dan menghayati Tritunggal Mahakudus, yang menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak saling mengasihi satu sama lain. Misteri atau dogma tentang Tritunggal Mahakudus kiranya juga tidak terlalu jauh dengan hidup saling mengasihi antar suami-isteri sampai mati maupun hidup terpanggil sebagai imam, bruder atau suster, yang sering juga sulit dimengerti oleh sebagian orang.       

 

"Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu",  demikian sabda Yesus. Yang dimaksudkan dengan "Ia" di sini adalah Roh Kudus, yang terus menerus berkarya tiada henti, kapan saja dan dimana saja untuk memberitakan kasih Kristus, segala sesuatu yang dimiliki oleh Yesus Kristus, yang telah diterima dari Bapa. Dengan kata lain hanya yang hidup dari dan oleh Roh Kudus dapat memahami dan mengimani Tritunggal Mahakudus, dan siapapun hidup dari dan oleh Roh Kudus akan menghayati keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23).

"Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita" (Rm 5:3-5)

 

Kesengsaraan yang lahir dari kesetiaan pada iman, panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan sejati, sebagaimana telah dialami oleh Yesus yang setia kepada Bapa yang mengutusNya. Maka baiklah kita renungkan peringatan atau pesan Paulus kepada umat di Roma di atas, bahwa "kesengsaraan menimbulkan ketekunan, ketekunan menimbulkan tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan akah kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus":

1)                  Yang dimaksudkan dengan sengsara tentu saja secara phisik, sosial dan psikologis, tetapi tidak secara spiritual, sebagaimana dua pribadi, laki-laki dan perempuan, yang sedang saling mengasihi (entah dalam berpacaran, tunangan atau sebagai suami-isteri), pada umumnya tidak akan terlepas dari kesengsaraan, namun kesengsaraan tersebut dihayati dengan gembira dan tekun, sehingga membuahkan ketekunan dalam saling mengasihi.

2)                    "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu"(Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27). Tekun dalam saling mengasihi berarti dalam kondisi dan situasi apapun dan dimanapun senantiasa saling mengasihi dengan penuh semangat dan gairah. Ia menghayati kasih Allah dalam kondisi dan situasi apapun dengan hidup dan bertindak saling mengasihi.

3)                   Tahan uji berarti ada harapan lulus dalam ujian atau berhasil dalam usaha dan upaya. Meskipun harus menderita dan sengsara orang tetap ceria dan gembira, itulah pengharapan. Apa yang diharapkan belum kelihatan atau terwujud, namun menggairahkan dan memberdayakan, karena yang menjadi pengharapan adalah kasih karunia Allah. Iman terhadap Tritunggal Mahakudus hendaknya juga ditandai dengan pengharapan, artinya dengan gembira, ceria, bergairah orang menghayati iman tersebut meskipun harus menghadapi aneka tantangan, kesulitan dan masalah.       

 

"Aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; aku bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku" (Ams 8:30-31) . Kutipan dari kitab Amsal ini kiranya memperkuat dan memperteguh kita yang  beriman pada Tritunggal Mahakudus yang sedang menghadapi tantangan atau masalah atau menderita. Marilah kita menjadi anak kesayangan Tuhan, sehingga setiap hari menjadi kesenanganNya karena kita senantiasa bermain di dalam Dia alias hidup dan bertindak di dalam Tuhan.  Beriman kepada Tritunggal Mahakudus berarti hidup dan bertindak dalam Tuhan atau bermain-main di hadapanNya, menjadi kesenangan Tuhan alias hidup baik dan berbudi pekerti luhur.

 

"Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan".

(Mzm 8:4-9)

 

Jakarta, 30 Mei 2010 


Just ask!

"If you want to know what God really wants you to do, ask him . . . but if you don't ask in faith, don't expect the Lord to give you any solid answer." James 1:5-6 (LB)

"Have you ever asked God for something and didn't expect to get it? That's why you didn't get it."

The Bible says when we ask God for guidance, we need to believe he will give us that guidance.

Jesus said, "Ask and it shall be given, seek and ye shall find, knock and the door will be opened" (Luke 11:9 NIV). Ask, seek, knock—ASK. God wants you to learn to ask.....

..........
Baca kelanjutannya disini
Click this link -> Just Ask!
---

Jumat, 28 Mei 2010

PEKA TERHADAP ORANG LAIN

"Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama," (Kisah 2:44)

Cara hidup jemaat mula-mula begitu luar biasa: mereka mempraktekkan kasih, senantiasa sehati sepikir dan sangat peka terhadap kebutuhan orang lain sehingga mereka berprinsip bahwa; "...segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (Kisah 2:44-45). Ini sangat kontradiktif bila dibandingkan dengan keadaan manusia sekarang, di mana banyak orang cenderung egois dan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Pola hidup jemaat mula-mula ini menjadi seperti sebuah 'tamparan keras' bagi jemaat Tuhan saat ini. Kita tanpa sadar terkontaminasi gaya hidup orang dunia, tidak peduli dengan saudara seiman, mulai membangun kubu-kubu dan sengaja menutup mata terhadap mereka yang membutuhkan.

Menyedihkan sekali jika kita orang Kristen tapi tidak punya kasih dalam wujud nyata. Memiliki kasih adalah mutlak bagi kita karena Tuhan menempatkan kita di dunia ini untuk menjadi saksiNya, sebab orang lain menilai kita bukan dan apa yang kita ucapkan saja, tapi dari apa yang telah kita perbuat bagi mereka. Seringkali kita mendengar pernyataan demikian, "jangankan memikirkan kebutuhan orang lain, untuk diri sendiri saja tidak cukup" Perhatikan firman Tuhan, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Jadi saat kita menabur kebaikan terhadap orang lain sama artinya kita sedang memiutangi Tuhan dan Dia akan membalasnya berlipat kali ganda.

Jika saat ini kita diingatkan Tuhan untuk menabur kasih bagi sesama, jangan tunda-tunda lagi. Belajarlah memberi dengan iman, jangan dengan akal pikiran yang membuat kita melakukan hitung-hitungan dengan Tuhan. Janda Sarfat memberi makan nabi Ella meskipun ia hanya punya segenggam tepung dan sedikit minyak dalam buli-buli; dia taat melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan dan akhirnya mujizat terjadi (baca 1 Raja-raja 17:16).

Bila kita mau taat melakukan perintah Tuhan, maka Dia akan menjamin hidup kita dan Dia pula yang menyediakan benih itu untuk kita tabur.

Bertanggungjawab Sepenuhnya

 Ayat bacaan: 1 Samuel 17:34-35
==========================
"Tetapi Daud berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya..."

bertanggungjawabGaji sudah dua bulan tidak dibayar. Selalu saja ada alasan dari pengelola keuangan di kampus sehingga saya tidak kunjung mendapat hak saya hingga detik ini. "Ya sudah, kalau mereka seperti itu, kamu tidak perlu serius mengajar, bolos saja sampai gaji dibayarkan.." kata seorang teman ketika mengetahui apa yang sedang saya alami. Cara pikir yang paling pintas memang demikian. Jika kita tidak dibayar, buat apa kerja? Capai badan, capai pikiran, tapi tidak mendapatkan penghasilan? Siapa yang mau? Tapi saya tidak mau demikian. Murid-murid saya tidak bersalah sama sekali sehingga mereka tidak layak diperlakukan asal-asalan. Saya tetap harus serius, karena saya ingin mereka sukses. Lebih dari itu, ada bentuk tanggungjawab saya kepada Tuhan dalam setiap pekerjaan yang saya lakukan, termasuk di dalamnya mengajar, dan tanggungjawab itu sudah seharusnya lebih utama ketimbang gaji. Saya membutuhkan gaji itu untuk hidup, tapi itu bukanlah yang terpenting. Ada tanggungjawab kepada Tuhan di atas itu, oleh karenanya saya tetap memutuskan untuk mengajar dengan sepenuh hati. Bagi orang dunia mungkin saya dianggap bodoh, tapi biarlah. Karena bagi saya, tanggungjawab di hadapan Tuhan jauh lebih tinggi dibanding hal lain apapun.

Jika kemarin kita melihat bagaimana Daud menggambarkan "museum pribadinya" yang berisikan kenangan-kenangan betapa luar biasanya berada bersama Tuhan, hari ini dari kisah yang sama marilah kita melihat sebuah sisi lain. Ayat yang saya ambil masih sama, yaitu mengenai Daud yang tidak tahan menghadapi provokasi Goliat terhadap bangsa Israel. Tapi untuk hari ini, mari kita fokus kepada keseriusan Daud dalam melakukan pekerjaannya, yaitu menggembalakan kambing domba ayahnya. Dari beberapa ayat kita mengetahui bahwa Daud muda dipekerjakan sebagai gembala oleh ayahnya, sementara beberapa dari saudaranya maju bertempur di garis depan sebagai prajurit Israel. Dibandingkan status prajurit, status gembala pada saat itu tidak ada apa-apanya. Tapi Daud tidak berkecil hati dengan pekerjaan tersebut. Ada berapa banyak domba yang ia gembalakan? Saya tidak tahu pasti, tapi rasanya tidak banyak. Dan saya rasa ia pun tidak dibayar untuk itu. Meski tidak banyak dan tidak dibayar, perhatikan bagaimana keseriusan Daud dalam bekerja seperti yang ia utarakan kepada Saul. "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya.." (1 Samuel 17:34-35). Ia rela mempertaruhkan nyawanya demi sekumpulan domba, yang notabene hanyalah hewan. Di mata manusia mungkin itu merupakan hal yang aneh, bahkan bodoh. Untuk apa manusia harus rela mempertaruhkan nyawa demi binatang? Tapi tidak bagi Daud. Daud rela menghadapi singa dan beruang dalam melakukan pekerjaannya. Ia tidak ingin satupun dari dombanya binasa, dan untuk itu ia harus berhadapan dengan maut. Tapi nyatanya penyertaan Tuhan mampu membuatnya tampil sebagai pemenang. Bukan hanya ketika menghadapi singa dan beruang, tapi juga Goliat, dan kita tahu pula bagaimana Daud diberkati secara luar biasa dalam hidupnya. Kedekatannya, kepercayaannya, pengharapannya kepada Tuhan membuat semua itu menjadi mungkin. Daud memperlihatkan tanggungjawab  yang luar biasa tanpa memperhitungkan untung rugi secara pribadi. Dan apa yang ia perbuat pun menjadi gambaran yang sama mengenai bagaimana Yesus, yang lahir ke dunia sebagai salah satu dari silsilah keturunannya, menyelamatkan kita. Lihat apa kata Yesus berikut: "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu." (Yohanes 10:11-12).

Tuhan menghendaki kita untuk serius dalam melakukan segala hal, baik itu bekerja, belajar maupun melayani. Lihatlah seruan ini: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Itu menyatakan bentuk kerinduan Tuhan agar anak-anakNya selalu bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh. Bukan untuk manusia, tapi lakukanlah seperti melakukannya untuk Tuhan. That's the state He wants us to reach. Dalam pelayanan pun demikian. Ada banyak orang yang bersungut-sungut dan tidak serius jika hanya melayani sedikit orang, apalagi satu orang saja. Itu bukanlah gambaran yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan! Bacalah Lukas 15, ada tiga perumpamaan disana yang sudah tidak asing lagi bagi kita mengenai hal ini. "Perumpamaan tentang domba yang hilang" (ay 4-7), "Perumpamaan tentang dirham yang hilang" (ay 8-10) dan "Perumpamaan tentang anak yang hilang" (ay 11-32). Semua ini menunjukkan kerinduan Tuhan untuk menemukan kembali anak-anakNya yang hilang. Tidak peduli berapa yang kembali, meski hanya satu sekalipun, Tuhan akan sangat bersukacita. Bahkan dikatakan: "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Satu jiwa bertobat, itu sudah merupakan kebahagiaan besar bagi Tuhan dan seisi Surga.

Lakukanlah apapun yang dikehendaki Tuhan bagi kita secara serius dan sungguh-sungguh. Mungkin kita tidak mendapat upah sepantasnya menurut ukuran dunia, tapi ingatlah ini: bukankah Tuhan mampu memberkati kita lewat banyak hal? Mungkin apa yang kita terima tidak sebanding dengan jerih payah kita hari ini, tapi apakah tidak mungkin kelak kita akan menuai secara luar biasa? Atau tidakkah mungkin Tuhan menurunkan berkatNya dalam kesempatan lain? Satu hal yang pasti, segala sesuatu yang kita lakukan secara sungguh-sungguh dan sesuai dengan rencana Tuhan tidak akan pernah ada yang sia-sia.Firman Tuhan berkata: "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Daud tahu itu, dan dia sudah membuktikannya sendiri. Lewat keteladanan Yesus pun kita bisa belajar mengenai hal yang sama. Kerjakanlah semuanya dengan sebaik-baiknya. Do your best. Tuhan akan memperhitungkan segalanya, tidak akan ada yang jatuh sia-sia.

Sekecil apapun pekerjaan anda hari ini, lakukanlah dengan sebaik-baiknya dengan tanggungjawab penuh kepada Tuhan

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari