Sabtu, 31 Oktober 2009

Secangkir Teh buat Tuhan

Ayat bacaan: Hosea 6:6
===================
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."

menyenangkan hati TuhanSeorang teman bercerita bahwa salah satu yang paling membuatnya bahagia adalah ketika anaknya berlari menyambutnya sepulang kerja. Seorang ayah tentu akan merasa sangat bahagia ketika anak-anak mereka menyambut kepulangan mereka dengan tersenyum, memeluk, atau malah membuatkan secangkir teh hangat dan memijati pundak sang ayah sambil bercerita tentang hari-harinya di sekolah. Tentu hal itu sangat menyenangkan bukan? Saya yakin tidak ada satupun ayah yang tidak merasa bahagia ketika anak-anak menunjukkan kasih sayang mereka dengan penuh sukacita. Apa yang dialami oleh teman saya itu pernah saya alami juga, tapi dalam posisi yang berbeda, di posisi sebagai seorang anak ketika saya masih kecil. Mungkin sebagian dari kita pun pernah bereaksi seperti si anak ketika kita kecil. Saya ingat pada saat saya kecil, saya sering disebut anak papa, karena kedekatan saya dengan ayah saya. Selalu ada raut bahagia di wajahnya meski ia sedang lelah ketika saya menyambutnya. Ia akan segera menggendong saya dan langsung bermain. "Anak itu benar-benar obat lelah.." kata teman saya sambil tertawa. Ya, begitu mereka dengan riangnya menyambut kita, seketika itu pula rasa lelah dan beban masalah di pekerjaan menguap. Anak bahagia, ayah bahagia. Betapa indahnya.

Jika menyenangkan hati ayah biologis kita saja sudah begitu rasanya, apalagi hati Tuhan yang begitu mengasihi kita. Tentu kita pun sebagai anak-anak Tuhan ingin bisa menyenangkan hatiNya. Masalahnya banyak orang yang tidak tahu bagaimana caranya. Bagaimana membuatkan secangkir teh hangat buat Tuhan? Atau memijat pundakNya? memelukNya? Bukankah itu tidak bisa kita lakukan karena Tuhan tidak berada secara fisik di dekat kita seperti halnya ayah kita di dunia? Lalu bagaimana caranya? Alkitab menyebutkan apa yang bisa menyenangkan hati Tuhan.

Dalam Hosea dikatakan bahwa "..Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Kasih setia kita yang tidak lekang dimakan jaman, tidak gampang pudar karena godaan duniawi, dan kerinduan kita tanpa henti untuk semakin mengenal pribadi Bapa, itulah yang menyenangkan Tuhan, lebih dari segala perbuatan baik kita atau amal kita. Hal yang sejalan pula disampaikan oleh Pemazmur. Dalam Mazmur dikatakan "TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya." (Mazmur 147:11). Menyenangkan hati Tuhan bisa kita lakukan dengan hidup takut akan Tuhan dan terus percaya penuh kepadaNya tanpa putus harapan. Hal-hal seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk menyenangkan hatiNya. Lewat pengenalan akan Tuhan, mengasihiNya dengan setia, menyadari dan percaya sepenuhnya kasih setia Tuhan dalam kondisi apapun yang kita alami, dan terus menjalani hidup dengan rasa takut akan Tuhan, itulah yang bisa kita perbuat untuk mengetuk pintu hati Tuhan dan menyenangkanNya.

Memberikan puji-pujian, bermazmur bagiNya, itu pun menyenangkan Tuhan jika kita lakukan dengan hati yang tulus. Sebelum Pemazmur menuliskan hal yang membuat Tuhan senang di atas, kita dapati ayat yang berbunyi "Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!" (ay 7). Tuhan tentu akan senang apabila kita memiliki gaya hidup yang senantiasa memuji dan menyembahNya, bermazmur bagiNya baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan senang maupun susah, dan melakukan itu semua dengan hati yang tulus sepenuhnya karena mengasihi Tuhan lebih dari segalanya.

Waspadalah dalam hidup ini, karena ada begitu banyak keinginan daging yang akan selalu berusaha untuk menjauhkan kita dari Tuhan. Seringkali kita terjebak dan memberi toleransi kepada keinginan-keinginan kedagingan, dan mengira bahwa itu tidaklah apa-apa. Padahal Tuhan sama sekali tidak berkenan kepada orang-orang yang memilih untuk hidup dalam daging dan menomor duakan keinginan Roh! "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Kemudian, apakah kita sudah berkenan meluangkan waktu untuk berdoa bagi orang lain, untuk pemerintah, bangsa dan negara kita? Sudahkah kita menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur buat orang lain, buat pemimpin-pemimpin kita? Hal ini pun penting untuk kita cermati, karena firman Tuhan berkata "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita" (1 Timotius 2:3).

Kita tidak perlu membuat secangkir teh hangat buat Tuhan, kita tidak perlu memijiti Tuhan. Lebih dari korban bakaran, Tuhan lebih menyukai kasih setia kita dan usaha kita untuk semakin jauh mengenal pribadiNya. Tuhan rindu untuk dapat bergaul karib dengan kita. Kepada kita yang menyenangkan hatiNya, yang berkenan di hadapanNya, Tuhan tidak akan menahan-nahan berkatNya untuk tercurah. "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11). Ini janji Tuhan kepada setiap anakNya yang selalu berusaha menyenangkan hatiNya semata-mata karena mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu. Tuhan akan sangat senang jika kita menjadikan diriNya prioritas utama dalam hidup kita. Dia akan sangat bangga jika kita mempersembahkan ibadah sejati kita dengan mempersembahkan tubuh kita sendiri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepadaNya. (Roma 12:1). Tetap percaya dan berpegang kepadaNya dalam kondisi dan situasi apapun, selalu melakukan kehendakNya dengan sepenuh hati, tetap bersukacita dan bersyukur meski dalam kesesakan sekalipun, dan tentunya tidak sekali-kali menomorduakan apalagi meninggalkan Tuhan demi kepentingan sesaat. Hari ini mari kita sambut Dia dengan penuh sukacita, mari kita sama-sama belajar untuk menyenangkan hati Bapa lebih lagi.


Sekarang saatnya bagi kita untuk menyenangkan Bapa

Secangkir Teh buat Tuhan

Ayat bacaan: Hosea 6:6
===================
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."

menyenangkan hati TuhanSeorang teman bercerita bahwa salah satu yang paling membuatnya bahagia adalah ketika anaknya berlari menyambutnya sepulang kerja. Seorang ayah tentu akan merasa sangat bahagia ketika anak-anak mereka menyambut kepulangan mereka dengan tersenyum, memeluk, atau malah membuatkan secangkir teh hangat dan memijati pundak sang ayah sambil bercerita tentang hari-harinya di sekolah. Tentu hal itu sangat menyenangkan bukan? Saya yakin tidak ada satupun ayah yang tidak merasa bahagia ketika anak-anak menunjukkan kasih sayang mereka dengan penuh sukacita. Apa yang dialami oleh teman saya itu pernah saya alami juga, tapi dalam posisi yang berbeda, di posisi sebagai seorang anak ketika saya masih kecil. Mungkin sebagian dari kita pun pernah bereaksi seperti si anak ketika kita kecil. Saya ingat pada saat saya kecil, saya sering disebut anak papa, karena kedekatan saya dengan ayah saya. Selalu ada raut bahagia di wajahnya meski ia sedang lelah ketika saya menyambutnya. Ia akan segera menggendong saya dan langsung bermain. "Anak itu benar-benar obat lelah.." kata teman saya sambil tertawa. Ya, begitu mereka dengan riangnya menyambut kita, seketika itu pula rasa lelah dan beban masalah di pekerjaan menguap. Anak bahagia, ayah bahagia. Betapa indahnya.

Jika menyenangkan hati ayah biologis kita saja sudah begitu rasanya, apalagi hati Tuhan yang begitu mengasihi kita. Tentu kita pun sebagai anak-anak Tuhan ingin bisa menyenangkan hatiNya. Masalahnya banyak orang yang tidak tahu bagaimana caranya. Bagaimana membuatkan secangkir teh hangat buat Tuhan? Atau memijat pundakNya? memelukNya? Bukankah itu tidak bisa kita lakukan karena Tuhan tidak berada secara fisik di dekat kita seperti halnya ayah kita di dunia? Lalu bagaimana caranya? Alkitab menyebutkan apa yang bisa menyenangkan hati Tuhan.

Dalam Hosea dikatakan bahwa "..Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Kasih setia kita yang tidak lekang dimakan jaman, tidak gampang pudar karena godaan duniawi, dan kerinduan kita tanpa henti untuk semakin mengenal pribadi Bapa, itulah yang menyenangkan Tuhan, lebih dari segala perbuatan baik kita atau amal kita. Hal yang sejalan pula disampaikan oleh Pemazmur. Dalam Mazmur dikatakan "TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya." (Mazmur 147:11). Menyenangkan hati Tuhan bisa kita lakukan dengan hidup takut akan Tuhan dan terus percaya penuh kepadaNya tanpa putus harapan. Hal-hal seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk menyenangkan hatiNya. Lewat pengenalan akan Tuhan, mengasihiNya dengan setia, menyadari dan percaya sepenuhnya kasih setia Tuhan dalam kondisi apapun yang kita alami, dan terus menjalani hidup dengan rasa takut akan Tuhan, itulah yang bisa kita perbuat untuk mengetuk pintu hati Tuhan dan menyenangkanNya.

Memberikan puji-pujian, bermazmur bagiNya, itu pun menyenangkan Tuhan jika kita lakukan dengan hati yang tulus. Sebelum Pemazmur menuliskan hal yang membuat Tuhan senang di atas, kita dapati ayat yang berbunyi "Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!" (ay 7). Tuhan tentu akan senang apabila kita memiliki gaya hidup yang senantiasa memuji dan menyembahNya, bermazmur bagiNya baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan senang maupun susah, dan melakukan itu semua dengan hati yang tulus sepenuhnya karena mengasihi Tuhan lebih dari segalanya.

Waspadalah dalam hidup ini, karena ada begitu banyak keinginan daging yang akan selalu berusaha untuk menjauhkan kita dari Tuhan. Seringkali kita terjebak dan memberi toleransi kepada keinginan-keinginan kedagingan, dan mengira bahwa itu tidaklah apa-apa. Padahal Tuhan sama sekali tidak berkenan kepada orang-orang yang memilih untuk hidup dalam daging dan menomor duakan keinginan Roh! "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Kemudian, apakah kita sudah berkenan meluangkan waktu untuk berdoa bagi orang lain, untuk pemerintah, bangsa dan negara kita? Sudahkah kita menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur buat orang lain, buat pemimpin-pemimpin kita? Hal ini pun penting untuk kita cermati, karena firman Tuhan berkata "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita" (1 Timotius 2:3).

Kita tidak perlu membuat secangkir teh hangat buat Tuhan, kita tidak perlu memijiti Tuhan. Lebih dari korban bakaran, Tuhan lebih menyukai kasih setia kita dan usaha kita untuk semakin jauh mengenal pribadiNya. Tuhan rindu untuk dapat bergaul karib dengan kita. Kepada kita yang menyenangkan hatiNya, yang berkenan di hadapanNya, Tuhan tidak akan menahan-nahan berkatNya untuk tercurah. "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11). Ini janji Tuhan kepada setiap anakNya yang selalu berusaha menyenangkan hatiNya semata-mata karena mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu. Tuhan akan sangat senang jika kita menjadikan diriNya prioritas utama dalam hidup kita. Dia akan sangat bangga jika kita mempersembahkan ibadah sejati kita dengan mempersembahkan tubuh kita sendiri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepadaNya. (Roma 12:1). Tetap percaya dan berpegang kepadaNya dalam kondisi dan situasi apapun, selalu melakukan kehendakNya dengan sepenuh hati, tetap bersukacita dan bersyukur meski dalam kesesakan sekalipun, dan tentunya tidak sekali-kali menomorduakan apalagi meninggalkan Tuhan demi kepentingan sesaat. Hari ini mari kita sambut Dia dengan penuh sukacita, mari kita sama-sama belajar untuk menyenangkan hati Bapa lebih lagi.


Sekarang saatnya bagi kita untuk menyenangkan Bapa

God Has Seen Your Future And It Is Good!

Isaiah 54:2
2“Enlarge the place of your tent, and let them stretch out the curtains of your dwellings; do not spare; lengthen your cords, and strengthen your stakes.

At the end of 2004, during one of our services, the Lord told our church this: “I your God have gone ahead of you and I have already been to your future. I have seen it. And I declare that it is good.”

Although this word was given through me to our church, I believe that it is not only for our church, but also for every member of the body of Christ.

I tell you, when God declares your future good, it will be good! It will be filled with many wonderfully good days!

So what do you do when the Lord tells you that you are going to have a good future loaded with His blessings?.......

Baca kelanjutannya disini
Click this link -> God Has Seen Your Future And It Is Good!
---

PUSATKAN PIKIRAN PADA YANG BAIK DAN BENAR

”Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya.” Matius 13:24

Seorang penulis buku terkenal, John C. Maxwell, mengatakan bahwa sesungguhnya medan peperangan terbesar ada di pikiran manusia. Pikiran itu sangat kuat dan dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan pikiran kita. Ada pepatah yang mengatakan: ”Menabur dalam pikiran akan menuai tindakan; menabur dalam tindakan akan menuai kebiasaan; menabur kebiasaan akan menuai karakter dan menabur karakter akan menuai tujuan hidup.”

Pikiran kita seperti tanah, tidak pernah memilih dan mempedulikan jenis benih apa yang hendak kita tanam. Jika kita menabur benih jagung, tanah akan meresponsnya, lalu menumbuhkannya. Begitu juga bila kita menabur benih padi atau mungkin lalang, rumput liar dan juga tanaman-tanaman pengganggu sekali pun, tanah tetap saja akan merespons benih itu dan menumbuhkannya juga.

Apa pun yang kita tanamkan dalam pikiran, entah itu hal-hal yang baik atau pun negatif, pikiran kita akan segera menerima, merespons dan menumbuhkannya, tidak peduli hal itu akan berdampak positif/negatif terhadap kehidupan kita: membawa kepada keberhasilan atau sebaliknya menuju kehancuran. Sadar atau tidak, seringkali kita memperkatakan hal-hal buruk tentang diri kita sendiri: hidupku penuh masalah, aku tidak akan berhasil, sakitku tidak akan sembuh, keluargaku hancur berantakan, aku bodoh, aku tidak punya apa-apa (miskin), masa depanku suram dan sebagainya. Hal-hal negatif yang kita ucapkan itu akan direspons oleh pikiran kita dalam bentuk sikap dan tindakan, yang pada saatnya akan menghasilkan sesuatu yang sama persis seperti yang kita tanam. Namun bila yang kita tanam hal-hal positif: semangat atau rasa percaya diri, pikiran kita juga akan merespons hal itu ke dalam sikap dan tindakan kita sehingga hidup kita akan menjadi seperti yang kita harapkan. Oleh karenanya firman Tuhan mengingatkan, ”...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8).

Benih yang kita tanam dalam pikiran menentukan hasil akhir kehidupan kita!

01 Nov - Hari Semua Orang Kudus

HR SEMUA ORANG KUDUS: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

"Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga"



Pada hari raya Semua Orang Kudus hari ini kita diajak untuk mengenangkan kembali para santo-santa, khususnya santo atau santa yang menjadi pelindung kita masing-masing. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk membaca dan merenungkan kembali riwayat santo atau santa yang menjadi pelindung, sambil mencermati spiritualitas atau semangat yang menjiwai hidupnya. Mungkin kutipan Warta Gembira hari ini, Sabda Bahagia, dapat membantu kita semua dalam mawas diri atau mengenangkan santo atau santa pelindung kita masing-masing dan kemudian meneladan cara hidup atau cara bertindaknya. Maka baiklah secara sederhana saya coba merefleksikan ayat-ayat dari Sabda Bahagia hari ini:


"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3)


Miskin di hadapan Allah berarti terbuka atas kehendak Allah, Penyelenggaraan Ilahi, terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan untuk berubah atau bertobat alias memperbaharui diri. Harapan atau dambaan utama adalah Allah, dan tentu saja hal itu juga dihayati dengan dan dalam hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi. Ia menyikapi dan menempatkan aneka macam bentuk harta benda atau sarana-prasarana duniawi sebagai wahana atau sarana untuk semakin memperembahkan diri seutuhnya kepada Allah, semakin dirajai atau dikuasai oleh Allah. Ia mengusahakan kesucian hidup dengan mendunia, terlibat atau berpartisipasi dalam kesibukan sehari-hari sebagaimana dihayati oleh para pekerja; ia tidak ada rasa lekat tak teratur terhadap aneka macam bentuk harta benda atau sarana-prasarana. Kebahagiaan sejati adalah "menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah"


"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5:4)


Yang dimaksudkan berdukacita disini kiranya adalah bekerja keras tanpa kenal lelah dalam rangka menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan atau kewajiban yang terkait dengan panggilannya. Segala tugas pekerjaan atau apapun yang ditugaskan kepadanya selesai pada waktunya dan baik hasilnya, sebagaimana diharapkan. Meskipun harus bekerja keras dan kurang memperoleh perhatian orang lain, ia tetap dinamis, ceria dan bahagia; ia tidak akan merasa sendirian, meskipun secara phisik sendirian, karena Allah bersamanya, hidup dan bekerja dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Bukankah ketika usaha keras berhasil baik pada akhirnya akan memperoleh hiburan besar? Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua, entah yang belajar atau bekerja, untuk bekerja keras dalam melaksanakan tugas panggilan atau kewajibannya; hendaknya tidak bermalas-malasan. "Wong keset ikut dadi bantaling setan" = "Pemalas menjadi tempat kediaman setan".


"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi" (Mat 5:5).


Orang lemah lembut pada umumnya juga rendah hati, ia lebih `melihat ke bawah' daripada `melihat ke atas', lebih menunduk daripada menengadah, lebih melihat realitas daripada impian, lebih melihat bumi daripada langit. "Memiliki bumi" berarti mampu menguasai bumi, sebagaimana diperintahkan Allah kepada manusia :"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi" (Kej 1:26). Bukankah untuk menguasai atau merawat ikan, burung maupun ternak harus lembah lembut, rendah hati, dalam dan oleh kasih, agar mereka tumbuh berkembang dengan baik?. Jika kepada binatang atau tanaman saja kita harus lemah lembut dan rendah hati, apalagi terhadap manusia atau sesama kita. Maka marilah kita saling lemah lembut dalam hidup kita sehari-hari.


"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Mat 5:6).

Apa yang dimaksudkan dengan `lapar dan haus akan kebenaran' kiranya kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa dan dipanggil oleh Tuhan untuk berkarya dalam karya penyelamatanNya. Dengan kata lain penghayatan hidup belajar terus-menerus, `ongoing formation/ongoing education'. Sikap hidup belajar terus-menerus perlu dijiwai keutamaan kerendahan hati, kesiap-sediaan dan kerelaan untuk terus dibina, dididik, dikembangkan, didewasakan, dst.. Orang senantiasa bersikap `magis', yaitu melebihi atau mengalahkan diri terus menerus. Sikap mental yang demikian ini hendaknya dibiasakan sedini mungkin bagi anak-anak dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua/bapak- ibu.


"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan" (Mat 5:7).


Murah hati berarti hatinya dijual murah alias memberi perhatian kepada siapapun sesuai dengan kesempatan, kemungkinan dan keterbatasan yang ada. Jika kita berani mawas diri dengan jujur kiranya kita dapat mengakui dan menghayati bahwa masing-masing dari kita telah memperoleh kemurahan hati Allah secara melimpah ruah melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing. Maka ajakan untuk bermurah hati terhadap orang lain tidak sulit asal rela menyalurkan apa yang telah kita terima secara melimpah ruah tersebut. Marilah kita saling bermurah hati alias saling memperhatikan dimanapun dan kapanpun kita berada serta dengan siapapun. .


"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."(Mat 5:8)


Suci hatinya berarti hatinya bersih, tanpa cacat cela atau noda sedikitpun, hatinya sepenuhnya dikuasai atau dirajai oleh Allah, Yang Ilahi. Mata hatinya juga dapat melihat dengan cermat, tajam dan tepat segala sesuatu: siapa itu Allah, siapa itu sesama manusia dan apa itu harta benda/ciptaan- ciptaan lainnya di dunia ini. Dunia seisinya, yaitu bumi dan laut, flora dan fauna serta manusia diciptakan oleh Allah, dalam kuasa Allah, tergantung dari Allah. Maka orang yang suci hatinya mampu melihat Allah yang hidup dan berkarya dalam seluruh ciptaanNya tersebut, dan dengan demikian ia akan menghormati dan menjunjung tinggi seluruh ciptaanNya di bumi dan laut ini. Sebagai orang yang suci hatinya kiranya menghayati apa yang dikatakan oleh Yohanes ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya" (1Yoh 3:2).


"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Mat 5:9)


Mengakui diri dan menghayati diri sebagai orang beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah alias menjadi 'anak kesayangan' Allah. Karena Allah hanya satu maka selayaknya semua umat beriman hidup bersatu dalam damai, penuh persahabatan dan persaudaraan sejati, hidup dalam damai sejahtera. Masing-masing dari kita adalah `anak kesayangan' atau `yang terkasih' Allah, maka bertemu dengan orang lain atau siapapun berarti `yang terkasih' bertemu dengan `yang terkasih' dan dengan demikian secara otomatis saling mengasihi, dan dengan saling mengasihi terjadilah perdamaian sejati. Damai merupakan idaman atau dambaan semua orang, namun sayang sering terjadi kesalah-fahaman karena paradigma maupun strategi yang berbeda. Ada yang mengusahakan perdamaian dengan menghancurkan yang lain.. `There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" = "Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan" , demikian pesan perdamaian dari Paus Yohanes Paulus II memasuki millennium ketiga yang sedang kita telusuri saat ini. "Kasih pengampunan" itulah senjata atau kekuatan untuk mengusahakan dan membawa damai, maka marilah kita hidup dan bertindak saling mengasihi dan mengampuni.


"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga."(Mat 5:10)



Kebohongan, manipulasi, pemalsuan, permainan sandiwara kehidupan, dst.. masih marak di sana-sini dalam kehidupan bersama, maka untuk hidup dan bertindak benar pasti akan menghadapi aneka macam tantangan, hambatan atau aniaya. Mereka yang seharusnya menjadi penegak kebenaran hukum juga dengan mudah melakukan kebohongan atau sandiwara kehidupan demi dan karena uang. Harta benda/uang, pangkat/kedudukan/ jabatan dan kehormatan duniawi merupakan godaan untuk berbohong atau melakukan manipulasi, pemalsuan dst.. Meskipun harus menghadapi aneka macam tantangan, hambatan dan aniaya, kami harapkan kepada para pejuang dan pembela kebenaran tetap setia, teguh dan tanpa takut terus memaklumkan kebenaran. Hidup dan bertindak benar hemat saya perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan orangtua atau bapak-ibu.



"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat "(Mat 5:11)


Orang jujur, benar dan baik sering mengalami aneka macam fitnah dari mereka yang kurang senang atas kejujuran dan kebaikannya. Di kantor-kantor tertentu orang jujur selalu diamat-amati untuk dicari kelemahan dan kekurangannya dan kemudian difitnah. Hidup dan bertindak jujur di tempat-tempat atau kantor-kantor tertentu bagaikan berada di ujung duri atau tanduk, begitulah yang sering dialami beberapa orang jujur. Para pemfitnah pada umumnya harus memboroskan waktu dan tenaga atau memperhatikan terus menerus kepada yang difitnah sebelum menyampaikan fitnahnya. Dengan kata lain fitnah yang disampaikan merupakan hasil atau buah perhatian (pemborosan waktu dan tenaga) yang cukup besar, maka fitnah rasanya juga merupakan perwujudan kasih. Maka kepada siapapun yang difitnah saya harapkan mengucapkan terima kasih atau berterima kasih kepada yang memfitnah. Berbahagialah karena hidup dan bertindak jujur, setia pada iman dan janji-janji yang pernah diikrarkan, ketika sedang mengalami celaan, aniaya maupun fitnah. Jadikanlah celaan, aniaya dan fitnah sebagai bentuk penggemblengan atau pembinaan kita agar kita semakin tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman.


"TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu" (Mzm 24:1-4)


Jakarta, 1 November 2009


01 Nov - Hari Semua Orang Kudus

HR SEMUA ORANG KUDUS: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

"Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga"



Pada hari raya Semua Orang Kudus hari ini kita diajak untuk mengenangkan kembali para santo-santa, khususnya santo atau santa yang menjadi pelindung kita masing-masing. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk membaca dan merenungkan kembali riwayat santo atau santa yang menjadi pelindung, sambil mencermati spiritualitas atau semangat yang menjiwai hidupnya. Mungkin kutipan Warta Gembira hari ini, Sabda Bahagia, dapat membantu kita semua dalam mawas diri atau mengenangkan santo atau santa pelindung kita masing-masing dan kemudian meneladan cara hidup atau cara bertindaknya. Maka baiklah secara sederhana saya coba merefleksikan ayat-ayat dari Sabda Bahagia hari ini:


"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3)


Miskin di hadapan Allah berarti terbuka atas kehendak Allah, Penyelenggaraan Ilahi, terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan untuk berubah atau bertobat alias memperbaharui diri. Harapan atau dambaan utama adalah Allah, dan tentu saja hal itu juga dihayati dengan dan dalam hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi. Ia menyikapi dan menempatkan aneka macam bentuk harta benda atau sarana-prasarana duniawi sebagai wahana atau sarana untuk semakin memperembahkan diri seutuhnya kepada Allah, semakin dirajai atau dikuasai oleh Allah. Ia mengusahakan kesucian hidup dengan mendunia, terlibat atau berpartisipasi dalam kesibukan sehari-hari sebagaimana dihayati oleh para pekerja; ia tidak ada rasa lekat tak teratur terhadap aneka macam bentuk harta benda atau sarana-prasarana. Kebahagiaan sejati adalah "menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah"


"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5:4)


Yang dimaksudkan berdukacita disini kiranya adalah bekerja keras tanpa kenal lelah dalam rangka menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan atau kewajiban yang terkait dengan panggilannya. Segala tugas pekerjaan atau apapun yang ditugaskan kepadanya selesai pada waktunya dan baik hasilnya, sebagaimana diharapkan. Meskipun harus bekerja keras dan kurang memperoleh perhatian orang lain, ia tetap dinamis, ceria dan bahagia; ia tidak akan merasa sendirian, meskipun secara phisik sendirian, karena Allah bersamanya, hidup dan bekerja dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Bukankah ketika usaha keras berhasil baik pada akhirnya akan memperoleh hiburan besar? Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua, entah yang belajar atau bekerja, untuk bekerja keras dalam melaksanakan tugas panggilan atau kewajibannya; hendaknya tidak bermalas-malasan. "Wong keset ikut dadi bantaling setan" = "Pemalas menjadi tempat kediaman setan".


"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi" (Mat 5:5).


Orang lemah lembut pada umumnya juga rendah hati, ia lebih `melihat ke bawah' daripada `melihat ke atas', lebih menunduk daripada menengadah, lebih melihat realitas daripada impian, lebih melihat bumi daripada langit. "Memiliki bumi" berarti mampu menguasai bumi, sebagaimana diperintahkan Allah kepada manusia :"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi" (Kej 1:26). Bukankah untuk menguasai atau merawat ikan, burung maupun ternak harus lembah lembut, rendah hati, dalam dan oleh kasih, agar mereka tumbuh berkembang dengan baik?. Jika kepada binatang atau tanaman saja kita harus lemah lembut dan rendah hati, apalagi terhadap manusia atau sesama kita. Maka marilah kita saling lemah lembut dalam hidup kita sehari-hari.


"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Mat 5:6).

Apa yang dimaksudkan dengan `lapar dan haus akan kebenaran' kiranya kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa dan dipanggil oleh Tuhan untuk berkarya dalam karya penyelamatanNya. Dengan kata lain penghayatan hidup belajar terus-menerus, `ongoing formation/ongoing education'. Sikap hidup belajar terus-menerus perlu dijiwai keutamaan kerendahan hati, kesiap-sediaan dan kerelaan untuk terus dibina, dididik, dikembangkan, didewasakan, dst.. Orang senantiasa bersikap `magis', yaitu melebihi atau mengalahkan diri terus menerus. Sikap mental yang demikian ini hendaknya dibiasakan sedini mungkin bagi anak-anak dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua/bapak- ibu.


"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan" (Mat 5:7).


Murah hati berarti hatinya dijual murah alias memberi perhatian kepada siapapun sesuai dengan kesempatan, kemungkinan dan keterbatasan yang ada. Jika kita berani mawas diri dengan jujur kiranya kita dapat mengakui dan menghayati bahwa masing-masing dari kita telah memperoleh kemurahan hati Allah secara melimpah ruah melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing. Maka ajakan untuk bermurah hati terhadap orang lain tidak sulit asal rela menyalurkan apa yang telah kita terima secara melimpah ruah tersebut. Marilah kita saling bermurah hati alias saling memperhatikan dimanapun dan kapanpun kita berada serta dengan siapapun. .


"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."(Mat 5:8)


Suci hatinya berarti hatinya bersih, tanpa cacat cela atau noda sedikitpun, hatinya sepenuhnya dikuasai atau dirajai oleh Allah, Yang Ilahi. Mata hatinya juga dapat melihat dengan cermat, tajam dan tepat segala sesuatu: siapa itu Allah, siapa itu sesama manusia dan apa itu harta benda/ciptaan- ciptaan lainnya di dunia ini. Dunia seisinya, yaitu bumi dan laut, flora dan fauna serta manusia diciptakan oleh Allah, dalam kuasa Allah, tergantung dari Allah. Maka orang yang suci hatinya mampu melihat Allah yang hidup dan berkarya dalam seluruh ciptaanNya tersebut, dan dengan demikian ia akan menghormati dan menjunjung tinggi seluruh ciptaanNya di bumi dan laut ini. Sebagai orang yang suci hatinya kiranya menghayati apa yang dikatakan oleh Yohanes ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya" (1Yoh 3:2).


"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Mat 5:9)


Mengakui diri dan menghayati diri sebagai orang beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah alias menjadi 'anak kesayangan' Allah. Karena Allah hanya satu maka selayaknya semua umat beriman hidup bersatu dalam damai, penuh persahabatan dan persaudaraan sejati, hidup dalam damai sejahtera. Masing-masing dari kita adalah `anak kesayangan' atau `yang terkasih' Allah, maka bertemu dengan orang lain atau siapapun berarti `yang terkasih' bertemu dengan `yang terkasih' dan dengan demikian secara otomatis saling mengasihi, dan dengan saling mengasihi terjadilah perdamaian sejati. Damai merupakan idaman atau dambaan semua orang, namun sayang sering terjadi kesalah-fahaman karena paradigma maupun strategi yang berbeda. Ada yang mengusahakan perdamaian dengan menghancurkan yang lain.. `There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" = "Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan" , demikian pesan perdamaian dari Paus Yohanes Paulus II memasuki millennium ketiga yang sedang kita telusuri saat ini. "Kasih pengampunan" itulah senjata atau kekuatan untuk mengusahakan dan membawa damai, maka marilah kita hidup dan bertindak saling mengasihi dan mengampuni.


"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga."(Mat 5:10)



Kebohongan, manipulasi, pemalsuan, permainan sandiwara kehidupan, dst.. masih marak di sana-sini dalam kehidupan bersama, maka untuk hidup dan bertindak benar pasti akan menghadapi aneka macam tantangan, hambatan atau aniaya. Mereka yang seharusnya menjadi penegak kebenaran hukum juga dengan mudah melakukan kebohongan atau sandiwara kehidupan demi dan karena uang. Harta benda/uang, pangkat/kedudukan/ jabatan dan kehormatan duniawi merupakan godaan untuk berbohong atau melakukan manipulasi, pemalsuan dst.. Meskipun harus menghadapi aneka macam tantangan, hambatan dan aniaya, kami harapkan kepada para pejuang dan pembela kebenaran tetap setia, teguh dan tanpa takut terus memaklumkan kebenaran. Hidup dan bertindak benar hemat saya perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan orangtua atau bapak-ibu.



"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat "(Mat 5:11)


Orang jujur, benar dan baik sering mengalami aneka macam fitnah dari mereka yang kurang senang atas kejujuran dan kebaikannya. Di kantor-kantor tertentu orang jujur selalu diamat-amati untuk dicari kelemahan dan kekurangannya dan kemudian difitnah. Hidup dan bertindak jujur di tempat-tempat atau kantor-kantor tertentu bagaikan berada di ujung duri atau tanduk, begitulah yang sering dialami beberapa orang jujur. Para pemfitnah pada umumnya harus memboroskan waktu dan tenaga atau memperhatikan terus menerus kepada yang difitnah sebelum menyampaikan fitnahnya. Dengan kata lain fitnah yang disampaikan merupakan hasil atau buah perhatian (pemborosan waktu dan tenaga) yang cukup besar, maka fitnah rasanya juga merupakan perwujudan kasih. Maka kepada siapapun yang difitnah saya harapkan mengucapkan terima kasih atau berterima kasih kepada yang memfitnah. Berbahagialah karena hidup dan bertindak jujur, setia pada iman dan janji-janji yang pernah diikrarkan, ketika sedang mengalami celaan, aniaya maupun fitnah. Jadikanlah celaan, aniaya dan fitnah sebagai bentuk penggemblengan atau pembinaan kita agar kita semakin tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman.


"TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu" (Mzm 24:1-4)


Jakarta, 1 November 2009


31 Okt - Ef 6:10-18; Luk 14:1.7-11

"Barangsiapa merendahkan diri ia akan ditinggikan. "

(Ef 6:10-18; Luk 14:1.7-11)


"Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. " (Luk 14:1.7-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St Afonsus Rodriguez, bruder/biarawan Yesuit, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

 

• Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar, kebalikan dari kesombongan. Orang yang rendah hati pada umumnya cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa melayani: menjunjung tinggi, menghormati dan membahagiakan orang lain, sebagaimana dihayati oleh Bruder Alfonsus Rodriguez, yang kita kenangkan hari ini. Bruder Alfonsus Rodriguez hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Yesus "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" . Bruder Alfonsus memiliki tugas perutusan utama sebagai penjaga pintu biara, yang berarti siapapun yang bertamu ke biara senantiasa dialah yang pertama kali menemuinya. Dengan penuh senyum dan hormat ia menerima setiap orang yang datang dan pergi. Memang penjaga pintu sedikit banyak menentukan warna pemberitaan dari biara atau komunitas, rumah atau kantor; ia dapat menolak atau menerima setiap orang yang ingin memasuki rumah, biara, atau kantor. Sikap penjaga pintu seperti Satpam atau pembantu rumah tangga dalam menerima tamu hendaknya rendah hati, ceria dan penuh senyum serta hormat. Penjaga pintu ada kemungkinan dimarahi atau dilecehkan oleh para tamu karena alasan apapun, namun demikian hendaknya tetap rendah hati. Dalam pesta-pesta penjaga pintu ruang pesta adalah `penerima tamu' yang pada umumnya berpakaian rapi, menarik, memikat dan penuh senyum serta hormat, maka juga diusahakan penerima tamu yang cantik atau tampan. Kerendahan hati kiranya tidak hanya bagi para penjaga pintu atau penerima tamu, tatapi kita semua yang menyadari diri sebagai orang beriman.
• "Ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu" (Ef 6:13), demikian nasihat Paulus kepada umat Efesus, yang kiranya juga telah dihayati oleh Bruder Alfonsus Rodriguez. Senjata Allah itu antara lain: kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman/sabda Tuhan dan doa. Selama bertugas sebagai penjaga pintu dan tiada tugas, yang berarti tidak ada tamu, Bruder Alfonsus Rodriguez tetap bertugas: ketika tidak ada tamu ia berdoa, antara lain berdoa rosario dll. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua sebagai orang beriman atau beragama: marilah kita tidak melupakan hidup doa kita. Para pendoa sejati pada umumnya juga rendah hati, sebaliknya orang sombong pada umumnya tidak pernah berdoa atau tidak dapat berdoa. "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus"(Ef 6:18). Orang kudus adalah orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, yang dipilih oleh Allah. Kita semua adalah yang terpilih oleh Allah, maka hendaknya kita saling mendoakan kapan saja dan dimana saja. Dengan saling mendoakan berarti kita bersahabat satu sama lain dalam Allah, dan dengan demikian kita semua senantiasa dalam rahmat dan berkat Allah sehingga kita mampu "menyelesaikan segala sesuatu" yang ditugaskan atau dibebankan kepada kita. Kita adalah alat-alat Allah dalam karya penyelamatanNya, dan sebagai alat senantiasa tergantung dari pemiliknya, yaitu Allah sendiri. Sebagai alat kita diharapkan memperlengkapi diri dengan senjata-senjata Allah, yaitu kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman Tuhan dan doa.


"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka… Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan- Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati"(Mzm 94:12-15).



Jakarta, 31 Oktober 2009


31 Okt - Ef 6:10-18; Luk 14:1.7-11

"Barangsiapa merendahkan diri ia akan ditinggikan. "

(Ef 6:10-18; Luk 14:1.7-11)


"Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. " (Luk 14:1.7-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St Afonsus Rodriguez, bruder/biarawan Yesuit, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

 

• Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar, kebalikan dari kesombongan. Orang yang rendah hati pada umumnya cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa melayani: menjunjung tinggi, menghormati dan membahagiakan orang lain, sebagaimana dihayati oleh Bruder Alfonsus Rodriguez, yang kita kenangkan hari ini. Bruder Alfonsus Rodriguez hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Yesus "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" . Bruder Alfonsus memiliki tugas perutusan utama sebagai penjaga pintu biara, yang berarti siapapun yang bertamu ke biara senantiasa dialah yang pertama kali menemuinya. Dengan penuh senyum dan hormat ia menerima setiap orang yang datang dan pergi. Memang penjaga pintu sedikit banyak menentukan warna pemberitaan dari biara atau komunitas, rumah atau kantor; ia dapat menolak atau menerima setiap orang yang ingin memasuki rumah, biara, atau kantor. Sikap penjaga pintu seperti Satpam atau pembantu rumah tangga dalam menerima tamu hendaknya rendah hati, ceria dan penuh senyum serta hormat. Penjaga pintu ada kemungkinan dimarahi atau dilecehkan oleh para tamu karena alasan apapun, namun demikian hendaknya tetap rendah hati. Dalam pesta-pesta penjaga pintu ruang pesta adalah `penerima tamu' yang pada umumnya berpakaian rapi, menarik, memikat dan penuh senyum serta hormat, maka juga diusahakan penerima tamu yang cantik atau tampan. Kerendahan hati kiranya tidak hanya bagi para penjaga pintu atau penerima tamu, tatapi kita semua yang menyadari diri sebagai orang beriman.
• "Ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu" (Ef 6:13), demikian nasihat Paulus kepada umat Efesus, yang kiranya juga telah dihayati oleh Bruder Alfonsus Rodriguez. Senjata Allah itu antara lain: kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman/sabda Tuhan dan doa. Selama bertugas sebagai penjaga pintu dan tiada tugas, yang berarti tidak ada tamu, Bruder Alfonsus Rodriguez tetap bertugas: ketika tidak ada tamu ia berdoa, antara lain berdoa rosario dll. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua sebagai orang beriman atau beragama: marilah kita tidak melupakan hidup doa kita. Para pendoa sejati pada umumnya juga rendah hati, sebaliknya orang sombong pada umumnya tidak pernah berdoa atau tidak dapat berdoa. "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus"(Ef 6:18). Orang kudus adalah orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, yang dipilih oleh Allah. Kita semua adalah yang terpilih oleh Allah, maka hendaknya kita saling mendoakan kapan saja dan dimana saja. Dengan saling mendoakan berarti kita bersahabat satu sama lain dalam Allah, dan dengan demikian kita semua senantiasa dalam rahmat dan berkat Allah sehingga kita mampu "menyelesaikan segala sesuatu" yang ditugaskan atau dibebankan kepada kita. Kita adalah alat-alat Allah dalam karya penyelamatanNya, dan sebagai alat senantiasa tergantung dari pemiliknya, yaitu Allah sendiri. Sebagai alat kita diharapkan memperlengkapi diri dengan senjata-senjata Allah, yaitu kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman Tuhan dan doa.


"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka… Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan- Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati"(Mzm 94:12-15).



Jakarta, 31 Oktober 2009


Jumat, 30 Oktober 2009

Malu akan Kelemahan

Ayat bacaan: 1 Korintus 2:3
======================
"Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar."

kelemahan, mengakui kekuranganHaruskah kita malu kepada kelemahan kita? Dalam banyak hal kita selalu berusaha menyembunyikan kelemahan kita dan berlindung dibalik kelebihan kita. Kita cenderung untuk memamerkan kelebihan dan menutup rapat kelemahan kita agar kita tidak terlihat lemah di mata orang lain. Kita memang harus memaksimalkan talenta kita, harus terus meningkatkan kapasitas kita sesuai dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Itu betul. Tapi terkadang kita lupa bahwa itu berasal dari Tuhan lantas kita bermegah berlebihan dan bersikap melebihi batas dengan apa yang kita miliki. Kita menjadi terlena dengan kehebatan kita, dan pada suatu ketika di saat kita dihadapkan pada kelemahan maka kita pun akan hancur berantakan. Fokus kepada apa yang bisa kita lakukan, pada spesialisasi kita masing-masing, itu bagus. Tapi di sisi lain kita pun harus mengakui dengan jujur bahwa kita bukanlah mahluk yang 100% sempurna. Di satu sisi kita kuat, di sisi lain kita lemah. Itu sangat wajar. Semua manusia pasti punya kelemahan sendiri-sendiri, baik secara fisik, emosi, kemampuan, intelegensia bahkan juga rohani.

Mengakui kelemahan bukan berarti kita harus minder. Tidak sama sekali. Tapi mengakui kelemahan disini bertujuan untuk menjaga diri kita agar tetap berpijak di atas bumi, tetap low profile. Mengakui kelemahan bukan mengarah kepada perasaan rendah diri, tapi lebih kepada rendah hati. Kita harus sadar bahwa tanpa Tuhan, sehebat apapun kita, semua itu tidak ada apa-apanya. Karena itu tidak ada yang perlu dimalukan ketika kita mengetahui kelemahan kita. Siapakah Paulus? Kita semua tahu bagaimana luar biasanya Paulus menjalankan penginjilannya kemana-mana. Ia dipakai Tuhan secara luar biasa dan menyerahkan segenap jiwa, raga dan tenaganya untuk memberitakan Kristus ke segala penjuru bumi. Sebegitu hebatnya Paulus, dia ternyata tidak merasa malu untuk mengakui bahwa ada masa-masa dimana ia merasa lemah, takut dan gentar. Lihatlah apa katanya kepada jemaat Korintus. "Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar." (1 Korintus 2:3). Paulus sama sekali tidak malu untuk menyatakan itu, dan ia tidak merasa khawatir disepelekan orang jika ia mengakui kelemahannya. Dan kita tahu, bahwa meski ia mengakui itu, ia sama sekali tidak goyah dalam menghadapi siksaan dan tekanan dalam misi pelayanannya.

Sebelum sampai kepada perkataannya di atas, Paulus menekankan bahwa pelayanannya bukanlah digunakan sebagai sarana untuk memamerkan kebolehannya. Sama sekali tidak. "Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan." (ay 1-2). Paulus menyadari bahwa jika ia melakukan tugasnya, itu bukan karena kuat kuasanya, tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Tidak ada niat lain, selain memberitakan tentang keselamatan di dalam Kristus. Paulus jelas sangat mengasihi Kristus. Ia tahu bahwa anugerah terbesar bagi dirinya datang ketika ia diselamatkan dari kematian kekal. Masa lalu Paulus sama sekali tidak membanggakan. Dengan segala perbuatannya di masa lalu, ia jelas mengarah kepada kebinasaan. Namun ternyata ia diselamatkan bahkan dipilih Tuhan untuk dipakai secara luar biasa. Paulus pasti sangat bersyukur karenanya, Dia berterimakasih kepada Yesus yang telah mati bagi dosa-dosanya, juga bagi dosa-dosa semua jemaat yang ia layani, termasuk pula bagi dosa-dosa kita hari ini. Dengan kata lain, Paulus sadar betul bahwa tanpa Kristus dia bukanlah siapa-siapa.

Haruskah kita malu dan menutup-nutupi kelemahan kita? Haruskah kita pura-pura tegar padahal kita tengah dicekam kegelisahan? Paulus menyatakan seperti ini: "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ia melanjutkan: "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (ay 10). Kenyataannya adalah seperti itu. Seringkali dalam kelemahan dan keterbatasanlah kita justru merasakan betapa besar kuasa Tuhan. Hal itu tidak akan bisa kita rasakan ketika kita berada dalam situasi yang super nyaman tanpa masalah. Selain itu Tuhan pun bisa memakai segala kelemahan kita untuk pekerjaan besar. Jika melihat dari banyak tokoh Alkitab, kita akan segera tahu bahwa Tuhan tidak memakai orang-orang yang pintar pidato, ahli cendekiawan, cerdik pandai, raja, orang besar dan sebagainya, tapi seringkali Tuhan justru memakai orang yang bagi dunia tidak ada apa-apanya. Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan ini diubahkan menjadi sosok luar biasa yang pengaruhnya masih kita rasakan hingga hari ini. Bagaimana bisa demikian? Alkitab berkata demikian: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25).

Siapapun kita yang punya banyak kelemahan dan keterbatasan ini, Tuhan bisa memakai itu semua. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (ay 27-28). Tuhan suka memakai orang-orang yang bodoh dan lemah bagi dunia, karena disanalah kuasa Allah akan sangat nyata. Karenanya kita tidak perlu malu terhadap kelemahan kita, sebaliknya kita tidak boleh pula bermegah dengan kelebihan kita. It's a reminder, "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29). Ingatlah bahwa kita memang terbatas dalam segala hal. Lebih dari segalanya, kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang memampukan segalanya, bukan karena kuat dan hebatnya diri kita. "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1 Korintus 1:31).

Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita untuk merasakan kelemahan kita, bukan bertujuan untuk menyakiti kita, tapi justru agar kuasaNya nyata pada diri kita. Mungkin kelemahan pada diri kita terdapat pada masalah fisik, seperti cacat, tidak kuat dan sebagainya, mungkin kita punya keterbatasan dalam hal kecerdasan atau kepintaran, mungkin kita punya masalah dengan psikis kita seperti trauma, kekecewaan, kepahitan dan sebagainya. Semua kelemahan ini seringkali menjadi faktor penghambat utama untuk maju. Janganlah terus membiarkan diri anda tenggelam di dalamnya, dan jangan pula malu untuk mengakui itu di hadapan Tuhan. Akuilah dan rasakan bagaimana kuasa Tuhan mampu bersinar di atas kelemahan-kelemahan kita. Tidak perlu pula untuk menutupi kelemahan kita dan bersembunyi dibalik kelebihan kita agar terlihat hebat di mata orang. Jadilah diri sendiri, dan tunjukkan bahwa Tuhan bisa pakai kelemahan-kelemahan kita untuk hal-hal besar.

Justru dalam kelemahan kitalah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan

Malu akan Kelemahan

Ayat bacaan: 1 Korintus 2:3
======================
"Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar."

kelemahan, mengakui kekuranganHaruskah kita malu kepada kelemahan kita? Dalam banyak hal kita selalu berusaha menyembunyikan kelemahan kita dan berlindung dibalik kelebihan kita. Kita cenderung untuk memamerkan kelebihan dan menutup rapat kelemahan kita agar kita tidak terlihat lemah di mata orang lain. Kita memang harus memaksimalkan talenta kita, harus terus meningkatkan kapasitas kita sesuai dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Itu betul. Tapi terkadang kita lupa bahwa itu berasal dari Tuhan lantas kita bermegah berlebihan dan bersikap melebihi batas dengan apa yang kita miliki. Kita menjadi terlena dengan kehebatan kita, dan pada suatu ketika di saat kita dihadapkan pada kelemahan maka kita pun akan hancur berantakan. Fokus kepada apa yang bisa kita lakukan, pada spesialisasi kita masing-masing, itu bagus. Tapi di sisi lain kita pun harus mengakui dengan jujur bahwa kita bukanlah mahluk yang 100% sempurna. Di satu sisi kita kuat, di sisi lain kita lemah. Itu sangat wajar. Semua manusia pasti punya kelemahan sendiri-sendiri, baik secara fisik, emosi, kemampuan, intelegensia bahkan juga rohani.

Mengakui kelemahan bukan berarti kita harus minder. Tidak sama sekali. Tapi mengakui kelemahan disini bertujuan untuk menjaga diri kita agar tetap berpijak di atas bumi, tetap low profile. Mengakui kelemahan bukan mengarah kepada perasaan rendah diri, tapi lebih kepada rendah hati. Kita harus sadar bahwa tanpa Tuhan, sehebat apapun kita, semua itu tidak ada apa-apanya. Karena itu tidak ada yang perlu dimalukan ketika kita mengetahui kelemahan kita. Siapakah Paulus? Kita semua tahu bagaimana luar biasanya Paulus menjalankan penginjilannya kemana-mana. Ia dipakai Tuhan secara luar biasa dan menyerahkan segenap jiwa, raga dan tenaganya untuk memberitakan Kristus ke segala penjuru bumi. Sebegitu hebatnya Paulus, dia ternyata tidak merasa malu untuk mengakui bahwa ada masa-masa dimana ia merasa lemah, takut dan gentar. Lihatlah apa katanya kepada jemaat Korintus. "Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar." (1 Korintus 2:3). Paulus sama sekali tidak malu untuk menyatakan itu, dan ia tidak merasa khawatir disepelekan orang jika ia mengakui kelemahannya. Dan kita tahu, bahwa meski ia mengakui itu, ia sama sekali tidak goyah dalam menghadapi siksaan dan tekanan dalam misi pelayanannya.

Sebelum sampai kepada perkataannya di atas, Paulus menekankan bahwa pelayanannya bukanlah digunakan sebagai sarana untuk memamerkan kebolehannya. Sama sekali tidak. "Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan." (ay 1-2). Paulus menyadari bahwa jika ia melakukan tugasnya, itu bukan karena kuat kuasanya, tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Tidak ada niat lain, selain memberitakan tentang keselamatan di dalam Kristus. Paulus jelas sangat mengasihi Kristus. Ia tahu bahwa anugerah terbesar bagi dirinya datang ketika ia diselamatkan dari kematian kekal. Masa lalu Paulus sama sekali tidak membanggakan. Dengan segala perbuatannya di masa lalu, ia jelas mengarah kepada kebinasaan. Namun ternyata ia diselamatkan bahkan dipilih Tuhan untuk dipakai secara luar biasa. Paulus pasti sangat bersyukur karenanya, Dia berterimakasih kepada Yesus yang telah mati bagi dosa-dosanya, juga bagi dosa-dosa semua jemaat yang ia layani, termasuk pula bagi dosa-dosa kita hari ini. Dengan kata lain, Paulus sadar betul bahwa tanpa Kristus dia bukanlah siapa-siapa.

Haruskah kita malu dan menutup-nutupi kelemahan kita? Haruskah kita pura-pura tegar padahal kita tengah dicekam kegelisahan? Paulus menyatakan seperti ini: "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ia melanjutkan: "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (ay 10). Kenyataannya adalah seperti itu. Seringkali dalam kelemahan dan keterbatasanlah kita justru merasakan betapa besar kuasa Tuhan. Hal itu tidak akan bisa kita rasakan ketika kita berada dalam situasi yang super nyaman tanpa masalah. Selain itu Tuhan pun bisa memakai segala kelemahan kita untuk pekerjaan besar. Jika melihat dari banyak tokoh Alkitab, kita akan segera tahu bahwa Tuhan tidak memakai orang-orang yang pintar pidato, ahli cendekiawan, cerdik pandai, raja, orang besar dan sebagainya, tapi seringkali Tuhan justru memakai orang yang bagi dunia tidak ada apa-apanya. Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan ini diubahkan menjadi sosok luar biasa yang pengaruhnya masih kita rasakan hingga hari ini. Bagaimana bisa demikian? Alkitab berkata demikian: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25).

Siapapun kita yang punya banyak kelemahan dan keterbatasan ini, Tuhan bisa memakai itu semua. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (ay 27-28). Tuhan suka memakai orang-orang yang bodoh dan lemah bagi dunia, karena disanalah kuasa Allah akan sangat nyata. Karenanya kita tidak perlu malu terhadap kelemahan kita, sebaliknya kita tidak boleh pula bermegah dengan kelebihan kita. It's a reminder, "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29). Ingatlah bahwa kita memang terbatas dalam segala hal. Lebih dari segalanya, kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang memampukan segalanya, bukan karena kuat dan hebatnya diri kita. "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1 Korintus 1:31).

Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita untuk merasakan kelemahan kita, bukan bertujuan untuk menyakiti kita, tapi justru agar kuasaNya nyata pada diri kita. Mungkin kelemahan pada diri kita terdapat pada masalah fisik, seperti cacat, tidak kuat dan sebagainya, mungkin kita punya keterbatasan dalam hal kecerdasan atau kepintaran, mungkin kita punya masalah dengan psikis kita seperti trauma, kekecewaan, kepahitan dan sebagainya. Semua kelemahan ini seringkali menjadi faktor penghambat utama untuk maju. Janganlah terus membiarkan diri anda tenggelam di dalamnya, dan jangan pula malu untuk mengakui itu di hadapan Tuhan. Akuilah dan rasakan bagaimana kuasa Tuhan mampu bersinar di atas kelemahan-kelemahan kita. Tidak perlu pula untuk menutupi kelemahan kita dan bersembunyi dibalik kelebihan kita agar terlihat hebat di mata orang. Jadilah diri sendiri, dan tunjukkan bahwa Tuhan bisa pakai kelemahan-kelemahan kita untuk hal-hal besar.

Justru dalam kelemahan kitalah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan

MENGASIHI DISAAT YANG TEPAT

Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan ingin merawat istrinya, Muriel, yang sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak.

Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri, karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Namun pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.

Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, "Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah memukulnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,"

Lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa, "Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!"

Pagi harinya, ketika Robetson berolah-raga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah selama berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, "Sayangku.... sayangku...", Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu.

"Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?" tanya Muriel.

Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robetson, Muriel berbisik, "Aku bahagia!" Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.

Memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau istri yang sudah tak berdaya adalah suatu perbuatan yang mulia. Mengurus ayah, ibu atau mertua adalah tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu. Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Kamis, 29 Oktober 2009

Air Muka

Ayat bacaan:Amsal 15:13
==================
"Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."

air muka"Capek melihat mukanya, cemberut terus.." demikian kata seorang teman mengenai teman lainnya. Tanpa kita sadari, seringkali air muka kita bisa mempengaruhi suasana di tengah-tengah lingkungan di mana kita berada. Bagaimana air muka kita di hadapan orang lain? Apakah ketika kita hadir suasana menjadi ceria, atau justru sebaliknya, kehadiran kita seolah membawa awan kelabu dan langsung membuat suasana menjadi kelam? Apakah orang lain menjadi bersemangat dan gembira lewat kehadiran kita, atau malah langsung membuat orang menjadi malas serta kehilangan gairah? Sadar atau tidak, air muka yang kita tunjukkan kepada lingkungan sekitar kita akan sangat berpengaruh terhadap suasana. Ramahkah, bersahabatkah, mudah tersenyum kah, atau angkuh, kaku dan tidak menunjukkan sikap bersahabat, semua itu bisa tergambar dari raut muka kita. Apakah bibir kita melengkung ke atas  atau melengkung ke bawah, apa yang terlihat itu bisa menentukan situasi di sekitar kita. Ada banyak anak yang ketakutan melihat ayahnya karena setiap ayahnya pulang raut mukanya tidak pernah senyum. Mendengar suara mobil saja anak-anak sudah lintang pukang berlari ke kamarnya masing-masing. Di kantor pun demikian. Apa yang anda rasa jika pimpinan anda memiliki wajah yang ketus dan dingin? Bandingkan dengan pimpinan yang ramah, suka tersenyum dan mau menyapa bawahannya. Ini gambaran sederhana mengenai pengaruh air muka terhadap lingkungan sekitar. Sesuatu yang sepele, kita alami sehari-hari, tapi seringkali tidak kita sadari dampaknya kepada orang lain.

Sebuah pertanyaan penting, apakah Tuhan peduli dengan air muka yang kita tampilkan setiap hari? Jawabannya ya. Tuhan juga sangat peduli. Dalam salah satu amsal Salomo kita baca "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Adalah penting bagi kita untuk memiliki muka yang berseri-seri, dan itu semua berasal dari hati yang gembira. Dari hatilah sebenarnya kehidupan kita terpancar, salah satunya lewat air muka kita. Karenanya kita diminta untuk senantiasa mengawal hati dengan serius. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bagaimana korelasi antara hati dan air muka? Kita bisa melihat apa yang terjadi pada Kain ketika persembahannya tidak diindahkan Tuhan. "Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (Kejadian 4:5b). Ketika hati Kain panas, air mukanya pun berubah. Kita melihat selanjutnya Tuhan menyatakan ketidaksukaanNya kepada raut muka seperti ini. "Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (ay 6-7). Tuhan mengingatkan satu hal. Raut wajah yang muram akan timbul ketika tidak ada sukacita dalam diri kita, ketika tidak ada kasih Tuhan berkuasa atas kita. Dan ketika itu terjadi, ada dosa yang sudah mengintip di depan pintu dan tengah bersiap-siap untuk menerkam kita. Jadi ada hubungan yang kuat antara apa yang ada dalam hati, juga pikiran kita seperti yang telah kita bahas kemarin, dengan apa yang terpancar keluar lewat air muka kita.

Agar kita bisa memiliki air muka yang menyenangkan, caranya tidak lain adalah dengan terus mengisi hati kita dengan sukacita. Hati yang dipenuhi sukacita akan memancarkan sinar cerah di wajah kita yang bisa membahagiakan orang lain dan diri sendiri. Tidak heran bahwa Tuhan sendiri pun memerintahkan kita untuk setiap saat terus bersukacita dalam keadaan apapun. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Sukacita sungguh membawa banyak manfaat. Selain membawa pengaruh kepada orang-orang disekitar kita, hati yang gembira penuh sukacita juga akan membuat kita lebih luwes dalam pergaulan bahkan menyehatkan kita. Sebaliknya Ketakutan, kebencian, kegelisahan, emosi dan perasaan-perasaan negatif justru mampu menjadi pembunuh mematikan jika terus kita simpan di dalam hati kita. Kehilangan sistem kekebalan tubuh, darah tinggi, serangan jantung, bahkan kanker seringkali berawal dari hal-hal negatif yang kita simpan di dalam diri kita. Sejak jauh hari Tuhan pun sudah mengingatkan akan hal ini. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22).

Tuhan tidak suka kepada orang yang air mukanya muram. Lihatlah bagaimana kesal dan kecewanya Tuhan melihat bangsa Israel yang terus saja bersungut-sungut meski mereka terus mendapat curahan berkat dan penyertaan Tuhan. Haruskah kita mencontoh perilaku mereka dan terus mengecewakan Tuhan? Apakah baik jika kita terus menjadi orang yang cepat marah, cepat tersinggung, egois, tidak mau mengerti orang lain dan memasang wajah kaku tak bersahabat setiap saat? Tuhan sendiri tidak menginginkan hal seperti itu untuk dilakukan anak-anakNya. Kasih Tuhan yang tercurah setiap hari kepada anak-anakNya seharusnya mendatangkan sukacita, dan selanjutnya terpancar lewat raut  muka, sikap dan perilaku yang bersinar terang, yang seharusnya dapat dengan mudah dilihat oleh dunia.  Jadilah orang yang ramah, murah senyum, punya sikap bersahabat. Jangan pernah biarkan kesulitan-kesulitan dan tekanan dalam hidup merampas sukacita dalam diri kita dan menghilangkan senyum dari wajah kita. Untuk itu, selalu jaga hati kita supaya tetap bersukacita. Are you ready? Let's smile! Cheese!

Senyum ramah bersahabat terpancar dari hati yang dipenuhi sukacita

Air Muka

Ayat bacaan:Amsal 15:13
==================
"Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."

air muka"Capek melihat mukanya, cemberut terus.." demikian kata seorang teman mengenai teman lainnya. Tanpa kita sadari, seringkali air muka kita bisa mempengaruhi suasana di tengah-tengah lingkungan di mana kita berada. Bagaimana air muka kita di hadapan orang lain? Apakah ketika kita hadir suasana menjadi ceria, atau justru sebaliknya, kehadiran kita seolah membawa awan kelabu dan langsung membuat suasana menjadi kelam? Apakah orang lain menjadi bersemangat dan gembira lewat kehadiran kita, atau malah langsung membuat orang menjadi malas serta kehilangan gairah? Sadar atau tidak, air muka yang kita tunjukkan kepada lingkungan sekitar kita akan sangat berpengaruh terhadap suasana. Ramahkah, bersahabatkah, mudah tersenyum kah, atau angkuh, kaku dan tidak menunjukkan sikap bersahabat, semua itu bisa tergambar dari raut muka kita. Apakah bibir kita melengkung ke atas  atau melengkung ke bawah, apa yang terlihat itu bisa menentukan situasi di sekitar kita. Ada banyak anak yang ketakutan melihat ayahnya karena setiap ayahnya pulang raut mukanya tidak pernah senyum. Mendengar suara mobil saja anak-anak sudah lintang pukang berlari ke kamarnya masing-masing. Di kantor pun demikian. Apa yang anda rasa jika pimpinan anda memiliki wajah yang ketus dan dingin? Bandingkan dengan pimpinan yang ramah, suka tersenyum dan mau menyapa bawahannya. Ini gambaran sederhana mengenai pengaruh air muka terhadap lingkungan sekitar. Sesuatu yang sepele, kita alami sehari-hari, tapi seringkali tidak kita sadari dampaknya kepada orang lain.

Sebuah pertanyaan penting, apakah Tuhan peduli dengan air muka yang kita tampilkan setiap hari? Jawabannya ya. Tuhan juga sangat peduli. Dalam salah satu amsal Salomo kita baca "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Adalah penting bagi kita untuk memiliki muka yang berseri-seri, dan itu semua berasal dari hati yang gembira. Dari hatilah sebenarnya kehidupan kita terpancar, salah satunya lewat air muka kita. Karenanya kita diminta untuk senantiasa mengawal hati dengan serius. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bagaimana korelasi antara hati dan air muka? Kita bisa melihat apa yang terjadi pada Kain ketika persembahannya tidak diindahkan Tuhan. "Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (Kejadian 4:5b). Ketika hati Kain panas, air mukanya pun berubah. Kita melihat selanjutnya Tuhan menyatakan ketidaksukaanNya kepada raut muka seperti ini. "Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (ay 6-7). Tuhan mengingatkan satu hal. Raut wajah yang muram akan timbul ketika tidak ada sukacita dalam diri kita, ketika tidak ada kasih Tuhan berkuasa atas kita. Dan ketika itu terjadi, ada dosa yang sudah mengintip di depan pintu dan tengah bersiap-siap untuk menerkam kita. Jadi ada hubungan yang kuat antara apa yang ada dalam hati, juga pikiran kita seperti yang telah kita bahas kemarin, dengan apa yang terpancar keluar lewat air muka kita.

Agar kita bisa memiliki air muka yang menyenangkan, caranya tidak lain adalah dengan terus mengisi hati kita dengan sukacita. Hati yang dipenuhi sukacita akan memancarkan sinar cerah di wajah kita yang bisa membahagiakan orang lain dan diri sendiri. Tidak heran bahwa Tuhan sendiri pun memerintahkan kita untuk setiap saat terus bersukacita dalam keadaan apapun. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Sukacita sungguh membawa banyak manfaat. Selain membawa pengaruh kepada orang-orang disekitar kita, hati yang gembira penuh sukacita juga akan membuat kita lebih luwes dalam pergaulan bahkan menyehatkan kita. Sebaliknya Ketakutan, kebencian, kegelisahan, emosi dan perasaan-perasaan negatif justru mampu menjadi pembunuh mematikan jika terus kita simpan di dalam hati kita. Kehilangan sistem kekebalan tubuh, darah tinggi, serangan jantung, bahkan kanker seringkali berawal dari hal-hal negatif yang kita simpan di dalam diri kita. Sejak jauh hari Tuhan pun sudah mengingatkan akan hal ini. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22).

Tuhan tidak suka kepada orang yang air mukanya muram. Lihatlah bagaimana kesal dan kecewanya Tuhan melihat bangsa Israel yang terus saja bersungut-sungut meski mereka terus mendapat curahan berkat dan penyertaan Tuhan. Haruskah kita mencontoh perilaku mereka dan terus mengecewakan Tuhan? Apakah baik jika kita terus menjadi orang yang cepat marah, cepat tersinggung, egois, tidak mau mengerti orang lain dan memasang wajah kaku tak bersahabat setiap saat? Tuhan sendiri tidak menginginkan hal seperti itu untuk dilakukan anak-anakNya. Kasih Tuhan yang tercurah setiap hari kepada anak-anakNya seharusnya mendatangkan sukacita, dan selanjutnya terpancar lewat raut  muka, sikap dan perilaku yang bersinar terang, yang seharusnya dapat dengan mudah dilihat oleh dunia.  Jadilah orang yang ramah, murah senyum, punya sikap bersahabat. Jangan pernah biarkan kesulitan-kesulitan dan tekanan dalam hidup merampas sukacita dalam diri kita dan menghilangkan senyum dari wajah kita. Untuk itu, selalu jaga hati kita supaya tetap bersukacita. Are you ready? Let's smile! Cheese!

Senyum ramah bersahabat terpancar dari hati yang dipenuhi sukacita

Who Will See God?

Joel Osteen Ministries

"Who may ascend into the hill of the Lord? Or who may stand in His holy place? He who has clean hands and a pure heart…"
(Psalm 24:3-4, NKJV)

TODAY'S WORD from Joel and Victoria

Do you want to see more of God in your life? As believers in Jesus, the Bible says that He makes His home in us, but we have to do our part to develop our relationship with Him. We have to choose to submit our hearts to Him and allow Him to purify us on the inside. We have to constantly guard ourselves and not allow things to come in and contaminate us.

How do you guard your heart? By being selective about what you see and watch on TV. If you don't want to become like the people you see on TV, don't watch them! If you don’t want to end up like the people singing those songs on the radio, you shouldn't listen to them. If you don't want to end up like the people in the magazines, you shouldn't read them. What you give your attention to will shape your heart and character. Give your attention to the Word of God. Give your attention to worship. Open your heart to the Father and ask Him to purify you by His Holy Spirit. As you do, you will rise higher and higher into the abundant life He has for you!

A PRAYER FOR TODAY

"Heavenly Father, I want to see You. Open the eyes of my heart. Purify me and cleanse my heart. Help me make the right choices so that I can honor You today and always. May the words of my mouth and the meditations of my heart be pleasing to You. In Jesus' Name. Amen."

Sumber: http://christian-daily-meditation.blogspot.com/

Bersabar dalam penderitaan

1 petrus 5:10
..Kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.

Tuhan mengenal hamba-hambaNya yang mengasihi Dia, kadang penderitaan dan beban di ijinkan datang oleh Allah. Tapi tidak datang dari Dia, hanya mengijinkan. Merenung dari kisah Ayub bagaimana dia tetap setia terhadap Allah walau kesusahan menimpanya.

Kesetiaan adalah bentuk kasih kita terhadap Allah, sebab Allah berkuasa atas hidup suka dan dukanya kita. Tetap sabar dan teguhkan hati.

Sebab seperti perumpamaan petani di sawah, dia bangun pagi bawa cangkul tabur benih, panasnya matahari.
Dan ketika ia pulang, sudah menuaikah hasil taburannya? Belum !! Dia membawa pulang cangkul dan pakaian berlumur tanah dan keringat.

Di hari besoknya dia berangkat membawa cangkul pergi ke sawah, sepulang dr rumah. Adakah ia dapat hasil tuaiannya? Belum !! Hanya baju lumur tanah, dan keringat . Kemudian besoknya dan besoknya lagi dan lagi sampai suatu ketika petani itu membawa pulang hasil tuaiannya. Begitu juga kesetiaan kita, tetap sabar sebab Allah mengenal dan tahu batas kemampuan kita. Sehingga kuasanya akan tampak tepat pada waktuNya.

Puji Tuhan
Ajari aku selalu untuk tidak bersungut-sungut
Dalam menghadapi pencobaan, sebab aku percaya Engkau adalah Allah yang sanggup dan mau melakukan perkara besar dalam hidupku.
Halleluya. Allah itu baik

Rabu, 28 Oktober 2009

29 Okt - Rm 8:31b-39; Luk 13:31-35

"Tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem".

(Rm 8:31b-39; Luk 13:31-35)

 

"Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau."  Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.  Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem.  Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti  induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi  kamu tidak mau.  Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata:  Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" (Luk 13:31-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yerusalem adalah kota suci atau kota idaman bagi umat beriman: bait suci orang-orang Yahudi berada di Yerusalem, Yesus wafat dan naik ke sorga di Yerusalem, nabi Muhamad s.a.w. naik ke sorga via Yerusalem, dst..  Suci berarti dipersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sehingga siapapun yang suci akan diberkati oleh Allah dan kemanapun ia pergi senantiasa atas atau dalam nama Allah. Keluarga dan tempat kerja merupakan tempat dimana kita memboroskan tenaga dan waktu kita, yang berarti mempersembahkan diri kita bagi Allah melalui saudara-saudari kita. Keluarga dan tempat kerja merupakan tempat idaman kita, yang menjanjikan kebahagiaan sejati sekaligus sarat dengan aneka tantangan, masalah dan hambatan. Maka marilah kita mawas diri: sejauh mana selama hidup di dalam keluarga maupun sibuk bekerja di tempat kerja kita semakin suci, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Allah? Sejauh mana semakin mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi kita semakin beriman, semakin suci? Marilah dalam dan melalui keluarga maupun tempat kerja kita meneladan Yesus yang 'rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya', dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun membuat lingkungan hidup enak dan nikmat untuk ditinggali serta semakin menarik, memikat dan mempesona bagi siapapun. Maka ketika di dalam keluarga maupun tempat kerja muncul tantangan, hambatan atau masalah, hendaknya dijadikan kesempatan untuk semakin mempersembahkan diri kepada Allah. Dengan kata lain jadikan tantangan, hambaan atau masalah sebagai wahana pembinaan dan pengembangan pribadi kita.

·   "Aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah"(Rm 8:38-39), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang" tidak akan memisahkan Paulus dari kasih Allah. Kasih Allah memang tidak terbatas bagi siapapun yang beriman kepadaNya. Orang yang sungguh beriman akan menghayati 'penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan, atau kelelanjangan, atau bahaya atau pedang'  sebagai kesempatan emas untuk menghayati kasih Allah, sebagaimana telah terjadi dalam diri Yesus Kristus. Penderitaan dan salib Yesus menjadi rahmat dan keselamatan bagi yang percaya kepadaNya, maka ketika kita rela menderita karena setia dan taat pada panggilan dan tugas pengutusan, kita juga dapat menjadi berkat bagi saudara-saudari kita. Aneka macam bentuk kemerosotan moral yang masih marak di sana-sini pada saat ini hendaknya dijadikan kesempatan emas untuk merasul alias menyelamatkan atau membahagiakan orang lain, yang menjadi korban kemerosotan moral maupun yang melakukan tindakan amoral. Tugas panggilan menyelamatkan atau membahagiakan berarti siap sedia untuk mendatangi dan menyelamatkan apapun, siapapun yang tidak selamat dan tidak bahagia, dan tentu saja juga siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban bagi sesamanya.

 

"Tolonglah aku, ya TUHAN, Allahku, selamatkanlah aku sesuai dengan kasih setia-Mu, supaya mereka tahu, bahwa tangan-Mulah ini, bahwa Engkaulah, ya TUHAN, yang telah melakukannya… Aku hendak bersyukur sangat kepada TUHAN dengan mulutku, dan aku hendak memuji-muji Dia di tengah-tengah orang banyak. Sebab Ia berdiri di sebelah kanan orang miskin untuk menyelamatkannya dari orang-orang yang menghukumnya"

(Mzm 109: 26-27.30-31).

      

Jakarta, 29 Oktober 2009



Arsip Blog

Kumpulan Khotbah Stephen Tong

Khotbah Kristen Pendeta Bigman Sirait

Ayat Alkitab Setiap Hari