Jumat, 30 April 2010

2 Mei - Kis 14:21b-27; Why 21:1-5a; Yoh 13:31-33a.34-35

Mg Paskah V :

Kis 14:21b-27; Why 21:1-5a; Yoh 13:31-33a.34-35



"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi."



Bapak Yustinus Kardinal Darmojuwono Pr, alm. sebagai klerus atau imam, telah membuat wasiat di hadapan Notaris perihal pembagian kekayaan yang dimiliki jika sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Surat wasiat tersebut disimpan di Keuskupan, yang secara kebetulan saya sebagai Ekonom Keuskupan harus merawatnya. Dari akte notaris yang saya baca antara lain tertulis bahwa jika Bapak Kardinal dipanggil Tuhan maka mohon agar 75% kekayaan dipersembahkan ke Keuskupan, sedangkan 25% dibagikan kepada keluarganya alias adik-adiknya. Namun pada jam-jam terakhir hidupnya, ketika Yang Mulia terbaring di rumah sakit, Bapak Uskup Julius Darmaatmaja SJ dalam kunjunganya di rumah sakit kepada Bapak Kadinal dan dihadapan saudara-saudarinya yang berkumpul pada waktu itu bertanya "Apa yang dikehendaki Bapak Kardinal dengan kekayaan atau uang yang akan ditinggalkan?".  Bapak Kardinal memberi jawaban yang isinya sangat berbeda dengan apa yang pernah dinyatakan dihadapan Notaris dan tertulis di akte notaris, dan apa yang dikatakan pada saat-saat terakhir hidupnya inilah yang akhirnya menjadi kebijakan atau keputusan untuk dilaksanakan. Kata-kata atau nasihat orangtua atau tokoh pada saat-saat terakhir hidupnya pada umumnya sungguh bermakna serta menjadi pegangan atau pedoman cara hidup dan bertindak bagi mereka yang ditinggalkan. Yesus yang telah bangkit dari mati sering menampakkan diri kepada para murid dan sebelum naik ke sorga Ia juga memberi nasihat-nasihat kepada para rasul, antara lain :"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi"., maka marilah kita renungkan dan hayati perintah atau nasihat Yesus ini.


"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh 13:34).



Tolok ukur atau barometer saling mengasihi adalah sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. Yesus mengasihi kita dengan mempersembahkan diri seutuhnya kepada kita, antara lain sampai wafat di kayu salib. Ia menghayati apa yang pernah disabdakanNya yaitu "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Luk 10:27), maka marilah kita salng mengasihi satu sama lain `dengan segenap hari, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh'.


Saling mengasihi sebagaimana disabdakan oleh Yesus diatas kiranya pernah dihayati oleh para suami-isteri atau orangtua, yang antara lain memuncak dalam hubungan seks, maka kami berharap para orangtua atau bapak-ibu dapat menjadi teladan hidup saling mengasihi bagi anak-anaknya. Kami mengingatkan juga hendaknya hubungan seks antar suami isteri sungguh merupakan perwujudan kasih, bukan sekedar mengikuti hawa nafsu saja, yang pada umumnya muncul dari pihak suami, sehingga isteri merasa diperkosa alias dipaksa. Hidup saling mengasihi buahnya adalah kebahagiaan dan kebebasan sejati serta memperteguh kebebasan dan kebahagiaan.


Yesus juga mengajarkan bentuk kasih yang lain serta telah menghayatinya yaitu "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."(Mat 5:44), maka marilah kita hayati ajaran kasih ini. Kami percaya bahwa kita semua memiliki `musuh' yaitu apa-apa atau siapa saja yang kurang berkenan di hati atau selera pribadi saya atau yang tidak kita sukai atau senangi alias kurasakan sebagai yang mengganggu atau menghambat. "Musuh" itu antara lain berupa makanan, minuman, cuaca, lingkungan hidup, barang, orang, pekerjaan atau jabatan dst… Sekali lagi kami ingatkan disini perihal makanan. Dalam hal makan hendaknya berpedoman sehat dan tidak sehat, bukan nikmat dan tidak nikmat atau suka dan tidak suka.  Hendaknya jenis makanan apapun asal sehat santap dan nikmati saja, nikmat dan tidak nikmat, enak dan tidak enak dalam hal makanan itu hanya sesaat saja, yaitu di lidah. Jika kita dalam hal makanan yang sehat tidak ada masalah, maka kami percaya kita juga akan dengan mudah mengasihi atau menikmati cuaca, lingkungan hidup, pekerjaan, jabatan atau barang dan orang yang mungkin tidak sesuai dengan selera pribadi.


"Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara" (Kis 14:22)


Paulus dan Barnabas `menguatkan hati murid-murid, menasihati mereka supaya bertekun dalam iman, dan mengingatkan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah harus mengalami banyak sengsara'.  Marilah kita renungkan dan hayati bersama apa yang dinasihatkan dan dikatakan oleh para rasul ini:

•    "Bertekun dalam iman". Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada `yang tak kelihatan' alias masih menjadi harapan, cita-cita atau dambaan. Secara konkret `bertekun dalam iman' antara lain dapat kita hayati dalam tekun bekerja, bertugas maupun berdoa serta panggilan.  Apa yang menjadi panggilan dan tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing? "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahun dan terus-menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu"  (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27). Kepada mereka yang sedang bertugas belajar, para peserta didik, pelajar maupun mahasiswa kami harapkan sungguh tekun dalam belajar; demikian juga para pekerja dimanapun kami harapkan tekun dalam bekerja. Untuk memperteguh dan memperkuat ketekunan belajar maupun berdoa, hendaknya juga tidak dilupakan tekun berdoa setiap hari atau kesempatan penting.

•    "Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah harus mengalami banyak sengsara". Masuk ke dalam Kerajaan Allah berarti dikuasai atau dirajai oleh Allah, dan dengan demikian senantiasa setia melaksanakan kehendak dan perintah Allah dalam situasi dan kondisi apapun, dimanapun dan kapanpun. Kehendak dan perintah Allah yang utama dan pertama-tama adalah hidup saling mengasihi. Rasanya jika kita sungguh hidup saling mengasihi pasti harus menghadapi penderitaan atau kesengsaraan. Saling mengasihi berarti saling memberi dan menerima: nasihat, sapaan, sentuhan, kritikan, saran, pujian, dst.. Hemat saya yang sulit bagi kebanyakan orang adalah dikasihi, yang berarti diberti dan menerima. Kalau menerima ciuman, pujian, sentuhan kasih, hadiah dst. mungkin dengan senang hati kita menerimanya, tetapi bagaimana dengan saran, kritik, ejekan, cemoohan, peringatan dst…; hendaknya semuanya ini diterima dan dihayati sebagai kasih juga. Ingat jika orang tidak mengasihi kita pasti tidak akan mengritik, memberi saran, mengejek, mencemooh atau mengingatkan kita dengan keras, melainkan  akan mendiamkan kita. Memang menerima dan dikasihi harus berani sengsara dan menderita, derita dan sengsara yang lahir dari kesetiaan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. Sikapi dan hayati aneka macam sapaan, sentuhan atau perlakuan orang lain terhadap diri kita sebagai kasih, dan tanggapi dengan singkat `terima kasih'.


"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu."
(Mzm 145:8-12)


Jakarta, 2 Mei 2010

2 Mei - Kis 14:21b-27; Why 21:1-5a; Yoh 13:31-33a.34-35

Mg Paskah V :

Kis 14:21b-27; Why 21:1-5a; Yoh 13:31-33a.34-35



"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi."



Bapak Yustinus Kardinal Darmojuwono Pr, alm. sebagai klerus atau imam, telah membuat wasiat di hadapan Notaris perihal pembagian kekayaan yang dimiliki jika sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Surat wasiat tersebut disimpan di Keuskupan, yang secara kebetulan saya sebagai Ekonom Keuskupan harus merawatnya. Dari akte notaris yang saya baca antara lain tertulis bahwa jika Bapak Kardinal dipanggil Tuhan maka mohon agar 75% kekayaan dipersembahkan ke Keuskupan, sedangkan 25% dibagikan kepada keluarganya alias adik-adiknya. Namun pada jam-jam terakhir hidupnya, ketika Yang Mulia terbaring di rumah sakit, Bapak Uskup Julius Darmaatmaja SJ dalam kunjunganya di rumah sakit kepada Bapak Kadinal dan dihadapan saudara-saudarinya yang berkumpul pada waktu itu bertanya "Apa yang dikehendaki Bapak Kardinal dengan kekayaan atau uang yang akan ditinggalkan?".  Bapak Kardinal memberi jawaban yang isinya sangat berbeda dengan apa yang pernah dinyatakan dihadapan Notaris dan tertulis di akte notaris, dan apa yang dikatakan pada saat-saat terakhir hidupnya inilah yang akhirnya menjadi kebijakan atau keputusan untuk dilaksanakan. Kata-kata atau nasihat orangtua atau tokoh pada saat-saat terakhir hidupnya pada umumnya sungguh bermakna serta menjadi pegangan atau pedoman cara hidup dan bertindak bagi mereka yang ditinggalkan. Yesus yang telah bangkit dari mati sering menampakkan diri kepada para murid dan sebelum naik ke sorga Ia juga memberi nasihat-nasihat kepada para rasul, antara lain :"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi"., maka marilah kita renungkan dan hayati perintah atau nasihat Yesus ini.


"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh 13:34).



Tolok ukur atau barometer saling mengasihi adalah sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. Yesus mengasihi kita dengan mempersembahkan diri seutuhnya kepada kita, antara lain sampai wafat di kayu salib. Ia menghayati apa yang pernah disabdakanNya yaitu "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Luk 10:27), maka marilah kita salng mengasihi satu sama lain `dengan segenap hari, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh'.


Saling mengasihi sebagaimana disabdakan oleh Yesus diatas kiranya pernah dihayati oleh para suami-isteri atau orangtua, yang antara lain memuncak dalam hubungan seks, maka kami berharap para orangtua atau bapak-ibu dapat menjadi teladan hidup saling mengasihi bagi anak-anaknya. Kami mengingatkan juga hendaknya hubungan seks antar suami isteri sungguh merupakan perwujudan kasih, bukan sekedar mengikuti hawa nafsu saja, yang pada umumnya muncul dari pihak suami, sehingga isteri merasa diperkosa alias dipaksa. Hidup saling mengasihi buahnya adalah kebahagiaan dan kebebasan sejati serta memperteguh kebebasan dan kebahagiaan.


Yesus juga mengajarkan bentuk kasih yang lain serta telah menghayatinya yaitu "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."(Mat 5:44), maka marilah kita hayati ajaran kasih ini. Kami percaya bahwa kita semua memiliki `musuh' yaitu apa-apa atau siapa saja yang kurang berkenan di hati atau selera pribadi saya atau yang tidak kita sukai atau senangi alias kurasakan sebagai yang mengganggu atau menghambat. "Musuh" itu antara lain berupa makanan, minuman, cuaca, lingkungan hidup, barang, orang, pekerjaan atau jabatan dst… Sekali lagi kami ingatkan disini perihal makanan. Dalam hal makan hendaknya berpedoman sehat dan tidak sehat, bukan nikmat dan tidak nikmat atau suka dan tidak suka.  Hendaknya jenis makanan apapun asal sehat santap dan nikmati saja, nikmat dan tidak nikmat, enak dan tidak enak dalam hal makanan itu hanya sesaat saja, yaitu di lidah. Jika kita dalam hal makanan yang sehat tidak ada masalah, maka kami percaya kita juga akan dengan mudah mengasihi atau menikmati cuaca, lingkungan hidup, pekerjaan, jabatan atau barang dan orang yang mungkin tidak sesuai dengan selera pribadi.


"Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara" (Kis 14:22)


Paulus dan Barnabas `menguatkan hati murid-murid, menasihati mereka supaya bertekun dalam iman, dan mengingatkan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah harus mengalami banyak sengsara'.  Marilah kita renungkan dan hayati bersama apa yang dinasihatkan dan dikatakan oleh para rasul ini:

•    "Bertekun dalam iman". Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada `yang tak kelihatan' alias masih menjadi harapan, cita-cita atau dambaan. Secara konkret `bertekun dalam iman' antara lain dapat kita hayati dalam tekun bekerja, bertugas maupun berdoa serta panggilan.  Apa yang menjadi panggilan dan tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing? "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahun dan terus-menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu"  (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27). Kepada mereka yang sedang bertugas belajar, para peserta didik, pelajar maupun mahasiswa kami harapkan sungguh tekun dalam belajar; demikian juga para pekerja dimanapun kami harapkan tekun dalam bekerja. Untuk memperteguh dan memperkuat ketekunan belajar maupun berdoa, hendaknya juga tidak dilupakan tekun berdoa setiap hari atau kesempatan penting.

•    "Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah harus mengalami banyak sengsara". Masuk ke dalam Kerajaan Allah berarti dikuasai atau dirajai oleh Allah, dan dengan demikian senantiasa setia melaksanakan kehendak dan perintah Allah dalam situasi dan kondisi apapun, dimanapun dan kapanpun. Kehendak dan perintah Allah yang utama dan pertama-tama adalah hidup saling mengasihi. Rasanya jika kita sungguh hidup saling mengasihi pasti harus menghadapi penderitaan atau kesengsaraan. Saling mengasihi berarti saling memberi dan menerima: nasihat, sapaan, sentuhan, kritikan, saran, pujian, dst.. Hemat saya yang sulit bagi kebanyakan orang adalah dikasihi, yang berarti diberti dan menerima. Kalau menerima ciuman, pujian, sentuhan kasih, hadiah dst. mungkin dengan senang hati kita menerimanya, tetapi bagaimana dengan saran, kritik, ejekan, cemoohan, peringatan dst…; hendaknya semuanya ini diterima dan dihayati sebagai kasih juga. Ingat jika orang tidak mengasihi kita pasti tidak akan mengritik, memberi saran, mengejek, mencemooh atau mengingatkan kita dengan keras, melainkan  akan mendiamkan kita. Memang menerima dan dikasihi harus berani sengsara dan menderita, derita dan sengsara yang lahir dari kesetiaan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. Sikapi dan hayati aneka macam sapaan, sentuhan atau perlakuan orang lain terhadap diri kita sebagai kasih, dan tanggapi dengan singkat `terima kasih'.


"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu."
(Mzm 145:8-12)


Jakarta, 2 Mei 2010

1Mei - Kis 13:44-52; Yoh 14:7-14

"Barangsiapa telah melihat Aku ia telah melihat Bapa"

(Kis 13:44-52; Yoh 14:7-14)

 

"Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." (Yoh 14:7-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Jenis pohon dapat dikenali melalui buahnya", demikian kata sebuah pepatah, yang berarti siapa orangtuanya dapat dikenali melalui anak-anaknya. Pepatah ini kiranya dekat dengan  apa yang disabdakan Yesus "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu". Anak-anak pada umumnnya percaya kepada orangtuanya atau bapak-ibunya, maka anak-anak juga akan meniru apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orangtuanya. Jika orangtua sungguh mendidik atau membina anak-anaknya dengan baik, maka apa yang dilakukan dan dikatakan oleh anak-anak kemudian hari ketika mereka dewasa akan lebih besar daripada apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orangtuanya. Maka dengan ini kami mengingatkan para orangtua untuk sungguh membina dan mendidik anak-anaknya dengan baik dan benar, agar mereka tumbuh berkembang lebih daripada orangtuanya, dengan kata lain kami berharap para orangtua sungguh memperhatikan anggaran beaya maupun tenaga bagi pendidikan anak-anak, dan tentu saja akan lebih baik jika mengutamakan anggaran beaya bagi pendidikan anak-anak. Sebaliknya kepada anak-anak atau rekan-rekan remaja yang pada saat ini sedang belajar kami harapkan sungguh belajar dengan giat, baik dan tekun, dan hendaknya bercita-cita melebihi orangtua. Maka hendaknya jangan disia-siakan jerih payah dan perhatian orangtua dalam rangka mengusahakan kesempatan dan kemungkinan bagi anda untuk belajar.

·   "Inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi." (Kis 13:7), demikian kata Paulus dan Barnabas kepada orang-orang Yahudi atau para pendengar mereka. Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk 'menjadi terang bagi seluruh bangsa' dan 'membawa keselamatan dimanapun kita berada atau kemanapun kita pergi.  Menjadi 'terang' berarti cara hidup dan cara bertindak kita atau sepak terjang kita senantiasa memberi pencerahan bagi mereka yang berada di kegelapan, memberi kemudahan bagi mereka yang berada di dalam kesulitan, memberi jalan kepada mereka yang kebingungan dan tersesat, dst… Kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa semakin memperjelas jati diri kita sendiri maupun mereka yang kena dampak kehadiran dan sepak terjang kita. Membawa keselamatan berarti dimana ada bagian dunia yang tidak selamat segera kita selamatkan, yang sakit kita sembuhkan, yang sedih kita beri penghiburan, yang tak teratur dan amburadul kita atur, yang bodoh kita ajari dan didik, yang lemah kita kuatkan, dst..  Maka baiklah kita pro-aktif untuk mencari dan menyelamatkan bagian-bagian dunia yang tidak selamat di lingkungan hidup kita masing-masing. Kami mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk sungguh memperhatikan seluruh keluarga  serta lingkungannya dalam hal saling 'menjadi terang dan membawa keselamatan', dengan kata lain hendaknya seluruh anggota keluarga saling menerangi dan menyelamatkan. Maka kami berharap tidak ada hal sekecil apapun yang disembunyikan entah oleh suami, isteri atau anak-anak;  ketika di dalam keluarga kebiasaan saling menyembunyikan sesuatu dibiarkan, maka hidup berkeluarga akan amburadul, kacau balau, yang tentu berdampak pada lingkungan hidupnya.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!" (Mzm 98:1-4)

Jakarta, 1 Mei 2010     

  


1Mei - Kis 13:44-52; Yoh 14:7-14

"Barangsiapa telah melihat Aku ia telah melihat Bapa"

(Kis 13:44-52; Yoh 14:7-14)

 

"Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." (Yoh 14:7-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Jenis pohon dapat dikenali melalui buahnya", demikian kata sebuah pepatah, yang berarti siapa orangtuanya dapat dikenali melalui anak-anaknya. Pepatah ini kiranya dekat dengan  apa yang disabdakan Yesus "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu". Anak-anak pada umumnnya percaya kepada orangtuanya atau bapak-ibunya, maka anak-anak juga akan meniru apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orangtuanya. Jika orangtua sungguh mendidik atau membina anak-anaknya dengan baik, maka apa yang dilakukan dan dikatakan oleh anak-anak kemudian hari ketika mereka dewasa akan lebih besar daripada apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orangtuanya. Maka dengan ini kami mengingatkan para orangtua untuk sungguh membina dan mendidik anak-anaknya dengan baik dan benar, agar mereka tumbuh berkembang lebih daripada orangtuanya, dengan kata lain kami berharap para orangtua sungguh memperhatikan anggaran beaya maupun tenaga bagi pendidikan anak-anak, dan tentu saja akan lebih baik jika mengutamakan anggaran beaya bagi pendidikan anak-anak. Sebaliknya kepada anak-anak atau rekan-rekan remaja yang pada saat ini sedang belajar kami harapkan sungguh belajar dengan giat, baik dan tekun, dan hendaknya bercita-cita melebihi orangtua. Maka hendaknya jangan disia-siakan jerih payah dan perhatian orangtua dalam rangka mengusahakan kesempatan dan kemungkinan bagi anda untuk belajar.

·   "Inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi." (Kis 13:7), demikian kata Paulus dan Barnabas kepada orang-orang Yahudi atau para pendengar mereka. Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk 'menjadi terang bagi seluruh bangsa' dan 'membawa keselamatan dimanapun kita berada atau kemanapun kita pergi.  Menjadi 'terang' berarti cara hidup dan cara bertindak kita atau sepak terjang kita senantiasa memberi pencerahan bagi mereka yang berada di kegelapan, memberi kemudahan bagi mereka yang berada di dalam kesulitan, memberi jalan kepada mereka yang kebingungan dan tersesat, dst… Kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa semakin memperjelas jati diri kita sendiri maupun mereka yang kena dampak kehadiran dan sepak terjang kita. Membawa keselamatan berarti dimana ada bagian dunia yang tidak selamat segera kita selamatkan, yang sakit kita sembuhkan, yang sedih kita beri penghiburan, yang tak teratur dan amburadul kita atur, yang bodoh kita ajari dan didik, yang lemah kita kuatkan, dst..  Maka baiklah kita pro-aktif untuk mencari dan menyelamatkan bagian-bagian dunia yang tidak selamat di lingkungan hidup kita masing-masing. Kami mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk sungguh memperhatikan seluruh keluarga  serta lingkungannya dalam hal saling 'menjadi terang dan membawa keselamatan', dengan kata lain hendaknya seluruh anggota keluarga saling menerangi dan menyelamatkan. Maka kami berharap tidak ada hal sekecil apapun yang disembunyikan entah oleh suami, isteri atau anak-anak;  ketika di dalam keluarga kebiasaan saling menyembunyikan sesuatu dibiarkan, maka hidup berkeluarga akan amburadul, kacau balau, yang tentu berdampak pada lingkungan hidupnya.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!" (Mzm 98:1-4)

Jakarta, 1 Mei 2010     

  


Martir

Ayat bacaan: Matius 5:11-12
========================
"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga."

martir, dianiayaApa yang menjadi alasan anda untuk menjadi pengikut Kristus? Ada banyak orang yang memilih untuk menjadi seorang Kristen agar usahanya diberkati, hidupnya selalu baik, masalah-masalah menjauh dari mereka, sakit disembuhkan, bisnis lancar dan sebagainya. Tuhan memang menyediakan itu semua kepada kita seperti yang sudah Dia janjikan. Dia lebih dari sanggup untuk itu. Tapi kekristenan bukanlah hanya berbicara mengenai berkat-berkat materi dan jasmani saja. Firman Tuhan mengingatkan kita demikian: "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17). Kerajaan Allah bukan cuma secara sempit berbicara mengenai berkat-berkat melimpah di dunia yang fana ini, tapi lebih luas lagi berbicara mengenai kebenaran yang memerdekakan, damai sejahtera dan sukacita yang telah diberikan oleh Roh Kudus. Terlalu picik jika kita menganggap bahwa menjadi seorang kristen hanya berarti menerima berkat semata tanpa mau menderita apa-apa.

Lihatlah apa yang tertulis dalam Ibrani 11. Setelah menuliskan tentang saksi-saksi iman, Penulis Ibrani kemudian menyinggung orang-orang yang menderita aniaya dan siksaan di luar batas perikemanusiaan demi Kristus. "Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan." (Ibrani 11:36-37). Ini tentu bukan gambaran yang baik untuk dialami oleh orang beriman bukan? Tapi lihatlah mereka terus mempertahankan iman mereka meski resikonya begitu mengerikan. Dan itulah yang gambaran para pengikut Kristus mula-mula. Apa yang mereka alami sama sekali tidak mudah. Ketika mereka memutuskan untuk menerima Yesus, itu artinya mereka harus siap untuk sewaktu-waktu ditangkap, dianiaya dan disiksa sampai mati. Bahkan dikatakan demikian di ayat selanjutnya: "Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik." (ay 39). Itu bukanlah sesuatu yang ada di benak kita ketika menerima Yesus bukan? Namun mereka tetap teguh terhadap iman mereka apapun resikonya. Hal itu pula yang tepatnya terjadi pada Paulus. Ketika ia masih bernama Saulus, semua orang takut padanya. Dan ia pun termasuk sosok yang kerap menyiksa umat Kristen. Tetapi setelah ia bertobat, hidupnya bukan semakin baik secara dunia, malah ia kerap mengalami penyiksaan, dirajam, disesah, dipenjara dan harus mati sebagai martir. Tapi itu tidak menyurutkan langkah Paulus dan para saksi iman yang harus rela mengakhiri hidupnya sebagai martir bagi Kristus.

Hari-hari ini kita masih mendengar tentang umat Kristen yang dianiaya bahkan dibunuh karena mempertahankan iman di berbagai belahan dunia. Mungkin diantara kita pun pernah mengalami sendiri bagaimana sulitnya untuk diperlakukan secara adil dan baik sebagai pengikut Kristus, tapi mungkin sebagian besar dari kita belum sampai mengalami aniaya atau penyiksaan di luar batas kemanusiaan hingga mati seperti yang dialami oleh apa yang disebut dalam Ibrani sebagai "mereka" seperti yang kita baca di atas. Saya pun berpikir, seandainya hal tersebut harus kita alami, apa yang akan menjadi keputusan kita? Akankah kita menyerah dan meninggalkan iman kita atau kita terus bertahan seperti para saksi iman di atas hingga akhir? Saya sendiri berharap agar saya bisa bersikap seperti Paulus yang mengatakan "selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:23-24). Dalam bahasa Inggris kata "mencapai garis akhir" itu dikatakan sebagai "finish my course with joy", alias mencapai garis akhir dengan sukacita. Karena bukan apa yang ada di atas bumi ini yang harus kita pikirkan, namun sukacita kekal bersama Allah nanti, itulah yang harus menjadi tujuan kita. Paulus pada akhirnya sanggup berkata: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7) Dan saya berharap kita pun akan mampu berkata demikian kelak.

Yesus mengatakan "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:9-11). Apapun yang menghadang di depan kita, jangan sampai kita meninggalkan iman kita. Terus memelihara iman ketika kita memperoleh berkat tentu mudah, namun mampukah kita memiliki sikap yang sama ketika menghadapi ancaman dan penderitaan? Apakah kita sudah menjalani hidup dengan iman yang teguh seperti mereka? Ada mahkota kehidupan menanti di depan sana. Semoga kita semua mampu terus berlari hingga mencapai garis akhir yang penuh kemenangan dan berkata seperti Paulus: "aku telah mencapai garis akhir dan telah memelihara iman."

"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Matius 5:10)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Martir

Ayat bacaan: Matius 5:11-12
========================
"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga."

martir, dianiayaApa yang menjadi alasan anda untuk menjadi pengikut Kristus? Ada banyak orang yang memilih untuk menjadi seorang Kristen agar usahanya diberkati, hidupnya selalu baik, masalah-masalah menjauh dari mereka, sakit disembuhkan, bisnis lancar dan sebagainya. Tuhan memang menyediakan itu semua kepada kita seperti yang sudah Dia janjikan. Dia lebih dari sanggup untuk itu. Tapi kekristenan bukanlah hanya berbicara mengenai berkat-berkat materi dan jasmani saja. Firman Tuhan mengingatkan kita demikian: "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17). Kerajaan Allah bukan cuma secara sempit berbicara mengenai berkat-berkat melimpah di dunia yang fana ini, tapi lebih luas lagi berbicara mengenai kebenaran yang memerdekakan, damai sejahtera dan sukacita yang telah diberikan oleh Roh Kudus. Terlalu picik jika kita menganggap bahwa menjadi seorang kristen hanya berarti menerima berkat semata tanpa mau menderita apa-apa.

Lihatlah apa yang tertulis dalam Ibrani 11. Setelah menuliskan tentang saksi-saksi iman, Penulis Ibrani kemudian menyinggung orang-orang yang menderita aniaya dan siksaan di luar batas perikemanusiaan demi Kristus. "Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan." (Ibrani 11:36-37). Ini tentu bukan gambaran yang baik untuk dialami oleh orang beriman bukan? Tapi lihatlah mereka terus mempertahankan iman mereka meski resikonya begitu mengerikan. Dan itulah yang gambaran para pengikut Kristus mula-mula. Apa yang mereka alami sama sekali tidak mudah. Ketika mereka memutuskan untuk menerima Yesus, itu artinya mereka harus siap untuk sewaktu-waktu ditangkap, dianiaya dan disiksa sampai mati. Bahkan dikatakan demikian di ayat selanjutnya: "Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik." (ay 39). Itu bukanlah sesuatu yang ada di benak kita ketika menerima Yesus bukan? Namun mereka tetap teguh terhadap iman mereka apapun resikonya. Hal itu pula yang tepatnya terjadi pada Paulus. Ketika ia masih bernama Saulus, semua orang takut padanya. Dan ia pun termasuk sosok yang kerap menyiksa umat Kristen. Tetapi setelah ia bertobat, hidupnya bukan semakin baik secara dunia, malah ia kerap mengalami penyiksaan, dirajam, disesah, dipenjara dan harus mati sebagai martir. Tapi itu tidak menyurutkan langkah Paulus dan para saksi iman yang harus rela mengakhiri hidupnya sebagai martir bagi Kristus.

Hari-hari ini kita masih mendengar tentang umat Kristen yang dianiaya bahkan dibunuh karena mempertahankan iman di berbagai belahan dunia. Mungkin diantara kita pun pernah mengalami sendiri bagaimana sulitnya untuk diperlakukan secara adil dan baik sebagai pengikut Kristus, tapi mungkin sebagian besar dari kita belum sampai mengalami aniaya atau penyiksaan di luar batas kemanusiaan hingga mati seperti yang dialami oleh apa yang disebut dalam Ibrani sebagai "mereka" seperti yang kita baca di atas. Saya pun berpikir, seandainya hal tersebut harus kita alami, apa yang akan menjadi keputusan kita? Akankah kita menyerah dan meninggalkan iman kita atau kita terus bertahan seperti para saksi iman di atas hingga akhir? Saya sendiri berharap agar saya bisa bersikap seperti Paulus yang mengatakan "selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:23-24). Dalam bahasa Inggris kata "mencapai garis akhir" itu dikatakan sebagai "finish my course with joy", alias mencapai garis akhir dengan sukacita. Karena bukan apa yang ada di atas bumi ini yang harus kita pikirkan, namun sukacita kekal bersama Allah nanti, itulah yang harus menjadi tujuan kita. Paulus pada akhirnya sanggup berkata: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7) Dan saya berharap kita pun akan mampu berkata demikian kelak.

Yesus mengatakan "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:9-11). Apapun yang menghadang di depan kita, jangan sampai kita meninggalkan iman kita. Terus memelihara iman ketika kita memperoleh berkat tentu mudah, namun mampukah kita memiliki sikap yang sama ketika menghadapi ancaman dan penderitaan? Apakah kita sudah menjalani hidup dengan iman yang teguh seperti mereka? Ada mahkota kehidupan menanti di depan sana. Semoga kita semua mampu terus berlari hingga mencapai garis akhir yang penuh kemenangan dan berkata seperti Paulus: "aku telah mencapai garis akhir dan telah memelihara iman."

"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Matius 5:10)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Kamis, 29 April 2010

30 Apr - Kis 13:26-33; Yoh 14:1-6

"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup".

(Kis 13:26-33; Yoh 14:1-6)

 

"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yoh 14:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup kita ini bagaikan air yang mengalir terus menerus tanpa henti, dan akan berhenti ketika kita dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Dengan kata lain kita terus 'berjalan' menuju ke kematian, dan kiranya kita semua mendambakan ketika dipanggil Tuhan nanti selanjutnya hidup mulia di sorga untuk selamanya. Agar dambaan kita kelak menjadi kenyataan, kita diharapkan menelusuri jalan yang benar dan sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita diharapkan menelusuri jalan yang telah ditempuh oleh Yesus alias menjadikan Yesus jalan hidup kita. Secara konkret hal ini berarti kita diharapkan senantiasa menghayati ajaran dan sabda Yesus serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya, sehingga kita layak disebut sebagai 'alter Christi' atau 'foto copy Yesus Kristus'.  Maka marilah kita saling membantu dan mengingatkan dalam rangka menghayati janji baptis, sehingga kita juga layak disebut sebagai 'orang-orang Kristen'. Salah satu tanda bahwa kita adalah orang Kristen sejati antara lain kita senantiasa hidup saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, meneladan Yesus yang mempersembahkan diri seutuhnya bagi keselamatan dunia dengan wafat di kayu salib. Maka awalilah setiap kegiatan anda dengan membuat tanda salib, yang berarti siap sedia untuk mempersembahkan diri bagi keselamatan saudara-saudari kita melalui aneka kegiatan yang kita lakukan. Kita juga dipanggil untuk saling mengampuni, sebagaimana sering kita doakan dalam doa Bapa Kami "ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun senantiasa mengampuni yang bersalah kepada kami'.

·   "Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita,  telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini." (Kis 13:32-33). Kebangkitan Yesus dari mati sungguh merupakan kesukaan besar bagi mereka yang percaya kepadaNya. Kita semua percaya kepadaNya, maka selayaknya kita senantiasa bersuka cita serta memberitakan sukacita tersebut kepada saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Sebagai orang yang bersukacita berarti kita senantiasa senyum, gembira dan ceria karena Tuhan senantiasa menyertai atau bersama dengan kita; di dalam kehidupan sehari-hari senantiasa bersyukur, bersyukur ketika merasa sukses maupun gagal. Maka dengan ini kami berharap entah kepada mereka yang sedang bertugas belajar atau bekerja, hendaknya dalam belajar atau bekerja senantiasa bergairah, gembira dan ceria. Hidup dan bertindak dengan bergairah, gembira dan ceria berarti kinerja syaraf-syaraf maupun metabolisme darah ktia dalam keadaan prima, sehingga tahan dan tabah terhadap aneka macam jenis serangan penyakit, otak encer, hati terbuka, dst… Orang yang demikian ini berarti tidak pernah jatuh sakit, melainkan senantiasa sehat wal'afiat, segar bugar. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk menjaga diri agar tetap sehat, segar bugar, antara dengan mengkonsumsi makanan sesuai dengan motto 'empat sehat lima sempurna', cukup berolahraga dan istirahat, teratur dalam hidup maupun kerja.  Ketika kita harus menghadapi aneka macam tantangan, hambatan maupun masalah, pada saat itu juga kita semakin bergairah dan bergembira, karena hal itu merupakan jalan menuju ke kebahagiaan sejati atau keselamatan kekal, abadi.  Marilah kita beritakan kesukaan atau kegembiraan dimanapun kita berada maupun kemana kita pergi.        

·

"Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!" Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk." (Mzm 2:6-9)

 

Jakarta, 30 April 2010


30 Apr - Kis 13:26-33; Yoh 14:1-6

"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup".

(Kis 13:26-33; Yoh 14:1-6)

 

"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yoh 14:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup kita ini bagaikan air yang mengalir terus menerus tanpa henti, dan akan berhenti ketika kita dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Dengan kata lain kita terus 'berjalan' menuju ke kematian, dan kiranya kita semua mendambakan ketika dipanggil Tuhan nanti selanjutnya hidup mulia di sorga untuk selamanya. Agar dambaan kita kelak menjadi kenyataan, kita diharapkan menelusuri jalan yang benar dan sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita diharapkan menelusuri jalan yang telah ditempuh oleh Yesus alias menjadikan Yesus jalan hidup kita. Secara konkret hal ini berarti kita diharapkan senantiasa menghayati ajaran dan sabda Yesus serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya, sehingga kita layak disebut sebagai 'alter Christi' atau 'foto copy Yesus Kristus'.  Maka marilah kita saling membantu dan mengingatkan dalam rangka menghayati janji baptis, sehingga kita juga layak disebut sebagai 'orang-orang Kristen'. Salah satu tanda bahwa kita adalah orang Kristen sejati antara lain kita senantiasa hidup saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, meneladan Yesus yang mempersembahkan diri seutuhnya bagi keselamatan dunia dengan wafat di kayu salib. Maka awalilah setiap kegiatan anda dengan membuat tanda salib, yang berarti siap sedia untuk mempersembahkan diri bagi keselamatan saudara-saudari kita melalui aneka kegiatan yang kita lakukan. Kita juga dipanggil untuk saling mengampuni, sebagaimana sering kita doakan dalam doa Bapa Kami "ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun senantiasa mengampuni yang bersalah kepada kami'.

·   "Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita,  telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini." (Kis 13:32-33). Kebangkitan Yesus dari mati sungguh merupakan kesukaan besar bagi mereka yang percaya kepadaNya. Kita semua percaya kepadaNya, maka selayaknya kita senantiasa bersuka cita serta memberitakan sukacita tersebut kepada saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Sebagai orang yang bersukacita berarti kita senantiasa senyum, gembira dan ceria karena Tuhan senantiasa menyertai atau bersama dengan kita; di dalam kehidupan sehari-hari senantiasa bersyukur, bersyukur ketika merasa sukses maupun gagal. Maka dengan ini kami berharap entah kepada mereka yang sedang bertugas belajar atau bekerja, hendaknya dalam belajar atau bekerja senantiasa bergairah, gembira dan ceria. Hidup dan bertindak dengan bergairah, gembira dan ceria berarti kinerja syaraf-syaraf maupun metabolisme darah ktia dalam keadaan prima, sehingga tahan dan tabah terhadap aneka macam jenis serangan penyakit, otak encer, hati terbuka, dst… Orang yang demikian ini berarti tidak pernah jatuh sakit, melainkan senantiasa sehat wal'afiat, segar bugar. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk menjaga diri agar tetap sehat, segar bugar, antara dengan mengkonsumsi makanan sesuai dengan motto 'empat sehat lima sempurna', cukup berolahraga dan istirahat, teratur dalam hidup maupun kerja.  Ketika kita harus menghadapi aneka macam tantangan, hambatan maupun masalah, pada saat itu juga kita semakin bergairah dan bergembira, karena hal itu merupakan jalan menuju ke kebahagiaan sejati atau keselamatan kekal, abadi.  Marilah kita beritakan kesukaan atau kegembiraan dimanapun kita berada maupun kemana kita pergi.        

·

"Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!" Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk." (Mzm 2:6-9)

 

Jakarta, 30 April 2010


Dua Peser

Ayat bacaan: Markus 12:44
=========================
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."

memberi, dua peserMemberi sumbangan untuk yang membutuhkan tentu baik. Tapi ada banyak orang yang memberi bukan karena merasa terpanggil untuk menolong, melainkan untuk mencari popularitas atau menarik simpati orang lain. Kita melihat para kandidat atau calon pemimpin di berbagai tingkat tiba-tiba gemar memberi ketika sedang berlomba memenangkan pemilihan, namun kemudian lupa setelah sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kita pernah melihat selebritis yang sengaja memanggil wartawan ketika mereka hendak menyambangi rumah yatim piatu atau memberi sedekah. Di sisi lain kita terus menemukan perdebatan antara keharusan memberi tepat 10% dari penghasilan atau memberi persembahan secara sukarela di gereja. "Pendapatan saya tidak banyak, jadi saya tidak bisa memberi saat ini. Setelah saya kaya nanti saja deh.." kata seseorang pada suatu kali. Ini semua menjadi gambaran yang umum kita lihat hari-hari ini. Memberi tanpa mengharapkan balasan, memberi dengan ikhlas, memberi dengan sukacita, memberi karena mengasihi semakin lama semakin langka. Seperti apa sebenarnya pandangan Tuhan tentang memberi?

Mari kita lihat Injil Markus 12:41-44. Pada suatu hari Yesus sedang duduk-duduk di Rumah Tuhan dan mengamati orang lalu lalang memberikan persembahan mereka. Bisa jadi beberapa di antara mereka dengan sengaja "beraksi" disana agar orang melihat betapa banyak yang mereka berikan. Kemudian seorang janda miskin hadir disana dan memberikan persembahannya. Markus mencatat kejadiannya seperti ini": "Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit." (ay 42) Dua peser yang ia berikan disana merupakan satuan koin terkecil yang berlaku pada saat itu. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "the smallest of coins". Di mata manusia mungkin apa yang diberikan ibu janda tersebut tidaklah berarti apa-apa dibandingkan jumlah besar pemberian orang-orang kaya. Tapi lihatlah bahwa Tuhan melihat apa yang tidak dilihat oleh orang. Bahkan Yesus berkata "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Mengapa bisa demikian? Ini alasannya: "Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (ay 44). Dia memberikan semua yang ada padanya. Ibu itu tidak bermaksud untuk mencari perhatian dari orang. Dia hanya melakukan apa yang bisa dia lakukan, memberi semampu yang ia bisa berikan. Dan Yesus melihat itu. Dan Dia pun menghargainya begitu besar.

Ingatlah bahwa Tuhan melihat semua yang kita lakukan. Tidak ada satupun yang luput dariNya. Mungkin kita saat ini belum mampu memberikan jumlah yang besar, tapi kita tidak perlu malu, kecil hati apalagi risau akan hal itu. Secara nominal mungkin kecil, namun di mata Tuhan itu sangat berarti jika kita memberikan yang terbaik dengan sukacita. Manusia mungkin melihat jumlahnya, tapi Tuhan melihat hati kita ketika memberi. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Sikap hati kita ketika memberi, motivasi kita, itulah yang dinilai Tuhan. Bisa jadi kita sementara ini hanya sanggup memberi penghiburan kepada seseorang yang sedang mengalami kesedihan, melakukan sesuatu yang sangat sederhana atau mungkin sepele bagi seseorang, atau hanya mendoakan tetangga yang sedang menghadapi pergumulan secara diam-diam. Sekecil apapun itu, jika kita melakukannya dengan didasari hati yang benar, itu semua akan berarti sangat besar di mata Tuhan.

Hal lain yang perlu diingat ketika memberi adalah memastikan diri kita untuk tidak pamer dengan pemberian kita. Yesus mengingatkan: "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." (Matius 6:1). Hal ini termasuk memberi sedekah. "Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." (ay 3). Jika tangan kiri saja tidak perlu tahu, apalagi orang lain. Jika motivasi kita benar dalam memberi, kita akan sadar bahwa tidak ada perlunya bagi orang lain untuk mengetahui sebanyak atau sebesar apa kita memberi. Dan Yesus pun berkata "Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (ay 4).

Berilah semampu kita, namun dalam konteks memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki. Kita tidak perlu takut kekurangan, karena bukankah kita punya Tuhan yang selalu mampu mencukupi, bahkan siap memberi dalam kelimpahan? Apa yang penting adalah bagaimana sikap hati kita, seperti apa isi hati yang mendasarkan kita dalam memberi. Itulah yang akan menentukan bagaimana reaksi Tuhan dalam menilai pemberian kita. Apakah itu dalam persepuluhan atau persembahan di gereja, atau membantu orang yang sedang kesusahan di luar tembok gereja, berarti tidaknya pemberian kita di hadapan Allah akan sangat tergantung dari bagaimana hati kita saat memberi. Paulus pun mengingatkan hal yang sama. "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Berilah bukan dengan paksaan, melainkan dengan sukacita. Sekali lagi, kita tidak perlu cemas akan kekurangan akibat memberi, karena firman Tuhan lewat Paulus berkata "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (ay 8). Apapun yang mampu anda persembahkan saat ini, persembahkanlah dengan sukacita karena mengasihi Tuhan dengan sikap hati yang tulus. Dua peser atau bahkan satu peser sekalipun tetap akan dihargai oleh Tuhan jika kita berikan sebagai yang terbaik dari kita saat ini. Berikan yang terbaik dari apa yang anda miliki, dan lihatlah bagaimana Tuhan mampu memberkati kita dengan luar biasa.

Tuhan melihat hati kita ketika kita memberi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Dua Peser

Ayat bacaan: Markus 12:44
=========================
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."

memberi, dua peserMemberi sumbangan untuk yang membutuhkan tentu baik. Tapi ada banyak orang yang memberi bukan karena merasa terpanggil untuk menolong, melainkan untuk mencari popularitas atau menarik simpati orang lain. Kita melihat para kandidat atau calon pemimpin di berbagai tingkat tiba-tiba gemar memberi ketika sedang berlomba memenangkan pemilihan, namun kemudian lupa setelah sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kita pernah melihat selebritis yang sengaja memanggil wartawan ketika mereka hendak menyambangi rumah yatim piatu atau memberi sedekah. Di sisi lain kita terus menemukan perdebatan antara keharusan memberi tepat 10% dari penghasilan atau memberi persembahan secara sukarela di gereja. "Pendapatan saya tidak banyak, jadi saya tidak bisa memberi saat ini. Setelah saya kaya nanti saja deh.." kata seseorang pada suatu kali. Ini semua menjadi gambaran yang umum kita lihat hari-hari ini. Memberi tanpa mengharapkan balasan, memberi dengan ikhlas, memberi dengan sukacita, memberi karena mengasihi semakin lama semakin langka. Seperti apa sebenarnya pandangan Tuhan tentang memberi?

Mari kita lihat Injil Markus 12:41-44. Pada suatu hari Yesus sedang duduk-duduk di Rumah Tuhan dan mengamati orang lalu lalang memberikan persembahan mereka. Bisa jadi beberapa di antara mereka dengan sengaja "beraksi" disana agar orang melihat betapa banyak yang mereka berikan. Kemudian seorang janda miskin hadir disana dan memberikan persembahannya. Markus mencatat kejadiannya seperti ini": "Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit." (ay 42) Dua peser yang ia berikan disana merupakan satuan koin terkecil yang berlaku pada saat itu. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "the smallest of coins". Di mata manusia mungkin apa yang diberikan ibu janda tersebut tidaklah berarti apa-apa dibandingkan jumlah besar pemberian orang-orang kaya. Tapi lihatlah bahwa Tuhan melihat apa yang tidak dilihat oleh orang. Bahkan Yesus berkata "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Mengapa bisa demikian? Ini alasannya: "Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (ay 44). Dia memberikan semua yang ada padanya. Ibu itu tidak bermaksud untuk mencari perhatian dari orang. Dia hanya melakukan apa yang bisa dia lakukan, memberi semampu yang ia bisa berikan. Dan Yesus melihat itu. Dan Dia pun menghargainya begitu besar.

Ingatlah bahwa Tuhan melihat semua yang kita lakukan. Tidak ada satupun yang luput dariNya. Mungkin kita saat ini belum mampu memberikan jumlah yang besar, tapi kita tidak perlu malu, kecil hati apalagi risau akan hal itu. Secara nominal mungkin kecil, namun di mata Tuhan itu sangat berarti jika kita memberikan yang terbaik dengan sukacita. Manusia mungkin melihat jumlahnya, tapi Tuhan melihat hati kita ketika memberi. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Sikap hati kita ketika memberi, motivasi kita, itulah yang dinilai Tuhan. Bisa jadi kita sementara ini hanya sanggup memberi penghiburan kepada seseorang yang sedang mengalami kesedihan, melakukan sesuatu yang sangat sederhana atau mungkin sepele bagi seseorang, atau hanya mendoakan tetangga yang sedang menghadapi pergumulan secara diam-diam. Sekecil apapun itu, jika kita melakukannya dengan didasari hati yang benar, itu semua akan berarti sangat besar di mata Tuhan.

Hal lain yang perlu diingat ketika memberi adalah memastikan diri kita untuk tidak pamer dengan pemberian kita. Yesus mengingatkan: "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." (Matius 6:1). Hal ini termasuk memberi sedekah. "Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." (ay 3). Jika tangan kiri saja tidak perlu tahu, apalagi orang lain. Jika motivasi kita benar dalam memberi, kita akan sadar bahwa tidak ada perlunya bagi orang lain untuk mengetahui sebanyak atau sebesar apa kita memberi. Dan Yesus pun berkata "Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (ay 4).

Berilah semampu kita, namun dalam konteks memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki. Kita tidak perlu takut kekurangan, karena bukankah kita punya Tuhan yang selalu mampu mencukupi, bahkan siap memberi dalam kelimpahan? Apa yang penting adalah bagaimana sikap hati kita, seperti apa isi hati yang mendasarkan kita dalam memberi. Itulah yang akan menentukan bagaimana reaksi Tuhan dalam menilai pemberian kita. Apakah itu dalam persepuluhan atau persembahan di gereja, atau membantu orang yang sedang kesusahan di luar tembok gereja, berarti tidaknya pemberian kita di hadapan Allah akan sangat tergantung dari bagaimana hati kita saat memberi. Paulus pun mengingatkan hal yang sama. "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Berilah bukan dengan paksaan, melainkan dengan sukacita. Sekali lagi, kita tidak perlu cemas akan kekurangan akibat memberi, karena firman Tuhan lewat Paulus berkata "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (ay 8). Apapun yang mampu anda persembahkan saat ini, persembahkanlah dengan sukacita karena mengasihi Tuhan dengan sikap hati yang tulus. Dua peser atau bahkan satu peser sekalipun tetap akan dihargai oleh Tuhan jika kita berikan sebagai yang terbaik dari kita saat ini. Berikan yang terbaik dari apa yang anda miliki, dan lihatlah bagaimana Tuhan mampu memberkati kita dengan luar biasa.

Tuhan melihat hati kita ketika kita memberi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

BISAKAH KITA MENGUASAI DIRI?

“Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.” Amsal 25:28.

Dahulu kala kota-kota selalu dikeliingi oleh tembok yang tinggi. Tembok tersebut berfungsi sebagai benteng perlindungan yang kuat terhadap serangan musuh. Apabila tembok itu runtuh musuh dapat dengan mudahnya memasuki kota itu dan mendudukinya. Begitu juga orang yang kehilangan penguasaan diri akan menjadi sasaran empuk kuasa jahat. Kehidupannya akan mudah tergoncang dan tidak pernah merasa aman, karena ia telah ditawan dan diperdaya oleh kuasa jahat, sebab “. . . si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Petrus 5:8b).

Penguasaan diri dalam segala ha! sangat penting bagi anak-anak Tuhan. Orang yang memiliki penguasaan diri mampu mengendalikan dirinya, menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan dapat mendisiplinkan diri sendiri. Banyak contoh dalam Alkitab tentang orang orang yang memiliki penguasaan diri. Daud dapat menguasai diri sehingga enggan membunuh Saul meskipun ia memiliki kesempatan balas dendarn terhadap kejahatan yang dilakukan Saul terhadapnya. Saat melihat Saul berada di dalam gua, “... berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul; lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: ‘Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi Tuhan, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi Tuhan.” (1 Samuel 24:6-7). Yusuf, pemuda yang takut akan Tuhan, digoda dan dibujuk oleh istri Potifar, “‘Marilah tidur dengan aku. Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan Iari ke luar.”

(Kejadian 39:12). Yusuf dapat menguasai dirinya dari perangkap istri tuannya itu dan menjaga kekudusan dengan tidak mencemarkan diri. ltulah sebabnya kehidupan Yusuf semakin berkenan di hadapan Tuhan.

Penguasaan diri tidak datang dengan sendirinya namun melalui suatu proses yaitu tunduk pada pimpinan Roh Kudus; tanpa-Nya mustahil kita dapat menguasai diri terhadap pencobaan.

Tinggal dalam firman-Nya dan mengijinkan Roh Kudus bekerja adalah kunci untuk memiliki penguasan diri!

Rabu, 28 April 2010

29 Apr - Kis 13:13-25; Yoh 13:16-20

"Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya"

(Kis 13:13-25; Yoh 13:16-20)

 

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku."(Yoh 13:16-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Katarina dari Siena, perawan dan pujangga Gereja, hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Seorang hamba senantiasa dengan rendah hati berusaha untuk membahagiakan tuannya dalam situasi atau kondisi apapun, serta siap sedia setiap saat untuk melaksanakan perintah tuannya. Sebagai orang beriman kita sering juga disebut sebagai hamba-hamba Tuhan, dengan kata lain dipanggil untuk senantiasa membahagiakan Tuhan serta melaksanakan perintah atau sabdaNya; kita dipanggil untuk senantiasa mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Santa Katarina yang kita rayakan hari ini adalah 'perawan dan pujangga Gereja', yang berarti senantiasa hidup suci dan dengan kesucian-nya ia mewartakan Kabar Baik kepada orang lain dimanapun dan kapanpun. Perawan seperti St.Katarina ini sering juga disebut sebagai 'mempelai Yesus Kristus' alias menjadi sahabat Yesus yang mesra, dan karena  Yesus adalah Tuhan maka mau tak mau sebagai mempelaiNya pasti akan dikuasai atau dirajaiNya serta harus menghayati perintah dan ajaranNya. Atribut 'hamba' maupun 'mempelai' hemat saya mengandung makna sebagai yang diutus atau diperintah. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak kita yang tidak menikah alias hidup wadat dengan menjadi imam, bruder atau suster untuk dapat menjadi teladan dalam penghayatan sebagai 'hamba' atau 'mempelai', hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan, meneladan cara hidup dan cara bertindak Tuhan kita Yesus Kristus. Kepada semua umat Kristen atau Katolik kami ajak untuk dengan rendah hati mengusahakan agar hidup dan bertindak sesuai dengan janji baptis, yaitu hanya mengabdi Tuhan Allah saja dan menolak semua godaan setan di dalam hidup sehari-hari.

·   "Saudara-saudara, jikalau saudara-saudara ada pesan untuk membangun dan menghibur umat ini, silakanlah!" (Kis 13:15), demikian kata para pengurus rumah ibadat di Yerusalem kepada Paulus dan kawan-kawannya. Paulus dan kawan-kawan memang kemana mereka pergi atau dimana berada senantiasa berusaha untuk 'membangun dan menghibur umat'. Mereka adalah rasul-rasul, yang diutus untuk mewartakan Kabar Baik, apa-apa yang baik, membangun dan menghibur umat khususnya maupun warga masyarakat pada umumnya. Sebagai orang beriman yang memiliki dimensi rasuli kita semua dipanggil juga untuk senantiasa berusaha 'membangun dan menghibur umat' dengan kata lain saling membangun dan menghibur. Maka baiklah kita buka mata dan hati kita terhadap lingkungan sekitar kita, dimana kita hidup atau bekerja, apakah ada sesuatu yang harus dibangun atau butuh penghiburan. Dalam berbagai berita yang disiarkan melalui aneka jenis media kita dapat membaca, mendengarkan atau melihat bahwa di sana-sana masih sering terjadi tawuran atau bentrokan yang merusak dan menghancurkan serta memperuncing permusuhan. Mungkin juga di dalam keluarga-keluarga kita sendiri juga ada ketegangan antar anggota keluarga: antar suam-isteri, antar orangtua – anak, antar kakak-adik, dst… Marilah di dalam keluarga kita masing-masing kita saling membangun dan menghibur alias memperdalam dan memperteguh persaudaraan atau persahabatan sejati. Kami percaya ketika masing-masing dari kita memiliki pengalaman mendalam akan persaudaraan atau persahabatan sejati di dalam keluarga, maka di dalam hidup bersama dimanapun dan kapapun pasti akan memiliki semangat  membangun dan menghibur. Sepak terjang atau kedatangan kita dimanapun dan kapanpun diharapkan 'membangun dan menghibur sesama atau  saudara-saudari kita'. Marilah kita usahakan kebersamaan kita bagaikan sapu lidi: banyak lidi diikat menjadi satu dan kemudian fungsional sebagai alat pembersih.

 

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit" (Mzm 89:2-3)

            

Jakarta, 29 April 2010


29 Apr - Kis 13:13-25; Yoh 13:16-20

"Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya"

(Kis 13:13-25; Yoh 13:16-20)

 

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku."(Yoh 13:16-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Katarina dari Siena, perawan dan pujangga Gereja, hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Seorang hamba senantiasa dengan rendah hati berusaha untuk membahagiakan tuannya dalam situasi atau kondisi apapun, serta siap sedia setiap saat untuk melaksanakan perintah tuannya. Sebagai orang beriman kita sering juga disebut sebagai hamba-hamba Tuhan, dengan kata lain dipanggil untuk senantiasa membahagiakan Tuhan serta melaksanakan perintah atau sabdaNya; kita dipanggil untuk senantiasa mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Santa Katarina yang kita rayakan hari ini adalah 'perawan dan pujangga Gereja', yang berarti senantiasa hidup suci dan dengan kesucian-nya ia mewartakan Kabar Baik kepada orang lain dimanapun dan kapanpun. Perawan seperti St.Katarina ini sering juga disebut sebagai 'mempelai Yesus Kristus' alias menjadi sahabat Yesus yang mesra, dan karena  Yesus adalah Tuhan maka mau tak mau sebagai mempelaiNya pasti akan dikuasai atau dirajaiNya serta harus menghayati perintah dan ajaranNya. Atribut 'hamba' maupun 'mempelai' hemat saya mengandung makna sebagai yang diutus atau diperintah. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak kita yang tidak menikah alias hidup wadat dengan menjadi imam, bruder atau suster untuk dapat menjadi teladan dalam penghayatan sebagai 'hamba' atau 'mempelai', hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan, meneladan cara hidup dan cara bertindak Tuhan kita Yesus Kristus. Kepada semua umat Kristen atau Katolik kami ajak untuk dengan rendah hati mengusahakan agar hidup dan bertindak sesuai dengan janji baptis, yaitu hanya mengabdi Tuhan Allah saja dan menolak semua godaan setan di dalam hidup sehari-hari.

·   "Saudara-saudara, jikalau saudara-saudara ada pesan untuk membangun dan menghibur umat ini, silakanlah!" (Kis 13:15), demikian kata para pengurus rumah ibadat di Yerusalem kepada Paulus dan kawan-kawannya. Paulus dan kawan-kawan memang kemana mereka pergi atau dimana berada senantiasa berusaha untuk 'membangun dan menghibur umat'. Mereka adalah rasul-rasul, yang diutus untuk mewartakan Kabar Baik, apa-apa yang baik, membangun dan menghibur umat khususnya maupun warga masyarakat pada umumnya. Sebagai orang beriman yang memiliki dimensi rasuli kita semua dipanggil juga untuk senantiasa berusaha 'membangun dan menghibur umat' dengan kata lain saling membangun dan menghibur. Maka baiklah kita buka mata dan hati kita terhadap lingkungan sekitar kita, dimana kita hidup atau bekerja, apakah ada sesuatu yang harus dibangun atau butuh penghiburan. Dalam berbagai berita yang disiarkan melalui aneka jenis media kita dapat membaca, mendengarkan atau melihat bahwa di sana-sana masih sering terjadi tawuran atau bentrokan yang merusak dan menghancurkan serta memperuncing permusuhan. Mungkin juga di dalam keluarga-keluarga kita sendiri juga ada ketegangan antar anggota keluarga: antar suam-isteri, antar orangtua – anak, antar kakak-adik, dst… Marilah di dalam keluarga kita masing-masing kita saling membangun dan menghibur alias memperdalam dan memperteguh persaudaraan atau persahabatan sejati. Kami percaya ketika masing-masing dari kita memiliki pengalaman mendalam akan persaudaraan atau persahabatan sejati di dalam keluarga, maka di dalam hidup bersama dimanapun dan kapapun pasti akan memiliki semangat  membangun dan menghibur. Sepak terjang atau kedatangan kita dimanapun dan kapanpun diharapkan 'membangun dan menghibur sesama atau  saudara-saudari kita'. Marilah kita usahakan kebersamaan kita bagaikan sapu lidi: banyak lidi diikat menjadi satu dan kemudian fungsional sebagai alat pembersih.

 

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit" (Mzm 89:2-3)

            

Jakarta, 29 April 2010


Farisi dan Keras Hati

Ayat bacaan: Markus 3:4
=====================
"Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" Tetapi mereka itu diam saja."

keras hatiSeringnya mudah untuk melihat kesalahan orang lain, tapi sulit bagi kita untuk melihat kesalahan sendiri. Kita sering merasa diri kitalah yang benar dan segala yang berjalan tidak sesuai dengan kemauan kita dapat dijadikan sumber kecaman atau setidaknya gunjingan. Tidak peduli siapa orangnya, jika apa yang mereka lakukan atau putuskan seperti keinginan kita, maka kita akan mempersalahkan mereka. Di pekerjaan, dalam bertetangga, atau bermasyarakat dan bernegara kita berlaku seperti itu, dalam lingkungan gereja atau persekutuan pun sama saja. Ketika kita merasa sudah rajin beribadah, rajin berdoa dan sebagainya, berhati-hatilah agar tidak terlena dan merasa bahwa kita sudah menjadi yang paling sempurna. Bukan berarti kita tidak boleh bersyukur, itu tentu baik. Namun jangan kemudian menjadi sombong dan menganggap orang lain berada di bawah tingkat kerohanian atau kepatuhan kita. Orang-orang Farisi di jaman Yesus ada di muka bumi ini menjadi contoh nyata mengenai apa yang saya sebutkan di atas.

Mari kita lihat sepenggal saja bagian dari Markus 3 yaitu dalam perikop mengenai "Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat". Pada saat itu Yesus menjumpai seseorang yang lumpuh sebelah tangannya. Di sana ada sekumpulan orang Farisi yang sejak awal sudah bertujuan tidak baik. Mereka sejak awal memang mau mencari-cari kesalahan Yesus, dan mungkin inilah saat yang tepat, begitu pikiran mereka, karena mereka tahu Yesus pasti akan melakukan sesuatu terhadap orang yang lumpuh tangannya, padahal itu hari Sabat dimana seharusnya tidak ada yang boleh melakukan pekerjaan sesuai hukum Taurat. Sikap yang dipertontonkan orang-orang Farisi ini sungguh mengecewakan. Ketika mereka seharusnya peka terhadap permasalahan umatnya, ketika mereka seharusnya menjadi contoh teladan, yang mereka lakukan malah mencari-cari kesalahan dan menghakimi. Mereka terjatuh kepada dosa kesombongan, merasa diri paling benar, paling kudus, paling sempurna, sehingga hati mereka pun menjadi sangat keras. Setidaknya kita bisa melihat hal-hal berikut dari perilaku orang Farisi disana: mengecam pelayan/hamba Tuhan, melindungi tradisi keagamaan lebih dari mematuhi kehendak Tuhan, mementingkan keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri ketimbang orang lain di sekitar mereka, juga kesombongan merasa diri paling benar atau paling sempurna. Wajar jika Yesus pun merasa kecewa dan kesal dengan sikap mereka. "Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang? " Tetapi mereka itu diam saja." (Markus 3:4). Lihatlah bahkan setelah ditegur Tuhan sekalipun mereka tetap diam tanpa menyadari sedikitpun kesalahan mereka. Kedegilan mereka dikatakan mendatangkan dukacita dan kemarahan bagi Yesus. (ay 5).

Ciri-ciri seperti orang Farisi itu tentu sering kita dapati pada orang-orang di sekitar kita, malah mungkin kita pun sekali waktu pernah melakukan hal seperti itu dalam hidup kita. Jika tidak hati-hati kita bisa terjatuh pada kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh para orang Farisi ini. Kita seringkali terlalu asyik dalam melakukan dan mengucapkan hal yang "benar" bagi diri kita sendiri sehingga tanpa sadar kita telah membiarkan hangatnya kasih Tuhan menjadi dingin. Ketika itu terjadi, kita pun akan dengan mudah jatuh kepada kesombongan, mementingkan diri sendiri dan tidak lagi peka terhadap persoalan yang dihadapi orang-orang di sekeliling kita. Bukannya menolong tapi malah bergunjing, mengkritik dan mengata-ngatai mereka.

Kegerakan dan kebangunan rohani secara besar-besaran tidak akan bisa terjadi jika kita masih terjebak dalam lubang yang sama seperti para Farisi ini. Oleh karena itulah jika kita ingin menyaksikan itu terjadi, jika kita ingin mengalami kuasa Tuhan dalam hidup kita dan juga dalam gereja kita, kita harus memeriksa diri kita sendiri secepatnya. Jika kita masih menemukan kedegilan atau kekerasan hati seperti itu, itu tandanya kita harus segera bertobat dan melembutkan hati. Firman Tuhan juga berkata "Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu "hari ini", ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7), yang mengacu pada ayat dalam Mazmur 94:8. Hati yang keras akan membuat kita tidak lagi bisa mendengar perintah Tuhan, tidak lagi memiliki empati kepada sesama. Hati yang keras akan membuat kita semakin lama semakin degil. Hati yang keras akan menghambat curahan berkat dari Tuhan, bahkan menyekat hubungan kita dengan Tuhan. Kita harus mau memeriksa diri kita sendiri terlebih dahulu untuk melihat apakah masih ada sikap-sikap kita yang menghambat pertumbuhan rohani sesuai dengan yang diinginkan Tuhan dalam diri kita. Yakobus mengatakan "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." (Yakobus 1:27). Itu harus kita lakukan, karena jika tidak, maka itu artinya kita melewatkan kesempatan untuk memperoleh firman yang tertanam dengan baik dalam hati kita, dan dengan sendirinya membuang peluang untuk mendapatkan kuasa yang menyelamatkan.

Ketika anda rajin mendalami firman Tuhan, pastikan anda memiliki hati yang lembut agar firman itu bisa tertanam dengan baik. Tidak hanya berhenti pada diri sendiri, tapi juga tersalur ke luar agar menjadi berkat bagi orang lain. Jadilah anak-anak Tuhan yang peka terhadap pergumulan saudara-saudara kita. Bukan menghakimi, tapi bantulah mereka. Jika anda masih menemukan bagian-bagian keras dalam hati anda, mintalah Tuhan memberi hati yang lembut saat ini juga, sebentuk hati yang akan memungkinkan tuhan untuk melimpahkan rahmatNya pada anda.

Harden not your heart, keep it soft so His Words can grow nicely in you

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Farisi dan Keras Hati

Ayat bacaan: Markus 3:4
=====================
"Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" Tetapi mereka itu diam saja."

keras hatiSeringnya mudah untuk melihat kesalahan orang lain, tapi sulit bagi kita untuk melihat kesalahan sendiri. Kita sering merasa diri kitalah yang benar dan segala yang berjalan tidak sesuai dengan kemauan kita dapat dijadikan sumber kecaman atau setidaknya gunjingan. Tidak peduli siapa orangnya, jika apa yang mereka lakukan atau putuskan seperti keinginan kita, maka kita akan mempersalahkan mereka. Di pekerjaan, dalam bertetangga, atau bermasyarakat dan bernegara kita berlaku seperti itu, dalam lingkungan gereja atau persekutuan pun sama saja. Ketika kita merasa sudah rajin beribadah, rajin berdoa dan sebagainya, berhati-hatilah agar tidak terlena dan merasa bahwa kita sudah menjadi yang paling sempurna. Bukan berarti kita tidak boleh bersyukur, itu tentu baik. Namun jangan kemudian menjadi sombong dan menganggap orang lain berada di bawah tingkat kerohanian atau kepatuhan kita. Orang-orang Farisi di jaman Yesus ada di muka bumi ini menjadi contoh nyata mengenai apa yang saya sebutkan di atas.

Mari kita lihat sepenggal saja bagian dari Markus 3 yaitu dalam perikop mengenai "Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat". Pada saat itu Yesus menjumpai seseorang yang lumpuh sebelah tangannya. Di sana ada sekumpulan orang Farisi yang sejak awal sudah bertujuan tidak baik. Mereka sejak awal memang mau mencari-cari kesalahan Yesus, dan mungkin inilah saat yang tepat, begitu pikiran mereka, karena mereka tahu Yesus pasti akan melakukan sesuatu terhadap orang yang lumpuh tangannya, padahal itu hari Sabat dimana seharusnya tidak ada yang boleh melakukan pekerjaan sesuai hukum Taurat. Sikap yang dipertontonkan orang-orang Farisi ini sungguh mengecewakan. Ketika mereka seharusnya peka terhadap permasalahan umatnya, ketika mereka seharusnya menjadi contoh teladan, yang mereka lakukan malah mencari-cari kesalahan dan menghakimi. Mereka terjatuh kepada dosa kesombongan, merasa diri paling benar, paling kudus, paling sempurna, sehingga hati mereka pun menjadi sangat keras. Setidaknya kita bisa melihat hal-hal berikut dari perilaku orang Farisi disana: mengecam pelayan/hamba Tuhan, melindungi tradisi keagamaan lebih dari mematuhi kehendak Tuhan, mementingkan keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri ketimbang orang lain di sekitar mereka, juga kesombongan merasa diri paling benar atau paling sempurna. Wajar jika Yesus pun merasa kecewa dan kesal dengan sikap mereka. "Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang? " Tetapi mereka itu diam saja." (Markus 3:4). Lihatlah bahkan setelah ditegur Tuhan sekalipun mereka tetap diam tanpa menyadari sedikitpun kesalahan mereka. Kedegilan mereka dikatakan mendatangkan dukacita dan kemarahan bagi Yesus. (ay 5).

Ciri-ciri seperti orang Farisi itu tentu sering kita dapati pada orang-orang di sekitar kita, malah mungkin kita pun sekali waktu pernah melakukan hal seperti itu dalam hidup kita. Jika tidak hati-hati kita bisa terjatuh pada kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh para orang Farisi ini. Kita seringkali terlalu asyik dalam melakukan dan mengucapkan hal yang "benar" bagi diri kita sendiri sehingga tanpa sadar kita telah membiarkan hangatnya kasih Tuhan menjadi dingin. Ketika itu terjadi, kita pun akan dengan mudah jatuh kepada kesombongan, mementingkan diri sendiri dan tidak lagi peka terhadap persoalan yang dihadapi orang-orang di sekeliling kita. Bukannya menolong tapi malah bergunjing, mengkritik dan mengata-ngatai mereka.

Kegerakan dan kebangunan rohani secara besar-besaran tidak akan bisa terjadi jika kita masih terjebak dalam lubang yang sama seperti para Farisi ini. Oleh karena itulah jika kita ingin menyaksikan itu terjadi, jika kita ingin mengalami kuasa Tuhan dalam hidup kita dan juga dalam gereja kita, kita harus memeriksa diri kita sendiri secepatnya. Jika kita masih menemukan kedegilan atau kekerasan hati seperti itu, itu tandanya kita harus segera bertobat dan melembutkan hati. Firman Tuhan juga berkata "Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu "hari ini", ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7), yang mengacu pada ayat dalam Mazmur 94:8. Hati yang keras akan membuat kita tidak lagi bisa mendengar perintah Tuhan, tidak lagi memiliki empati kepada sesama. Hati yang keras akan membuat kita semakin lama semakin degil. Hati yang keras akan menghambat curahan berkat dari Tuhan, bahkan menyekat hubungan kita dengan Tuhan. Kita harus mau memeriksa diri kita sendiri terlebih dahulu untuk melihat apakah masih ada sikap-sikap kita yang menghambat pertumbuhan rohani sesuai dengan yang diinginkan Tuhan dalam diri kita. Yakobus mengatakan "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." (Yakobus 1:27). Itu harus kita lakukan, karena jika tidak, maka itu artinya kita melewatkan kesempatan untuk memperoleh firman yang tertanam dengan baik dalam hati kita, dan dengan sendirinya membuang peluang untuk mendapatkan kuasa yang menyelamatkan.

Ketika anda rajin mendalami firman Tuhan, pastikan anda memiliki hati yang lembut agar firman itu bisa tertanam dengan baik. Tidak hanya berhenti pada diri sendiri, tapi juga tersalur ke luar agar menjadi berkat bagi orang lain. Jadilah anak-anak Tuhan yang peka terhadap pergumulan saudara-saudara kita. Bukan menghakimi, tapi bantulah mereka. Jika anda masih menemukan bagian-bagian keras dalam hati anda, mintalah Tuhan memberi hati yang lembut saat ini juga, sebentuk hati yang akan memungkinkan tuhan untuk melimpahkan rahmatNya pada anda.

Harden not your heart, keep it soft so His Words can grow nicely in you

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari